Sunday, June 12, 2016

ALTERNATIF UDANG JERBUNG MENGATSIPASI PENURUNAN PRODUK

June 12, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Udang merupakan produk unggulan Indonesia dan diprediksi tingkat produksinya akan meningkat sebanyak 74,7 % pada tahun 2014. Dengan potensi lahan budidaya yang cukup besar, Indonesia menghadapi tantangan dalam hal budidaya udang, terutama dari sisi teknis. Sehingga perlu dilakukan tindakan secara strategis yang melibatkan seluruh stakeholder penting dalam dunia budidaya udang, yaitu pelaku utama, pengusaha, asosiasi, pemangku kebijakan, perbankan, dan lembaga swadaya masyarakat.” jelas Agus Surono, Kasubdit Budidaya Air Payau dan Laut, DJPB – KKP.
Sebagai salah satu sentra produksi udang berkapasitas sekitar 10.000 ton per tahun dengan target terbesar pasar Jepang, Tarakan mendapat tantangan besar karena pasar ekspor menerapkan aturan yang ketat, mulai dari aspek legalitas tambak, proses budidaya, hingga proses pasca panen harus sesuai dengan prinsip keamanan biodiversitas, keamanan pangan dan pelestarian lingkungan. Dengan kondisi ini, pembudidaya udang Tarakan dan Indonesia pada umumnya harus memulai langkah – langkah antisipasi dengan cara menerapkan prinsip-prinsip budidaya yang ramah lingkungan dan bertanggungjawab.
“Trend ‘hijau’ seperti ini memang mulai masuk ke segala komoditi, termasuk udang budidaya,” ujar Wawan Ridwan, Direktur Program Kelautan WWF-Indonesia. “WWF menawarkan BMP Budidaya Udang Windu Tanpa Pakan dan Tanpa Aerasi ini, dan Pemkot Tarakan melalui Diskanlut Kota Tarakan menjadi pihak yang pertama mengadopsi sistem ini di tingkat pemerintah secara resmi. Karena itu kami sepenuhnya mendukung dan juga turut berinvestasi dalam program ini untuk kurun waktu sedikitnya satu tahun,” lanjutnya.
Kerjasama ini bertujuan untuk mensosialisasikan BMP kepada pembudidaya udang di Kota Tarakan dan mengimplementasikannya pada tambak percontohan seluas 5 hektar, sehingga selain sesuai dengan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), juga mematuhi prinsip yang diwajibkan oleh standar Shrimp Aquaculture Dialogue (ShAD - ASC).
Hadir dalam cara penandatanganan tersebut perwakilan Walikota Tarakan yaitu Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan; Ir. Sofyan Raka, M.Si, perwakilan Dirjen Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (DJPB – KKP), yaitu Kasubdit Budidaya Air Payau dan Laut; Ir. Agus Surono, MM, perwakilan dari Bappeda Kota Tarakan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tarakan, PT Mina Mustika Aurora, Universitas Borneo Tarakan, dan kelompok pembudidaya percontohan “Tambak Mandiri”.
Candhika Yusuf, Koordinator Perikanan Budidaya di Program Kelautan WWF-Indonesia, menjelaskan, “Dalam 6 bulan ke depan, tambak percontohan ini diharapkan memberi hasil udang yang bisa dikategorikan mendekati ramah lingkungan dan bertanggungjawab. Selain itu, kita juga bekerjasama dengan satu perusahaan pemrosesan dan eksportir udang di Kota Tarakan sebagai salah satu solusi untuk pemasaran produk yang akan dihasilkan tersebut.”Udang yang satu ini namanya memang tidak terlalu familiar terdengar oleh telinga kita. Udang ini merupakan salah satu spesies dari famili Penaeidae. Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) merupakan kekayaan alam hayati yang tersebar luas hampir di seluruh Indonesia. Udang jerbung atau udang putih bahkan sangat terkenal di mancanegara dengan nama lokal masing - masing, seperti: Australia (Banana Prawn/White Prawn), Jepang (Tenjikuebi/Banana Ebi), Malaysia (Udang kaki merah/Udang pasir), Pakistan (Jaira), Philippines (Hipon buti), Thailand (Kung chaebauy).
Udang merupakan salah satu komoditi laut yang cukup banyak dimanfaatkan di Berau, Kalimantan Timur, menyaingi komoditas ikan karang yang juga banyak ditemukan di daerah ini. Kerjasama dengan aktivitas perikanan udang oleh CV.VALA diharapkan dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran mengenai perikanan udang tangkap, khususnya dari aspek keberlanjutan, serta dapat mempercepat proses penyertaan spesies ini dalam sertifikasi perikanan tangkap berkelanjutan global yang dikenal dengan nama MSC (Marine Stewardship Council).
Saat ini CV. VALA baru memproduksi rata-rata sekitar 3 ton udang jerbung per bulan, dan menyumbang sekitar 0,00035% udang dalam total porduksi udang dari provinsi Kalimantan Timur. Menurut data dari SIDATIK KKP 2012, saat ini produksi udang dari provinsi Kalimantan Timur rata-rata sebesar 20.000 ton.Menurut Pennak (1978), udang jerbung memiliki taksonomi sebagai berikut :
Filum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Natantia
Famili : Peneidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus merguensis
Penaeus merguensis mempunyai bentuk rostrum hampir segitiga, warna tubuh kuning jernih tanpa sabuk dengan bintik kecoklatan serta dapat mencapai panjang total 24 cm untuk betina dan 20 cm untuk jantan.
Habitat yang disukai udang adalah dasar laut (10 – 45 m) yang lumer, biasanya terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Daerah paparan yang banyak menerima aliran sungai adalah daerah yang disenangi udang. Udang menyenangi daerah yang terjadi pencampuran air sungai dengan air laut (estuaria), karena di daerah ini banyak terdapat makanan serta zat-zat hara yang dibutuhkan udang. Oleh karena itu daerah di sekitar muara sungai merupakan daerah yang baik bagi udang. Besar kecilnya, banyak sedikitnya sungai yang bermuara ke suatu daerah akan menentukan luas atau sempitnya daerah udang di suatu perairan.
Udang jerbung aktif mencari makan pada siang hari, tidak meliang dan hidup di dasar perairan yang keruh (Penn, 1984), sehingga penangkapan udang jerbung lebih baik dilakukan siang hari. Oleh karena itu, nelayan melakukan penangkapan udang jerbung di siang hari.
Berdasarkan data dari FAO, Indonesia merupakan negara penghasil udang jerbung terbesar di dunia. Jumlah produksinya dapat mencapai sekitar 65 ribu ton. Jumlah produksi ini sebanding dengan ketersediaan sumberdaya udang jerbung di perairan kita. Selain itu, banyaknya jenis alat tangkap di Indonesia yang menjadikan udang jerbung sebagai hasil tangkapan utama. Beberapa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang jerbung, diantaranya: jatilap (trammel net), jaring dogol, bubu (perangkap) dan jaring lainnya yang dioperasikan menyapu dasar perairan. Dalam perdagangan udang Jerbung di Australia disebut Banana prawn atau white shrimp (Kirkegaard, 1970). Di Indonesia udang Jerbung juga dikenal dengan nama udang putih, menjangan, petak cuci, cucuk, perempuan, kelong, popet, pate, pelak, kebo, angin, haku, angkang dan udang tajam (Naamin, 1971).
MORFOLOGI
Udang Jerbung memiliki ciri-ciri morfologis diantaranya rostrumnya lurus dan pendek dengan rumus 5-8 / 2-5, namun pada umumnya 8/5 (Purnomo, 1997). Warna tubuhnya putih kekuningan dengan bintik-bintik coklat dan berkulit tipis (Darmono, 1991). Pada sungut yang pendek (antennula), terdapat belang-belang merah sawo. Kaki jalan dan kaki renangnya berwarna kekuning-kuningan atau kadang-kadang kemerah-merahan. Sungut yang panjang (antenna) berwarna kemerah-merahan. Sirip ekor atau ekor kipas (uropoda) berwarna merah sawo matang dengan ujungnya kuning kemerah-merahan atau kadang-kadang sedikit kebiru-biruan. Kulit tipis, tembus cahaya. Dapat mencapai panjang badan 24 cm (Suyanto dan Mujiman, 1999).
HABITAT
Udang dewasa umumnya terdapat di perairan pantai yang dangkal. Bila paparan benuanya (shelf) cukup landai dapat mencapai jarak 150 km dari pantai sampai kedalaman antara 15-35 meter. Udang-udang muda dan udang dewasa mempunyai toleransi suhu antara 0-40oC, tapi jarang ditemukan pada 36oC atau lebih. Toleransi salinitas udang muda sampai 5‰ dan udang dewasa jarang terdapat pada perairan salinitas lebih dari 33-36‰ (Juliani, 2005).
Perairan yang disenangi adalah yang airnya agak keruh (turbid water) dengan dasar lumpur cair atau campuran pasir dengan lumpur. Udang yang umumnya hidup di daerah tropis dikenal beruaya dari pantai ke tengah laut dan sebaliknya (inshore-offshore migration), sepanjang pantai dan secara vertikal dalam kolom air. Setelah menetas, larva udang bergerak secara pasif dari daerah pemijahan ke arah pantai dan muara sungai. Fase juvenil meninggalkan lingkungan muara sungai dan memasuki perairan pantai yang lebih dalam (Juliani, 2005).
MUSIM PENANGKAPAN
Musim penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya berlangsung antara bulan Februari dan Mei serta bulan Juli dan Oktober. Puncak musim penangkapan berlangsung pada bulan April dan September. Pada bulan Desember-Januari dan Mei-Juni, rata-rata hasil tangkapan udang menurun (Sedana, 2004).
Sumber: Disarikan dari berbagai informasi

0 comments:

Post a Comment