Wednesday, March 1, 2017

PERILAKU DAN GEJALA IKAN SAKIT

March 01, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Kesehatan ikan sangat penting untuk diperhatikan.  Kondisi ikan yang tidak sehat jelas akan berpengaruh terhadap penampilan fisik bahkan dapat mengancam kelangsungan hidupnya.  Ikan yang sakit menunjukkan suatu keadaan pada ikan yang sedang mengalami gangguan atau kelainan, baik fisik maupun perilakunya.  Gangguan fisik dapat berupa luka karena gesekan antar ikan, insang membusuk, sisik tampak kusam, dan lain sebagainya.  Di sisi lain, perilaku yang tampak adalah ikan lebih senang menyendiri, cenderung di permukaan air, gerakan lemah, dan menurunnya nafsu makan ikan. 
Secara umum gejala-gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan  dapat dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a)      Adanya kelainan tingkah laku : misalnya salah satu atau beberapa ikan keluar dari kelompoknya dan cara berenangnya miring atau ”driving” (ikan yang berada dipermukaan langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lain : penyakit insang, penyakit sistem syaraf otak, keracunan bahan kimia logam berat, dan kekurangan vitamin.
b)      Ikan tidak mau makan (perhatikan sudah berapa lama keadaaan ini terjadi), penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxodized fatty), kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena persediaan pakan sedikit.
c)      Adanya kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan dan permukaan tubuh ikan atau mata yang tidak normal disebabkan oleh bakteri dan parasit Trematoda Giganea sp.
Sedangkan untuk organ-organ  ikan bagian dalam, gejala-gejala penyakit dapat terjadi pada:
a)      Insang berupa hilangnya insang dibeberapa bagian, disebabkan karena kekurangan darah dan keracunan, atau adanya parasit berupa ciliata dan monogenik.
b)      Otak dimana terjadi pendarahan disebabkan oleh parasit Mycosporidia, Giganea sp, Streptococcus sp, dan Nocardia sp.
c)      Jantung akan menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri kelas Mycosporidia, membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcus spp.
d)     Hati akan membesar atau mengecil, berwarna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar lemak/LLD= Lipoid Liver Degeneration (fatty change liver desease). Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati mengalami pendarahan, keras, dan mudah pecah.
e)      Lambung dapat menjadi kembung, luka dan berlubang, disebabkan oleh parasit yang termasuk kelas Cestoda.
f)       Usus berupa luka, pendarahan, keluar dari anus yang disebabkan oleh parasit dalam kelas Nematoda, Trematoda, Cestoda, dan Acanthocephala.
g)      Limpa menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh adanya penyakit di bagian lain.
h)      Otot akan memiliki warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nocardia sp. atau serangan parasit Microsporidae. 
Pengamatan visual terhadap kesehatan ikan secara teratur dapat dilakukan terhadap selera makan, tingkah laku, badan, warna, sirip dan mulut.
1.      Selera makan.
Pemberian makan tidak teratur akan membuat ikan datang pada waktunya untuk makan. Jika tidak ada respon pada pakan maka perlu diwaspadai bahwa ikan tidak dalam keadaan baik, begitu pula jika pada hari berikutnya pakan masih dalam keadaan utuh.
2.      Tingkah Laku
Pengamatan terhadap tingkah laku ikan sangat penting karena bersifat individual. Kelakuan yang normal untuk satu jenis ikan belum tentu normal untuk ikan lainnya. Oleh sebab itu, pengenalan tingkah laku setiap jenis ikan perlu pula diketahui. Sebagai contoh, ikan yang lemah atau berdiam saja perlu diperhatikan karena biasanya berenang secara aktif. Ikan yang mengapung dan diam umumnya menunjukkan gejala sakit. Ikan catfish yang biasanya berada didasar akan tidak wajar bila berdiri dengan kepala di atas dan berada di tengah kolam.
3.      Badan.
Badan yang bengkok akibat sakit atau cacat sejak menetas akan menyebabkan ikan berenang tidak stabil. Kembung karena sakit (dropsy) umumnya diikuti dengan warna yang agak pudar, sisik agak berdiri, dan ikan terlihat lemah atau tidak aktif.
.      Warna.
Warna tubuh ikan tetap atau konstan dan kadang ada perubahan lebih cerah atau terang maupun lebih gelap pada saat berahi. Warna ini dapat pula digunakan sebagai petunjuk mendeteksi kesehatan ikan, khususnya bila diikuti oleh tanda-tanda lain. Warna yang abnormal disertai tanda khusus, seperti ikan bersembunyi, kurang aktif, dan kurang nafsu makan, menandakan ikan dalam kondisi sakit.
5.      Mata.
Jika mata yang tidak bergerak ada kemungkinan ikan dalam keadaan sakit, terutama bila diikuti dengan berenang yang cepat dan gemetaran (tidak stabil atau bergoyanggoyang).
6.      Sirip.
Ikan dengan cacat sirip bawaan seperti sirip bengkok atau pendek (pada ikan berjenis sirip panjang) akibat genetik sebaiknya tidak dipelihara, terutama untuk induk. Karena sirip yang demikian, umumnya akan diturunkan ke anaknya. Apabila cacat pada sirip disebabkan oleh penyakit maka umumnya sirip akan baik(normal) kembali. Namun, bila penyebabnya faktor genetik, sirip yang cacar tidak dapat normal lagi. Sirip dengan bercak merah merupakan tanda ikan terserang penyakit bakteri. Bila sirip melengkung pada ikan yang bersirip panjang, pertanda ikan sudah terlalu tua.
7.      Mulut.
Jika mulut berwarna keputihan, kemungkinan ikan terserang penyakit jamur.
Sungut yang patah atau luka pada beberapa ikan umumnya diakibatkan kerusakan fisik (penanganan yang tidak baik) atau substrat yang tidak cocok. Sungut yang patah atau luka ini ada yang dapat dipulihkan dan dad yang tidak.
Kondisi ikan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada ikan yang tidak menunjukkan adanya kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Sebaliknya ikan yang sakit memperlihatkan suatu keadaan gangguan atau kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Kondisi stres karena kepadatan, malnutrisi, penanganan dan kualitas air yang buruk akan memicu timbulnya penyakit ikan.  Kualitas lingkungan yang buruk dan ikan yang stres mengakibatkan terganggunya sistem imunitas ikan, karena sebagian besar energi hasil mengkonsumsi pakan dialokasikam untuk penanganan stres dibandingkan untuk memproduksi sel-sel pertahanan tubuh.  Selanjutnya kondisi seperti ini menjadi yang dimanfaatkan agen patogen sebagai ”port of entry” (pintu masuk) awal kejadian infeksi penyakit.  Oleh karena itu maka sangatlah penting untukmenciptakan suatu kondisi lingkungan budidaya yang layak dan dapat memberikan kenyamanan hidup organisme kultur.  Ini menunjukkan bahwa bagi para petani ikan hendaknya sebagai langkah awal dalam memulai usahanya adalah dengan sunggung-sungguh mengenali dan memahami biologi ikan/biota akuatiknya. 
Penyakit ikan diartikan sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan fungsi fisiologis (abnormalitas perilaku). Berikut ini beberapa tanda ikan yang dapat menjadi patokan akan adanya serangan penyakit yaitu :
1.      Ikan terlihat pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan tubuhnya sehingga cenderung mengapung di permukaan air.
2.      Nafsu makan menurun, bahkan pada ikan yang sangat lemah tidak ada nafsu makan sama sekali.
3.      Ikan mengalami kesulitan untuk bernafas (megap-megap) dan mempunyai reaksi lambat, sering dijumpai ikan tidak bereaksi sama sekali.
4.      Tubuh ikan tidak licin lagi karena selaput lendir pada kulitnya berkurang atau habis, sehingga ikan menjadi mudah ditangkap.
5.      Pada bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan terlihat pendarahan, terutama di dada, perut dan pangkal sirip.  Pendarahan ini menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit sudah tinggi.
6.      Sisik terlihat menjadi rusak atau rontok.  Pada serangan yang lebih hebat, kulit ikan tampak seperti melepuh.
7.      Sirip punggung, dada dan ekor mengalami rusak dan pecah-pecah.  Sering pula sirip hanya tinggal tulang yang kerasnya saja. 
8.      Insang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi, sehingga ikan sering terlihat mengalami kesulitan untuk bernafas.  Warna insang yang semula merah segar berubah menjadi keputih-putihan atau kebiru-biruan.
9.      Jika bagian perutnya dibelah akan terlihat organ hati menjadi berwarna kekuningkuningan dan ususnya agak rapuh.
10.  Ikan peliharaan yang mengalami kompetisi (persaingan) untuk memperoleh oksigen, pakan dan ruang gerak akan terlihat lambat pertumbuhannya.
11.  Di kolam di mana terdapat organisme predator umumnya sulit dideteksi, karena tubuh ikan yang diserang akan habis dimangsa.  Untuk mengetahui organisme predator perlu dilakukan pengamatan terhadap jenis ikan atau organisme predator lainnya yang ada di kolam.
12.  Penyakit yang disebabkan oleh adanya senyawa beracun di dalam kolam umumnya sulit untuk diidentifikasi, sebab efek dari senyawa beracun ini terhadap ikan relatif cepat, sehingga petani sering terlambat untuk mengatasinya. 
Untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan budidaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Melakukan persiapan lahan yang benar, yaitu pengeringan, pengapuran dan  pemupukan.  Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup penyakit, dilakukan kira-kira selama tiga minggu sampai dasar kolam retak-retak.  Pengapuran digunakan untuk menstabilkan pH tanah dan air serta dapat membunuh bakteri dan parasit.  Pemupukan digunakan  untuk menyuburkan kolam dan menumbuhkan fitoplankton sebagai pakan alami.
2.      Menjaga kualitas air pada saat pemeliharaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara treatment di tambak menggunakan probiotik secara teratur setiap hari.  Probiotik akan mendegradasikan bahan organik, menguraikan gas beracun dan menekan pertumbuhan bakteri merugikan penyebab timbulnya penyakit.
3.      Meningkatkan ketahanan tubuh ikan melalui kekebalan non spesifik dengan aplikasi immunostimulan secara teratur seperti vitamin, betaglukan dan lipopolisacaridae (LPS).









BAB IV
IDENTIFIKASI PENYAKIT IKAN

Penyakit, seperti yang diketahui, dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber penyakit. Sebagai contoh, penyakit yang disebabkan oleh satu faktor tetapi  dibarengi oleh faktor lain, sehingga penyakit yang kedua memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama, inilah yang disebut sebagai infeksi sekunder.
Secara garis besar, cara berjangkit dan penularan penyakit pada ikan adalah  :
1.      Melalui air; jika air yang digunakan telah tercemar oleh penyakit, Biasanya ikan yang dipelihara  akan terserang oleh penyakit tersebut. Jika penggunaan air yang berkualitas rendah atau air yang telah tercemar oleh senyawa racun dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan budidaya.
2.      Melalui  kontak atau gesekan secara langsung dengan ikan yang sudah terserang penyakit.  Gesekan biasanya terjadi pada saat pengangkutan/pemindahan ikan atau jika padat tebar ikan yang dipelihara terlalu tinggi.
3.      Melalui alat-alat yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan yang terserang penyakit.  Sebaiknya peralatan yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan sudah disterilkan terlebih dahulu (didesinfektan) agar organisme penyebab  penyakit yang menempel di peralatan tersebut mati.
4.      Terbawa oleh ikan, pakan hidup atau tumbuhan dari daerah asalnya dan berkembang dengan pesat di daerah (kolam) yang baru.  Mungkin saja organisme penyakit tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah asalnya, sedangkan di daerah yang baru ia dapat tumbuh dengan pesat karena kondisi lingkungannya lebih menunjang.
5.      Konstruksi wadah budidaya yang kurang memenuhi syarat, sehingga memungkinkan sumber penyakit berupa organisme predator atau kompetitor memasuki wadah budidaya.
Untuk itulah maka pemeliharaan dan perawatan lingkungan (areal dan wadah) budidaya mutlak dilakukan secara rutin dan teratur agar didapatkan ikan yang sehat. Pengamatan yang rutin dan seksama akan membantu dalam mengenali tanda-tanda ikan sakit secara dini, sehingga pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan tepat waktu.
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu berkaitan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Karena itu, selain mendiagnosis dan mengendalikan pertumbuhan organisme penyakit, media hidup ikan yaitu air juga harus mendapat perhatian karena dapat menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit.  Artinya pada budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan tetapi sebagai perantara bagi patogen.  Lingkungan perairan tempat ikan dipelihara sebaiknya terus dijaga kualitasnya, antara lain dengan memberikan probiotik, menjaga agar parameter kualitas air seperti oksigen terlarut, salinitas, dan keasaman (pH) dalam batas yang ditolerir oleh ikan. Pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat karakteristik setiap kelompok patogen.
Tabel 3. Karakteristik setiap kelompok patogen
Karakteristik

Virus

Bakteri
   
Jamur
   
Parasit
Ukuran
(penyaring 0,45
µm)
   
23-350 mm
(dapat melalui penyaring)
   
0,6 – 30 µm (tidak dapat
melalui penyaring)
   
Besar   dari
beberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring)
   
Besar   dari
beberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring)
Reproduksi
   
Transkripsi atau reproduksi pada inang DNA / RNA
   
Segmentasi
   
Produksi spora
   
Produksi             telur atau spora
Kultur
   
Pada sel
   
Pada media
   
Pada media
   
Pada umumnya membutuhkan inang hidup
Deteksi
   
•      PCR
•      Kultur sel
•      Secara imunologi
•      Mikroskop elektron
   
•     Kultur       pd agar
•     Mikroskop
•     Secara imunologi
   
•      Kultur pada agar
•      Mikroskop
   
Mikroskop
Identifikasi 
   
•      Secara
genetik
•      Secara morfologi
   
•     Secara biokimia
•     Secara morfologi
•     Secara genetik
   
Secara morfologi
   
Secara morfologi





  Sementara itu pada Tabel 4 dibawah ini dapat dilihat tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta diagnosis penyakit ikan.

              Tabel 4. Tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta Diagnosis ikan.
TANDA-TANDA                                                      DIAGNOSIS

DAN TINGKAH LAKU IKAN
Kelainan pada tulang belakang ikan, scoliosistau lordosis



Kelainan pada rahang atas/bawah


Rontok sirip     



                                                            
Perut gelembung (dropsy)




Ikan menjadi kurus



Sisik kasar

Mata menonjol




Mata masuk ke dalam

Serabut seperti kapas pada kulit

Pendarahan




a.       Keturunan
b.      Myxosoma cerebralis
c.       Infekfeksi bakteri/virus
d.      d.  Kekurangan vitamin

a.       Myxosoma cerebralis
b.      Kelainan kelenjar thyroid

a.                Infeksi bakteri Flexibacter sp.
b.                Parasit Costia sp
c.                Sifat air terlalu basa
d.               Parasit Gyrodacylus sp.

a.       Bacterial hemorrhagic
spticaemia
b.      Viral hemorrhagic septicaemia (VHS)

a.       Tuberculosis
b.      Penyakit cacing
c.       Penyakit Octomitus sp

a.       Infeksi bakteri
b.      Air terlalu asam
a.       Tuberculosis
b.      Infeksi cacing
c.       Infeksi virus

a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi Trypanoplasma

a. Penyakit jamur Saprolegnia sp

a.       Sengatan Argulus sp
b.      Infeksi bakteri
c.       Infeksi Trichodina sp
d.      Gigitan lintah
Kulit terasa kasar dan bintik hitam

Insang pucat


Insang rontok



Bintil putih kemerahan pada insang

Frekuensi pernapasan bertambah



Bintik-bintik putih pada kulit

Luka pada daging




Bintil berwarna putih pada hati, limpa, jantung
Dan otak
Bintil berwarna putih pada hati dan jantung


Hati berwarna cokelat kekuning kuningan

Pendarahan dan bengkak pada anus



Pembengkakan dan pendarahan pada gelembung renang
Tonjolan seperti bunga kol pada rahang
Tonjolan kecil di daerah sirip 
Tutup insang selalu terbuka.
a. Ichtyosporidium
a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi virus
a.       bakteri Flexibactersp
b.      Myxobacteria
c.       Parasit Dactylogyrus sp
a. Myxobolus
a.       Myxobacteria
b.      Flexibacter sp
c.       Parasit Dactylogyrus sp
a. Ichtyopthirius sp
a.       Ichthyosporidium
b.      Tuberculosis
c.       Bacterial septiemia
d.      Flexibacter columnaris

a.  Ichtyosporidium

a.     Sporozoasis
b.    Tuberculosis

a.  Infeksi bakteri

a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi virus
c.       Octomus

a.   Infeksi bakteri

a.   Infeksi virus

a.   Infeksi virus

a.       Myxobacter
b.      Columnaris
c.       Parasit Bactylogyrus sp

Beberapa istilah penting penyakit infeksi pada ikan adalah :
a.    Epidemiologi : Ilmu yang memepelajari hubungan berbagai factor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu komonitas.
b.    Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur.
c.    Penyebaran horizontal : penyebaran penyakit dari ikan satu ke ikan yang lain pada kelompok ikan dan waktu yang sama..
d.   Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab penyakit dalam tubuhnya, Namur hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi pembawa atau penyebar infeksi.
e.    Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme penyebab penyakit dari inang yang satu ke inang yang lain. Contoh  siput, burung.
f.     Patogenisitas : kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadi nya penyakit.
g.    Virulensi : derajat patogenisitas statu mikro organisme.
h.    Kisaran inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas hendaknya selalu menjadi perhatian bagi petani ikan sehingga serangan penyakit pada ikan dapat ditanggulangi secepat mungkin.  Untuk itu akan dapat terwujud jika pelaku budidaya memiliki pengetahuan, pemahaman danpenerapan cara budidaya ikan yang baik.
A.  PENYAKIT INFEKSI
Penyakit infeksi pada ikan  berdasarkan jenis penyebabnya dibedakan menjadi 4 (empat) bagian yaitu penyakit akibat infeksi parasit, infeksi  jamur, infeksi bakteri dan infeksi virus.             a.  Penyakit akibat infeksi Parasit.
Parasit  adalah suatu organisme yang menggunakan bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) diambil dari tubuh inangnya. Parasit pada ikan umumnya dapat berupa organisme dari golongan protozoa  yaitu binatang yang bersel tunggal (sporozoa, ciliata dan flagelata), crustacea (golongan udang-udangan) dan helminth (golongan cacing). Pada Gambar 12 terlihat contoh infeksi parasit pada ikan kerapu.
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi.  Jika tidak ditangani dengan segera maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus melalui luka yang ditimbulkannnya.


                             Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang.

Gambar 12. Penyakit akibat Infeksi Parasit         

b.    Penyakit akibat infeksi Jamur (Mycosis).
Beberapa jamur dapat menginfeksi ikan, tetapi pada prinsipnya ikan akan terinfeksi jamur jika penanganan yang kurang sempurna atau karena sesuatu hal lainnya. 
Misalnya akibat air yang mengandung bahan kimia atau pestisida sehingga menyebabkan terkikisnya lendir dan kulit ikan (iritasi) dan akhirnya melukai kulit, atau karena perubahan suhu air atau perubahan sifat air yang sangat mendadak. Biasanya ikan yang baru diangkut dari suatu tempat akan banyak terinfeksi penyakit ini, demikian pula dengan ikan yang pada saat mendekati kematangan kelamin/gonad juga mudah terinfeksi oleh jamur dikarenakan pengaruh hormonal.
Salah satu contoh jamur yang sering menyerang ikan budidaya adalah jamur

c.     Penyakit akibat infeksi bakteri
Penyakit bakterial telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan, terutama jika ikan  dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari  perairan  yang kaya bahan organik. Ini dikarenakan sifat bakteri akan lebih subur pertumbuhannya pada tempat bahan organik tinggi.  
Secara umum gejala akibat infeksi bakteri pada ikan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
-   Peracute dimana ikan mengalami kematian tanpa menunjukkan gejala yang jelas,
-   Acute dimana ikan yang terinfeksi menunjukan gejala klinis terutama  pendarahan (haemorrhage) pada insang, anus, organ dalam, pangkal sirip, kembung perut dan lain-lain,
-   Sub acute dimana  ikan yang terinfeksi mengalami gejala agak ringan seperti luka, dan
-   Kronis dimana ikan yang terinfeksi mengalami gejala di bagian eksternal umumnya dijumpai borok, sedangkan di bagian internal terdapat infeksi Mycobacterium, ditemukan bintil-bintil kecil berwarna putih yang sering disebut dengan  tubercle/granuloma.
Pada Gambar 14 di bawah ini terlihat contoh ikan kerapu yang terkena serangan bakteri.
d.    Penyakit akibat infeksi Virus. 
      Penyakit akibat infeksi virus dilaporkan menginfeksi ikan terlebih-lebih apabila ikan tersebut  dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari  perairan  yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air.  Salah satu contoh adalah penyakit limfosistis, dimana nama penyakit ini berasal dari nama kista berwarna putih yang menyertai serangannya pada ikan.  Kista tersebut bisa dijumpai secara sendiri-sendiri (tunggal) atau bergerombol pada permukaan tubuh ikan.  Kehadiran limfosistis akan sangat mengganggu tampilan ikan.  Contoh serangan virus Limfosistis dan gejala awal serangan virus dapat dilihat pada Gambar 15.
BAB V
PENGAMBILAN SAMPEL HAMA PENYAKIT IKAN
Diagnosa adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering disebut sebagai diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa)  penyakit berdasarkan pada gejala-gejala yang tampak (symptom).
Diagnosa klinik didahului dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih di dalam bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya gerak tak terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan perubahan-perubahan tingkah laku abnormal lainnya.
Ahli penyakit memiliki 2 (dua) tugas utama di lapangan yaitu :
1.  pemeriksaan atau peninjauan lapangan ke daerah yang terserang penyakit
2.  mengumpulkan sampel yang akan diperiksa di laboratorium untuk menemukan   penyebab kematian.
      Sejarah ikan mempunyai arti penting dalam diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status ikan dan riwayat kejadian penyakit mempunyai arti penting dalam diagnosa penyakit ikan.. Status ikan dapat berupa jenis atau spesies, populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, daerah asal (lokasi) pemeliharaan, serta sistem pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan. Dalam riwayat/sejarah kejadian perlu diketahui inseden (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan kesakitan. Data tersebut diperlukan sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit tertentu (kualitas air, virus, bakteri , parasit, pakan, atau faktor-faktor lain).
     Hal-hal yang perlu diketahui pada saat terjadinya penyakit adalah sebagai berikut :
1.      Mortalitas
•              Tanggal mulai terjadinya kematian
•              Jumlah ikan mati per hari
2.      Gejala ikan yang diserang
•              Tingkat kematian akut/ kronis
•              Karakteristik tingkah laku ikan
•              Tanda-tanda eksternal dari ikan
•              Tanda-tanda internal
3.      Faktor lingkungan
•              Suhu air media pemeliharaan
•              Kekeruhan air
•              Konsentrasi oksigen terlarut
•              Konsentrasi ammonia dan pH media pemeliharaan
4.      Metode pemeliharaan
•              Lokasi wadah pemeliharaan
•              Tingkat pertukaran air
•              Kepadatan ikan
•              Jenis obat atau zat kimia yang pernah dipakai Prosedur diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut :
1.      Pengukuran panjang dan berat ikan.
2.      Pengamatan tanda-tanda luar permukaan tubuh dan insang.
3.      Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah mikroskop.
4.      Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
5.      Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur.  Isolasi bakteri dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada insang atau sirip yang membusuk.
6.      Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan Agar TS atau BHI, jika ikan memiliki borok atau ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
7.      Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati tanda-tanda internal.
8.      Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan menggunakan  Agar TS atau BHI.  Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi infeksi bakteri.
9.      Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10% berpenyangga fosfat untuk histopatologi dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
Dalam memulai pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah
terdapat makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea.  Jika parasit telah  diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan seberapa parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan.  Jika ditemui parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak mengganggu proses akuakultur.  Jika jumlah parasit yang menyerang ikan sangat banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada ikan-ikan yang lain.  Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan mengeruk kulit dan insang ikan. 
Ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh
banyak hal.  Untuk ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi pemeriksaan terhadap abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi dan anggota tubuh, warna kulit, keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan anggota gerak dan kemungkinan terdapatnya ektoparasit kulit, perubahan abnormal insang berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing pada ikan, abnormalitas mata.
Semua hasil diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah kartu pemeriksaan atau Kartu Status Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan penyakit sebaiknya ikan hidup atau baru saja mati.
Sampel untuk setiap pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga
sakit dan baru saja mati. Banyaknya ikan contoh yang diambil tergantung pada kondisi kesehatan ikan. Pada populasi ikan sakit yang menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka jumlah contoh yang diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor). Contoh ikan yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang mewakili kondisi populasinya.
Jika populasi ikan yang tidak sakit tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata dan
tidak seragam, maka dilakukan pengambilan contoh secara sampling. Jumlah contoh ditentukan dari jumlah populasinya serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Salah satu hal penting dalam ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan adalah
kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium.  Jika pengambilan contoh tidak dilakukan dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah.  Pengambilan sampel ikan sedapat mungkin diusahakan dari ikan atau sekelompok ikan dengan gejala patogenik. Jumlah sampel ikan untuk pemeriksaan parasitologi diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan virologi 3 – 10 ekor ikan sakit dan untuk pemeriksaan bahan pencemar akibat pencemaran diperlukan sampel sejumlah 2 – 3 ekor.
Jika ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera ke
laboratorium terdekat. Beberapa cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah :
1). Pengiriman Sampel Ikan Hidup (untuk seluruh pemeriksaan).
•      Pengepakan ikan sehat dan ikan sakit dipisahkan
•      Sampel ikan dengan kantong plastik diangkut dan diberi oksigen, atau dapat pula menggunakan aerasi bila waktu tempuh tidak terlalu lama.
•      Apabila kondisi cuaca saat pengangkutan panas, sebaiknya pengangkutan menggunakan kotak styrofoam atau termos yang diisi es(suhu diatur 22 – 24 C)
2). Pengiriman sampel ikan dengan es (untuk pemeriksaan parasit dan bakteri)
•      Pisahkan pengepakan ikan sehat dan ikan sakit
•      Tiriskan satu persatu disimpan dalam plastik
•      Masukan dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan es
Pemeriksaan parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang penting dari manajemen kesehatan ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan secara regular.  Penting sekali untuk mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan menentukan metode pengobatannya kelak. 
         Khususnya dalam pemeliharaan udang, diagnosis merupakan tindakan yang menentukan keberhasilan dalam usaha pengendalian penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat dilakukan melalui dua metode yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
1.      Diagnosis Sementara ( Presumptive )
Diagnosis sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan tingkah laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata. Gejala klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga permasalahan yang sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung, antara lain:
•      Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku seperti udang menunjukkan peningkatan nafsu makan kemudian diikuti dengan kehilangan nafsu makan. Perubahan tingkah laku antara lain: mendekat ke aliran air masuk atau permukaan air, menyendiri, mengarah ke pematang tambak dan berenang abnormal.
•      Pengamatan kondisi fisik udang. Kegiatan ini dapat dilakukan di petak tambak atau udang ditempatkan dalam wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya bintik putih.
•      Pengamatan perubahan kualitas air, terutama terhadap parameter kunci seperti suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.
•      Diagnosis lanjut, udang dapat diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih detail secara mikroskopis. Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang dan dikirim ke laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar Minggu, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Balai Budidaya Laut Lampung, dan Balai Budidaya Air Payau Situbondo).
2.      Diagnosis Definitif.
Diagnosis defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium dengan berbagai teknik seperti:
•      Pengamatan karapas udang dengan menggunakan mikroskop.
•      Histopatologi.
•      Mikroskop elektron.
•      Bioassay.
•      DNA probes.
•      Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari keenam teknik tersebut, sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat dan tepat dalam mendeteksi patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik PCR sudah banyak digunakan oleh masyarakat.

0 comments:

Post a Comment