Hilangnya Hutan Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan hutan mangrove diantaranya Rhizopora spp, Avicennia spp dan Soneratia spp. Pepohonan mangrove tersebut mampu tumbuh di daerah yang landai dan berlumpur, serta tahan terhadap hempasan ombak karena memiliki akar-akar yang kuat.
Ekosistem hutan mangrove mempunyai sifat dan bentuk yang khas serta mempunyai fungsi dan manfaat sebagai sumberdaya pembangunan baik sebagai sumberdaya ekonomi maupun ekologi yang telah lama dirasakan masyarakat yang hidup di sekitar wilayah tersebut. Oleh karena itu, ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pendukung kehidupan yang penting dan perlu dipertahankan kelestariannya. Ditinjau dari aspek ekologinya, hutan mangrove memiliki kemampuan penghalang intrusi air laut, perluasan lahan kearah laut serta daerah mencari makanan bagi biota laut. Dari aspek sosial, hutan mangrove menjadi pendukung kehidupan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyaknya hasil hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan langsung seperti udang, kepiting, rajungan, kayu maupun bukan kayu lainnya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan data ITTO (2012), luas hutan mangrove di Indonesia adalah
3.189.000 hektar.
Hutan mangrove merupakan kesatuan ekosistem hutan mangrove yang memiliki potensi baik secara fisik, ekonomi dan ekologi. Namun sering kali, pemanfaatan hutan mangrove kurang mempertimbangkan aneka produk dan jasa yang dapat dihasilkan. Konversi lahan untuk pemanfaatan lain seperti tambak dipandang lebih menguntungkan daripada pemanfaatan lain yang tidak merusak mangrove. Terdapat kurang lebih 13 bidang bersertifikat dengan luas tanah 1,04 hektar yang dulunya merupakan tambak pada tahun 1980. Keberhasilan upaya pertambakan hanya bertahan sampai tahun 1990. Karena lokasi tambak berbatasan langsung dengan lautan, sehingga dari tahun ke tahun terjadi abrasi yang mengikis areal pertambakan dan kemudian menjadi lautan (Kustanti, 2011).
Masyarakat hanya menilai hutan mangrove dari segi ekonominya saja, tanpa memperhitungkan manfaat fisik dan ekologi dari hutan mangrove. Hasil penelitian Mayudin (2012) di Kabupaten Pangkajene menghitung nilai manfaat ekonomi tambak, meliputi luas tambak, jumlah produksi ikan bandeng dan udang serta harga jualnya diperoleh nilai sebesar Rp 1.607.600.070,00 per tahun. Nilai ini belum memperhitungkan manfaat total dari hutan mangrove. Kondisi tersebut merupakan tantangan dalam pengelolaan sumberdaya alam pesisir dalam upaya pemanfaatan lahan yang tidak saja menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menghitung nilai ekonomi total hutan mangrove di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur dengan memperhitungkan nilai produk dan jasa lingkungan hutan mangrove. Indonesia adalah negara yang paling kaya akan mangrove, dengan luasan lebih dari 20% mangrove dunia. Namun hutan mangrove yang berharga ini, akibat alih fungsi untuk berbagai kepentingan (diantaranya menjadi tambak, pembangunan jalan dan pemukiman).
kini luasnya semakin berkurang hingga tingkat yang mengkhawatirkan,
Hilangnya mangrove memiliki banyak konsekuensi negatif yang pada umumnya kurang dipedulikan. Hampir semua tangkapan udang liar dan sekitar 30% tangkapan ikan di Asia Tenggara tergantung akan keberadaan mangrove. Stok berbagai jenis ikan komersial ( juga keanekaragaman hayati) yang didukung oleh keberadaan mangrove kini tengah terancam.
Praktek-praktek pembukaan mangrove untuk tujuan membangun tambak, penggunaan pupuk, pestisida dan antibiotic telah
menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas produk perikanan. Keberadaan mangrove yang semakin berkurang dan tidak utuh (terfragmentasi) juga mengakibatkan fungsi mangrove sebagai pelindung pesisir semakin lemah dan mengakibatkan pemukiman menjadi rentan terhadap erosi, badai maupun adanya intrusi air laut.
Nilai/manfaat mangrove lainnya -yang tersembunyi namun berhargaseperti sebagai penyimpan karbon dan pemurni air juga memburuk/
rusak.
Hilangnya manfaat mangrove, akibat berkurangnya keberadaan/ modal mangrove (‘Mangrove Capital’) telah menimbulkan kemiskinan yang meluas dan menciptakan kerentanan yang semakin meningkat.
Masalah: Pemahaman yang kurang akan nilai-nilai Mangrove
Berbagai proyek telah diupayakan untuk menghentikan hilangnya dan mengembalikan keberadaan mangrove di Indonesia, tapi banyak yang gagal atau tidak berkelanjutan. Sering kali proyek-proyek ini tidak dibangun atas wawasan ilmiah yang telah ada atau tidak mengambil pelajaran dari masa lalu. Beberapa proyek bermasalah karena kurangnya informasi mengenai perkembangan dan rencana penggunaan lahan. Yang mendasari permasalahan ini adalah kurangnya kesadaran bahwa mangrove merupakan aset penting yang berkontribusi terhadap pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan. Bahkan dari sisi pertahanan suatu Negara; mangrove dapat menjadi suatu strategi Hankam/ Pertahanan & Keamanan bagi suatu Negara Kepulauan seperti Indonesia .
Meskipun ketersediaan pengetahuan tentang nilai ekomi mangrove telah memadai, namun informasi ini tidak utuh (terfragmentasi) dan sering sulit untuk dapat di akses dan diintepretasi oleh kalangan umum. Permasalahan seperti ini akhirnya menjadi hambatan untuk bertindak, bagi mereka yang terlibat dalam pengelolaan mangrove.
Kebutuhan paling utama yang diperlukan adalah bagaimana kesenjangan antara ilmu pengetahuan dengan kebijakana dan praktek –praktek di lapangan dapat dihilangkan. Diantaranya dengan menjadikan ilmu pengetahuan mudah diakses dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan lapangan yang efektif untuk menstimulir perubahan
kebijakan, perbaikan atas perencanaan tata guna Lahan serta restorasi mangrove secara besara-besaran.
TUJUAN dari Proyek ini
Mangrove Capital bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan dan restorasi hutan mangrove sebagai strategi yang efektif untuk memastikan ketahanan terhadap bahaya alam dan sebagai dasar untuk kemakmuran ekonomi di wilayah pesisir.
Fokus utama adalah mempengaruhi keberlanjutan budidaya udang dan mempromosikan strategi berbasis ekosistem dalam pertahanan pesisir. Untuk itu dibutuhkan komunikasi dan advokasi, menghubungkan isu-isu dan informasi berbagai pengetahuan terkait dan kolaborasi antara ilmuwan dengan pemerintah dan sektor swasta.
Agar dapat berhasil, proyek ini harus dapat meyakinkan kelompok-kelompok, mengenai manfaat dari melestarikan dan memperbaiki ekosistem mangrove, serta mendemonstrasikan pendekatan praktis dalam mengintegrasikan mangrove dalam pemanfaatan lahan, perlindungan pesisir
Solusi-solusi untuk meremediasi adanya konflik kebijakan akan diidentifikasi dan mekanisme insentif untuk melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam restorasi mangrove akan dikembangkan. Hal demikian akan menjadi basis untuk perbaikan tata kelola (governance) sumber daya mangrove dan terciptanya suatu lingkungan yang mendukung perbaikan pengelolaan mangrove ditingkat kabupaten maupun masyarakat pesisir.
Tingkat Daerah: Memfasilitasi Solusi Kebijakan Mangrove untuk Pertahanan Pesisir
Pada tingkat provinsi dan kabupaten, Proyek akan mengidentifikasi strategi-strategi baru untuk pertahanan pantai yang menggabungkan restorasi mangrove konvensional dengan cara-cara pengayaan lumpur atau melalui bangunan-bangunan kolam perangkap sedimen. Proyek ini, melalui kerjasama dengan pemerintah, akan mempromosikan kebijakankebijakan penggunaan 'rekayasa-hibrida' / Hybrid engineering dalam melakukan perlindungan pesisir (termasuk pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim). Berdasarkan analisa hasil penelitian, pelaksanaan pilot proyek berskala besar -sebagai demonstrasi rekayasa hibrida- akan diupayakan pendanaannya.
Tingkat Lokal: Meningkatkan Keberlanjutan Ekonomi Lokal melalui Akuakultur
Upaya nasional dan regional untuk perbaikan pengelolaan mangrove hanya akan berhasil jika faktor utama penyebab hilangnya mangrove – misal akibat pertambakan- dapat diatasi. Banyak bukti telah memperlihatkan, bahwa dengan menggabungkan keberadaan sabuk hijau (green belt) pesisir dengan pertambakan dapat meningkatkan hasil panen, mengurangi biaya perawatan kolam, mengurangi serangan penyakit pada komoditas perikanan, memperbaiki kualitas air, mengurangi kerentanan pesisir dan menyediakan kayu bakar. Terkait dengan hal ini, Proyek akan bekerjasama dengan sektor produsen udang swasta dalam upaya memfasilitasi peningkatan kualitas produksi udang untuk sertifikasi dengan memasukkan jasa-jasa mangrove ke dalamnya. Proyek akan berkerjasama dengan perusahan swasta, dinas-dinas pemerintah terkait dan petambak di lokasilokasi tertentu dalam menerapkan strategi perikanan tambak (udang) yang ramah / pro-mangrove (seperti sylvo-fishery).
Mengkomunikasikan Output dan Hasil secara Internasional
Temuan dari proyek ini sangat relevan bagi negara-negara lain yang juga memiliki mangrove di sepanjang pantainya yang rentan bencana. Untuk mengkomunikasikan hasil-hasil temuan dari Proyek ini dengan pihak-pihak berkepentingan lainnya (misal pihak swasta, pemerintah, konvensikonvensi internasional terkait, atau organisasi lainnya yang
Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan hutan mangrove diantaranya Rhizopora spp, Avicennia spp dan Soneratia spp. Pepohonan mangrove tersebut mampu tumbuh di daerah yang landai dan berlumpur, serta tahan terhadap hempasan ombak karena memiliki akar-akar yang kuat.
Ekosistem hutan mangrove mempunyai sifat dan bentuk yang khas serta mempunyai fungsi dan manfaat sebagai sumberdaya pembangunan baik sebagai sumberdaya ekonomi maupun ekologi yang telah lama dirasakan masyarakat yang hidup di sekitar wilayah tersebut. Oleh karena itu, ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pendukung kehidupan yang penting dan perlu dipertahankan kelestariannya. Ditinjau dari aspek ekologinya, hutan mangrove memiliki kemampuan penghalang intrusi air laut, perluasan lahan kearah laut serta daerah mencari makanan bagi biota laut. Dari aspek sosial, hutan mangrove menjadi pendukung kehidupan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyaknya hasil hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan langsung seperti udang, kepiting, rajungan, kayu maupun bukan kayu lainnya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan data ITTO (2012), luas hutan mangrove di Indonesia adalah
3.189.000 hektar.
Hutan mangrove merupakan kesatuan ekosistem hutan mangrove yang memiliki potensi baik secara fisik, ekonomi dan ekologi. Namun sering kali, pemanfaatan hutan mangrove kurang mempertimbangkan aneka produk dan jasa yang dapat dihasilkan. Konversi lahan untuk pemanfaatan lain seperti tambak dipandang lebih menguntungkan daripada pemanfaatan lain yang tidak merusak mangrove. Terdapat kurang lebih 13 bidang bersertifikat dengan luas tanah 1,04 hektar yang dulunya merupakan tambak pada tahun 1980. Keberhasilan upaya pertambakan hanya bertahan sampai tahun 1990. Karena lokasi tambak berbatasan langsung dengan lautan, sehingga dari tahun ke tahun terjadi abrasi yang mengikis areal pertambakan dan kemudian menjadi lautan (Kustanti, 2011).
Masyarakat hanya menilai hutan mangrove dari segi ekonominya saja, tanpa memperhitungkan manfaat fisik dan ekologi dari hutan mangrove. Hasil penelitian Mayudin (2012) di Kabupaten Pangkajene menghitung nilai manfaat ekonomi tambak, meliputi luas tambak, jumlah produksi ikan bandeng dan udang serta harga jualnya diperoleh nilai sebesar Rp 1.607.600.070,00 per tahun. Nilai ini belum memperhitungkan manfaat total dari hutan mangrove. Kondisi tersebut merupakan tantangan dalam pengelolaan sumberdaya alam pesisir dalam upaya pemanfaatan lahan yang tidak saja menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menghitung nilai ekonomi total hutan mangrove di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur dengan memperhitungkan nilai produk dan jasa lingkungan hutan mangrove. Indonesia adalah negara yang paling kaya akan mangrove, dengan luasan lebih dari 20% mangrove dunia. Namun hutan mangrove yang berharga ini, akibat alih fungsi untuk berbagai kepentingan (diantaranya menjadi tambak, pembangunan jalan dan pemukiman).
kini luasnya semakin berkurang hingga tingkat yang mengkhawatirkan,
Hilangnya mangrove memiliki banyak konsekuensi negatif yang pada umumnya kurang dipedulikan. Hampir semua tangkapan udang liar dan sekitar 30% tangkapan ikan di Asia Tenggara tergantung akan keberadaan mangrove. Stok berbagai jenis ikan komersial ( juga keanekaragaman hayati) yang didukung oleh keberadaan mangrove kini tengah terancam.
Praktek-praktek pembukaan mangrove untuk tujuan membangun tambak, penggunaan pupuk, pestisida dan antibiotic telah
menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas produk perikanan. Keberadaan mangrove yang semakin berkurang dan tidak utuh (terfragmentasi) juga mengakibatkan fungsi mangrove sebagai pelindung pesisir semakin lemah dan mengakibatkan pemukiman menjadi rentan terhadap erosi, badai maupun adanya intrusi air laut.
Nilai/manfaat mangrove lainnya -yang tersembunyi namun berhargaseperti sebagai penyimpan karbon dan pemurni air juga memburuk/
rusak.
Hilangnya manfaat mangrove, akibat berkurangnya keberadaan/ modal mangrove (‘Mangrove Capital’) telah menimbulkan kemiskinan yang meluas dan menciptakan kerentanan yang semakin meningkat.
Masalah: Pemahaman yang kurang akan nilai-nilai Mangrove
Berbagai proyek telah diupayakan untuk menghentikan hilangnya dan mengembalikan keberadaan mangrove di Indonesia, tapi banyak yang gagal atau tidak berkelanjutan. Sering kali proyek-proyek ini tidak dibangun atas wawasan ilmiah yang telah ada atau tidak mengambil pelajaran dari masa lalu. Beberapa proyek bermasalah karena kurangnya informasi mengenai perkembangan dan rencana penggunaan lahan. Yang mendasari permasalahan ini adalah kurangnya kesadaran bahwa mangrove merupakan aset penting yang berkontribusi terhadap pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan. Bahkan dari sisi pertahanan suatu Negara; mangrove dapat menjadi suatu strategi Hankam/ Pertahanan & Keamanan bagi suatu Negara Kepulauan seperti Indonesia .
Meskipun ketersediaan pengetahuan tentang nilai ekomi mangrove telah memadai, namun informasi ini tidak utuh (terfragmentasi) dan sering sulit untuk dapat di akses dan diintepretasi oleh kalangan umum. Permasalahan seperti ini akhirnya menjadi hambatan untuk bertindak, bagi mereka yang terlibat dalam pengelolaan mangrove.
Kebutuhan paling utama yang diperlukan adalah bagaimana kesenjangan antara ilmu pengetahuan dengan kebijakana dan praktek –praktek di lapangan dapat dihilangkan. Diantaranya dengan menjadikan ilmu pengetahuan mudah diakses dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan lapangan yang efektif untuk menstimulir perubahan
kebijakan, perbaikan atas perencanaan tata guna Lahan serta restorasi mangrove secara besara-besaran.
TUJUAN dari Proyek ini
Mangrove Capital bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan dan restorasi hutan mangrove sebagai strategi yang efektif untuk memastikan ketahanan terhadap bahaya alam dan sebagai dasar untuk kemakmuran ekonomi di wilayah pesisir.
Fokus utama adalah mempengaruhi keberlanjutan budidaya udang dan mempromosikan strategi berbasis ekosistem dalam pertahanan pesisir. Untuk itu dibutuhkan komunikasi dan advokasi, menghubungkan isu-isu dan informasi berbagai pengetahuan terkait dan kolaborasi antara ilmuwan dengan pemerintah dan sektor swasta.
Agar dapat berhasil, proyek ini harus dapat meyakinkan kelompok-kelompok, mengenai manfaat dari melestarikan dan memperbaiki ekosistem mangrove, serta mendemonstrasikan pendekatan praktis dalam mengintegrasikan mangrove dalam pemanfaatan lahan, perlindungan pesisir
Solusi-solusi untuk meremediasi adanya konflik kebijakan akan diidentifikasi dan mekanisme insentif untuk melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam restorasi mangrove akan dikembangkan. Hal demikian akan menjadi basis untuk perbaikan tata kelola (governance) sumber daya mangrove dan terciptanya suatu lingkungan yang mendukung perbaikan pengelolaan mangrove ditingkat kabupaten maupun masyarakat pesisir.
Tingkat Daerah: Memfasilitasi Solusi Kebijakan Mangrove untuk Pertahanan Pesisir
Pada tingkat provinsi dan kabupaten, Proyek akan mengidentifikasi strategi-strategi baru untuk pertahanan pantai yang menggabungkan restorasi mangrove konvensional dengan cara-cara pengayaan lumpur atau melalui bangunan-bangunan kolam perangkap sedimen. Proyek ini, melalui kerjasama dengan pemerintah, akan mempromosikan kebijakankebijakan penggunaan 'rekayasa-hibrida' / Hybrid engineering dalam melakukan perlindungan pesisir (termasuk pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim). Berdasarkan analisa hasil penelitian, pelaksanaan pilot proyek berskala besar -sebagai demonstrasi rekayasa hibrida- akan diupayakan pendanaannya.
Tingkat Lokal: Meningkatkan Keberlanjutan Ekonomi Lokal melalui Akuakultur
Upaya nasional dan regional untuk perbaikan pengelolaan mangrove hanya akan berhasil jika faktor utama penyebab hilangnya mangrove – misal akibat pertambakan- dapat diatasi. Banyak bukti telah memperlihatkan, bahwa dengan menggabungkan keberadaan sabuk hijau (green belt) pesisir dengan pertambakan dapat meningkatkan hasil panen, mengurangi biaya perawatan kolam, mengurangi serangan penyakit pada komoditas perikanan, memperbaiki kualitas air, mengurangi kerentanan pesisir dan menyediakan kayu bakar. Terkait dengan hal ini, Proyek akan bekerjasama dengan sektor produsen udang swasta dalam upaya memfasilitasi peningkatan kualitas produksi udang untuk sertifikasi dengan memasukkan jasa-jasa mangrove ke dalamnya. Proyek akan berkerjasama dengan perusahan swasta, dinas-dinas pemerintah terkait dan petambak di lokasilokasi tertentu dalam menerapkan strategi perikanan tambak (udang) yang ramah / pro-mangrove (seperti sylvo-fishery).
Mengkomunikasikan Output dan Hasil secara Internasional
Temuan dari proyek ini sangat relevan bagi negara-negara lain yang juga memiliki mangrove di sepanjang pantainya yang rentan bencana. Untuk mengkomunikasikan hasil-hasil temuan dari Proyek ini dengan pihak-pihak berkepentingan lainnya (misal pihak swasta, pemerintah, konvensikonvensi internasional terkait, atau organisasi lainnya yang
0 comments:
Post a Comment