Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya hayati maupun non hayati. Selain perairan laut, luas daratan Indonesia juga menyimpan perairan tawar yang memiliki potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan penduduk Indonesia seperti ikan yang merupakan sumber penyediaan protein hewani (Kordi, 2004). Ikan merupakan jasad multiseluler, sel-sel penyusun jaringan-jaringan yang selanjutnya membentuk kelompok kerja yang kompleks dengan struktur spesifik yang disebut organ (Irianto, 2005).
Menurut Irianto (2005), Penyakit
meliputi penyakit infeksi dan bukan infeksi. Penyakit infeksi merupakan masalah
utama, meliputi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,
dan parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau
sebab-sebab lain.
Salah satu penyakit yang sering
ditemukan pada ikan adalah penyakit bakterial dan ektoparasit. Penyakit
bakterial yang sering menjadi kendala adalah yang disebabkan oleh Aeromonas
hydrophila. Bakteri tersebut umumnya hidup di air tawar, tanaman air,
dan tubuh ikan, sehingga berpeluang besar untuk menginfeksi pada saat
pertahanan tubuh menurun akibat stres sedangkan penyakit parasit eksternal yang
dikenal menyerang ikan adalah Dactylogyrus sp yang merupakan
cacing monogenea (Kordi, 2004).
Tujuan dari koasistensi diagnosa
laboratorik ini adalah untuk mengetahui penyebab penyakit pada ikan dengan
melakukan pemeriksaan patologi, parasitologi, mikrobiologi, dan patologi
klinik. Melalui pemeriksaan ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
peternak atau pemilik hewan sehingga kemudian dapat dilakukan tindakan
pencegahan terhadap penyakit-penyakit ikan.
Berdasarkan anamnesa diketahui
gejala klinis yang tampak adalah ikan berenang megap-megap dan berada di
permukaan, sisik lepas dan adanya lesi kemerahan pada lateral tubuh.. Pakan
yang diberikan berupa pelet dan lumut. Ikan mas dengan nomor protokol E.42
dipelihara dalam kolam berukuran 7 x 3 x 1 m3 dengan populasi ikan
250 ekor.
Ikan Mas (Cyprinus
carpio)
Ikan mas
termasuk dalam Filum: Chordata; Kelas: Actinopterygii;Ordo: Cypriniformes; Familia: Cyprinidae; Genus: Cyprinus; Species: Cyprinus carpio (Anonim, 2008b).
Di Indonesia,
ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni ikan Kancera, Tikeu, Tombro,
Raja, Rayo, Ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Ras-ras
ikan mas yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok
berdasarkan fungsinya. Kelompok pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan
kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias (Anonim, 2008d)
Perbedaan sifat
dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan
lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan
bentuk fisik, serta bentuk tubuh dan warnanya. Tanah yang baik untuk kolam
pemeliharaan ikan mas adalah jenis tanah liat/lempung dan tidak berporos. Jenis
tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga
dapat dibuat pematang/dinding kolam. Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi
pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk
pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Ikan mas dapat berkembang
pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem
pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik
ikan mas. Suhu air yang baik berkisar antara 20-25º C (Muda, 2007).
Aeromonas
hydrophila
Infeksi bakteri merupakan salah satu
masalah yang serius dalam pemeliharaan ikan, karena itu diagnosa yang dilakukan
terhadap penyakit bakterial harus dilakukan dengan setepat mungkin. Selama
bertahun-tahun banyak bakteri yang sudah dapat diidentifikasi sebagai penyebab
sakit pada ikan salah satunya Aeromonas (Dixon, 1990). Aeromonas
terdapat di air tawar, tanah dan pada ikan (Post, 1987). Merupakan
bakteri patogen oportunik yang dapat menjadi fatal jika lingkungan kurang
bagus, hospes lemah, atau patogen utama.
Bakteri Aeromonas termasuk ke
dalam family Pseudomonadaceae dan terdiri dari tiga spesies utama, yaitu
A. punctata, A.hydrophila dan A.liquiefacieus yang
bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama
yang mengandung bahan organik tinggi. Ada pula yang berpendapat bahwa bakteri Aeromonas
dapat hidup dalam saluran pencernaan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Aeromonas hydrophila merupakan
bakteri bersifat Gram negatif dan berbentuk batang. Merupkan agensia penyebab
penyakit hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia) atau MAS
(Motile Aeromonas Septicaemia) atau ulcer disease atau red sore disease pada beragam
spesies ikan air tawar (White, 1991). Pada umumnya Aeromonas hydrophila
merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan
yang mengalami stress atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran yang tinggi.
Aeromonas hydrophila dapat
diisolasi dari ginjal atau darah pada media nutrien biasa. Koloni berwarna
putih kekuningan, circular, conveks terbentuk dalam waktu 24 jam pada suhu
22-28°C. Aeromonas hydrophila mungkin penyebab paling penting
wabah penyakit yang parah pada ikan air tawar yang dibudidaya di kolam dan ikan
liar (Roberts, 2001).
Aeromonas hydrophila dapat dibedakan dari Aeromonas
salmonicida dengan uji-uji biokemis. Perbedaan karakter atau sifat-sifat
biokimia antara Aeromonas salmonicida dengan Aeromonas hydrophila:
Ikan yang terinfeksi Aeromonas
hydrophila biasanya pada keadaan stress karena suatu faktor dan menunjukkan
warna yang lebih gelap dengan hemoragi iregular yang luas pada permukaan tubuh
dan basis (pangkal) sirip serta ascites. Hemoragi pada permukaan tubuh mungkin
mengalami ulserasi membentuk lesi nekrotik yang dangkal. Terdapat lesi kulit
dasar sirip dengan area hemoragi yang bervariasi dan nekrosis hingga ke
otot. Organ internal pada ikan yang dinekropsi terlihat kongesti dengan
hemorhagi pada organ dalam (Roberts, 2001). Hemorrhagic septicaemia juga
ditandai dengan adanya lesi permukaan yang kecil, sering diikuti dengan
lepasnya sisik, hemorhagi lokal biasanya pada insang, ulser, abses, exopthalmia
dan distensi abdominal. Organ bagian dalam mungkin mengalami akumulasi cairan
asites, anemia dan kerusakan organ terutama ginjal dan hati (Austin dan Austin,
1987).
Tampak adanya nekrosis pada ren,
jaringan hemopoetik lien, begitu pula terjadi pada jantung, hati, dan pankreas.
Selaput mukosa intestinal biasanya mengalami nekrosis dan terlepas ke lumen,
kulit mengalami oedema yang parah pada bagian dermis dan hiperemia pada stratum
retikularis, epidermis mengalami spongiosis dan ulserasi diikuti nekrosis
hemorhagik sampai ke otot bagian bawah, tetapi biasanya lesinya lebih
superfisial daripada vibriosis (Moeller, 2001).
Pengendalian dilakukan dengan
antibiotik atau sulfonamid yang poten, tetapi ikan yang terinfeksi biasanya
anoreksia, pengobatan secara parenteral mungkin diperlukan. Pengobatan harus
diikuti dengan perbaikan lingkungan dan menghilangkan stressor (Roberts,
2001).
Dactylogyrus
sp.
Dactylogyrus sp termasuk dalam filum: Vermes; Sub filum: Platyhelminthes; Kelas:
Trematoda; Ordo: Monogenea; Famili: Gyrinidae; Genus: Dactylogyrus; Spesies: Dactylogyrus
sp. (Handajani dan Samsundari, 2005).
Dactylogyrus merupakan cacing pipih (fluke) yang termasuk dalam parasit kelas
trematoda monogenea. Cacing ini banyak menginfeksi ikan (Griffiths, 2008).
Dactylogyrus memiliki alat penyerang yang disebut haptor atau
ophishaptor. Sistem pencernaan sangat sederhana, mulut pada ujung
anterior, dikelilingi oleh alat penghisap (Levine, 1994). Panjang parasit ini
0,2-0,5 mm dengan panjang maksimumnya 2.0 mm dan bagian posterior dilengkapi
dengan 7 pasang kait tepi (marginal hooks) dan terdapat 1 pasang kait
tengah (median hooks) pada ophishaptornya serta di bagian anterior terdapat
2-4 pigment spot atau mata (Anonim, 2005).
Siklus hidup Dactylogyrus
adalah secara langsung. Telur menetas kemudian menjadi larva bersilia yang
disebut oncomiracidium, yang menyerang hospes atau hanya hidup bebas di
air sebelum menempel pada hospes. Oncomiracidium menyerang hospes
melalui organ posteriornya yang disebut opisthaptor (Anonim, 2000). Dactylogyrus
sp. termasuk ovipar (Anonim, 2007). Telurnya sangat tahan terhadap
senyawa kimia atau desinfektan sehingga untuk pemberantasan memerlukan tindakan
yang bertahap dengan menggunakan lebih dari satu metode atau agensia pengendali
parasit (Irianto, 2005).
Pada ikan
air tawar, monogenea mampu membuat insang menjadi pucat dan swollen, membuat
respirasi meningkat, dan ikan menjadi rendah toleran terhadap oksigen. Sebagian
besar monogenea baik yang menyerang kulit maupun insang mampu membuat perubahan
yang berarti pada tingkat kerusakan dan mortalitas. Infeksi sekunder dari
bakteri dan jamur dapat terjadi pada jarinngan yang telah rusak oleh monogenea
(Reed et al, 2005). Semua Dactylogyrus sp. akan merangsang sekresi
mukus berlebihan, dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik atau luka.
Pada infeksi berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan kekurangan
oksigen dan operkula memerah (Irianto, 2005). Kulit juga pucat, bintik-bintik
merah dibagian tubuh tertentu, produksi lendir tidak normal dan pada sebagian
atau seluruh tubuh berwarna lebih gelap, sisik dan kulit terkelupas. Organ
target Dactylogyrus adalah lamela primer (Kordi, 2004).
Parasit ini akan terlihat bila filamen insang dipisahkan dari arkus insang dan
ditaruh pada kaca obyek yang ditutupi kaca penutup lalu diperiksa,
karakteristik identifikasi berdasarkan kait dan matanya (Anonim, 2004).
Berdasarkan hasil pemeriksaan
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sampel ikan mas (Cyprinus carpio)
dengan nomor protokol E.42 terisolasi Aeromonas hydrophila.
Dugaan adanya infeksi Aeromonas
sp. diambil berdasarkan lesi yang terdapat pada kulit dimana tampak
adanya bercak merah (hemoragi) di permukaan tubuh ikan. Menurut Moeller (2001)
salah satu tanda adanya infeksi Aeromonas hydrophila yaitu adanya hemoragi
pada kulit, dasar sirip, dan muskulus dengan ulser superfisialis pada epidermis
kulit.
Setelah ikan
dilakukan autopsi, dilakukan pengamatan terhadap organ. Bagian yang tampak
mengalami perubahan antara lain adalah pada bagian hepar tampak berwarna
merah tua dengan konsistensi rapuh dan bidang sayatan berdarah. Organ kemudian dibuat preparat histopatologi guna pemeriksaan lebih
lanjut.
Pada hepar
tampak adanya akumulasi eritrosit yang berlebihan pada sinusoid. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Camus dkk (1998), pada infeksi Aeromonas hydrophila
dapat mengakibatkan kongesti pada jaringan viscerall.
Pada ginjal
tampak adanya vakuola pada sitoplasma epitel tubulus dan nekrosis tubulus. Menurut
Moller (2001), penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif
mempunyai manifestasi pada organ viscerall dengan terjadi degenerasi dan dapat
melanjut menjadi nekrosis. Sel yang rusak
oleh toksin bakteri Aeromonas hydrophila akan mengalami degenerasi
ataupun nekrosis (Govan dkk., 1981). Pada ginjal ikan yang merupakan
organ haemopoietic, dimana berfungsi sebagai penghasil leukosit, sehingga
kejadian nekrosis pada ren sangat jarang, tetapi jika terjadi infestasi radang
maka akan di tunjukkan dengan adanya inclusion bodies (benda asing) pada
jaringan interstitial (Robert, 1989).
Insang pada pemeriksaan histopatologi tampak adanya infiltrasi heterofil dan
limfosit baik pada lamella primer maupun sekunder. Proliferasi sel epitel pada
lamella sekunder mengakibatkan terjadinya fusi. pada jantung terdapat
infiltrasi limfosit pada epikardium dan pada kulit tampak adanya erosi epitel
di epidermis dan dermis serta tampak adanya infiltrasi limfosit pada
hipodermis. Infiltrasi sel radang berfungsi untuk fagositosis dan menghancurkan
agen asing, dalam hal ini fagositosis dan penghancuran terhadap sel bakteri Aeromonas
(Roberts, 1989).
Pengamatan pada
preparat histopatologi menunjukkan ikan mengalami branchitis, dermatitis,
hepatitis, nefrosis, epikarditis.
Diagnosa
sementara adalah adanya infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan mas
tersebut. Diagnosa sementara ini diambil berdasarkan gejala klinis yang tampak,
perubahan patologis pada organ visceral serta lesi yang ditemukan pada kulit
dimana tampak adanya bercak merah pada kulit, baik secara makroskopik maupun
mikroskopik.
Guna meneguhkan diagnosa adanya infeksi Aeromonas hydrophila maka
dilakukan pemeriksaan pada laboratorium Mikrobiologi dengan metode
isolasi dan identifikasi bakteri. Sampel yang digunakan adalah kulit dan
hepar yang mengalami perubahan. Pertama bakteri di tanam pada media plate agar
darah (PAD) dan Mac Conkey karena bakteri Aeromonas hydrophila merupakan
bakteri Gram negatif. Mac Conkey agar merupakan media selektif untuk bakteri
Gram negatif, dengan garam empedu dan kristal violet sebagai inhibitor Gram
positif.
Pada media Mac Conkey tumbuh adanya koloni bakteri hasil ini sesuai dengan
Chong dkk (1980), Quinn (2002), Adanir dkk (2007) dan Abulhamd (2009) yang
menyebutkan bahwa Aeromonas hydrophilla dapat tumbuh pada media Mac
Conkey agar. Koloni bakteri yang tumbuh adalah berbentuk sirkuler, tepi entire,
permukaan konveks, warna koloni putih kekuningan dengan sifat fermented
laktosa, hal ini sesuai dengan Roberts (1989), yang menyebutkan bahwa
morfologi koloni bakteri Aeromonas hydrophila berwarna putih sampai
kuning tua, berbentuk sirkuler, dan konveks (Roberts, 1989). Bakteri
selanjutnya ditanam pada media TSI dengan hasil bagian miring kuning (asam) dan
bagian tegak kuning (asam) hal ini berarti bahwa Bakteri mampu memfermentasikan
glukosa, laktosa, dan atau sukrosa. Tidak menghasilkan H2S (Chong
dkk, 1980 ; Sirirat, 1999). Kemudian dilakukan penanaman pula pada media agar
miring dan di inkubasi pada suhu 37oC untuk mengetahui kemampuan
pertumbuhan bakteri pada suhu 37oC.
Pengecatan
sederhana dilakukan untuk mengetahui morfologi sel bakteri. Secara mikroskopik,
bakteri yang di cat berbentuk batang pendek (cocobacill). Hal ini sesuai
dengan Austin dkk (1987), Carnahan dkk (1991), Jenkins (1995), Yambot
(1998), Sirirat (1999), Asmat dkk (2002), Quinn (2002), Adanir (2007) dan
Abdulhamd (2009) yang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila adalah
bakteri Gram-negatif berbentuk batang.
Pada uji katalase terbentuk
gelembung gas setelah H2O2 diberi biakan artinya bakteri
mempunyai enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi
H2O dan O2 yang tampak sebagai gelembung gas. Pada uji
oksidase tampak kertas oksidase yang telah ditempelkan pada koloni warnanya
berubah menjadi biru dalam waktu kurang dari 10 detik, berarti bakteri mempunyai
enzim sitokrom oksidase.
Uji selanjutnya dilakukan pada media biokemis, yaitu gula-gula (glukosa,
laktosa dan sukrosa). Pada semua media yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa,
warna media berubah menjadi kuning. Hal ini berarti bahwa bakteri mampu memfermentasikan
glukosa, laktosa dan sukrosa.
Uji lainnya yaitu uji Pepton, Methyl-Red (MR), Voges Proskauer
(VP) dan Sitrat. Pada uji pepton terbentuk
cincin merah, yang berarti bakteri mampu memproduksi Indol dari media Tryptone
water yang kaya akan tryptophane. Hasil ini sesuai dengan Austine dkk (1987),
Carnahan dkk (1991), Yambot (1998), Sirirat (1999), Adanir dkk (2007), Ibrahem
(2008), Abdulhamd (2009) yang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila
memberikan hasil positif pada uji indol. Pada uji MR hasil yang didapat adalah
media tidak berubah warna menjadi merah. Pada uji VP hasil yang didapat adalah
media berubah warna menjadi merah, hal ini sesuai dengan Carnahan dkk (1991),
Jenkins dkk (1995), Yambot (1998), Sirirat (1999), Abdulhamd (2009) yaitu bahwa
bakteri mampu membentuk acetyl-methyl-carbinol dari glukosa. Pada uji
Citrat, hasil yang didapatkan adalah media berubah menjadi keruh, yang
berarti bahwa bakteri mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon.
Pada uji
Gelatin memperoleh hasil positif yaitu media tetap cair, hal ini
berarti bakteri mampu untuk membentuk enzim semacam proteolitik (gelatinase)
yang mencairkan gelatin. Sedangkan untuk uji NaCl 4% juga memperoleh hasil
positif yaitu bakteri mampu tumbuh pada kadar NaCl 4% hal ini sesuai dengan
Lucky dkk (1993).
Dari hasil di atas maka dapat
disimpulkan bahwa bakteri tersebut adalah Aeromonas hydrophila.
Pemeriksaan parasit
dilakukan pada hari yang sama dengan waktu autopsi. Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan parasit adalah
kerokan kulit, hepar, insang dan darah. Tidak dilakukan pemeriksaan pada feses
karena tidak didapatkan feses pada ikan tersebut. Kulit dilakukan pemeriksaan
kerokan kulit didapatkan hasil positif Dactylogyrus sp. Hepar diperiksa dengan metode smear, imprint
dan squash, hasil yang di dapatkan adalah negatif. Insang diperiksa
dengan metode gill wet mount, dan hasil yang di dapatkan adalah positif Dactylogyrus
sp.
Identifikasi pertama berdasarkan bentuk cacing yang pipih dorsoventral, tidak
berongga, semua organ berada dalam organ berparenkim, tubuh pipih dorsoventral,
tidak bersegmen, bentuk seperti daun (Levine, 1994) dan terdapat 2 eyespot
pada anterior parasit (Anonim, 2005).
Dactylogyrus sp cenderung
melekat pada insang dengan anchor yang dapat menyebabkan tepi lamella insang
tercabik. Pada infeksi berat dapat menyebabkan gangguan penyerapan oksigen
sehingga ikan kekurangan oksigen (Irianto, 2005).
Pemeriksaan darah
dilakukan di laboratorium patoligi klinik. Hasil pemeriksaan hematologi
menunjukkan ikan mas dengan nomor protokol E.42 mengalami anemia makrositik
hipokromik, heterofilia, limfopenia dan monositosis serta anisositosis dan
poikilositosis. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya infeksi Aeromonas
hydrophila dan infestasi Dactylogyrus sp. pada ikan tersebut.
Berdasarkan
perhitungan, jumlah total eritrosit normal, PCV meningkat dan hemoglobin
mengalami penurunan dibandingankan standar normal, sehingga ikan mas dikatakan
mengalami anemia. Anemia merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi penurunan
jumlah eritrosit, hemoglobin atau keduanya dalam sirkulasi darah (benjamin,
1978). Anemia makrositik hipokromik
adalah keadaan dimana terjadi peningkatan MCV sedangkan MCHC mengalami
penurunan. MCV meningkat menunjukkan kondisi peningkatan aktifitas organ
hemopoitik akibat proses hemoragi atau perdarahan sebagai respon regeneratif
(Benjamin, 1978). Hal ini terlihat dengan adanya eritrosit dengan bermacam-macam
ukuran (anisositosis) dan bentuk (poikilositosis) dan terwarnai tidak sempurna
oleh hemoglobin, sehingga sitoplasma tercat bening.
Berdasarkan
kemampuannya dalam regenerasi, anemia makrositik hipokromik, merupakan anemia
regeneratif. Anemia regeneratif, dimana tubuh mampu merespon anemia dengan
memproduksi eritrosit sebagai kompensasi, biasanya diakibatkan karena
hilangnya darah (hemoraghi) atau destruksi eritrosit (Aird., 2000).
Mikrositosis merupakan respon akibat pendarahan kronis yang disebabkan ketidak
mampuan tubuh untuk memproduksi eritrosit normal (Kociba, 2000).
Pada pemeriksaan preparat apus darah, darah mengalami anisositosis. Tampak
sel darah merah dalam berbagai ukuran. Hal ini diakibatkan karena ikan
mengalami anemia. Anisositosis adalah kondisi dimana eritrosit memiliki variasi
ukuran dikarenakan adanya makrosit dan atau mikrosit diantara normosit (Brokus,
2003)
Jumlah heterofil (neutrofil) meningkat jika di bandingkan dengan standar
normal, hal ini menunjukkan ikan tersebut mengalami heterofilia. Heterofilia
atau peningkatan heterofil dapat terjadi akibat peningkatan kebutuhan jaringan
untuk proses fagositosis (peradangan) akibat adanya infeksi sekunder bakteri
(Feldman dkk., 2000)
Leukopenia
merupakan penurunan jumlah leukosit pada sirkulasi, yang dapat disebabkan
infeksi bakteri, dimana leukosit ditarik ke jaringan yang mengalami infeksi
sehingga terjadi penurunan leukosit dalam sirkulasi sampai terjadi produksi
leukosit kembali (Benjamin, 1978). Menurut Noga E.J (2000), infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila akan menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah limfosit, peningkatan monosit serta peningkatan granulosit.
Limfopenia sering terjadi pada infeksi berat, penyakit hati, ginjal dan
penyakit saluran pencernaan.
Perhitungan monosit
menunjukkan peningkatan yang berarti ikan mengalami monositosis. Monositosis dapat distimuli oleh infeksi kronis.
Peningkatan monosit adalah respon dari kebutuhan tubuh untuk destruksi patogen
yang sulit ditangani oleh neutrofil (Schalm dkk, 1975). Monosit berfungsi
sebagai fagosit dan dipengaruhi oleh sitokin. Mononuklear fagosit umumnya
menandakan radang kronis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi, parasitologi, mikrobiologi, dan
patologi klinik, ikan mas (Cyprinus carpio) dengan nomor protokol E.42
terifestasi Dactylogyrus sp dan terinfeksi Aeromonas hydrophila.
Saran
Pencegahan
penularan penyakit dapat dilakukan dengan cara memisahkan antara ikan yang
sakit dengan ikan sehat. Untuk mengurangi tingkat penyakit yang disebabkan
stres, dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas air, mengatur kepadatan
populasi dan perbaikan pakan. Pengobatan terhadap ikan yang terinfeksi Aeromonas
sp. dapat dengan menggunakan kalium permanganat sebanyak 20 gram/ m3
air selama 30-60 menit dan diulang selama 3-4 hari. Pengobatan terhadap
infestasi Dactylogyrus dapat dengan cara perendaman ikan yang terserang
ke dalam larutan amonium 1:2000 selama 5 - 15 menit. Dapat juga dengan
perendaman dalam larutan Methylene Blue (1 gram/100 cm3
air).
DAFTAR PUSTAKA
Abulhamd, Ashraf T. 2009.
Characterization of Aeromonas hydrophila Isolated from Aquatic
Environments Using Phenotypic and Genotyping Methods. Research Journal of
Agriculture and Biological Sciences, 5(6): hal: 923-931, 200.
Adanir, D., Turutoglu, H.
2007. Isolation and Antibiotic Susceptibility of Aeromonas Hydrophila in a Carp
(Cyprinus Carpio) Hatchery Farm. Bul Vet Inst Pulawy Hal: 361-364.
Afrianto dan Liviawaty, 1992. Pengendalian
Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 89.
Aird, Betsy. 2000. Clinical
and Hematologic Manifestations of Anemia in Feldman, B. F, Joseph G. Z dan Nemi
C. J. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology 5thedition.
Lippincott Williams and Wilkins. Hal: 1124
Anonim.
2000. Monogenea Classification. Class of Platyhelminthes.General Information.http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://parasitology.informatik.uniwuerzburg.de/login2b.png&imgrefurl=http://parasitology.informatik.uniwuerzburg.
2 Mei 2010.
Anonim, 2004. Common
Parasite of Fish by NT Lab. www. google./common Parasite of Fish by NT
Lab. . 2 Mei
2010.
Anonim.
2005. Parasitic disease of fish. www.google.com/parasitic disease of
fish. . 2 Mei 2010
Anonim.
2007. Chapter 3: Infectious Disease. www.google.com/Infectious
disease of
fish. . 2 Mei
2010.
Anonim,
2008b. Goldfish, From Wikipedia, The Free Encyclopedia.
Anonim,
2008c. Budidaya Ikan Mas.
Anonim,
2008d. Ikan Karper, dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas
BerbahasaIndonesia. http://www.id.wikipedia.org/wiki/berkas:common_carp.jpg. . 2 Mei 2010
Asmat A dan gires U. 2002. The
Occurrence of Aerolysin-Positive Aeromonas hydrophila Strains in Seawater and
associated With Marine Copepods. Proceedings of the Regional Symposium on
Environment and Natural Resources 10-11th April 2002. Vol 1:Hal:
495-502.
Austin, B.
and Austin, D.A., 1987, Bacterial Fish Pathogens: Disease in Farmed and
Wild Fish, Ellis Horwood Limited.Hal: 250-256.
Benjamin, M.
M., 1978. Outline of Veterinary Clinicaly Pathology Third Edition. The
Lowa State Univercity Press. Ames, Lowa, USA. Hal. 47.
Brokus, Charles W. dan Claire B. 2003. Erythrocytes in Duncan dan Piasse’s. 2003. Veterinary Laboratory
Medicine Clinical Pathology 4th edition. Iowa : Iowa State
University Press. Hal 97.
Camus, A. C., R.M. Durborow,
W.G. Hemstreet, R.L. Thune1 dan J.P. Hawke. Aeromonas Bacterial Infections and
Motile Aeromonad Septicemia. SRAC Publication No. 478 1998.
Carnahan, A. M., S. Behram dan
S. W. Joseph. 1991. Aerokey II: A Flexibel Key for Identifying Clinical
Aeromonas Species
Chong, Yunsop, Kui Nyung Yi
dan Samuel Y. Lee. 1980. Cultural and Bhiochemical Characteristics of Clinical
Isolates of Aeromonas hydrophila. Yonsei Medical Journal Vol. 27, No.
1. hal: 420.
Darvis, B. K; A. Haji M; A. Mohamadi Z; S. V. Salehi Mir; M. M. Shakiban.
2009.Measurament of some hematological characteristic
of the wil carp. Comp Clin Pathol (2009)18 : hal: 321.
Dixon, B.,
1990. Bacterial Infection in Fish. Aquarium Fish Magazine, The May/ June
1990 Edition. Hal: 3.
Feldman,
B.F., Zink J.G., and Jain, N.C. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology Fifth
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Hal. 1124
Griffiths,
D. 2008. Trematoda Monogenea.
http://www.koiquest.co.uk/flukey%20devil.htm. 4 Mei 2010.
Govan A. D.
T., Macfarlane P. S., Callander R.,1981. Pathology Illustrated.
Churchill Livingstone. Edinburgh. Hal: 3-9, 16.
Handajani
and Samsundari, 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Universitas
Muhammadiyah Malang Press, Malang. Hal: 3-4, 76-77.
Ibrahem, Mai D., M. M.
Mostafa, R. M. H. Arab dan M. A. Rezk. 2008. Prevalence of Aeromonas
hydrophila Infection In Wild and Cultured Tilapia Nilotica (O.Niloticus)
In Egypt. 8th International Symposium on Tilapia in Aquaculture
2008. Hal: 92.
Irianto, A.
2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hal: 131.
Ismargono. 1996. Penggunaan
Jerami dalam Pendadaran Benih Karper. Fakultas Pertanian UGM: Yogyakarta.
Hal: 1.
Jenkins, Jill A. dan Peter W.
Taylor. 1995. An Alternative Bacteriological Medium for the Isolation of
Aeromonas spp. Journal of Wildlife Disease, 31 (2), 1995, hal: 272-275
Kaewviyudth, S., Chinabut, S.
1999. Five New Species of Dactylogyrus (Monogenea) from Cyprinid Fishes in
Thailand. Asian Fisheries Science 12(1999):Hal: 391-399.
Kociba, gary J. 2000.
Macrocytosis in Feldman, B. F, Joseph G. Z dan Nemi C. J. 2000. Schalm’s
Veterinary Hematology 5thedition. Lippincott Williams and
Wilkins Pp 1124: Philadelphia.
Kordi,
M.G.H., 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan.. PT. Rineka Cipta
Bina Adiaksara: Jakarta. Hal: 26 – 46, 116-117.
Levine,
N.D.1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner , terjemahan Text Book
of Veterinary Parasitology oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Hal: 95.
Lucky H.M.,
karsinah, Suharto. 1993. Mikrobiologi kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 154.
Muda, S.
2007. Budidaya Ikan Mas.
Moeller Jr.,
R.B, 2001. Bacterial Disease of Fish. California Animal Health and Food
Safety Laboratory System University of Californian. www.google.com/BacterialDiseaseofFish.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2010.
Noga, E.J. 2000. Fish
Disease. Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press. Blackwell
Publishing Company. Iowa. Hal. 142-146, 149-151.
Post, G.
1987. Textbook of Fish Health Sedond Edition. T.F.H Publications, Inc.
Neptune city. Hal: 38-40;137; 189-193; 206-209.
Quinn, P.j, B. K. Markey, M.
E. Carter, W. J. C. Donelly, dan F. C. Leonard. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. British : Blackwell Science. Hal 32.
Reed, P., Ruth, F.P., Ruth,
E.K. 2005. Monogenean Parasites of Fish. http://edis.ifas.ufl.edu/scripts/FA033.
Diakses pada tanggal 6 Oktober 2009.
Roberts, R.J.1989. Field
and Laboratory Investigations into Ulcerative Fish Disease in the Asia-Pasific
Region. FAO Project. Bangkok. Hal. 214.
Robert, R.J. 2001 The
Parasitology of Teleosts. In:Fish Pathology. W.B Saunders: Toronto. Hal.
257,260-274.Shotts, E.B., Tsu, T.C, Waltman, W.D., 1985. Extracellular
Proteolytic Activity of Aeromonas hydrophilla complex, Fish Pathology.
Hal.37-44.
Schalm, O.W., Jain, N.C., and
Carrol, E.J. 1975. Veterinary Hematology Third Edition. Lea &
Febiger. Philadelphia. Hal: 462, 522.
Sirirat, T, J. Intuseth, J.
Chanpong, K. Thompson, S. Chinarit dan A. adams. 1999. Characterisation of Aeromonas
hydrophila Extracelluler Products with Reference to Toxicity, Virulence,
Protein Profiles and Antigenicity. Asian Fisheries Science 12 (1999) :Hal:
371-379.
White, R.
1991. Diagnosis of Aeromonas hydrophila infection in fish. Newsletter. www.
Animal Disease Diagnostic Laboratory.com. 4 Mei 2010.
Yambot, A. V. 1998. Isolation
of Aeromonas hydrophilla from Oreochromis niloticus during Fish
Disease Outbreaks in the Philippines. Asian fisheries Science 10 (1998);
Hal: 347-354
0 comments:
Post a Comment