Friday, May 8, 2015

IKAN SELAR KUNING (Selaroide leptolepis) BERDASARKAN HUBUNGAN PANJANG BERAT DAN FAKTOR KONDISI DI PENDARATAN IKAN

May 08, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment


Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis ) merupakan salah-satu jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah-satu tangkapan di Perairan Kepulauan Riau. Mencermati pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan sebanyakbanyaknya, termasuk ikan selar kuning. Kegiatan penangkapan ikan ini dapat mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya ikan selar kuning terutama di laut Trikora. Hal inilah yang mendorong perlunya pengkajian stok dan upaya pengelolaan terhadap sumberdaya ikan selar kuning. 
Ikan selar kuning merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting. Ikan ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan perikanan seperti ikan asin, ikan bakar, pindang, tepung ikan dan surimi. Selain itu ikan ini juga diperdagangkan dalam keadaan segar. Berdasarkan statistik perikanan tangkap Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan tahun 2003-2013 terjadi penurunan produksi dan peningkatan upaya penangkapan ikan yang mengakibatkan catch per unit effort (CPUE) ikan selar kuning menurun. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan selar kuning, sehingga diperlukan adanya dasar pengelolaan ikan selar kuning agar tetap optimal, lestari dan berkelanjutan antara lain melalui pendekatan dinamika populasi dan biologi reproduksi. Penelitian mengenai dinamika populasi dan aspek biologi reproduksi ikan selar kuning masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek dinamika populasi dan biologi reproduksi ikan selar kuning. Aspek biologi reproduksi meliputi sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang berat, faktor kondisi, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), diameter telur dan fekunditas. Sedangkan dinamika populasi meliputi pengkajian stok ikan dengan menggunakan data CPUE, Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), mortalitas serta laju eksploitasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey lapang. Data primer yang digunakan yaitu panjang dan berat tubuh, berat gonad dan fekunditas yang didapatkan dari hasil sampling di lapangan. Pengambilan data dilakukan dari bulan Juni-Oktober 2013 dengan interval waktu 20 hari. Pengambilan ikan menggunakan metode pengambilan contoh acak berlapis (PCAB) yaitu tiap gundukan ikan dipilih acak pada tiap lapis yang mewakili seluruh kelas ukuran panjang. Ikan yang diperoleh sebanyak 760 ekor. Data sekunder dikumpulkan dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap PPP Labuan berupa jumlah produksi, dan upaya penangkapan dari tahun 2003-2013.
Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina 131,3933-134,6406mm dan ikan jantan156,1046 –159,7549mm. Nisbah kelamin ikan betina dan jantan yaitu 1:1,242. Ikan betina pada TKG I=23%,TKG II=29%,TKG III=27%,TKG IV=18%,TKG V=3%. Ikan jantan pada TKG I=56%,TKG II=25%,TKG III=12%,TKG IV=5%,TKG V=3%. IKG betina berkisar 0,6655–1,8817% dan jantan 0,2158-1,4526%. Fekunditas berkisar 17.026–49.123butir dengan pola pemijahan total. Mortalitas total ikan selar kuning 1,5888 per tahun dengan M=0,4580 per tahun, F=1,1308 per tahun dan E=71,17% per tahun. Pendugaan surplus produksi menggunakan 5 model yaitu model Schaeffer, Fox, Walter Hilborn, Clarke Yoshimoto Pooley dan Schnute dan berdasarkan R2 tertinggi model yang digunakan adalah model Schaeffer. Analisis bioekonomi menghasilkan MEY sebesar 252,6113 ton per tahun, 7.221 trip dengan keuntungan Rp 1.889.845.960,-. Sedangkan MSY sebesar 304,5003 ton per tahun, 12.478 trip dengan keuntungan Rp 955.843.279,-. Sebagian besar hasil tangkapan telah melebihi batas MSY maupun MEY sehingga dapat disimpulkan ikan selar kuning telah mengalami tangkap lebih di perairan Selat Sunda.
Pelabuhan pendaratan ikan Dusimas Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan diketahui merupakan salahsatu lokasi  pendaratan ikan selar kuning yang mempunyai aktifitas pendaratan ikan yang padat. Oleh karena itu harus dilakukan suatu upaya pemanfaatan agar potensi sumberdaya ikan selar  kuning di perairan tersebut dapat berlangsung.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui hubungan panjang berat ikan selar kuning dan mengetahui laju mortalitas dan tingkat eksploitasi ikan selar kuning di Desa Malang Rapat.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang upaya pemanfaatan dan tingkat pemanfaatan Ikan selar kuning yang di daratkan pada pelabuhan Dusimas desa malang rapat. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengelolaan Ikan selar kuning secara berkelanjutan di pelabuhan Dusimas pendaratan ikan desa malang rapat, Kabupaten Bintan, dan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
II.  METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei 2013 sampai  bulan Juni 2013, berlokasi  di pelabuhan pendaratan ikan Dusimas di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Alat dan bahan disajikan pada
Kegunaannya 
No       Alat dan Bahan           Kegunaan 
1          Alat      
            Camera  Digital           Mengambil  dokumentasi  dari  objek  penelitian 
            Alat  Tulis       Menulis  data  penelitian 
            Timbangan 2 kg ketelitian 0.5 gr        Mengukur  berat  dari  objek  penelitian 
            Penggaris 30 cm ketelitian 0.1 cm 
            Mengukur panjang ikan 
 2.        Bahan               
            Ikan Selar Kuning 
Formulir Kuisioner      Objek Penelitian 
2.1  Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang.
 2.2  Identifikasi Kelompok Ukuran
Kelompok ukuran ikan selar dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Metode Bhattacharya (1967) berguna untuk pemisahan suat distribusi komposit ke dalam distribusi-disribusi normal yang terpisah. Metode ini pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total.
2.3  Parameter pertumbuhan (L∞, K)          dan t0
Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dapat dinyatakan sebagai berikut :
Lt = L∞ ( 1 – e [– K ( t-t0)])
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. 
2.4  Hubungan panjang berat
Hubungan panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Hile dalam Effendie, 1997).  Untuk kedua pola ini berlaku persamaan :
W = a L b
Untuk menguji nilai b=3 atau b ≠ 3 (b>3, Allometrik positif yaitu pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3 2006="" al.="" allometrik="" berat="" cepat="" dari="" dilakukan="" et="" lebih="" negatif="" pada="" panjang="" pertambahan="" span="" uji-t="" ukimin="" yaitu="">
2.5  Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Le Cren dalam
Weatherley, 1972): 
Jika nilai b = 3 (tipe pertumbuhan bersifat isometrik), maka rumus yang digunakan adalah: 
 Jika nilai b ≠ 3 (tipe pertumbuhan bersifat allometrik), maka rumus yang digunakan adalah:
K         = faktor kondisi 
W        =  bobot ikan (gram) 
L          = panjang total ikan (mm) 
adan b = konstanta
 2.6   Mortalitas dan Laju Eksploitasi
  Laju mortalitas total (Z) diduga dengan  rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut :
 Keterangan: 
M         =  mortalitas alami
F          =  mortalitas penangkapan
E          =  eksploitasi
L∞ = panjang asimtotik pada persamaan                pertumbuhan von Bertalanffy K =  koefisien pertumbuhan pada                 persamaan pertumbuhan von 
              Bertalanffy
T          = rata-rata suhu permukaan air (0C)
Laju mortalitas penangkapan ditentukan dengan :
 F =Z-M
 Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan terhadap mortalitas total  (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999) :
 Laju mortalitas penangkapn atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema, 1999) adalah:
 Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5
 III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
 3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan 
            Selar Kuning
 Ikan selar kuning yang diamati selama penelitian berjumlah 600 ekor. Panjang total ikan selar kuning yang tertangkap di perairan Trikora yang didaratkan pada pelabuhan Dusimas adalah 28 cm.
Sedangkan menurut Saanin (1984), panjang tubuh ikan selar kuning 16 cm. Perbedaan ukuran panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan. Spesies ikan yang sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda
1.         20.000             10        0.477   
2.         21.968             88        0.349  4.765 
3.         23.927             232      0.338  5.703 
4.         25.073             70        0.253  3.878 
5.         26.902             200      0.280  6.863 
Total    600                             
Bhattacharya
 Di atas menunjukkan bahwa jumlah total ikan contoh (nilai teoritis) sama dengan jumlah total ikan contoh sebenarnya (nilai observasi) yang diamati yaitu sebanyak 600 ekor. Walaupun ikan contoh yang digunakan merupakan contoh acak yang sempurna, nilai observasi akan tetap mengalami fluktuasi seputar distribusi dari populasi yang sesungguhnya (Sparre dan Venema, 1999).
Nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning sebesar 4,765, 5,703, 3,878 dan 6,863. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan selar kuning yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (to) disajikan pada Tabel 3.
 Tabel 3.  Parameter pertumbuhan  berdasarkan model von Bertalanffy
(K, L∞, t0)  ikan selar kuning di Pelabuhan Dusimas
No.      Parameter        Nilai 
1.         A         3.335 
2.         B         0,9 
3.         K (pertahun)    0,105 
4.         L∞ (cm)           33 
5.         t0 (tahun)        -9,716 
Gambar 3. Grafik regresi parameter pertumbuhan von Bertalanffy metode Ford
Walford

Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan selar kuning adalah Lt=33(1-e[-0,105(t+9,716]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap dari perairan Trikora dan didaratkan pada Pelabuhan Dusimas  adalah 28 cm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan selar kuning. Koefisien pertumbuhan (K) ikan selar kuning dari perairan Trikora dan di daratkan Pelabuhan Dusimas adalah 0,105 per tahun. Nilai koefisien pertumbuhan dan panjang infinitif yang berbeda ditemukan di Perairan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
 Tabel 4. Parameter Pertumbuhan Ikan selar Kuning dari Perairan yang  Berbeda  
 1.
            (2010)
                         
2          Febrianti
Perairan Natuna          2,2       33
.           (2013)
 Berdasarkan   penelitian         yang    pernah dilakukan Damayanti (2010) di Teluk Jakarta, ikan selar tersebut memiliki nilai K sebesar 0,31 pertahun, nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai K di perairan Trikora yaitu 0,105 pertahun. Sedangkan   L∞ Teluk Jakarta lebih  28,3 cm lebih kecil dari L∞ di laut Trikora yaitu 33 cm. Berdasarkan perbandingan berikut ikan dengan nilai K besar memiliki umur yang relatif pendek. Sedangkan             penelitian         ikan     selar     yang dilakukan Febrianti (2013) di laut Natuna memperoleh nilai K sebesr 2,2 pertahun dan nilai L∞ 33 cm. Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor genetik), parasit          dan             penyakit          sedangkan       faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie, 1997). 
Kurva pertumbuhan ikan selar kuning disajikan pada Gambar 4 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (cm)
 Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan selar kuning tidak sama selama rentang hidupnya. Pada saat ikan berumur 58 bulan (± 4,8 tahun) secara teoritis panjang total ikan adalah 33 cm. Panjang maksimum ikan selar kuning yang tertangkap dari perairan Tikora dan didaratkan di Pelabuhan Ikan Dusimas yaitu 28 cm, panjang ikan ini lebih kecil dibandingkan dengan panjang asimtotik ikan selar kuning. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat jika dibandingkan ikan yang berumur tua (mendekati L∞), hal ini di dukung oleh pendapat Effendi (1997), yang menyatakan bahwa ikan-ikan yang berumur muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat sedang ikan-ikan dewasa akan semakin lambat untuk mencapai panjang asimtotnya. Hal ini disebabkan karena energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi dipergunakan untuk pertumbuhan melainkan dipergunakan untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak. 
Selanjutnya, Rahardjo (2011), menyatakan bahwa pada awalnya ikan tumbuh lambat, karena pada saat itu masih dalam fase perkembangan hidup awal ketika pertumbuhan lebih dipusatkan pada penyempurnaan organorgan tubuh, ketika organ tubuh telah sempurna berkembang, maka pertumbuhan dalam panjang menjadi pesat sampai tercapai kedewasaan. Selanjutnya jumlah energi yang masuk dialihkan dari pertumbuhan jaringan somatik kepada pertumbuhan jaringan gonad. Sebagai konsekuensinya laju pertumbuhan ikan dewasa lebih lambat.
Kurva di atas juga menyatakan bahwa pada populasi ikan selar kuning akan mendekati nilai L∞ pada saat mencapai umur 43 bulan dan akan mencapai  nilai L∞ pada saat mencapai umur 58 bulan. Walaupun dengan laju pertumbuhan yang kecil, namun ikan tetap akan mengalami pertumbuhan panjang bahkan dalam kondisi faktor lingkungan yang tidak mendukung.
Peningkatan ukuran panjang umumnya tetap berlangsung walaupun ikan mungkin dalam keadaan kekurangan makanan (Busacker et al., dalam Harmiyati, 2009).
 3.4 Hubungan Panjang Berat 
Analisis hubungan panjang berat ikan selar kuning dari perairan Trikora dan didartkan pada Pelabuhan Dusimas. Hubungan panjang berat ikan selar kuning disajikan pada Gambar 5.
 Gambar 5. Hubungan panjang berat ikan selar kuning
 Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan selar kuning adalah W= 0,0405*L2,832 dengan kisaran nilai b sebesar 2,832. Dari nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (a=0,0405) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan selar kuning memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif, artinya pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan berat (Effendie, 1997). Pola pertumbuhan ikan selar kuning di perairan Trikora sama dengan pola pertumbuhan ikan selar  di teluk Jakarta (Damayantii, 2010) dengan nilai b sebesar 2,19. Menurut Bagenal (1978) dalam Harmiyati faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) dalam Harmiyati (2009) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.
Menurut Effendie (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad.
 3.5   Faktor Kondisi 
Faktor kondisi merupakan keadaan atau komontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang Nilai faktor kondisi ikan selar kuning pada setiap bulan tidak terjadi variasi temporal secara ekstrim. Nilai tertinggi 2,441 dan terendah 2,312 masing - masing pada bulan Juni dengan pengambilan sampel yang berbeda. Faktor kondisi tinggi pada ikan betina dan jantan menunjukkan ikan dalam perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapat asupan makanan.  Faktor kondisi sesuai untuk membandingkan ikan yang berbeda dalam spesies yang sama. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan (King 1995). Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad (Effendie, 2002).
 3.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
 Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan selar kuning dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang yang digunakan
Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan selar  kuning digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan, dimana suhu perairan Trikora adalah 28oC (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2011). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning dapat dilihat pada Tabel 5.
 Tabel 5.  Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning
No.      Laju     Nilai  (per tahun) 
1.         Mortalitas total (Z)      0,784 
2.         Mortalitas alami (M)  0,308 
3.         Mortalitas penangkapan
(F)       0,48 
4.         Eksplotasi (E)              0,61 

Laju mortalitas total (Z) ikan selar kuning 0,784 per tahun dengan laju mortalitas alami (M)  sebesar 0,308 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,48 per tahun serta laju eksploitasi 0,61 per tahun. Beverton & Holt (1957), menduga bahwa predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Menurut Pauly (1980) dalam Sparre dan Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga peningkatan laju mortalitas ikan selar kuning saat ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah pemangsa ikan selar kuning. Selain itu, kisaran suhu perairan juga mendukung untuk pertumbuhan ikan selar kuning.
Laju mortalitas penangkapan (F) ikan selar adalah 0,48 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 0,308. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan selar lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre dan Venema 1999). Oleh karena itu dapat diduga pula bahwa penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh menurunnya jumlah ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dulu karena tingginya aktifitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre dan Venema 1999) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami (Syakila, 2009). 
Laju Ekploitasi (E) ikan selar kuning adalah 0,61 per tahun. Jika dibandingkan dengan laju ekploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland (1971) dalam Dani (2008) 0,5; maka laju eksploitasi ikan selar  (0,61) sudah di atas nilai optimum tersebut. Nilai tersebut mengindikasikan adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan selar kuning. Hal ini juga terlihat dari panjang maksimum ikan selar kuning yang tertangkap yaitu 28 cm ukuran ini lebih kecil dibandingkan dengan panjang asimtotik ikan selar pada penelitian Febrianti (2013), yaitu 31 cm dari laut Natuna. 
Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono, 2007). Tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek.
 3.7 Rencana pengelolaan sumberdaya ikan selar
 Beberapa tindakan dan upaya tersebut antara lain: Pengaturan ukuran mata jaring  menjadi ukuran yang lebih besar, pembatasan upaya penangkapan, perlunya menerapkan sistem monitoring dan pendataan secara sistematis terhadap produksi ikan baik yang bernilai jual, konsumsi, dan yang terbuang. Berdasarkan kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak hasil tangkapan nelayan yang belum tercatat. Hal ini sangat penting untuk dilakukan guna untuk memperoleh data yang akurat sebagai bahan dasar dalam membuat perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan ikan selar kuning.
 IV.      KESIMPULAN
 Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 
Pola pertumbuhan seluruh ikan yang dijadikan contoh menunjukkan pola pertumbuhan  yang bersifat alometrik negatif. Variasi temporal faktor kondisi ikan selar kuning bulanan selama penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan Laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) sehingga diketahui bahwa kematian ikan selar kuning sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi (E)  sudah melebihi nilai optimum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan selar kuning di perairan Trikora yang didaratkan pada Pelabuhan Pendaratan Ikan Dusimas telah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing) yaitu growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre dan Venema 1999) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami. 
 V.       SARAN
  Dalam penyusunan rencana pengelolaan ikan selar kuning yang sesuai diperlukan informasi menyeluruh mengenai sumberdaya ikan selar kuning. Penelitian ini merupakan penelitian dasr sebagai langkah awal untuk mengkaji stok ikan di perairan Trikora, oleh karena itu dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian mengenai beberapa aspek biologi sumberdaya ikan selar kuning yang masih belum dikaji lebih lanjut seperti aspek reproduksi secara menyeluruh, aspek makanan, kebiasaan makan, aspek mortalitas, serta kaitannya dengan lingkungan atau habitat ikan selar kuning. Aspek biologi reproduksi dan makanan akan menjadi masukan dalam menetapkan pembatasan musim dan wilayah penangkapan. Ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh.
 VII. DAFTAR PUSTAKA
 Bevertondan Holt 1957.On the Dynamics of Exploited Fish Populations.Fish. Invest. Ser II. Vol. 19. 533p
Damayanti, W. 2010.Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang [skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 70 hal
 Dinas Kelautan dan Perikanan. 2011. Profil Kapal Perikanan Provinsi Kepulauan Riau 2011. PEMPROV Kepulauan Riau.
 Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
 Febrianti, Asih. 1991. Kajian Kondisi Ikan Selar (Selaroides Leptolepis) Berdasarkan Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi di Laut Natuna yang  Didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Tanjungpinang. [skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
102 ha. 
 Harmiyati D. 2009.Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan selar kuning
(Caranxleptolepis) yang didaratkan di PPI PulauPramuka, Kepulauan Seribu
[skripsi].Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm.
King M. 1995. Fisheries biology; assessment and management. Fishing News Books in UK. 341 p.
Pauly, D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters:A Manual for Use

1 comment:

  1. JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI

    HUBUNGI KONTAK Kami
    BBM : D8E23B5C
    WHAT APPS : +85581569708
    LINE : togelpelangi
    WE CHAT : togelpelangi
    LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET

    Ayo coba keberuntungan anda
    jutaan rupiah menunggu anda

    ReplyDelete