Wednesday, January 5, 2011

MENGEMBANGKAN POTENSI DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN RUMPUT LAUT

January 05, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments



Komoditas terpenting usaha budidaya perikanan adalah ikan, udang, kekerangan dan rumput laut. Budidaya rumput laut di Indonesia menjadi bagian sangat penting karena menpunyai potensi yang sangat tinggi. Perairan laut yang sesuai untuk budidaya rumput laut lebih dari 1,1 juta hektar, kalau dengan asumsi produksi rata-rata 10 ton/ha/thn saja maka produksi dapat mencapai 11 juta ton/thn.  Di laut budidaya rumput laut bisa dipolikultur dengan budidaya mutiara seperti yang dilakukan di Buton Sulawesi Tenggara.

Disamping itu rumput laut juga bisa dibudidayakan di tambak, baik secara monokultur maupun polikultur (terutama dengan bandeng dan udang). Saat ini Indonesia telah menjadi produsen terbesar dunia,  Kementerian  Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi 10 juta/ton pada tahun 2014 atau meningkat 389 % dari tahun 2009

Tabel 1. Target Produksi Perikanan Budidaya Indonesia 2009-2014 (Ton).

No
Komoditas
2009
2014
% Peningkatan
1
2
3
4
Rumput Laut
Ikan Udang Lain-lain
2.574.000
1.305.000
348.100
553.000
10.000.000
5. 153.000
699.000
1. 038.700
389
395
200
188

TOTAL
4.780.100
16. 891.000
353
(Sumantadinata, 2011)


Usaha pengembangan budidaya rumput laut secara luas sangat layak dilakukan, karena usaha ini memiliki keunggulan antara lain :

   Budidaya sederhana (relatif mudah)
   Masa pemeliharaan singkat
   Biaya usaha tidak terlalu besar (relatif murah)
   Tidak merusak lingkungan
   Masyarakat sekitar mau menerima
   Mudah untuk dipasarkan

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut sangat tergantung pada berbagai hal yang saling terkait antara lain :

   Pemilihan lokasi yang sesuai
   Penyediaan bibit yang berkualitas


   Penanaman bibit yang tepat
   Pemilihan cara budidaya yang cocok
   Perawatan yang rutin
   Pengendalian hama dan penyakit yang akurat
   Pemanenan dan penanganan pasca panen yang benar


B.  Deskripsi Singkat

Materi penyuluhan budidaya rumput laut ini menjelaskan tentang budidaya rumput laut di laut, budidaya rumput laut di tambak, panen dan penanganan pasca panen.

Rumput laut yang sangat populer dibudidayakan di laut saat ini adalah kelompok penghasil karaginan (karagenofit) yaitu Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum ( ilmuwan lebih banyak menyebut Kappaphycus alvarezii dan E. denticulatum). Eucheuma cottonii lebih dikenal dengan rumput laut kotoni mempunyai dua varietas coklat dan hijau, sedangkan E. spinosum di berbagai daerah disebut beda-beda antara lain : Agar-agar geser (Seram), agar-agar kasar (Makasar), agar-agar patah tulang (Kep. Seribu), agar-agar kembang (Sulawesi Tengah).
A.  Pra Produksi
1.  Pemilihan Lokasi
Langkah pertama sebagai kunci utama keberhasilan usaha budidaya rumput adalah pemilihan lokasi yang tepat, hal ini dapat dimengerti karena pertumbuhan rumput laut ditentukan oleh kondisi perairan yang sesuai.
Persyaratan umum lokasi :
a.  Relatif jauh dari muara sungai.
b.  Perairan tidak tercemar.
c.   Secara alami terdapat pertumbuhan rumput laut atau lamun.
d.  Dasar perairan sebaiknya pasir berbatu karang.
e.  Peruntukan lokasi diatur oleh Rencana Umum Tata Ruang Daerah/wilayah.
f. Fluktuasi tahunan kualitas air,
No
Parameter
Satuan
Kisaran
1
Suhu
oC
26-32
2
Salinitas
g/liter
28-34
3
pH
-
7-8,5
 (SNI 7579.1:2010)

2.  Penyediaan Bibit
Penyediaan bibit yang baik merupakan salah satu kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan usaha. Bibit yang tersedia dalam jumlah yang memadai, berkualitas dan berkesinambungan merupakan salah satu kunci sukses usaha. Penyediaan bibit bisa berasal dari alam, budidaya atau kebun bibit. Disamping itu pemerintah (KKP) juga telah menyediakan Pusat Pengembangan Bibit Rumput Laut (Pusrumla).
Untuk mendapatkan pertumbuhan rumput yang optimal bibit yang digunakan harus berkualitas oleh karena itu perlu dilakukan seleksi bibit dengan kriteria sebagai berikut :
a.  Umur bibit antara 25-30 hari.
b.  Bobot 50-100 g setiap titik ikat.
c.   Bercabang banyak, rimbun dan runcing.
d.  Tidak terdapat bercak-bercak dan terkelupas. e.  Warna spesifik (cerah) khas rumput laut.
f. Tidak terkena penyakit.
3.  Pengikatan Bibit
Pengikatan bibit sebaiknya dilakukan cepat setelah bibit tersedia. Pengikatan bibit dikenal ada tiga cara yaitu :
a.  Cara simpul pita
b.  Cara loop pendek
c.   Cara loop panjang
Masing-masing cara mempunyai kelemahan dan kelebihan
           Cara simpul pita biasanya menggunakan tali rafia mudah dikerjakan tetapi tali raffia tidak tahan lama sehingga harus sering diganti.
           Cara loop pendek pengikatan bibit lebih kaku tetapi cara pemasangan lebih cepat dan lebih kuat.
           Cara loop panjang pengikatan bibit lebih mudah tetapi mudah terbelit bila arus relatif besar
Cara pengikatan bibit dilakukan sebagai berikut :
a.  Bibit diikatkan pada tali titik berjarak 25 cm – 30 cm dengan berat 50 – 100 gr setiap tiik ikat
b.  Pengikatan dengan simpul pita pengikatan dilakukan sedikit longgar.
c.   Pengikatan bibit dilakukan didarat, tempat yang teduh dan bersih atau langsung di laut pada metode lepas dasar
d.  Bibit dijaga dalam keadaan basah atau lembab.
B.  Produksi
1.  Metode Lepas Dasar
Metode lepas dasar adalah cara menumbuhkan rumput laut diatas dasar perairan (10-50 cm) dengan menggunakan tali yang diikatkan pada patok yang dipasang secara teratur.
Areal yang digunakan untuk metode ini sebaiknya diatas lahan yang relatif datar agar dapat dipasang patok yang berbentuk segi empat, jarak antara patok 25-30 cm, tinggi patok diatas permukaan dasar perairan, 40% dari panjang patok dan yang tertamam didasar perairan 60%, jarak tali utama dari dasar perairan minimal 10 cm.
1)  Peralatan
a.  Tali utama yang menghubungkan patok dengan patok adalah multifilament polyethilene (PE) ukuran 6 mm.
b.  Tali ris utama dan tali ris bentang multifilament polythilene (PE) 4 mm. c.   Patok kayu atau bambu berdiameter minimal 5 cm.
d.  Patok besi berdiameter minimal 2 cm. e.  Keranjang.
f.          Tali rafia.
2)  Penanaman
Bibit yang telah diikat pada tali titik segera diikatkan pada tali ris yang telah disediakan dengan jarak 15 cm sampai 30 cm dipasang pada saat surut.
3)  Pemeliharaan
a.  Kontrol secara  rutin  dilakukan untuk memantau  perkembangan  bibit  yang ditanam dan hama penyakit.
b.  Penyulaman  dilakukan  pada  minggu  pertama  jika  ada  bibit  yang  rontok ataupun lepas.
c.   Penyiangan setiap minggu jika ada gulma.
d.  Membersihkan benda asing yang menempel pada rumput laut.
e.  Pemeliharaan dilakukan minimal 45 hari.
(SNI 7579.1:2010)


2.  Metode Long-line
Metode long-line adalah cara membudidayakan rumput laut dikolom air (eupotik) dekat permukaan perairan dengan menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titik ke titik yang lain dengan panjang 25-50 m, dapat dalam bentuk lajur lepas atau terangkai dalam bentuk segiempat dengan bantuan pelampung dan jangkar (Gambar 3,4 dan 5).
-           Konstruksi
1)  Bentuk Konstruksi
           Konstruksi Berbingkai
a.  Konstruksi terbuat dari tali utama yang disusun membentuk segiempat berukuran minimal 25x100 meter, maximal 50x100 meter dan pada setiap sudut dipasang pelampung utama.
b.  Setiap 25 meter pada sisi 100 meter diberi tali pembantu dan pelampung pembantu yang berfungsi mempertahankan ukuran konstruksi.
c.   Tali ris bentang dengan panjang 25x50 meter diikatkan pada tali utama
berjumlah 99 tali ris bentang dengan jaral 100 cm.
d.  Pada setaiap tali ris bentang dipasang minimal 125 titik, maksimal 250 titik dengan jarak antara titik minimal 20 cm.
e.  Konstruksi tersebut diapungkan dipermukaan air dan ditambatkan dilokasi
menggunakan  pemberat  jangkar  disetiap  ujung  sudut  dan  pelampung pembantu.
f.          Pelampung ris bentang diikat pada tali ris bentang masing-masing 5-10 buah.
a.  Konstruksi tali ris bentang dengan panjang 50-100 meter yang kedua ujungnya diberi pelampung.
b.  Konstruksi tersebut diikat dengan tali jangkar atau tali pancang dengan panjang tali jangkat 3kali kedalaman perairan.

c.   Pada tali ris bentang dipasang pelampung berjarak 2-3 meter.
2)  Kriteria Bahan Konstruksi
a.  Tali jangkar : polyethylene (PE) diameter minimal10 mm. b.  Tali utama  : polyethylene (PE) diameter minimal10 mm. c.   Tali pembantu            : polyethylene (PE) diameter minimal 6 mm. d.  Tali ris bentang       : polyethylene (PE) diameter 4-5 mm.
e.  Tali titik      : polyethylene (PE) 1-1,5 mm, tali rafia 40 cm.
f.          Jangkar            : beton,  besi,  batu,  karung  pasir  dengan  berat minimal 50 kg/ buah atau pancang (bambu, kayu dan besi).
g.  Pelampung utama   :  jerigen  pelastik  minimal  25  liter  atau  bahan pelampung lain.
h.  Pelampung pembantu         : jerigen   plastik   minimal   20   liter   atau   bahan
pelampung       lain      yang    tidak    mencemari lingkungan.
i.          Pelampung ris bentang            : botol  plastik  bervolume  600  ml  atau  bahan
pelampung       lain      yang    tidak    mencemari lingkungan.
3)  Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan minimal 45 hari. Selama masa pemeliharaan dilakukan pengontrolan minimal 3 kali seminggu untuk :
a.  Mengetahui perkembangan kondisi bibit yang ditanam, hama dan penyakit.
b.  Mengetahui perlu tidaknya dilakukan penyulaman pada minggu pertama, jika ada bibit yang rontok atau lepas.
c.   Penyiangan gulma dan pembersihan sampah yang menempel pada rumput laut.
2.  Metode Rakit Bambu Apung
Metode rakit bambu apung adalah cara membudidayakan rumput laut dikolom air (eupotik) dekat dengan permukaan perairan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada konstruksi rakit bambu apung (Gambar 6,7,8 dan 9).
1)  Konstruksi
Konstruksi terdiri dari :
a.  Bambu        : Berumur tua diameter 8-10 cm, lurus dan    tidak pecah.
b.  Tali jangkar            : Tali polyethylene (PE) minimal 4 mm.
c.   Tali ris bentang      : Tali  polyethylene  (PE)  2  mm  atau  tali  raffia  panjang minimal 40 cm.
d.  Jangkar       : Beton,  besi,  batu,  karung  berisi  pasir  dengan  berat
minimal 50 kg /buah atau pancang minimal 2 buah.
2)  Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan minimal 45 hari. Selama masa pemeliharaan dilakukan pengontrolan minimal 3 kali seminggu untuk :
a)  Mengetahui  perkembangan   kondisi   bibit   yang   ditanam,   hama   dan penyakit.
b)  Mengetahui perlu tidaknya dilakukan penyulaman pada minggu pertama, jika ada bibit yang rontok atau terlepa.
c)  Penyiangan  gulma  dan  pembersihan  sampah  yang  menempel  pada rumput laut.
C.  Monitoring dan Pengendalian Hama Penyakit
1). Monitoring rumput laut
a.  Parameter  kualitas  air  sesuai  dengan  Tabel  3  dan  kesehatan  minimal  satu minggu sekali.
b.  Data hasil monitoring dicatat secara baik dan disimpan secara baik  untuk  di
analisis dan digunakan sebagai dasar untuk rencana penanaman selanjutnya. Adapun cara pengukurannya :
           Suhu
Dilakukan dengan menggunakan termometer pada badan air.
           pH
Dilakukan dengan menggunakan pH meter atau pH indikator (kertas lakmus).
           Salinitas
Dilakukan dengan menggunakan salinometer atau refraktometer.
2). Pengendalian Hama dan Penyakit a.  Hama
Usaha pengembangan rumput laut sering dihadapkan pada masalah keberadaan hama dilokasi budidaya. Hama rumput laut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yakni hama mikro (micro grazer) dan hama makro (macro grazer).
Hama mikro merupakan organisme yang berukuran kurang dari 2 cm dan hidup menempel pada thalus rumput laut seperti larva bulu babi (Tripneustes) dan larva teripang (Holothuria sp). Larva bulu babi melayang-layang di air dan kemudian menempel pada tanaman rumput laut sehingga dapat menutupi permukaan thalus yang menyebabkan thalus warna kuning. Seperti halnya dengan larva bulu babi, larva teripang juga akan menempel pada thalus kemudian setelah membesar akan memakan langsung rumput laut sehingga thalus rusak, terkelupas bahkan patah.
Hama makro : hama makro merupakan hama dengan ukuran relatif besar yang di jumpai pada tanaman rumput laut antara lain ikan baronang (Siganus sp), bintang laut (Protoneutes nodulus), bulu babi (Diadema dan Trineustes sp) dan penyu hijau (Cheloniamidas). Serangan ikan baronang umumnya musiman sehingga setiap daerah memiliki waktu serangan yang beebeda. Upaya yang di lakukan untuk menanggulangi  hama  tersebuta  adalah  dengan  cara  memperbaiki/memodifikasi teknik budidaya, sehingga tanaman budidaya berada pada posisi permukaan air dan diharapkan serangan dapat dikurangi. Selain itu sebaiknya diterapkan pola tanam yang  serentak  pada  lokasi  yang  luas  serta  melindungi  areal  budidaya  dengan
memasang pagar dari jaring. Epifit sejati : hama tersebut dikenal dengan alga penempel yang dapat menyebabkan kronis, misalnya ganggang suari dapat menempel pada lapisan kortikal sehingga dapat merusak thalus rumput laut.
Beberapa tindakan yang mungkin dapat dilakukan dalam upaya pengendalian hama rumput lain antara lain :
a.  Lokasi yang dipilih adalah habitat yang tidak terdapat populasi endemic hama, atau dapat juga menggunakan metode penanaman rumput laut dipermukaan atau beberapa meter diatas dasar perairan.
b.  Upayakan melakukan penanaman secara serentak dan meluas sampai titik jenuh dimana hama tidak sebanding biomasa dari produksi total, dimana cara tersebut merupakan paling popular dilakukan.
c.   Gunakan jaring sebagai pagar atau pembungkus pada daerah-daerah tertentu misalnya pada produksi benih (kebun bibit) agar hama besar misalnya penyu tidak masuk.
d. Tangkap hama ikan yang sering mengganggu, dimana ikan herbivora (baronang) sebagai hama rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai iakn konsumsi.
e.  Langkah terakhir, apabila hama telah merajalela dan tidak dapat diatasi maka
rumput laut sebaiknya di panen atau dipindahkan/atau menggantinya dengan bibit yang sehat pada musim hama telah berlalu.
Penyakit ice-ice (sebagian orang menyebutnya penyakit white spot) merupakan kendala utama budidaya  rumput laut Kappachicus atau Eucheuma. Gejala yang diperlihatkan pada rumput laut yang terserang penyakit tersebut antara lain : pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna thalus menjadi pucaat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thalus pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu, dan kecerahan. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam periran juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Beberapa faktor abiotik yang dilaporkan dapat menjadi penyebab munculnya penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut adalah kurangnya densitas cahaya, salinitas kurang dari 20 ppt, dan temperature mencapai 33-35oC. beberapa  jenis  bakteri telah  diisolasi dari  thalus  yang  terkena  penyakit  tersebut namun  bakteri  tersebut  diduga  hanya  merupakan  penyebab  kedua  (secondary impact) penyakit ini dapat di tanggulangi dengan cara menurunkan pososisi tanaman lebih dalam dari posisi semula untuk mengurangi penetrasi sinar matahari atau memindahkan  pada  tempat  yang  lebih  aman  dengan  kondisi  lingkungan  yang mendukung.


 

0 comments:

Post a Comment