Saturday, February 2, 2013

BUDIDAYA UDANG GALAH DI BEKAS TANAH RAWA

February 02, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments



Dengan semakin berkembangya usahatani budidaya ikan bandeng air tawar, maka para pelaku utama dan usaha bidang perikanan mulai melakukan diversifikasi usaha dengan mencoba jenis-jenis ikan dan udang yang cocok dengan habitat bekas rawa, misalnya budidaya udang Galah, udang Windu, Ikan Mas, ikan Patin, Bawal air tawar, Nila merah, Grass carp dan sebagainya, disamping itu juga berkembang usaha perbenihan ikan karper dan Nila merah.
Budidaya bandeng air tawar di Talun Kec. Kab.Pati mendapatkan dari plankton yang tumbuh di air kolam, sehingga untuk menumbuhkan pakan alami yang berupa plankton butuh pupuk anorganik yang berupa Urea dan SP-36. Penggunaan pupuk anorganik dari waktu ke waktu dosisnya semakin meningkat, sehingga sekarang pengunaan pupuk Urea dan SP-36 sampai mencapai 1 ton/ Ha pupuk campuran. Ternyata dari penggunaan yang selalu meningkat dapat nenimbulkan dampak yang buruk terhadap kesuburan tanah, perairan dan daya dukung lahan semakin hari semakin menurun.
Untuk mengantisipasi penggunaan pupuk anorganik yang semakin meningkat dan penurunan kualitas serta daya dukung kolam maka dianjurkan untuk kembali ke alam Back to nature. Pemanfaatan biokatalisator baik itu berupa hewan maupun tumbuhan akan bermanfaat untuk mengatasi terjadinya penurunan lingkungan. Salah satu diantaranya dengan pemanfaatan ikan jenis plankton feeder diharapkan dapat mengurangi blooming plankton. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui efektifitas penggunaan ikan sebagai biokatalisator pada kolam pembesaran udang galah, sedang target yang ingin dicapai adalah informasi teknik penggunaan ikan sebagai biokatalisator pada pembesaran udang galah.
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii De Man ) merupakan komoditas air tawar yang habitatnya di muara atau daerah rawa, atau bekas rawa-rawa yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi serta pangsa pasar yang besar baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Ada beberapa kendala di dalam usaha budidaya udang galah yang dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan baik perluasan lahan pemeliharaan maupun berkembangnya sistem polikultur di lahan kolam/tambak. Namun pada kenyataannya keterbatasan jumlah benih udang Galah, dan stok yang tidak kontinyu ternyata masih menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan budidaya udang galah.
Masalah teknis yang dihadapi pada awal perkembangan budidaya udang adalah ketidak sesuaian konstruksi kolam, tidak cukupnya pasokan air, belum terdapatnya teknologi produksi yang tepat guna, sebagai contoh pengolahan tanah dasar tambak dan teknik pembesaran. Menurut Murjiyo (1998), permasalahan yang dihadapi pada tahun 1980-an adalah teknik pembesaran untuk mencapai ukuran yang ditargetkan dan produksi maksimum, serta untuk mengoptimumkan penggunaan pakan dan meminimumkan tingkat kematian udang selama pemeliharaan.
Pemanfaatan biokatalisator baik itu berupa hewan maupun tumbuhan akan bermanfaat untuk mengatasi terjadinya penurunan lingkungan. Salah satu diantaranya dengan pemanfaatan ikan jenis plankton fider diharapkan dapat mengurangi blooming plankton. Selain pemanfaatan plankton dengan penggunaan biokatalisator berupa ikan ini akan memberikan dampak positif lainnya yaitu penambahan pendapatan dan produksi kegiatan budidaya itu sendiri.
A.      Morfologi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii De Man)
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii De Man) salah satu jenis udang yang habitatnya di muara atau rawa-rawa, salah satu komoditas air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta pangsa pasar yang besar, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Usaha budidaya udang galah dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan baik berupa perluasan lahan pemeliharaan maupun berkembangnya sistem polikultur di lahan tambak. Dalam usaha merebut pasar udang galah diperlukan adanya kesinambungan produksi, sehingga diperlukan adanya suplai benih udang galah dalam jumlah yang mencukupi dan tepat waktu. Namun kenyataannya keterbatasan jumlah benih dan stok yang tidak kontinyu ternyata masih menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan budidaya udang galah.
Udang galah sering juga dinamakan udang watang, udang satang atau conggah sedangkan dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama “giant fresh water prawn”.  Menurut Holthuis (1980) dalam Hadie et al. (2001),
Sistematika udang galah sebagai berikut :
Filum                           :  Arthropoda
Kelas                           :  Crustacea
Bangsa                         :  Decapoda
Suku                            :  Palaemonidae
Anak suku                   :  Palaemoninae
Marga                          :  Macrobrachium
Spesies                        :  Macrobrachium rosenbergii de Man           
Udang ini mempunyai dua habitat dalam siklus hidupnya, udang tersebut tumbuh dan menjadi dewasa pada perairan tawar, namun pada fase larva hidup di air payau.  Pada fase larva akan mengalami sebelas kali pergantian kulit (moulting) yang diikuti dengan perubahan struktur morfologi, hingga akhirnya bermetamorfosis menjadi juwana (juvenil). Sifat-sifat larva yang umum adalah planktonis, aktif berenang dan tertarik oleh sinar tetapi menjauhi sinar matahari yang terlalu kuat.  Cenderung berkelompok pada fase larva dan akan semakin menyebar dan individual serta bentik dengan bertambah umur.  Di alam larva udang galah hidup pada salinitas 5-10 permil (Hadie et al, 2001).
Udang galah memiliki badan yang beruas-ruas (segmen) yang diliputi kulit yang keras. Badan udang dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni kepala dan dada (cephalothorax), badan (abdomen) dan ekor (uropoda).  Pada bagian depan kepala terdapat tonjolan yang disebut rostrum mempunyai gigi 11-14 di bagian atas dan 8-10 pada bagian bawah. Kaki jalan kedua pada jantan tumbuh sangat panjang yaitu 1,5 kali panjang tubuh.  Kaki renang pada induk betina agak melebar dan membentuk ruang untuk mengerami telur (broodchamber) (New dan Marlow, 2002).Ketidak kontinyuan ini salah satu faktornya adalah disebabkan oleh lingkungan media pemeliharaan yang kurang mendukung. Manajemen lingkungan merupakan salah satu aspek penting yang berperan sangat besar dalam keberhasilan usaha pembenihan udang galah. Sebagaimana hewan akuatik lainnya, aktivitas hidup udang galah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, bahkan udang galah memiliki kerentanan yang tinggi terhadap kualitas media pemeliharaan yang kurang baik (Hadie & Hadie, 1993). Proses ganti kulit (moulting) pada udang galah yang merupakan kondisi rentan terhadap perubahan lingkungan dan serangan patogen, juga menjadi dasar pentingnya manajemen lingkungan pemeliharaan secara seksama.
B.       Produk Probiotik
Probiotik adalah mikroba yang merupakan bahan tambahan di perairan (Moriarty, 1998). Umumnya bakteri probiotik terdiri dari bakteri nitrifiying dan atau bakteri heterotrofik (Gatesoup,1999). Bakteri heterotrofik adalah bakteri yang mengkonsumsi oksigen untuk mengahsilkan karbodioksida dan amoniak pada saat proses oksidasi. Sedangkan bakteri autrofik nitrtiying mengkonsumsi oksigen dan karbondioksida pada saat oksidasi amoniak dengan produk akhirnya nitrat (Moriarty, 1996)
Menurut Stark dan Wilson (1986) dalam Adang (1999), probitotik adalah mikroorganisme hidup non phatogen yang diberikan pada hewan untuk perbaikan laju pertumbuhan, efesiensi konsumsi ransum dan kesehatan hewan. Selanjutnya Fuller (1989) dalam Gandara (2003) mengatakan bahwa probiotik adalah feed additive berupa mikroba hidup menguntungkan yang mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam salyran pencernaan. Probiotik dapat berupa satu atau beberapa jenis mikroorganisme (mikroorganisme tunggal atau kultur campuran). Spesies yang sering digunakan adalah Lactobacillus sp., Leuconoctoc sp., Pedioccus sp., Propinibactereium sp. dan Bacillus sp. Daari spesies ragi meliputi Saccharomyces cerevissiae dan Candida pintolopesi, serta jamur meliputi Aspergillus niger dan Aspegillus oryzae (Fuller, 1992 dalam Gandara 2003).
Peranan bakteri probiotik sebagai kontrol biologis pada sistem budi daya (Garriques dan Arevalo, 1995) adalah:
1.  Menekan pertumbuhan bakteri patogen
2.  Mempercepat degradasi bahan organik dan limbah
3.  Meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial
4.  Meningkatkan aktivitas mikroorganisme indigenus yang menguntungkan pada tanaman, misal Mycorriza, Rhizobium dan bakteri pelarut pospat.
5.  Memfiksasi nitrogen
6.  Mengurangi pupuk dan pestisida
Dengan adanya probiotik maka proses degradasi bahan organik pada dasar tambak akan lancar, sehingga menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi pertumbuhan plankton. Bahan organik yang mengalami mineralisasi oleh jasad pengurai (probiotik) akan diubah menjadi bahan anorganik seperti nitrat dan pospat. Bahan organik ini dapat digunakan secara langsung oleh fitoplankon dalam air untuk kelangsungan hidupnya. Fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankto, sehingga jumlahnya melimpah. Hal ini menyebabkan perairan tersebut menjadi subur. Zooplankton merupakan pakan alami bagi sebagian besar larva ikan, termasuk bandeng, larva ikan mas. Dengan demikian maka ketersediaan pakan alami bagi ikan akan tetap terjaga.
C.      Biokatalisator
Biokatalisator adalah pemanfaatan organisme/makhluk hidup yang digunakan sebagai penyeimbang di dalam suatu kegiatan. Biokatalisator di dalam dunia perikanan dapat berupa bahan bioremedian atau beberapa jenis ikan yang bersifat pemakan plankton atau tanaman air lainnya. Beberapa jenis ikan yang dapat digunakan sebagai biokatalisator diantaranya adalah tilapia, bandeng atau belanak. Biokatalisator ini nyata membantu mempertahankan kondisi air kolam dan menimbulkan green water. Dengan kondisi perairan yang berkualitas, maka Ikan dapat ditebar dengan kepadatan 5.000-10.000 ekor/ha

0 comments:

Post a Comment