Sunday, February 23, 2014

PEMIJAHAN IKAN GURAMI ( Osphronemus gouramy Lac ) DALAM USAHA PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN

February 23, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


I. PENDAHULUAN
Bahwa induk yang memijah untuk jantan berumur antara 30 – 35 bulan bobot rata-rata 2,6kg sedang betina berumur 25-29 bulan dengan bobot 1,73kg perbandingan jantan betina 1:3 ekor (sebanyak 16 ekor induk). Pakan yang digunakan untuk pematangan gonad induk adalah pellet dengan kandungan protein 38% dan pakan tambahan berupa daun talas (sente) yang mengandung protein 18,62 %. Pada tahap panen telur frekuensi telur terbuahi adalah 90,56%, telur yang menetas rata-rata 91,83%, kelangsungan hidup benih masa pemeliharaan 30 hari di akuarium mencapai rata-rata 95,3%.
1.1. Latar Belakang
Perikanan merupakan suatu kegiatan atau usaha yang berperan dalam peningkatan pendapatan petani ikan, peningkatan sumber protein hewani, devisa negara serta penyediaan lapangan pekerjaan. Dewasa ini usaha budidaya ikan di Indonesia lebih digalakkan dengan tujuan untuk mengurangi usaha penangkapan (Susanto, 2006).
Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac) merupakan ikan asli perairan Idonesia yang telah tersebar dikawasan Asia Tenggara. Sebagai ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sedangkan keuggulannya dibandingkan ikan konsumsi lain adalah mudah pemeliharaannya dan memiiki daya adaptasi dengan lingkungan lebih cepat meskipun kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. Hal ini dikarenakan ikan ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa labirin untuk mengambil langsung oksigen dari udara.
Pada pembudidayaan ikan gurami, usaha pembenihan memegang peranan penting dalam penyediaan benih yang akan dibesarkan sampai ukuran konsumsi. Selama ini, salah satu kendala terbesar dalam usaha pembenihan gurami di kolam adalah tingginya tingkat mortalitas, terutama dari larva hasil tetasan sampai benih ukuran 1 cm. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan penerapan teknik memelihara benih kecil (larva) yang masih sangat rentan dengan menggunakan akuarium, bak semen atau paso seperti halnya pada ikan hias. Dengan teknik ini maka semua tahap pembenihan mulai dari penetasan telur sampai pendederan benih dapat dikontrol secara efektif. Penggunan air dengan kualitas yang baik menjadi penunjang keberhasilan pembenihan gurami. Untuk menyediakan sarana pembenihan dengan menggunakan akuarium memang membutuhkan investasi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kolam, namun hasil yang diperoleh juga menguntungkan karena dapat menekan mortalitas benih sampai dibawah 10% dibandingkan dengan tingkat mortalitas di kolam yang mencapai 25% (Sendjaya & Rizki, 2002). Selain itu teknik pembenihan yang baik dan benar, juga mendukung keberhasilan usaha pembenihan ikan gurami.
1.2. Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi teknologi (infotek) penerapan pemijahan ikan gurami secara alami dikolam dan Mengetahui kisaran kualiatas air yang sesuai untuk pembenihan ikan gurami dalam usaha peningkatan produksi.
1.2.2. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah didapatkan sintasan benih yang dipelihara mencapai 95% pada pemeliharaan 30 hari dengan ukuran 1 - 1,5cm untuk mendukung ketersediaan benih bagi masyarakat pembudidaya untuk program pembesaran (konsumsi).
II. BAHAN DAN TATA CARA
2.1. Bahan dan Alat
1. Bahan-bahan yang digunakan : Induk gurami dengan jantan 4 ekor, betina 12 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 3, Pakan komersial berupa pellet protein 38%, daun talas (sente) untuk induk gurami, artemia, garam pertanian (NaCl) untuk kultur pakan alami berupa artemia.
2. Alat – alat yang digunakan : Keranjang sampah, sosog, ijuk, baskom, ember, serok, saringan teh, Alat pengukur kualitas air, tempat pemeliharaan adalah kolam pemijahan dan akuarium.
2.2. Tata Cara
2.2.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan pemijahan ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac) dalam usaha peningkatan produksi dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2006 di Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin.
2.2.2 Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan kegiatan ini meliputi :
1. Persiapan Kolam Pemijahan
2. Seleksi Induk Gurami
3. Pakan Induk
4. Pemijahan Induk Gurami
5. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
1. Persiapan Kolam Pemijahan
1. Kolam dikeringkan selama 3 hari (tergantung sinar matahari). Tujuan dilakukan pengeringan kolam adalah untuk membunuh hama penyakit dan organisme-organisme liar yang dapat mengganggu kelangsungan hidup induk maupun telur ikan gurami. Setelah itu kolam diisi air setinggi 70 – 100 cm.
2. Kerangka sarang dibuat dari keranjang sampah dengan diameter 20 - 25 cm dengan panjang + 40 cm. Sosog ini kemudian dipasang di pinggiran pematang kolam dengan kemiringan 45 o dan dengan kedalam 10 -15 cm dari permukaan air. Dalam satu kolam dipasang sebanyak 15 buah, dengan posisi mulut keranjang membelakangi tembok pematang dan sejajar dengan permukaan air. Bahan pembentuk sarang berupa ijuk, diletakkan diatas para-para bambu, yang dibuat tidak jauh dari sarang untuk memudahkan induk gurami mengambil dan membentuk sarangnya.
2. Seleksi Induk Gurami
Induk yang akan dipijahkan untuk jantan berumur 30 - 35 bulan dengan berat rata-rata 2,6 kg, dan induk betina berumur 25 - 29 bulan dengan berat rata-rata 1,73 kg.
3. Pakan Induk
Pakan yang diberikan pada induk gurami berupa pelet terapung dengan kadar protein 38%. Pelet diberikan + 1 % dari bobot ikan per hari. Sebagai pakan tambahan diberikan daun sente (keladi) yang memiliki kandungan protein 18,62 % untuk pematangan gonad induk.
4. Pemijahan Induk Gurami
Induk yang telah matang gonad dimasukkan dalam kolam pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 3. Pada kegiatan pemijahan ini digunakan sistem pemijahan masal. Jumlah induk yang ditebar adalah 16 ekor induk, dengan 4 ekor induk jantan dan 12 ekor induk betina kedalam kolam dengan luas 576 m2.
5. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
Pemanenan telur dari sarang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-08.30 WIB dengan tujuan untuk mengurangi kematian akibat suhu udara yang panas. Sarang yang berisi telur di tandai dengan adanya munculnya minyak dari dalam sarang kepermukaan air. Sarang diangkat secara perlahan kemudian dimasukkan secara terbalik kedalam baskom yang telah diisi air, hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat penguraian sarang dan memudahkan pelepasan telur dari ijuk bahan sarang. Telur yang mengapung kemudian dimasukkan ke dalam ember dengan cara disendok dengan menggunakan saringan teh.
Penetasan telur dilakukan dalam akuarium dengan ukuran 60 x 40 x 60cm, dengan padat penebaran 175 – 200 ekor/liter. Dengan kisaran suhu 27-29 oC, telur akan menetas selam 30-36 jam.
Larva umur 9 hari dipelihara di akuarium selama 25 hari dengan padat penebaran 1000 ekor/akuarium. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan larva dan memudahkan untuk pengkontrolan pemberian pakan. Pergantian air dilakukan setiap 4 hari sekali, air dikuras hingga 80-85 %, kemudian diganti dengan air baru. Pakan yang diberikan berupa naupli artemia secara adlibitum Frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali sehari.
2.2.3 Tingkat pembuahan telur
a. Tingkat Pembuahan Telur (FR)
Frekuensi pembuahan telur dihitung panen / sarang,
Td
FT = ------------------- x 100 %
Nt
Dimana : FT = Frekuensi Pembuahan (%)
Td = Jumlah Telur Yang Terbuahi (butir)
Nt = Jumlah Telur (butir)
b. Derajat Penetasan (HR)
Tingkat penetasan telur setelah terbuahi / sarang,
Nl
HR = ------------------ x 100 %
Nt
Dimana : HR = Tingkat Penetasan (%)
Nl = Jumlah larva yang dihasilkan
Nt = Jumlah Telur (butir)
c. Sintasan Larva (SR) Pemeliharaan 30 Hari
Kelangsungan hidup larva masa pemeliharaan 30 hari,
Nt
SR = ------------------ x 100 %
No
Dimana : SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah benih akhir pemeliharaan
No = Jumlah larva awal tebar
d. Kualitas Air
Kualitas air yang diamati dalam media penetasan hingga pemeliharaan larva meliputi DO, pH, Suhu, dan amonia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Tingkat Pembuahan Telur (FR)
Pada kegiatan ini terdapat 16 kali pemanenan sarang. Tetapi hanya dilakukan 8 kali penghitungan telur, karena jumlah telur yang di panen jumlahnya tidak berbeda jauh . Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat dihitung frekuensi telur yang terbuahi
Sarang Jumlah telur (butir) Telur yang tdk terbuahi (butir) Telur yang terbuahi (butir) Frekuensi Pembuahan (%)
1 4.376 209 4.167 95,2
2 3.198 523 2.675 83,6
3 4.604 169 4.435 96,3
4 5.021 219 4.802 95,6
5 4.912 320 4.592 93,5
6 5.007 196 4.811 96
7 3.420 420 3.000 87,7
8 4.179 979 3.200 76,6
Rata-rata 90,56
Data hasil kegiatan
3.2. Derajat Penetasan (HR)
Penetasan telur dilakukan dalam ruangan tertutup (indor). Penetasan telur dilakukan dalam akuarium dengan ukuran 60x40x60 cm, dengan padat penebaran 175 – 200 ekor/liter. Dengan kisaran suhu 27-29 oC, telur akan menetas selam 30-36 jam. Hasil pengamatan selama kegiatan, ternyata telur yang dihasilkan memiliki tingkat penetasan (Hathcing Rate) tinggi yakni berkisar antara 73% - 98%. Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat dihitung frekuensi telur yang menetas,dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Tingkat penetasan telur (HR)
Sarang ke Telur yang terbuahi (butir) Jumlah larva (ekor) Hatching rate (%)
1 4.167 3.942 94,6
2 2.675 2.354 88
3 4.435 4.314 97,3
4 4.802 4.579 95,4
5 4.592 4.321 94,
6 4.811 4.503 93,6
7 3.302 3.236 98
8 4.116 3.032 73,7
Rata-rata 91,8
Data hasil kegiatan
3.3. Sintasan Larva (SR) Pemeliharaan 30 Hari
Pemeliharaan benih dilakukan selama 30 hari, dengan ukuran benih mencapai 1 cm. Pemelihaan benih dilakukan dalam akuarium ukuran 60 x 40 x 60cm, padat penebaran 1000 ekor/akuarium. Selama pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup mencapai 95,74 %. Tingkat kelangsungan hidup dihitung dari larva yang menetas hingga akhir pemeliharaan atau umur 30 hari dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Derajat kelangsungan hidup benih.
Sarang ke Jumlah larva awal (ekor) Jumlah larva akhir (ekor) Survival rate (%)
1 3.942 3.776 95.5
2 2.354 2.261 96
3 4.314 4.009 95
4 4.579 4.413 96.4
5 4.321 4.007 92.7
6 4.503 4.365 96.9
7 3.236 3.132 96.8
8 3.032 2.829 93.4
Rata-rata 95,3
3.4. Kualitas Air
Dari hasil pengamatan parameter kualitas air tahap penetasan telur dan pemeliharaan larva diperoleh data meliputi suhu, Oksigen terlarut/ DO, pH, amonia dapat dilihat pada tabel 4 :
Tabel 4. Parameter kualitas air masa penetasan dan pemeliharaan larva
Parameter Kisaran Kualitas Air Media Penetasan / pemeliharaan Larva Kisaran yang layak
(Pustaka)
Suhu (oC)
Oksigen Terlarut (mg/L)
pH
Amonia (mg/L)

25,5 – 30,21
5,6 – 6,19
6 – 7
-
25 – 32 (Kordi,2004)
3 – 5 (Kordi,2004)
4 – 8 (Asmawi, 1984)
< 0,1 (Kordi, 2004)

Suhu air media penetasan hingga pemeliharaan larva antara 25-30 OC, DO antara 5 – 6 mg/L, sedangkan pH air pemeliharaan antara 6 -7, tergolong layak dan mendukung masa penetasan dan pemeliharaan benih.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan yang dilaksanakan dapat di simpulkan bahwa :
1) Induk gurami yang digunakan telah memenuhi syarat yakni umur induk jantan antara 30-35 bulan dengan bobot badan rata-rata 2,6 kg. Sedangkan induk betina berumur antara 25-29 bulan, dengan bobot rata-rata 1,73 kg per ekor.
2) Teknik pembenihan alami terkontrol dapat menekan mortalitas penetasan telur atau kematian telur hingga 50 % dibandingkan bila penetasan di lakukan dalam kolam yang tingkat mortalitasnya mencapai 60 %.
3) Tingkat pembuahan telur (fertilisasi) pada pemijahan telur ikan gurami mencapai 90,56 %, dengan tingkat penetasan telur (HR) rata-rata 91,8%, dan rata-rata tingkat kelangsungan hidup larva (SR) setelah dipelihara selama 30 hari mencapai 95,3%. Kondisi ini layak untuk dilakukan.
4) Suhu air media penetasan hingga pemeliharaan larva antara 25-30 OC. Sedangkan pH air pemeliharaan antara 6 -7, DO 5,6 – 6,19 mg/L.

0 comments:

Post a Comment