Ikan
selar kuning (Selaroides leptolepis ) merupakan salah-satu jenis ikan konsumsi
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah-satu tangkapan di
Perairan Kepulauan Riau. Mencermati pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan
manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong
manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan sebanyakbanyaknya, termasuk ikan
selar kuning. Kegiatan penangkapan ikan ini dapat mempengaruhi dan mengubah
status stok sumberdaya ikan selar kuning terutama di laut Trikora. Hal inilah
yang mendorong perlunya pengkajian stok dan upaya pengelolaan terhadap
sumberdaya ikan selar kuning.
Ikan
selar kuning merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting. Ikan ini banyak
dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan perikanan seperti ikan asin, ikan
bakar, pindang, tepung ikan dan surimi. Selain itu ikan ini juga diperdagangkan
dalam keadaan segar. Berdasarkan statistik perikanan tangkap Pelabuhan
Perikanan Pantai Labuan tahun 2003-2013 terjadi penurunan produksi dan
peningkatan upaya penangkapan ikan yang mengakibatkan catch per unit effort
(CPUE) ikan selar kuning menurun. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan
mengganggu kelestarian sumberdaya ikan selar kuning, sehingga diperlukan adanya
dasar pengelolaan ikan selar kuning agar tetap optimal, lestari dan
berkelanjutan antara lain melalui pendekatan dinamika populasi dan biologi
reproduksi. Penelitian mengenai dinamika populasi dan aspek biologi reproduksi
ikan selar kuning masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek dinamika populasi dan biologi
reproduksi ikan selar kuning. Aspek biologi reproduksi meliputi sebaran
frekuensi panjang, hubungan panjang berat, faktor kondisi, ukuran pertama kali
matang gonad, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan
gonad (IKG), diameter telur dan fekunditas. Sedangkan dinamika populasi
meliputi pengkajian stok ikan dengan menggunakan data CPUE, Maximum Sustainable
Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), mortalitas serta laju eksploitasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey lapang. Data primer yang
digunakan yaitu panjang dan berat tubuh, berat gonad dan fekunditas yang
didapatkan dari hasil sampling di lapangan. Pengambilan data dilakukan dari
bulan Juni-Oktober 2013 dengan interval waktu 20 hari. Pengambilan ikan
menggunakan metode pengambilan contoh acak berlapis (PCAB) yaitu tiap gundukan
ikan dipilih acak pada tiap lapis yang mewakili seluruh kelas ukuran panjang.
Ikan yang diperoleh sebanyak 760 ekor. Data sekunder dikumpulkan dari Laporan
Statistik Perikanan Tangkap PPP Labuan berupa jumlah produksi, dan upaya
penangkapan dari tahun 2003-2013.
Ukuran
pertama kali matang gonad ikan betina 131,3933-134,6406mm dan ikan
jantan156,1046 –159,7549mm. Nisbah kelamin ikan betina dan jantan yaitu
1:1,242. Ikan betina pada TKG I=23%,TKG II=29%,TKG III=27%,TKG IV=18%,TKG V=3%.
Ikan jantan pada TKG I=56%,TKG II=25%,TKG III=12%,TKG IV=5%,TKG V=3%. IKG
betina berkisar 0,6655–1,8817% dan jantan 0,2158-1,4526%. Fekunditas berkisar
17.026–49.123butir dengan pola pemijahan total. Mortalitas total ikan selar
kuning 1,5888 per tahun dengan M=0,4580 per tahun, F=1,1308 per tahun dan
E=71,17% per tahun. Pendugaan surplus produksi menggunakan 5 model yaitu model
Schaeffer, Fox, Walter Hilborn, Clarke Yoshimoto Pooley dan Schnute dan
berdasarkan R2 tertinggi model yang digunakan adalah model Schaeffer. Analisis
bioekonomi menghasilkan MEY sebesar 252,6113 ton per tahun, 7.221 trip dengan
keuntungan Rp 1.889.845.960,-. Sedangkan MSY sebesar 304,5003 ton per tahun,
12.478 trip dengan keuntungan Rp 955.843.279,-. Sebagian besar hasil tangkapan
telah melebihi batas MSY maupun MEY sehingga dapat disimpulkan ikan selar
kuning telah mengalami tangkap lebih di perairan Selat Sunda.
Pelabuhan
pendaratan ikan Dusimas Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan diketahui merupakan salahsatu lokasi
pendaratan ikan selar kuning yang mempunyai aktifitas pendaratan ikan
yang padat. Oleh karena itu harus dilakukan suatu upaya pemanfaatan agar
potensi sumberdaya ikan selar kuning di
perairan tersebut dapat berlangsung.
Tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui hubungan panjang
berat ikan selar kuning dan mengetahui laju mortalitas dan tingkat eksploitasi
ikan selar kuning di Desa Malang Rapat.
Manfaat
dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang upaya pemanfaatan
dan tingkat pemanfaatan Ikan selar kuning yang di daratkan pada pelabuhan
Dusimas desa malang rapat. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam pengelolaan Ikan selar kuning secara berkelanjutan di
pelabuhan Dusimas pendaratan ikan desa malang rapat, Kabupaten Bintan, dan
dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian
ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei 2013 sampai bulan Juni 2013, berlokasi di pelabuhan pendaratan ikan Dusimas di Desa
Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan
Riau. Alat dan bahan disajikan pada
Kegunaannya
No Alat
dan Bahan Kegunaan
1 Alat
Camera Digital
Mengambil dokumentasi
dari objek penelitian
Alat Tulis
Menulis data
penelitian
Timbangan
2 kg ketelitian 0.5 gr Mengukur
berat dari objek
penelitian
Penggaris
30 cm ketelitian 0.1 cm
Mengukur
panjang ikan
2. Bahan
Ikan Selar Kuning
Formulir
Kuisioner Objek Penelitian
2.1 Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran
frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah
kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang.
2.2
Identifikasi Kelompok Ukuran
Kelompok
ukuran ikan selar dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Metode
Bhattacharya (1967) berguna untuk pemisahan suat distribusi komposit ke dalam
distribusi-disribusi normal yang terpisah. Metode ini pada dasarnya terdiri
atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort
ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari
distribusi total.
2.3 Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0
Persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy dapat dinyatakan sebagai berikut :
Lt
= L∞ ( 1 – e [– K ( t-t0)])
Lt
adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum
secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan
waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol.
2.4 Hubungan panjang berat
Hubungan
panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Hile
dalam Effendie, 1997). Untuk kedua pola
ini berlaku persamaan :
W
= a L b
Untuk
menguji nilai b=3 atau b ≠ 3 (b>3, Allometrik positif yaitu pertambahan
berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3 2006="" al.="" allometrik="" berat="" cepat="" dari="" dilakukan="" et="" lebih="" negatif="" pada="" panjang="" pertambahan="" span="" uji-t="" ukimin="" yaitu="">3>
2.5 Faktor Kondisi
Faktor
kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Le Cren dalam
Weatherley,
1972):
Jika
nilai b = 3 (tipe pertumbuhan bersifat isometrik), maka rumus yang digunakan
adalah:
Jika nilai b ≠ 3 (tipe pertumbuhan bersifat
allometrik), maka rumus yang digunakan adalah:
K =
faktor kondisi
W = bobot ikan (gram)
L =
panjang total ikan (mm)
adan
b = konstanta
2.6
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema
(1999) sebagai berikut :
Keterangan:
M
=
mortalitas alami
F
=
mortalitas penangkapan
E
=
eksploitasi
L∞
= panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K
= koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von
Bertalanffy
T
= rata-rata suhu permukaan air
(0C)
Laju
mortalitas penangkapan ditentukan dengan :
F =Z-M
Laju eksploitasi ditentukan dengan
membandingkan mortalitas penangkapan terhadap mortalitas total (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999) :
Laju mortalitas penangkapn atau laju
eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema, 1999) adalah:
Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan
Selar
Kuning
Ikan selar kuning yang diamati selama
penelitian berjumlah 600 ekor. Panjang total ikan selar kuning yang tertangkap
di perairan Trikora yang didaratkan pada pelabuhan Dusimas adalah 28 cm.
Sedangkan
menurut Saanin (1984), panjang tubuh ikan selar kuning 16 cm. Perbedaan ukuran
panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan
lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan
kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan. Spesies ikan yang
sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang
berbeda
1. 20.000 10 0.477
2. 21.968 88
0.349 4.765
3. 23.927 232 0.338 5.703
4. 25.073 70 0.253 3.878
5. 26.902 200 0.280 6.863
Total 600
Bhattacharya
Di atas menunjukkan bahwa jumlah total ikan
contoh (nilai teoritis) sama dengan jumlah total ikan contoh sebenarnya (nilai
observasi) yang diamati yaitu sebanyak 600 ekor. Walaupun ikan contoh yang
digunakan merupakan contoh acak yang sempurna, nilai observasi akan tetap
mengalami fluktuasi seputar distribusi dari populasi yang sesungguhnya (Sparre
dan Venema, 1999).
Nilai
indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning
sebesar 4,765, 5,703, 3,878 dan 6,863. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning dapat diterima dan digunakan untuk
analisis selanjutnya.
Hasil
analisis parameter pertumbuhan ikan selar kuning yaitu koefisien pertumbuhan
(K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama
dengan nol (to) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Parameter pertumbuhan berdasarkan
model von Bertalanffy
(K,
L∞, t0) ikan selar kuning di Pelabuhan
Dusimas
No. Parameter Nilai
1. A 3.335
2. B 0,9
3. K
(pertahun) 0,105
4. L∞
(cm) 33
5. t0
(tahun) -9,716
Gambar
3. Grafik regresi parameter pertumbuhan von Bertalanffy metode Ford
Walford
Persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan selar kuning adalah
Lt=33(1-e[-0,105(t+9,716]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap dari
perairan Trikora dan didaratkan pada Pelabuhan Dusimas adalah 28 cm, panjang ini lebih kecil dari
panjang asimtotik (infinitif) ikan selar kuning. Koefisien pertumbuhan (K) ikan
selar kuning dari perairan Trikora dan di daratkan Pelabuhan Dusimas adalah
0,105 per tahun. Nilai koefisien pertumbuhan dan panjang infinitif yang berbeda
ditemukan di Perairan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Pertumbuhan Ikan selar Kuning
dari Perairan yang Berbeda
1.
(2010)
2 Febrianti
Perairan
Natuna 2,2 33
.
(2013)
Berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan Damayanti (2010) di Teluk Jakarta, ikan selar
tersebut memiliki nilai K sebesar 0,31 pertahun, nilai tersebut lebih besar
dibandingkan dengan nilai K di perairan Trikora yaitu 0,105 pertahun.
Sedangkan L∞ Teluk Jakarta lebih 28,3 cm lebih kecil dari L∞ di laut Trikora
yaitu 33 cm. Berdasarkan perbandingan berikut ikan dengan nilai K besar
memiliki umur yang relatif pendek. Sedangkan penelitian
ikan selar yang dilakukan
Febrianti (2013) di laut Natuna memperoleh nilai K sebesr 2,2 pertahun dan
nilai L∞ 33 cm. Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan
(faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor
eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie,
1997).
Kurva
pertumbuhan ikan selar kuning disajikan pada Gambar 4 dengan memplotkan umur
(bulan) dan panjang teoritis ikan (cm)
Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju
pertumbuhan ikan selar kuning tidak sama selama rentang hidupnya. Pada saat
ikan berumur 58 bulan (± 4,8 tahun) secara teoritis panjang total ikan adalah
33 cm. Panjang maksimum ikan selar kuning yang tertangkap dari perairan Tikora
dan didaratkan di Pelabuhan Ikan Dusimas yaitu 28 cm, panjang ikan ini lebih
kecil dibandingkan dengan panjang asimtotik ikan selar kuning. Ikan yang
berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat jika dibandingkan ikan yang
berumur tua (mendekati L∞), hal ini di dukung oleh pendapat Effendi (1997),
yang menyatakan bahwa ikan-ikan yang berumur muda akan memiliki pertumbuhan
yang relatif cepat sedang ikan-ikan dewasa akan semakin lambat untuk mencapai
panjang asimtotnya. Hal ini disebabkan karena energi yang didapatkan dari
makanan tidak lagi dipergunakan untuk pertumbuhan melainkan dipergunakan untuk
mengganti sel-sel tubuh yang rusak.
Selanjutnya,
Rahardjo (2011), menyatakan bahwa pada awalnya ikan tumbuh lambat, karena pada
saat itu masih dalam fase perkembangan hidup awal ketika pertumbuhan lebih
dipusatkan pada penyempurnaan organorgan tubuh, ketika organ tubuh telah
sempurna berkembang, maka pertumbuhan dalam panjang menjadi pesat sampai
tercapai kedewasaan. Selanjutnya jumlah energi yang masuk dialihkan dari
pertumbuhan jaringan somatik kepada pertumbuhan jaringan gonad. Sebagai
konsekuensinya laju pertumbuhan ikan dewasa lebih lambat.
Kurva
di atas juga menyatakan bahwa pada populasi ikan selar kuning akan mendekati
nilai L∞ pada saat mencapai umur 43 bulan dan akan mencapai nilai L∞ pada saat mencapai umur 58 bulan.
Walaupun dengan laju pertumbuhan yang kecil, namun ikan tetap akan mengalami
pertumbuhan panjang bahkan dalam kondisi faktor lingkungan yang tidak
mendukung.
Peningkatan
ukuran panjang umumnya tetap berlangsung walaupun ikan mungkin dalam keadaan
kekurangan makanan (Busacker et al., dalam Harmiyati, 2009).
3.4 Hubungan Panjang Berat
Analisis
hubungan panjang berat ikan selar kuning dari perairan Trikora dan didartkan
pada Pelabuhan Dusimas. Hubungan panjang berat ikan selar kuning disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan panjang berat ikan selar
kuning
Dari hasil analisis hubungan panjang berat
diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan selar kuning adalah W=
0,0405*L2,832 dengan kisaran nilai b sebesar 2,832. Dari nilai b yang diperoleh
dan setelah dilakukan uji t (a=0,0405) terhadap nilai b tersebut diketahui
bahwa ikan selar kuning memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif, artinya
pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan berat (Effendie, 1997). Pola
pertumbuhan ikan selar kuning di perairan Trikora sama dengan pola pertumbuhan
ikan selar di teluk Jakarta (Damayantii,
2010) dengan nilai b sebesar 2,19. Menurut Bagenal (1978) dalam Harmiyati
faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies
adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap
perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan
waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002)
dalam Harmiyati (2009) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat
disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.
Menurut
Effendie (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya
adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan
yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia,
suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang
gonad.
3.5
Faktor Kondisi
Faktor
kondisi merupakan keadaan atau komontokan ikan yang dinyatakan dalam
angka-angka berdasarkan pada data panjang Nilai faktor kondisi ikan selar
kuning pada setiap bulan tidak terjadi variasi temporal secara ekstrim. Nilai
tertinggi 2,441 dan terendah 2,312 masing - masing pada bulan Juni dengan
pengambilan sampel yang berbeda. Faktor kondisi tinggi pada ikan betina dan
jantan menunjukkan ikan dalam perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi
rendah menunjukkan ikan kurang mendapat asupan makanan. Faktor kondisi sesuai untuk membandingkan
ikan yang berbeda dalam spesies yang sama. Faktor kondisi juga akan berbeda
tergantung jenis kelamin ikan, musim atau lokasi penangkapan serta faktor
kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan
(King 1995). Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi
nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan
kematangan gonad (Effendie, 2002).
3.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu
untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Pendugaan
konstanta laju mortalitas total (Z) ikan selar kuning dilakukan dengan kurva
hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan
yang dilinierkan berbasis data panjang yang digunakan
Untuk
pendugaan laju mortalitas alami ikan selar
kuning digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999) dengan
suhu rata-rata permukaan perairan, dimana suhu perairan Trikora adalah 28oC
(Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2011). Hasil analisis
dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5.
Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning
No. Laju Nilai (per tahun)
1. Mortalitas
total (Z) 0,784
2. Mortalitas
alami (M) 0,308
3. Mortalitas
penangkapan
(F) 0,48
4. Eksplotasi
(E) 0,61
Laju
mortalitas total (Z) ikan selar kuning 0,784 per tahun dengan laju mortalitas
alami (M) sebesar 0,308 per tahun dan
mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,48 per tahun serta laju eksploitasi 0,61
per tahun. Beverton & Holt (1957), menduga bahwa predasi merupakan faktor
eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Menurut Pauly (1980)
dalam Sparre dan Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M)
adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan serta faktor
lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai
K tinggi) mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L∞
karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Berdasarkan hal
tersebut dapat diduga peningkatan laju mortalitas ikan selar kuning saat ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah pemangsa ikan selar kuning. Selain itu,
kisaran suhu perairan juga mendukung untuk pertumbuhan ikan selar kuning.
Laju
mortalitas penangkapan (F) ikan selar adalah 0,48 per tahun. Laju mortalitas
penangkapan ini lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 0,308. Hal
ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan selar lebih besar disebabkan oleh
kegiatan penangkapan. Mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit,
stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre dan Venema 1999). Oleh karena
itu dapat diduga pula bahwa penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh
menurunnya jumlah ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan mengalami kematian
secara alami akibat telah tertangkap lebih dulu karena tingginya aktifitas
penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju
mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth
overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre dan Venema 1999) karena
ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan
terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum
yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami (Syakila,
2009).
Laju
Ekploitasi (E) ikan selar kuning adalah 0,61 per tahun. Jika dibandingkan
dengan laju ekploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland (1971) dalam Dani
(2008) 0,5; maka laju eksploitasi ikan selar
(0,61) sudah di atas nilai optimum tersebut. Nilai tersebut
mengindikasikan adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan selar
kuning. Hal ini juga terlihat dari panjang maksimum ikan selar kuning yang
tertangkap yaitu 28 cm ukuran ini lebih kecil dibandingkan dengan panjang
asimtotik ikan selar pada penelitian Febrianti (2013), yaitu 31 cm dari laut
Natuna.
Nilai
mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi
tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin
besar (Lelono, 2007). Tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran
panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta
meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai
panjang infinitif menjadi lebih pendek.
3.7 Rencana pengelolaan sumberdaya ikan selar
Beberapa tindakan dan upaya tersebut antara
lain: Pengaturan ukuran mata jaring
menjadi ukuran yang lebih besar, pembatasan upaya penangkapan, perlunya
menerapkan sistem monitoring dan pendataan secara sistematis terhadap produksi
ikan baik yang bernilai jual, konsumsi, dan yang terbuang. Berdasarkan kondisi
di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak hasil tangkapan nelayan yang belum
tercatat. Hal ini sangat penting untuk dilakukan guna untuk memperoleh data
yang akurat sebagai bahan dasar dalam membuat perencanaan pengelolaan
sumberdaya perikanan ikan selar kuning.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
Pola
pertumbuhan seluruh ikan yang dijadikan contoh menunjukkan pola
pertumbuhan yang bersifat alometrik
negatif. Variasi temporal faktor kondisi ikan selar kuning bulanan selama
penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan Laju
mortalitas penangkapan (F) lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas
alami (M) sehingga diketahui bahwa kematian ikan selar kuning sebagian besar
diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi (E) sudah melebihi nilai optimum. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ikan selar kuning di perairan Trikora yang didaratkan pada
Pelabuhan Pendaratan Ikan Dusimas telah mengalami kondisi tangkap lebih
(overfishing) yaitu growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre
dan Venema 1999) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap
sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga
mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju
mortalitas alami.
V. SARAN
Dalam penyusunan rencana pengelolaan ikan
selar kuning yang sesuai diperlukan informasi menyeluruh mengenai sumberdaya
ikan selar kuning. Penelitian ini merupakan penelitian dasr sebagai langkah
awal untuk mengkaji stok ikan di perairan Trikora, oleh karena itu dalam
penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian mengenai beberapa
aspek biologi sumberdaya ikan selar kuning yang masih belum dikaji lebih lanjut
seperti aspek reproduksi secara menyeluruh, aspek makanan, kebiasaan makan,
aspek mortalitas, serta kaitannya dengan lingkungan atau habitat ikan selar
kuning. Aspek biologi reproduksi dan makanan akan menjadi masukan dalam
menetapkan pembatasan musim dan wilayah penangkapan. Ikan contoh yang diambil
sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat
lebih menyeluruh.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Bevertondan Holt 1957.On the Dynamics of
Exploited Fish Populations.Fish. Invest. Ser II. Vol. 19. 533p
Damayanti,
W. 2010.Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di
Perairan Teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang [skripsi].
Departemen Manajemen
Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Bogor. 70 hal
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2011. Profil
Kapal Perikanan Provinsi Kepulauan Riau 2011. PEMPROV Kepulauan Riau.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan.
Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Febrianti, Asih. 1991. Kajian Kondisi Ikan
Selar (Selaroides Leptolepis) Berdasarkan Hubungan Panjang Berat dan Faktor
Kondisi di Laut Natuna yang Didaratkan
di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Tanjungpinang. [skripsi]. Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
102
ha.
Harmiyati D. 2009.Analisis hasil tangkapan
sumberdaya ikan selar kuning
(Caranxleptolepis)
yang didaratkan di PPI PulauPramuka, Kepulauan Seribu
[skripsi].Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm.
King
M. 1995. Fisheries biology; assessment and management. Fishing News Books in
UK. 341 p.
Pauly,
D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters:A Manual for Use
JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI
ReplyDeleteHUBUNGI KONTAK Kami
BBM : D8E23B5C
WHAT APPS : +85581569708
LINE : togelpelangi
WE CHAT : togelpelangi
LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET
Ayo coba keberuntungan anda
jutaan rupiah menunggu anda