Thursday, September 17, 2015

KEUNGGULAN KHAS SIFAT IKAN NLA GIFT (Oreochromis niloticus)

September 17, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) Klasifikasi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), menurut Trewavas
(1983)  dalam Suyanto (2005) sebagai berikut:
Filum        : Chordata
Sub Filum    : Vertebrata
Klas        : Pisces
Subkelas    : Acanthopterigii
Ordo        : Percomorphi
Sub Ordo    : Percoidea
Famili        : Cichlidea
Genus        : Oreochromis
Spesis        : Oreochromis niloticus
Arie (1999), menyatakan ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus)  mempunyai bentuk tubuh lebih pendek dari pada ikan nila lokal (Oreochromis sp), atau dalam bahasa Inggris Nile Tilapia. Tubuhnya lebih tebal, warna tubuhnya hitam keputihan, kepalanya relatif kecil, sisik berukuran besar, kasar, tersusun rapi, matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badannya, dagingnya cukup tebal dan tidak terdapat duri-duri halus di dalamnya.
Morfologi ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada
Sebagaimana umumnya ikan nila biasa, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung      
(dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor, terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anusnya hanya satu buah dan berbentuk agak panjang, sedangkan sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Suyanto, 1994).
Arie (1999), menyatakan bahwa jenis kelamin ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), dapat dibedakan dari tanda pada tubuh bagian luar,yaitu bentuk, warna dan alat kelamin. Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), jantan memiliki tubuh yang lebih tinggi dan lebih membulat, warna lebih cerah serta memiliki satu lubang kelamin yang berbentuk memanjang, dimana fungsinya sebagai tempat mengeluarkan sperma dan air seni. Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), betina bertubuh lebih rendah atau lebih memanjang, warna lebih gelap serta lubang kelamin dua, yaitu satu untuk mengeluarkan telur dan satu lagi untuk mengeluarkan air seni.
B. Habitat Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus)
Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), dikenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup, karena ikan ini dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi secara bertahap, dengan cara salinitasnya dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan secara mendadak ke dalam air yang salinitasnya berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian pada ikan (Suyanto, 1994).
Arie (1999) menyatakan bahwa habitat yang ideal untuk ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), adalah perairan tawar yang memiliki suhu antara
140C - 380C, atau suhu optimal 250C - 300C. Kisaran salinitas (kadar garam) yang ditoleransi untuk pertumbuhan ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) adalah 0 - 15‰.
Tempat hidup ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras.                            
Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), tidak menyukai hidup di perairan yang bergerak (mengalir), namun jika dilakukan perlakuan terhadap ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) seperti pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir, maka ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), juga bisa hidup baik, pada perairan yang mengalir tersebut (Rukmana, 2004).
C. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi seimbang, dengan kata lain ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah yang cukup (Mudjiman, 2004). Lebih lanjut dinyatakan bahwa jumlah ransum dan komposisi gizi yang dibutuhkan oleh seekor ikan berbeda-beda dan selalu berubah. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, umur ikan dan ketersediaan makanan alami di dalam tempat pemeliharaannya.
Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), termasuk kedalam golongan ikan pemakan segala atau (omnivora), sehingga ikan ini dapat mengkonsumsi makanan berupa hewan atau tumbuhan (Khairuman dan Amri, 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), yang masih berukuran benih menyukai makanan alami berupa zooplankton misalnya Rotifera sp, Moina sp, dan Daphnia sp, juga fitoplankton. Selain itu, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) juga suka memangsa alga atau lumut yang menempel pada substrat di habitat hidupnya, siput, jentik-jentik serangga, kelekap, hydrilla, sisa-sisa dapur dan buah-buahan, serta daun-daun lunak yang jatuh ke dalam air. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), bisa diberi makanan tambahan berupa pellet.
Menurut Arie (1999), pellet yang diberikan sebagai pakan tambahan untuk ikan Nila Gift harus mengandung protein yang tinggi, minimal 25%. Pellet yang diberikan dapat berupa tepung maupun butiran. Namun, bisa juga diberikan dedak halus jika pellet tidak tersedia, meskipun kandungan proteinnya tidak sekomplit pellet, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) sangat menyukai dedak halus tersebut. Banyaknya pakan tambahan yang diberikan 2-3% dari berat biomassa ikan.
Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), lebih suka berkawanan di tengah atau di dasar kolam jika dalam kondisi kenyang. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada, bahwa kebiasaan makan ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), berhubungan dengan suhu perairan dan intensitas cahaya matahari. Pada siang hari dimana intensitas cahaya matahari cukup tinggi dan suhu air meningkat, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), lebih agresif terhadap makanan. Sebaliknya, dalam keadaan mendung atau hujan bahkan pada malam hari, ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), menjadi kurang agresif terhadap makanan (Andrianto, 2005).
D. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu populasi     adalah     pertambahan     jumlah     individu,     dimana     faktor yang mempengaruhinya dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, makanan, penyakit, media budidaya, dan sebagainya (Effendi, 1978).
Menurut Khairuman dan Amri (2003), menyatakan bahwa laju pertumbuhan tubuh ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan serta interaksinya. Laju pertumbuhan ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya dangkal dibandingkan di kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah karena di perairan yang dangkal, pertumbuhan tanaman air sangat cepat sehingga ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) menjadikannya sebagai makanan. 
Holliday  (1969),  menyatakan  bahwa  kemampuan  ikan  untuk  bertahan  pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal. Kesempurnaan organ dari ikan uji merupakan salah satu faktor utama yang mendukung keberhasilan dari adaptasi ikan-ikan uji yang digunakan terhadap perlakuan yang diberikan.
Ikan nila merupakan ikan yang dikenal sebagai ikan Euryhalin. Untuk ikan-ikan Euryhalin, memiliki kemampuan yang cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik). Ikan nila dikenal hanya mendiami perbatasan atau pertemuan antara air laut dengan air tawar sehingga dapat bertahan dipelihara dalam tambak air payau yang dapat menyesuaikan dirinya dengan kadar garam 0-15‰ (Soesono, 1977).                
Dari pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa ikan akan memiliki tingkat kelangsungan hidup optimal jika dipelihara pada salinitas 0‰ (air tawar) hingga air bersalinitas 15‰.  Hal ini sesuai dengan penyataan Rudhy dan Hunaina (2008) bahwa sintasan di atas 80%  dikatakan ikan nila dapat hidup dengan baik.
E. Salinitas dan Osmoregulasi pada Ikan
Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air. Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Beberapa ikan air tawar dapat menerima (toleran) terhadap kehadiran sejumlah kecil natrium dalam bentuk garam (Anonim, 2003).  Menurut Holliday (1969) dalam Asmawi (1983), salah satu aspek fisiologis yang dipengaruhi salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh.
Osmoregulasi bagi ikan adalah upaya ikan mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik (Marshall, et al, 2006, dalam Fitria, 2012).  Selanjutnya dinyatakan bahwa ginjal akan memompakan kelebihan air tersebut sebagai air seni.  Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah yang banyak dengan diameter yang besar.  Hal ini bertujuan untuk menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya.  Air seni yang keluar dari tubuh ikan sangat encer dan mengandung sejumlah kecil senyawa nitrogen.  Proses osmeregulasi juga menghasilkan produk buangan seperti feses dan amoniak, sehingga media pemeliharaan akan berwarna keruh sebagai akibat banyak feses yang dikeluarkan ikan.  Dampak dari ekskresi nitrogen tersebut akan mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya yaitu terhadap kondisi ambient, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pertahanan tubuhnya.  Setelah melewati batas toleransi, maka ikan tersebut mengalami kemtian. Mengingat tidak semua ikan mengalami kematian, maka dapat dipastikan bahwa daya toleransi pada populasi ikan dalam wadah berbeda-beda.  Hal ini diduga karena perbedaan kondisi tubuh saat sebelum dimasukkan dalam media termasuk intensitas parasit, tingkat stress dan lain-lain.  Untuk air tawar, organ yang terlibat dalam osmoregulasi antara lain insang, usus dan ginjal.
Defenisi osmoregulasi sendiri adalah proses pengaturan tekanan osmotik yang berlangsung di dalam tubuh organisme (Taufik & Kusrini, 2006).  Dua kategori dalam menghadapi tekanan osmotik air media yaitu osmoregulator dan osmokonformer.  Osmoregulator adalah orgenisme air yang secara osmotik stabil (mantap), selalu berusaha mempertahankan cairan tubuhnya pada tekanan osmotik yang relative konstan, tidak perlu harus sama dengan tekanan osmotik air media hidupnya.  Osmokonformer adalah organism air yang secara osmotik labil dan mengubah-ubah tekanan cairan tubuhnya untuk menyesuaikan dengan tekanan osmotik air media hidupnya.  Dalam kondisi perairan tidak menentu baik hipertonik maupun hipotonik, ikan akan berusaha mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuhnya.  Tekanan osmotik lingkungan tergantung dari salinitas (Taufik & Kusrini, 2006).
Setiap menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan, organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk osmotik lingkungan eksternalnya.  Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal yang mantap.  Untuk menghadapi masalah ini organisme melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara mengurangi gradient osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya, melakukan pengambilan garam secara selektif.  Pada organism akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.  Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan (Ongko, et al., 2009, dalam Fitria, 2012)
Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali (Stickney, 1979).  Selanjutnya dinyatakan, apabila salinitas semakin tinggi, ikan akan berupaya terus agar kondisi homeostatis dalam tubuhnya tercapai hingga batas toleransi yang dimilikinya.  Kerja osmotik memerlukan energi yang tinggi pula.
Menurut Suhidhir (2009), ikan nila pada umumnya hidup di air tawar.  Kondisi sel ikan air tawar memiliki kepekatan lebih tinggi dibanding media hidupnya.  Air masuk ke dalam tubuh ikan nila dari berbagai permukaan tubuh.  Untuk mengatasinya ikan nila harus banyak mengeluarkan urine dengan intensitas kehilangan garam.  Sel klorid dalam insang yang membantu transport garam      ini kembali.  Pada air payau dan laut, kondisi menjadi terbalik yakni cairan internal sel bersifat kurang pekat dibanding dengan media hidupnya.                 
Hal ini memungkinkan terjadinya dehidrasi sel, sehingga ikan nila harus banyak minum dan sedikit mengeluarkan urine.  Akibatnya garam dalam tubuh menjadi meningkat.  Namun perkembangan sel klorid yang cepat dapat mencukupi mampu mengatasi hal ini dengan cara transport aktif garam.
Stickney (1979) dalam Asmawi (1983), menyatakan bahwa ikan yang dipelihara pada kondisi salinitas yang sama dengan konsentrasi ion dalam darah akan lebih banyak menggunakan energi untuk pertumbuhan sedangkan semakin tinggi perbedaan antara kondisi salinitas dengan konsentrasi ion dalam darah maka ikan cenderung akan terganggu pertumbuhannya bahkan mengalami kematian.  Khairuman dan Amri (2003), menyatakan bahwa ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) lebih tahan terhadap lingkungan yang kurang baik dan memiliki toleransi salinitas pada kisaran 0-15‰, sehingga bisa dipelihara   di air payau.
F. Pertumbuhan Ikan Nila pada Media Bersalinitas
Suhidhir (2009), menyatakan beberapa penelitian menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan tawar hingga laut, dengan rentang salinitas 0 – 35‰, dimana untuk hidup disalinitas yang lebih tinggi dari perairan tawar, ikan nila harus mengalami proses aklimatisasi terlebih dahulu.  Selanjutnya dinyatakan bahwa hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan nila adalah berbeda-beda.  Ada yang menyatakan bahwa seiring dengan pertambahan salinitas, terjadi penurunan tingkat pertumbuhan, namun beberapa peneliti ada yang berpendapat bahwa kemampuan pertumbuhan ikan nila di air payau dan air laut lebih cepat dari pada di air tawar.  Sementara peneliti lain mengatakan hal ini tergantung strain pakan dan lingkungan.
Hepher & Priguinin (1981) dalam Setiawati & Suprayudi (2003), menyatakan bahwa sepsis ikan nila mampu beradaptasi pada media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik.  Demikian pula menurut Lim (1989) dalam Setiawati & Suprayudi (2003), bahwa walaupun habitat aslinya ikan nila ini adalah air tawar, namun ikan ini bersifat euryhalin.
Setiawati & Suprayudi (2003) melaporkan bahwa nilai laju pertumbuhan harian rata-rata ikan nila merah semakin meningkat dengan meningginya kadar salinitas mulai dari 10‰.  Dilaporkan pula bahwa laju pertumbuhan harian tertinggi yaitu pada salinitas 20‰, tetapi tidak berbeda dengan ikan yang dipelihara pada media bersalinitas 10‰ dan 15‰.  Adanya perbedaan laju pertumbuhan (p < 0,05) menunjukan bahwa ikan nila merah yang dipelihara pada media bersalinitas lebih baik dalam memanfaatkan sumber energi pakannya.
Selanjutnya dinyatakan bahwa diduga pada media 10 – 20‰, kondisi tekanan osmotik media mendekati tekanan osmotik tubuh ikan nila merah atau disebut isoosmotik.  Menurut Stickney (1979) dalam Setiawati & Suprayudi (2003), bahwa kondisi isoosmotik dapat meningkatkan pertumbuhan karena energi untuk kebutuhan osmoregulasi lebih kecil atau tidak ada, akibatnya energi untuk pertumbuhan tersedia dalam jumlah yang lebih besar.  Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan salinitas berperan terhadap pemanfaatan energi pakan, karena lebih banyak protein tersimban (diretensi) dan hanya sedikit yang terurai atau dimanfaatkan untuk energi dalam mempertahankan keseimbangan garam-garam tubuh.
Akbar (2012), menyatakan bahwa perbedaan pertumbuhan relatif pada media salinitas yang berbeda diduga terkait dengan takanan osmotik cairan tubuh dan lingkungan.  Semakin jauh perbedaan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik lingkungan, maka akan semakin banyak beban kerja energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi pada lingkungan yang bersalinitas (Smith, 1982; Fujaya, 2004; dalam Akbar, 2012).
Menurut Guner, et al., (2005) dalam Fitria (2012), salinitas yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan akibat efek salinitas yang mempengaruhi metabolisme terhadap perubahan fungsi pada sel klorid epitel insang dan aktifitas Na+K+-ATPase .  Pengaruh tersebut menyerap energi yang seharusnya untuk pertumbuhan dan digunakan sebagai sumber energi pada perubahan proses metabolism tersebut.

0 comments:

Post a Comment