Saturday, November 30, 2013

SIKAP PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA

November 30, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Penyuluhan perikanan merupakan bagian penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan, yaitu berperan dalam memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat perikanan, sehingga meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang kelautan dan perikanan, baik teknis maupun non teknis untuk pengembangan usaha di bidang kelautan dan perikanan. Pembangunan kelautan dan perikanan akan berhasil apabila adanya partisipasi dan sinergi antara segenap stakeholder di bidang kelautan dan perikanan.
Fokus kegiatan penyuluhan adalah pada pengembangan sumber daya manusia, sedangkan fokus sasarannya adalah pada pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha serta sumber daya manusia lain yang mendukungnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi :
a) Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial guna memperkuat pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;
b) Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi.
c) Mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Keberhasilan proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif dari pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan (masyarakat sasaran), sehingga dalam pengembangan penyuluhan ke depan harus diarahkan pada model yang berpusat pada manusia, dimana peran penyuluh dalam proses penyuluhan adalah sebagai relasi yang berorientasi pada masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan masalah melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai peran seorang penyuluh “untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran dari kegiatan usahanya”, dengan pola pikir yang coba dibangun adalah pengembangan komoditas yang dimilikinya melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi, pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.
Sejalan dengan implementasi amanah UU No. 16/2006 tentang SP3K, maka guna memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar bagi kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa dan negara secara berkelanjutan diperlukan adanya SDM yang handal dan profesional. Penyuluh Perikanan memegang peranan penting dalam upaya pencapaian peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pelaku utama/ pelaku usaha sebagai mediator, motifator dan fasilitator. Dalam mewujudkan peran tersebut penyuluh harus memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pendampingan dalam menjalankan tugasnya.
Dalam perjalanan mengemban tugas tersebut para penyuluh perlu memiliki dan meningkatkan berbagai pengalaman dalam membawa pesan dan mendiseminasikan teknologi kepada para pelaku utama, dengan filosofi menjadikan “Yang Tidak Tahu menjadi Tahu, Yang Tidak Mau menjadi Mau, dan Yang Tidak Mampu menjadi Mampu”.
Dengan terbitnya PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, maka status dan posisi Penyuluh Perikanan sudah memiliki kejelasan karier dan keberadaannya, yang dapat berdampak pada kinerja seorang penyuluh. Penyuluh Perikanan bukan lagi menjadi bagian dari Penyuluh Pertanian, sehingga diharapkan tidak ada lagi penyuluh yang menjalankan fungsi generalisasi keilmuan (polivalen) daripada spesialisasi keilmuan. Untuk menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan memiliki perbedaan dengan bidang pertanian, antara lain: (1) Secara geografis, negara Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara bahari yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan; (2) Secara alamiah, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatannya sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim, sehingga usahanya menjadi sangat beresiko; (3) Secara sosial dan ekonomi, sifat, karakteristik, dan pola hidup para pelaku utama berbeda dengan pola hidup petani/pekebun; (4) Penanganan aspek perikanan tidak dapat dipisahkan dari aspek kelautan; (5) Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan merupakan kecabangan ilmu yang mandiri, termasuk penyuluhan perikanan; (6) Secara kelembagaan, selama 2 periode kabinet dan rencana UU kementerian/departemen ke depan, terdapat departemen yang khusus mengemban tugas dan fungsi menangani kelautan dan perikanan, termasuk penyuluhannya, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan; (7) Secara legislasi, didukung keberadaan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kondisi tersebut secara intern merupakan sebuah justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri. Peningkatan kapasitas para penyuluh perikanan harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis agar dapat menjadi konsultan dan mitra sejati para pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.
Profesional mempunyai makna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Sehingga seorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi AHLI PENYULUHAN dan SPESIALISASI DIBIDANG PERIKANAN. Hal ini mempunyai arti bahwa setiap Penyuluh Perikanan harus sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam bekerja dan dalam menghadapi persaingan.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, secara tegas mengemukakan bahwa pembangunan perikanan diarahkan untuk sembilan aspek berikut: 1)meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; 2)meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3)mendorong perluasan dan kesempatan kerja; 4)meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani; 5)mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6)meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing; 7)meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8)mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan 9)menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang. Dengan demikian orientasi penyuluhan perikanan seyogyanya dapat meramu ke-9 hal tersebut.
Kompetensi penyuluh menjadi sangat penting untuk selalu disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dan tantangan zaman. Hal ini tidak berarti penyuluh harus serba bisa (polivalen), tetapi penyuluh yang diharapkan adalah penyuluh yang dapat berperan sebagai fasilitator bagi transformasi yang diharapkan masyarakat dan pelaku utama. Pelaku utama sangat berharap figur penyuluh yang berani, jujur, terbuka dan kreatif. Berani dalam mengambil langkah yang tepat dan cepat, jujur akan kelebihan dan kekurangan diri, terbuka dalam arti dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, dan kreatif dalam arti mampu berinovasi dan mengembangkan berbagai modifikasi atas teknologi yang sudah ada. Sejalan dengan itu, penyuluh harus dapat mengembangkan suasana pembelajaran yang kondusif dan harus mampu memberi contoh (kewirausahaan), memberi semangat, dan memandirikan pelaku utama. Penyuluh juga harus mampu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai kalangan, baik swasta maupun pemerintah, baik untuk keperluan konsultasi maupun distribusi hasil perikanan, dan lain sebagainya.
Kompleksitas masalah di bidang kelautan dan perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas sektoral. Penyuluh yang kompeten dengan keahlian yang handal sebagai penggerak pembaharuan dan mitra sejajar bagi pelaku utama sangat diperlukan. Peran penyuluh hendaknya tidak semata untuk mengejar pertumbuhan (produksi), namun yang lebih diprioritaskan adalah aspek penyadaran pelaku utama, pengembangan kapasitas dan motivasi pelaku utama untuk mewujudkan tata kehidupan yang lebih bermartabat melalui penerapan usaha perikanan yang berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan meliputi dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan teknologi yang tepat secara berkelanjutan.

Friday, November 29, 2013

Thursday, November 28, 2013

EVALUASI PARTISIPATIF

November 28, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment


Di dalam sistem Penyuluhan Perikanan dikenal Sistem Penyuluhan Pertisipatif, belajar dari pengalaman Pelaku Utama dan Usaha Experience Learning Cicle (ELC). Untuk keberhasilan Penyuluhan Perikanan diperlukan evaluasi pelaksanaan, yang sering kali ditafsirkan kata evaluasi sebagai mencari-cari kesalahan, mendiskreditkan, dan memberi penilaian yang buruk.
Oleh karena itu banyak orang dalam sebuah organisasi alergi dengan kegiatan evaluasi. Padahal Evaluasi sebagai bagian dari manajemen yang sering kali dilupakan, dipakai hanya sebagai ”alat cuci piring setelah pesta usai”, dan dianaktirikan, bahkan dihindari. Mungkin disebabkan pengalaman buruk yang sukar dilupakan ketika praktik evaluasi dimaknai dan dilakukan sebagai upaya bukan untuk memperbaiki kinerja dan memberikan yang terbaik untuk organisasi dan kelompok penerima manfaat dari program kerja organisasi. Disamping itu kurangnya informasi peranan evaluasi, tidak tahu manfaat, dan tidak mengenal  cara melaksanakannya.
Mengapa orang enggan melakukan evaluasi, diantaranya:
1.      Tidak tahu peranan evaluasi, takut ada kesalahan yang diketemukan, takut akan kegagalan
2.      Pengelola kegiatan, program atau proyek tidak terbuka (transparan)
3.      Tidak punya skill dalam evaluasi
4.      Terlalu sibuk tidak ada waktu
5.      Biaya tidak dianggarkan atau anggaran terbatas, rancangan proyek lemah atau buruk

I.          APA ITU EVALUASI.
Sudah banyak rumusan evaluasi yang di kemukakan oleh para ahli dan praktisi manajemen dan evaluasi. Ada beberapa definisi evaluasi antara lain :
1.      Evaluasi adalah menilai dampak dari serangkaian kerja dan tingkat yang sudah dicapai dalam rentang waktu tertentu. (Toolkits. A Practical Guide to Assessment, Monitoring, Review dan Evaluation. Save the Children: 1999)
2.      Berupaya mengukur relevansi, efisiensi dan efektivitas program. Ia mengukur apakah atau seberapakah masukan atau layanan program telah memperbaiki kualitas kehidupan manusia. (Bahan Bacaan Pelatihan Monitoring dan Evaluasi, diselenggarakan oleh CSSP untuk NGO-NGO mitra CSSP-USAID di Jakarta, 2002)
3.      Kegiatan yang dibatasi waktu, yang bertujuan untuk menilai sesuatu hal dengan perbandingan pada serangkaian kriteria tertentu (hasil yang diharapkan).(Herizal, Nori, dan Fatima. Manual Pemantauan dan Evaluasi. CSSP: Agustus 2004)
Dari ketiga rumusan di atas dapat dilihat kata kunci evaluasi adalah menilai dan mengukur relevansi, efektivitas, efisiensi, dan dampak suatu program dengan kriteria tertentu. Evaluasi bukanlah menilai kinerja personal atau kapasitas organisasi. Meski keduanya mempengaruhi hasil hasil-hasil program. Untuk menilai kinerja personal (staf) dan organisasi perlukan cara dan alat lain, seperti asesmen.  Istilah evaluasi seringkali dikacaukan dengan istilah asesmen, kajiulang (review), dan monitoring dalam pelaksanaannya.
Apa Beda Evaluasi dengan Asesmen, Review, dan Monitoring? Walaupun ketiganya merupakan alat manajemen untuk menilai dan mengukur, tapi mereka berbeda satu sama lain. Mari kita bandingkan:
Asesmen (assessment) adalah sebuah proses mengidentifikasi dan memahami sebuah masalah dan perencanaan serangkaian tindakan-tindakan untuk dilakukan. Hasil akhirnya adalah memiliki rencana kegiatan yang jelas dan realistik yang dirancang untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Monitoring adalah penilaian (assessment) secara sistematis dan terus-menerus kemajuan kegiatan yang dilaksanakan. Monitoring sebagai alat manajemen dasar dan universal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program. Tujuannya adalah membantu semua orang yang terlibat dalam program membuat keputusan yang tepat pada saat yang tepat dan untuk memperbaiki kualitas pekerjaan. Informasi hasil monitoring digunakan sebagai bahan evaluasi. Hasil evaluasi merupakan bahan untuk perencanaan. Jadi Sukar melakukan evaluasi tanpa melakukan monitoring.

Kaji ulang (review) adalah menilai kemajuan rangkaian pekerjaan dalam rentang waktu tertentu. Tujuan utama (basic pupose) kaji ulang adalah melihat lebih dekat perjalanan suatu program dibandingkan melalui proses monitoring. Review dapat dilaksanakan untuk melihat aspek-aspek yang berbeda dari serangkaian kegiatan, dan dapat menggunakan seperangkat kriteria untuk mengukur kemajuan.

II. Mengapa Evaluasi Penting
Evaluasi adalah penilaian yang sistematis mengenai relevansi, progres, efisiensi, efektivitas, dan dampak dari suatu program penyuluhan perikanan. Evaluasi penting dilakukan dengan banyak alasan, seperti di bawah ini:
1.      Memantau kemajuan dari suatu program
2.      Memperlihatkan efektivitas program, termasuk efisiensi biaya
3.      Menyediakan umpan balik kepada siapa pun yang terlibat dalam program, memastikan komitmen dengan tindakan
4.      Memahami bagaimana sebuah inisiatif (program) berjalan, membangun kerjasama, menilai dampak
5.      Sebagai pedoman bagi pengelola sebuah program

III.   Apa Saja Pendekatan dalam Evaluasi

Pendekatan yang lazim dipakai dalam melakukan evaluasi, antara lain :
1.      Pendekatan konvensional
2.      Pendekatan partisipatif.


Evaluasi  Konvensional
Evaluasi  Partisipatoris
Siapa yang merencanakan dan mengelola proses
Ketua, penasehat
Pengurus kelompok bersama dibantu anggota yang dipilih
Perananstakeholder Utama (Kelompok sasaran)
Pelaku utama hanya memberi informasi, bahkan sering tidak diterlibatkan
Pelaku utama dan usaha mendesain, mengadaptasi metodologi, mengumpulkan dan menganalisis, menyebarluaskan temuan dan mengaitkannya dengan tindakan, partisipasi
Bagaimana sukses diukur
Ditentukan dari luar, terutama indikator kuantitatif
Indikator ditentukan secara internal, termasuk penilaian yang lebih kualitatif
Pendekatan
Ditentukan sebelumnya
Adaptif, partisipatif
Fokus
Akuntabilitas
Pembelajaran
Metode
Metode formal
Metode partipatif
Outsiders
Evaluator
Fasilitator

Bagaimana Memulai Evaluasi Partisipatif.
Rencana evaluasi menentukan, antara lain :
1.      Apa (data)
2.      Bagaimana (metode)
3.      Siapa (orang/tim)
4.      Seberapa sering (jadual)
 
 Apa saja elemen lingkup kerja evaluasi.
Lingkup kerja evaluasi, antara lain :
1.        Memutuskan pendekatan evaluasi partisipatif yang baik.
Evaluasi partisipatif secara khusus bermanfaat ketika ada pertanyaan-pertanyaan tentang kesukaran-kesukaran implementasi atau pengaruh atau akibat program pada mitra-mitra, atau ketika informasi diinginkan tentang pengetahuan pelaku utam dan usaha dari goal program atau pandangan mereka tentang progres diperlukan.  
2.        Aspek yang Dievaluasi: kegiatan, hasil, dan sasaran strategis.
Apa yang akan dievaluasi, mungkin satu kegiatan tunggal atau serangkai kegiatan yang saling berkait untuk mencapai hasil tertentu. Mungkin juga evaluasi dilakukan terhadap strategi lebih luas untuk mencapai sasaran strategis tertentu.
3.      Unsur-unsur yang dievaluasi biasanya meliputi :
Unsur-Unsur Evaluasi
Perencanaan
         Tujuan
         Sasaran
         Kegiatan
         Jadual
         Asumsi
Dukungan
         Struktur program atau proyek
         Sistem keuangan
         Ssitem adminsitrasi
         Sistem informasi
         Kepemimpinan
         Keterampilan staf
Implementasi
         Kegiatan
Pemantauan
         Pemantauan
Prestasi
         Keluaran (outputs) dan hasil
         Sasaran dan akibat
         Tujuan dan dampak
         Asumsi
Hubungan Eksternal
    Hubungan dengan donatur, jika ada
    Hubungan dengan sakeholder lain.


4.      Latar Belakang
Latar Belakang adalah penjelasan singkat tentang riwayat dan status kegiatan atau program saat ini, organisasi pelaksana kegiatan dan pihak yang terlibat, informasi,  tambahan lain yang membantu tim evaluasi memahami laar belakang dan konteks dari kegiatan yang akan dievaluasi
5.      Sumber informasi yang tersedia
Sebutkan sumber informasi yang tersedia, informasi yang relevan menggambarkan kinerja. Misalnya, sistem pemantauan kinerja atau laporan evaluasi sebelumnya. Jika ada keterangan mengenai jenis data yang tersedia, jadwal kerja, dan uraian tentang mutu dan keterandalan pekerjaan; tim evaluasi akan lebih muda bekerja dengan menggunakan data yang sudah tersedia.
6.        Tujuan Evaluasi 
Ada beberapa tujuan umum evaluasi antara lain :
1.      Seberapa besar hasil yang diperoleh sesuai atau tidak sesuai dengan harapan
2.      Melihat apakah kebutuhan dari berbagai kelompok khusus (jender, umur, kelompok etnis, status sosial, dll) sudah terpenuhi?
3.      Mendaftar dan mempelajari dampak-dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan.
4.      Melihat keberlanjutan kegiatan dan hasilnya
5.      Belajar dari pengalaman pelaku lainnya mungkin berguna