Dalam pembangunan perikanan khusunya sangat diperlukan profesionalisme SDM Perikanan khususnya Penyuluh Perikanan sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan pasar tunggal ASEAN Tahun 2015 (MEA). Negara-negara ASEAN termasuk didalamnya Indonesia, pada saat ini menghadapi tantangan dalam bidang ketenagakerjaan. Khususnya terkait dengan kualitas sumber daya manusia serta produktivitas tenaga kerjanya. Pada era ini akan menjadikan terbentuknya pasar dan basis produksi tunggal,sehingga akan menyebabkan bebas arus barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja, dan bebas arus permodalan.
Pada era MEA tersebut arus investasi akan gencar masuk ke dalam negeri, sehingga akan menciptakan efek berganda (multiplier effect). Di tinjau dari segi yang lain hal tersebut akan menciptakan pasar (market) yang mencakup wilayah daratan seluas 4,47 juta km persegi dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 600 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, maka tidak ada lagi halangan yang bisa membatasi tenaga kerja asing dari negara ASEAN lainnya untuk bekerja di Indonesia, sehingga akan menjadi potensi ancaman tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia yang kurang terampil, hal ini akan mengakibatkan tersisihnya tenaga kerja Indonesia dan akan diisi oleh tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya.
Dengan adanya peran tenaga penyuluh perikanan yang kompeten diharapkan mampu bersaing dengan tenaga kerja negara lainnya. Sehingga dengan mudah membendung masuknya tenaga kerja asing khususnya di sektor KP diantaranya melalui peningkatan kapasitas dan daya saing bagi pelaku utama dan pelaku usaha KP. Penyuluh perikanan yang selama ini berperan sebagai konsultan sekaligus pendamping (mitra sejati) pelaku usaha kecil dan menengah bidang kelautan dan perikanan diharapkan bisa menggali lagi potensi-potensi perikanan serta kelautan di tingkat kecamatan masing-masing daerah secara maksimal mulai dari budidaya produk perikanan konsumsi sampai usaha produk ikan non konsumsi seperti ikan hias dan produk kerajinan tangan.
Senada dengan hal tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana menggenjot sertifikasi bagi penyuluh perikanan. “Penyuluh perikanan harus memiliki dedikasi dan kompetensi, sehingga mampu mengubah perilaku kelompok pelaku utama dan meningkatkan produktivitas usaha-usaha masyarakat sehingga kehidupannya semakin sejahtera”.
Dalam Undang-undang No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (SP3K) diamanahkan bahwa pekerjaan Penyuluh Perikanan merupakan profesi. Secara profesional seorang penyuluh disamping mempunyai kompetensi penyuluhan, juga dituntut untuk kompeten dalam bidang teknis kelautan dan perikanan. Untuk mendapatkan kompetensi teknis, penyuluh perikanan dapat mengikuti uji kompetensi dengan mengacu pada SKKNI teknis bidang perikanan yang sudah ada sesuai dengan tugas dan potensi wilayah kerja.
Proses Sertifikasi Profesi Penyuluh Perikanan
Proses sertifikasi profesi penyuluh perikanan merupakan serangkaian uji kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Penyuluhan Perikanan yang disahkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.403 Tahun 2014. Dalam hal ini Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan–BPSDMKP bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Kelautan dan Perikanan (LSP-KP) yang merupakan lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi di bidang kelautan dan perikanan termasuk penyuluh perikanan, yang mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Keanggotaan LSP-KP terdiri dari unsur Kementerian Kelautan dan Perikanan, asosiasi industri dan asosiasi profesi di bidang kelautan dan perikanan. Pelaksanaan uji kompetensi direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa semua persyaratan dilakukan secara objektif dan sistematis dengan bukti-bukti terdokumentasi.
Perbedaan Penyuluh Perikanan Sebagai Profesi Versus Penyuluh Perikanan Sebagai Jabatan Fungsional
Dengan adanya sertifikasi profesi maka ada perbedaan penyuluh perikanan sebagai profesi dan penyuluh perikanan sebagai jabatan fungsional sebagai berikut :
(1) Profesi penyuluh perikanan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian, sedangkan jabatan fungsional sesuai dengan tupoksi jabatan;
(2) Profesi penyuluh perikanan mendapat pengakuan oleh masyarakat lain termasuk pemerintah, sedangkan jabatan fungsional pengakuan hanya oleh pemerintah;
(3) Profesi penyuluh perikanan terdapat jaminan mutu, dan antara kompetensi dan profesi selalu paralel karena ada sistem uji kompetensi, sedangkan jabatan fungsional mutu pekerjaan belum tentu terjamin dan antara kompetensi dan jabatan biasa tidak paralel;
(4) Standar kompetensi kerja untuk profesi penyuluh perikanan ditetapkan oleh masyarakat representative dan pemerintah, sedangkan jabatan fungsional standar kompetensi kerja ditentukan oleh pemerintah; dan
(5) Kinerja profesi penyuluh perikanan hasilnya cenderung optimal, sedangkan jabatan fungsional ada kecenderungan hasil kinerjanya kurang optimal karena sistem penilaian lebih banyak bersifat administratif.
Keseriusan Pemerintah Menyiapkan Penyuluh Perikanan Yang Bersertifikasi
Keseriusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan patut di beri apresiasi, terbukti saat membuka Gelar Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kelautan dan Perikanan, di Ballroom KKP, Jakarta, Selasa (2/12/2014). Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa para penyuluh perikanan memiliki peran penting untuk memacu daya saing para pelaku dunia perikanan dan meningkatkan produktivitas usahanya. "Sudah semestinya bidang penyuluhan ini diberikan perhatian, karena merekalah yang akan menjadi tangan perubahan". Oleh karena itu, Ibu Susi mengatakan sertifikasi kompetensi para penyuluh perikanan, dan pelaku usaha perlu dipercepat agar siap dalam memasuki era MEA. Total 12 ribu lebih penyuluh yang akan diberikan sertifikat resmi secara berkala (sumber : http://kkp.go.id/index.php/pers/kkp-perkuat-peran-penyuluh-perikanan/?print=print ).
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bapak DR. Ir. Suseno Sukoyono, MM di Gedung Mina Bahari Jakarta, Rabu (28/1) mengatakan penyuluh Indonesia hanya 79 persen yang memenuhi standar dan memiliki sertifikat. Sedangkan 21 persennya dinilai masih buruk. "Itu biasanya penyuluh yang alamiah, artinya dia tidak memiliki sertifikat, ilmunya dia dapat dari turun-temurun," ujar Kepala BPSDM,. Lebih lanjut dikatakan beliau, penyuluh yang saat ini paling banyak merupakan penyuluh budidaya. Sedangkan penyuluh pada perikanan tangkap jumlahnya jauh lebih sedikit. "Makanya target kita tahun ini mau meningkatkan penyuluh perikanan, mau kita sertifikasi sebanyak 800 penyuluh," pungkasnya. Untuk diketahui, pada 2014 jumlah penyuluh perikanan sebanyak 12.892 orang, dan hanya 200 orang yang penyuluh tersebut yang memilki sertifikasi. ( sumber : http://www.aktual.co/ekonomibisnis/bpsdm-penyuluh-perikanan-berpredikat-buruk-capai-21-persen).
Melansir pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden SBY yaitu Bapak Hatta Rajasa pada acara Pembukaan Jambore Nasional Penyuluh Kehutanan di Sleman, DIY 2 tahun yang lalu. Beliau mengatakan akan segera mengusahakan tunjangan profesi bagi penyuluh kehutanan, perikanan, dan pertanian, tunjangan profesi tersebut adalah amanat Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2006. Oleh karena itu, “Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk segera merealisasikannya”.(http://nasional.kompas.com/read/2013/05/16/11583247/Hatta.Janji.Tunjangan.Profesi.Cair.Segera).
Motivasi Yang Harus Selalu Dijaga
Tunjangan profesi tentu saja menjadi harapan terbesar penyuluh dalam mengikuti sertifikasi, karena harapan yang begitu besar tidak sedikit penyuluh yang menjelang pensiun mengikuti sertifikasi. Di sisi lain peraturan yang dipersyaratkan untuk merealisasikan harapan tersebut belum terbit. Dalam kurun waktu yang singkat, hal tersebut mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap minat penyuluh untuk mengikuti sertifikasi, namun apabila berlangsung berkepanjangan lambat laun penyuluh makin enggan untuk mengikuti sertifikasi. Bila ini terjadi, besar atau kecil akan berdampak pada sistem penganggaran sertifikasi yang dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Harapan kami kementerian KP dapat segera memfasilitasi tunjangan profesi, kalaupun hal tersebut sulit direalisasikan perlu upaya lain agar penyuluh yang sudah di sertifikasi merasa dihargai. Pemberian insentif terhadap penyuluh teladan seperti yg rutin dilakukan Kementerian KP tiap tahunnya, barangkali bisa digunakan sebagai rujukan dalam pemberian insentif bagi penyuluh yang sudah lulus sertifikasi.
Masa berlaku sertifikat profesi penyuluh perikanan tahun 2011 (Angkatan I) hampir berakhir, menyusul 3 tahun kemudian yaitu sertifikat profesi penyuluh perikanan tahun 2014 (Angkatan II), sehingga kalaupun harapan-harapan di atas terpenuhi semoga bisa dirasakan pada tahun 2016 atau setidaknya di tahun berikutnya.
Oleh :
MINA RIFQI, A.Md
Pada era MEA tersebut arus investasi akan gencar masuk ke dalam negeri, sehingga akan menciptakan efek berganda (multiplier effect). Di tinjau dari segi yang lain hal tersebut akan menciptakan pasar (market) yang mencakup wilayah daratan seluas 4,47 juta km persegi dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 600 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, maka tidak ada lagi halangan yang bisa membatasi tenaga kerja asing dari negara ASEAN lainnya untuk bekerja di Indonesia, sehingga akan menjadi potensi ancaman tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia yang kurang terampil, hal ini akan mengakibatkan tersisihnya tenaga kerja Indonesia dan akan diisi oleh tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya.
Dengan adanya peran tenaga penyuluh perikanan yang kompeten diharapkan mampu bersaing dengan tenaga kerja negara lainnya. Sehingga dengan mudah membendung masuknya tenaga kerja asing khususnya di sektor KP diantaranya melalui peningkatan kapasitas dan daya saing bagi pelaku utama dan pelaku usaha KP. Penyuluh perikanan yang selama ini berperan sebagai konsultan sekaligus pendamping (mitra sejati) pelaku usaha kecil dan menengah bidang kelautan dan perikanan diharapkan bisa menggali lagi potensi-potensi perikanan serta kelautan di tingkat kecamatan masing-masing daerah secara maksimal mulai dari budidaya produk perikanan konsumsi sampai usaha produk ikan non konsumsi seperti ikan hias dan produk kerajinan tangan.
Senada dengan hal tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana menggenjot sertifikasi bagi penyuluh perikanan. “Penyuluh perikanan harus memiliki dedikasi dan kompetensi, sehingga mampu mengubah perilaku kelompok pelaku utama dan meningkatkan produktivitas usaha-usaha masyarakat sehingga kehidupannya semakin sejahtera”.
Dalam Undang-undang No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (SP3K) diamanahkan bahwa pekerjaan Penyuluh Perikanan merupakan profesi. Secara profesional seorang penyuluh disamping mempunyai kompetensi penyuluhan, juga dituntut untuk kompeten dalam bidang teknis kelautan dan perikanan. Untuk mendapatkan kompetensi teknis, penyuluh perikanan dapat mengikuti uji kompetensi dengan mengacu pada SKKNI teknis bidang perikanan yang sudah ada sesuai dengan tugas dan potensi wilayah kerja.
Proses Sertifikasi Profesi Penyuluh Perikanan
Proses sertifikasi profesi penyuluh perikanan merupakan serangkaian uji kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Penyuluhan Perikanan yang disahkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.403 Tahun 2014. Dalam hal ini Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan–BPSDMKP bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Kelautan dan Perikanan (LSP-KP) yang merupakan lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi di bidang kelautan dan perikanan termasuk penyuluh perikanan, yang mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Keanggotaan LSP-KP terdiri dari unsur Kementerian Kelautan dan Perikanan, asosiasi industri dan asosiasi profesi di bidang kelautan dan perikanan. Pelaksanaan uji kompetensi direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa semua persyaratan dilakukan secara objektif dan sistematis dengan bukti-bukti terdokumentasi.
Perbedaan Penyuluh Perikanan Sebagai Profesi Versus Penyuluh Perikanan Sebagai Jabatan Fungsional
Dengan adanya sertifikasi profesi maka ada perbedaan penyuluh perikanan sebagai profesi dan penyuluh perikanan sebagai jabatan fungsional sebagai berikut :
(1) Profesi penyuluh perikanan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian, sedangkan jabatan fungsional sesuai dengan tupoksi jabatan;
(2) Profesi penyuluh perikanan mendapat pengakuan oleh masyarakat lain termasuk pemerintah, sedangkan jabatan fungsional pengakuan hanya oleh pemerintah;
(3) Profesi penyuluh perikanan terdapat jaminan mutu, dan antara kompetensi dan profesi selalu paralel karena ada sistem uji kompetensi, sedangkan jabatan fungsional mutu pekerjaan belum tentu terjamin dan antara kompetensi dan jabatan biasa tidak paralel;
(4) Standar kompetensi kerja untuk profesi penyuluh perikanan ditetapkan oleh masyarakat representative dan pemerintah, sedangkan jabatan fungsional standar kompetensi kerja ditentukan oleh pemerintah; dan
(5) Kinerja profesi penyuluh perikanan hasilnya cenderung optimal, sedangkan jabatan fungsional ada kecenderungan hasil kinerjanya kurang optimal karena sistem penilaian lebih banyak bersifat administratif.
Keseriusan Pemerintah Menyiapkan Penyuluh Perikanan Yang Bersertifikasi
Keseriusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan patut di beri apresiasi, terbukti saat membuka Gelar Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kelautan dan Perikanan, di Ballroom KKP, Jakarta, Selasa (2/12/2014). Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa para penyuluh perikanan memiliki peran penting untuk memacu daya saing para pelaku dunia perikanan dan meningkatkan produktivitas usahanya. "Sudah semestinya bidang penyuluhan ini diberikan perhatian, karena merekalah yang akan menjadi tangan perubahan". Oleh karena itu, Ibu Susi mengatakan sertifikasi kompetensi para penyuluh perikanan, dan pelaku usaha perlu dipercepat agar siap dalam memasuki era MEA. Total 12 ribu lebih penyuluh yang akan diberikan sertifikat resmi secara berkala (sumber : http://kkp.go.id/index.php/pers/kkp-perkuat-peran-penyuluh-perikanan/?print=print ).
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bapak DR. Ir. Suseno Sukoyono, MM di Gedung Mina Bahari Jakarta, Rabu (28/1) mengatakan penyuluh Indonesia hanya 79 persen yang memenuhi standar dan memiliki sertifikat. Sedangkan 21 persennya dinilai masih buruk. "Itu biasanya penyuluh yang alamiah, artinya dia tidak memiliki sertifikat, ilmunya dia dapat dari turun-temurun," ujar Kepala BPSDM,. Lebih lanjut dikatakan beliau, penyuluh yang saat ini paling banyak merupakan penyuluh budidaya. Sedangkan penyuluh pada perikanan tangkap jumlahnya jauh lebih sedikit. "Makanya target kita tahun ini mau meningkatkan penyuluh perikanan, mau kita sertifikasi sebanyak 800 penyuluh," pungkasnya. Untuk diketahui, pada 2014 jumlah penyuluh perikanan sebanyak 12.892 orang, dan hanya 200 orang yang penyuluh tersebut yang memilki sertifikasi. ( sumber : http://www.aktual.co/ekonomibisnis/bpsdm-penyuluh-perikanan-berpredikat-buruk-capai-21-persen).
Melansir pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden SBY yaitu Bapak Hatta Rajasa pada acara Pembukaan Jambore Nasional Penyuluh Kehutanan di Sleman, DIY 2 tahun yang lalu. Beliau mengatakan akan segera mengusahakan tunjangan profesi bagi penyuluh kehutanan, perikanan, dan pertanian, tunjangan profesi tersebut adalah amanat Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2006. Oleh karena itu, “Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk segera merealisasikannya”.(http://nasional.kompas.com/read/2013/05/16/11583247/Hatta.Janji.Tunjangan.Profesi.Cair.Segera).
Motivasi Yang Harus Selalu Dijaga
Tunjangan profesi tentu saja menjadi harapan terbesar penyuluh dalam mengikuti sertifikasi, karena harapan yang begitu besar tidak sedikit penyuluh yang menjelang pensiun mengikuti sertifikasi. Di sisi lain peraturan yang dipersyaratkan untuk merealisasikan harapan tersebut belum terbit. Dalam kurun waktu yang singkat, hal tersebut mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap minat penyuluh untuk mengikuti sertifikasi, namun apabila berlangsung berkepanjangan lambat laun penyuluh makin enggan untuk mengikuti sertifikasi. Bila ini terjadi, besar atau kecil akan berdampak pada sistem penganggaran sertifikasi yang dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Harapan kami kementerian KP dapat segera memfasilitasi tunjangan profesi, kalaupun hal tersebut sulit direalisasikan perlu upaya lain agar penyuluh yang sudah di sertifikasi merasa dihargai. Pemberian insentif terhadap penyuluh teladan seperti yg rutin dilakukan Kementerian KP tiap tahunnya, barangkali bisa digunakan sebagai rujukan dalam pemberian insentif bagi penyuluh yang sudah lulus sertifikasi.
Masa berlaku sertifikat profesi penyuluh perikanan tahun 2011 (Angkatan I) hampir berakhir, menyusul 3 tahun kemudian yaitu sertifikat profesi penyuluh perikanan tahun 2014 (Angkatan II), sehingga kalaupun harapan-harapan di atas terpenuhi semoga bisa dirasakan pada tahun 2016 atau setidaknya di tahun berikutnya.
Oleh :
MINA RIFQI, A.Md
0 comments:
Post a Comment