Penelitian
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang fisiologi dan histologi mata
ikan Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang
meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman
penglihatan, jarak pandang maksimum, dan kemampuan penglihatan dalam membedakan
warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat suatu lembar jaring
(webbing) dengan warna berbeda. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk
mengetahui pola tingkah laku ikan berdasarkan fisiologi dan histologi
penglihatan dalam kaitan untuk pengembangan alat tangkap agar efektif, efisien,
dan ramah lingkungan.
Metoda
penelitian adalah metoda observasi histologi dan eksperimen laboratoris. Data
primer meliputi data histologi organ penglihatan ikan sampel segar dan
responsss ikan terhadap berbagai warna jaring pada skala laboratorium. Analisis
data meliputi sumbu penglihatan (visual axis), ketajaman mata (visual acuity),
jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance), dan uji pembeda One
way-ANOVA.
Beronang
dan Kakap merah memiliki sel fotoreseptor sel kon tunggal (single cone) dan sel
kon ganda (double cone) dengan susunan mosaik. Kakap merah mempunyai ketajaman
penglihatan dan jarak pandang maksimum lebih besar dibanding Beronang. Arah
pandang ikan menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun untuk Beronang,
ke arah depan naik untuk Kakap. Ikan perlakuan memberi responsss yang sama
terhadap warna jaring, yakni tidak dapat meresponsss atau dapat menerobos
jaring mulai dari warna transparan, putih, hijau, biru dan merah. Pemilihan
warna bahan jaring, khususnya alat tangkap menetap pasif (set gill net, set
trammel net, dan set net) hendaklah menggunakan warna transparan dan putih
untuk perairan jernih, sedangkan untuk warna hijau, biru, dan merah dalam
peruntukannya harus disesuaikan dengan latar belakang (back ground) warna
perairan.
Kata-kata
kunci: Fisiologi Organ Penglihatan, Sel Cone, Sel Rod, Warna Jaring PENGANTAR
Mata
ikan telah melalui seleksi alamiah dan evolusi. Proses evolusi tersebut telah
memaksimalkan kemampuan fotoreseptor pada sistem penglihatan ikan, dimana mata
ikan dapat menyerap puncak panjang gelombang yang berbeda – beda. Kondisi ini
didukung oleh banyaknya pigmen penglihatan pada retina dan kemampuan menyerap
energi matahari.
Menurut
Gunarso dan Bahar (1991) tingkah laku ikan serta berbagai faktorfaktor yang
berkaitan dengannya dapat diketahui dan dipahami, maka akan membuka jalan untuk
mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu
alat tangkap ikan, bahkan dapat memacu untuk memodifikasi suatu jenis alat
penangkap baru yang lebih sesuai.
Penelitian
fisiologi dan histologi organ penglihatan terutama dari jumlah dan susunan sel
reseptor kon (cone), rod, dan diameter lensa ikan merupakan fenomena yang
menarik untuk dikaji agar dapat mengetahui pola tingkah lakunya, khususnya
dalam hal ketajaman penglihatan dan pembedaan warna.
Hasil
penelitian ini ditekankan pada analisis terhadap organ mata kelompok ikan yang
dalam cara menangkapnya banyak menggunakan jaring yang bersifat pasif (gill
net, set net, dan trammel net). Ikan tersebut terdiri dari Beronang (Siganus
canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang ditangkap diperairan laut
Jepara dan sekitarnya. Tujuan penelitian adalah diperolehnya suatu pengetahuan
tentang fisiologi dan histologi mata ikan Beronang (Siganus canaliculatus), dan
Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon
(cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan
kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku
ikan saat melihat suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda. Hasil penelitian
yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pola tingkah laku ikan
berdasarkan fisiologi dan histologi penglihatan dalam kaitan untuk pengembangan
alat tangkap agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
BAHAN
DAN METODE
Penelitian
dilaksanakan selama 4 bulan (Juni – Oktober 2007). Data histologi organ
penglihatan ikan dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan, FPIKIPB dan data
respons ikan terhadap berbagai warna jaring pada skala laboratorium dilakukan
di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (LPWP) FPIK-UNDIP di Jepara. Metoda
penelitian yang digunakanan adalah metoda observasi histologi dan eksperimen
laboratoris.
1. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah ikan beronang
(Siganus canaliculatus), dan kakap merah (Lutjanus sebae) yang diperoleh dari
perairan sekitar Jepara, masingmasing sebanyak 10 ekor dengan panjang total
(total length) kurang lebih 15 cm. Alat
dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
No
Alat dan bahan Kegunaan
1 Termometer Mengukur suhu air
2 pH paper Untuk mengukur kadar pH air laut
3 Hand refraktometer Mengukur salinitas air laut
4 Konikel pemeliharaan Ø
Memelihara
ikan percobaan
130
cm
5 Konikel percobaan Ø 145
Tempat
melakukan percobaan cm
6 Stopwatch Mengukur waktu perlakuan
7 Kamera digital Mengambil gambar pada saat perlakuan
8 Serok Mengambil
ikan
9 Blower Untuk supply oksigen
10 Alat tulis Mencatat data
11 Measuring board Mengukur panjang tubuh ikan
12 Peralatan histologi Melakukan histologi retina mata ikan uji
13 Jaring (webbing) monofilament warna
Sebagai
obyek benda yang dilihat ikan merah, biru, hijau, putih
(Ø
0,35 mm)
14 Jaring (webbing) monofilament transparan
Sebagai obyek benda yang dilihat ikan (Ø 0,30 mm)
Objek
yang akan dilihat oleh ikan uji adalah diameter simpul dan benang jaring.
Ukuran diameter simpul dan benang jaring untuk benang warna merah, biru, hijau,
dan putih dengan ukuran diameter benang 0,35 mm dan untuk ukuran simpulnya 1,6
mm. Diameter benang jaring transparan 0,3 mm dengan ukuran diameter simpulnya
0,6 mm.
Bak percobaan konikel terdapat lubang
pengeluaran air dibagian dasar yang dimodifikasi menjadi sumbu untuk patokan
frame jaring saat melakukan gerakan pelingkaran jaring. Pada bagian atas kanan
frame jaring dibuat pegangan sebagai sumbu yang berfungsi untuk memutar frame
jaring saat percobaan dilakukan. Frame jaring bersifat tidak permanen, sehingga
saat perlakuan perbedaan warna jaring frame tersebut dapat dibongkar-pasang
sesuai dengan perlakuan. Jaring diletakan menghadang gerak ikan di bagian
tengah konikel. Ini ditujukan untuk membandingkan ikan lebih cenderung
menerobos melewati jaring warna yang kurang bisa terlihat oleh ikan tersebut.
Desain bak konikel penelitian dapat di lihat pada Gambar 1.
Keterangan
:
1. Frame jaring
2. Sumbu putar
3. Jaring yang digunakan sebagai perlakuan
4. Ikan uji
Gambar
1. Desain bak konikel penelitian
2. Prosedur penelitian
Penelitian
dilakukan 2 tahap. Tahap pertama adalah histologi retina mata ikan beronang dan
kakap untuk mendapatkan susunan sel fotoreseptor cone dan rod retina mata sebagai acuan untuk
menentukan ketajaman mata (visual acuity), sumbu penglihatan (visual axis) dan
jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance). Tahap kedua melakukan
suatu pembuktian antara data perhitungan organ penglihatan dengan tingkah laku
ikan saat melihat jaring dengan warna berbeda didalam bak air di dalam uji
laboratoris. Hal ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis tingkah laku
ikan saat melihat jaring dari warna yang berbeda, sehingga dapat sebagai
prediksi pola tingkah laku ikan saat melihat warna jaring pada habitat aslinya.
Pada
penelitian tahap kedua, merupakan perlakuan pembuktian antara perhitungan rumus
yang diperoleh melalui histologi pada penelitian tahap pertama dengan tingkah
laku penglihatan ikan di dalam bak percobaan. Sebanyak 2 jenis ikan sampel
diambil dari bak penampungan (aklimatisasi) dengan jumlah masingmasing 5 ekor
ditempatkan pada bak konikel fiberglass secara bergantian berdasarkan acak
perlakuan untuk dihitung jumlah kelolosan ikan dan tingkah laku ikan saat
gerakan mendekati jaring dengan warna berbeda. Benda/material yang dijadikan
objek penglihatan pada penelitian ini adalah jaring dengan warna yang berbeda,
yaitu hijau, biru, merah, putih, dan transparan. Ukuran benda yang dapat
dilihat ikan adalah diameter simpul dan diameter benang jaring. Untuk jaring
dengan warna hijau, putih, merah, dan putih mempunyai ukuran diameter simpul
1,6 mm dan ukuran diameter benang 0,35 mm. Sedangkan untuk jaring transparan
diameter simpul jaring 0,6 mm dan ukuran diameter benang 0,3 mm. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan visual di laboratorium. Ikan –
ikan percobaaan dimasukkan ke dalam bak konikel yang telah diatur secara acak.
Rancangan
percobaan yang digunakan penelitian tahap kedua adalah rancangan acak lengkap
(RAL) 2 faktor, faktor pertama adalah ikan uji dan faktor kedua adalah
perbedaan warna lembar jaring jenis bahan benang monofilament biru, merah,
hijau, putih dan transparan. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan 3
(tiga) kali.
3. Pengumpulan data
Pengumpulan
data meliputi jumlah dan susunan fotoreseptor retina mata ikan uji dan data
numerik jumlah ikan uji yang menerobos mata jaring dengan lima warna yang
berbeda. Data numerik ini digunakan untuk mengetahui warna jaring mana yang
tidak dapat dilihat ikan yang dapat diketahui dari jumlah ikan – ikan yang
menerobos jaring menunjukkan ikan tersebut tidak dapat melihat adanya jaring
yang dipasang.
4. Analisis
data
Analisis
data meliputi kebiasaan penglihatan (visual axis), ketajaman mata (visual
acuity) dan jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance).
Analisis
data ketajaman penglihatan (visual acuity) dihitung berdasarkan nilai kepadatan
sel kon setiap 0,01 mm2 luasan pada masing-masing bagian dari retina dengan
menggunakan rumus sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) yang
diberikan oleh Tamura (1957) :
1
α rad
= x⎡2x0,1x(1+ 0,25) ⎤⎥
⎦
dimana,
αrad : sudut pembeda terkecil (radian)
F :
jarak fokus (berdasarkan formula Matthiensson’s (F = 2,55r) 0,25: nilai penyusutan spesimen mata akibat proses
histologi n :
jumlah sel kon terpadat per luasan
0,01 mm2 yang merupakan hasil
pengamatan di bawah mikroskop.
Ketajaman
penglihatan (visual acuity = VA) merupakan kebalikan dari nilai sudut pembeda
terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara et al.,
1998):
α
min = α (rad) x x 60
1
VA
= αmin
Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai
kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui yaitu dengan cara
menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon
tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura, 1957).
Perhitungan
jarak pandang maksimum ( D )dengan menggunakan rumus phytagoras adalah sebagai
berikut :
D
= d(0,5)
tan(0.5)α
Dimana:
d = diameter obyek (mm)
α
= sudut pembeda terkecil (menit)
Adapun konsep perhitungan jarak pandang
maksimum (Maximum Sighting Distance) dapat di lihat pada Gambar 2 berikut.
L
: Lensa mata ikan
A : Sel
cone dan rod R
: Retina mata ikan
F :
Jarak antara titik pusat lensa mata terhadap retina (focal length) d
: Tinggi/diameter suatu obyek
benda
αUntuk
mengetahui kemampuan penglihatan pada masing-masing :
Sudut pembeda terkecil (minimum separable angle), dalam satuan derajat
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
analisis histologi dari retina mata masing-masing jenis ikan perlakuan
menunjukkan bahwa susunan sel reseptor terdiri atas sel kon tunggal (single
cone) dan sel kon ganda (double cone), sedangkan sel rod tidak ditemukan pada
susunan tersebut. Sel kon membentuk susunan mozaik dengan posisi satu sel kon
tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda. Sel fotoreseptor membentuk mozaik
dengan susunan satu sel kon tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda.
Dengan
adanya sel kon (kerucut) ganda ini, maka ikan mempunyai kemampuan dapat
membedakan warna.
Variabel
Jenis Ikan
Beronang Kakap
Diameter
lensa (mm) 4 5.5
Kepadatan
sel cone per 0,01 mm2 99 80
Sudut
pembeda terkecil (min) 0.0049 0.0039
Ketajaman
penglihatan 0.06 0.07
Jarak
pandang maksimum (m) 2.04 2.52
Ketajaman
penglihatan ikan tergantung dari dua faktor yaitu diameter lensa dan kapadatan
sel kon pada retina. Diameter lensa mata ikan berbanding lurus dengan ukuran
panjang tubuh ikan yang artinya semakin panjang tubuh ikan maka diameter lensa
mata ikan akan bertambah pula. Hal ini terjadi karena diameter lensa mata ikan
yang ikut bertambah mengakibatkan gambar suatu objek yang melalui lensa mata
menuju retina akan semakin cepat, karena nilai sudut pembeda terkecil semakin
kecil (Giovani, 2003). Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon
adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran panjang tubuh ikan maka
kepadatan sel konnya akan semakin menurun (Purbayanto 1999).
Jarak
pandang maksimum yang dimiliki ikan akan semakin meningkat dengan semakin
besarnya ukuran diameter objek benda yang dilihat dan semakin meningkatnya
ukuran panjang tubuh ikan. Artinya bahwa dengan ukuran panjang tubuh yang
semakin besar maka kemampuan ikan untuk dapat mendeteksi adanya benda
dihadapannya akan semakin jauh.
Sumbu penglihatan dapat ditentukan setelah
nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata ikan diketahui, yaitu
dengan cara menarik garis lurus melalui lensa mata. Lensa mata ikan mengikuti
aturan dasar fisik pembengkokan cahaya sampai benda yang diketahuinya memberi
strategi untuk selanjutnya dianalisis. Bentuk lensa mata ikan bulat dan
pergerakkannya mirip dengan prinsip kerja dari lensa kamera (Razak et al,
2005).
Berdasarkan
hasil perhitungan kepadatan sel kon dan konfigurasi kontur pada peta kontur diketahui bahwa kontur
kepadatan sel kon terletak pada daerah
dorso-temporal untuk ikan beronang dan ikan kakap ventro-temporal sehingga arah
pandang ikan menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun untuk beronang,
ke arah depan naik untuk kakap. Menurut Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang
memperoleh makanannya dengan terlebih dahulu memburu mangsanya, maka pada
umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian dorso-temporal
atapun ventro-temporal retina matanya.
Kepadatan sel kon pada bagian ventro-temporal retina mata ikan ikan
kakap sama halnya dengan kepadatan sel kon ikan gulamah (Argyrosomus
emoyensisi) (Agustini, 2005) yang juga merupakan jenis ikan pemangsa
(predator).
Jarak
pandang maksimum yang dimiliki ikan akan semakin meningkat dengan semakin
besarnya ukuran diameter objek benda yang dilihat dan semakin meningkatnya
ukuran panjang tubuh ikan. Artinya bahwa dengan ukuran panjang tubuh yang
semakin besar maka kemampuan ikan untuk dapat mendeteksi adanya benda dihadapannya
akan semakin jauh.
Warna
yang dapat dilihat oleh ikan (karang) secara umum adalah warna biru dan
cenderung sensitif terhadap warna hijau (Razak et al, 2005), karena suatu objek
dapat terlihat berwarna karena sifat selektifnya terhadap penyerapan panjang
gelombang tertentu dan merefleksikannya pada kisaran optic tectum cahaya tampak
(400-750). Kemampuan suatu benda dapat menyerap panjang gelombang tertentu
sebagai warna disebabkan adanya kromofor (Fujaya, 2002). Jumlah ikan yang dapat
menerobos jaring disajikan pada Gambar 3 berikut.
KH (kakap-hijau), KB (kakap-biru), KP
(kakap-putih), KT (kakap-transparan)
Ikan beronang dan kakap tidak mampu melihat
jaring warna transparan dengan baik karena ikan-ikan tersebut banyak yang lolos
melalui jaring tersebut. Demikian pula untuk jaring warna putih. Ikan beronang
dan kakap kurang mampu mengenali jaring yang berwarna hijau karena tidak adanya
kekontrasan warna jaring dengan warna dasar dan tepian konikel sehingga
menyamarkan warna hijau dari jaring tersebut. Pada jaring warna biru dan merah
merupakan warna jaring yang dapat dikenali kedua ikan penelitian karena
kekontrasannya dengan warna perairan. Kekontrasan jaring ini juga dikemukakan
oleh Ayodhyoa (1981), bahwa warna jaring di dalam air akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang salah satunya adalah transparansi dan sinar matahari.
Menurut
Gunarso (1985), warna jaring dalam air dipengaruhi oleh kedalaman,
transparansi, sinar matahari, dan lain - lain, selain itu warna jaring
mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan – ikan yang berbeda – beda.
Perbedaan latar belakang dimensi penglihatan yang cukup baik untuk dapat
dideteksi ikan, antara lain warna dan corak memungkinkan ikan dapat mendeteksi
adanya perbedaan warna suatu obyek benda (Fujaya 2002). Menurut Baskoro et al.,
(2005), warna yang mampu dilihat ikan karang umumnya adalah warna biru.
Berdasarkan
analisis statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang sangat nyata
diantara masing-masing perlakuan. Hasil uji ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon pada
penggunaan warna jaring berbeda terhadap penglihatan ikan beronang dan
kakap.
KESIMPULAN DAN SARAN
Ikan
beronang (Siganus canaliculatus) dan ikan kakap (Lutjanus sebae) hanya memiliki
sel fotoreseptor berupa sel kon tunggal (single cone) dan sel kon ganda (double
cone) dengan susunan satu sel tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda
serta tidak ditemukannya sel rod. Ketajaman penglihatan ikan kakap lebih besar
dibandingkan beronang, dengan arah pandang menunjukkan perubahan diopter ke
arah depan turun pada ikan beronang dan arah depan naik untuk ikan kakap.
Ikan beronang dan kakap memberi respons yang
sama terhadap warna jaring, yakni tidak dapat merespons atau dapat menerobos
jaring mulai dari warna transparan, putih, hijau, biru kemudian merah. Untuk
pemilihan warna jaring pada alat tangkap bersifat pasif disarankan menggunakan
warna transparan dan putih untuk perairan jernih, sedangkan untuk warna hijau,
biru, dan merah disesuaikan dengan latar belakang (back ground) perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa.
1981. Fishing Methods. Institut Pertanian Bogor. Dewi Sri, Bogor, 97 hlm.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Dasar
Pengembangan Teknologi Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin.
Giovani. 2003. Ketajaman Mata Ikan Kakap Merah
terhadap Alat Tangkap Pancing. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor
(Skripsi). Bogor.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam
Hubungannya dengan Metoda dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gunarso, W. dan D. Bahar. 1991. Diktat Kuliah
Tingkah Laku Ikan. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Purbayanto, A. dan M.S. Baskoro, 1999.
Tinjauan Singkat tentang Pengembangan
Teknologi
Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of
Environmental Friendly Fishing Technology. Proceeding Agri-BioChE Symposium.
Tokyo.
Razak, A; K. Anwar dan MS. Baskoro. 2005.
Fisiologi Mata Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Shiobara, Y., S. Akiyama, and T. Arimoto.
1998. Developmental Changes in the Visual Acuity of Red Sea Bream (Pagrus
major). Journal Fisheries Science,(64)6:944-947. Department of Marine Science
and Technology, Tokyo University of Fisheries, Tokyo, Japan.
Tamura, T. 1957. A Study of Visual Perception
in Fish, Especially on Resolving Power and Accommodation. Bulletin of The
Japanese Society of Scientific Fisheries. (22)9:536-557. Fisheries Institute,
Faculty of Agriculture, Japan.
0 comments:
Post a Comment