Monday, December 3, 2012

CARA IMUNOSTIMULAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) DENGAN JINTAN HITAM

December 03, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom        
:
Animalia
Filum           
:
Chordata
Class              
:
Actinopterygii
Ordo               
:
Cypriniformes
Famili             
:
Cyprinidae
Genus           
:
Cyprinus
Spesies         
:
Cyprinus carpio
Tubuh ikan mas memiliki ciri-ciri antara lain: bentuk badan memanjang dan sedikit pipih ke samping, mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protektil) serta dihiasi dua pasang sungut. Selain itu di dalam mulut terdapat gigi kerongkongan, dua pasang sungut ikan mas terletak di bibir bagian atas.
Gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri atas tiga baris yang berbentuk geraham, memiliki sirip punggung (dorsal) berbentuk memanjang dan terletak di bagian permukaan tubuh, berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral) bagian belakang sirip punggung memiliki jari-jari keras sedangkan bagian akhir berbentuk gerigi, sirip dubur (anal) bagian belakang juga memiliki jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi seperti halnya sirip punggung, sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran cukup besar dengan tipe sisik berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan, gurat sisik atau garis rusuk (linea lateralis) ikan mas berada di pertengahan badan dengan posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor.
Habitat
Huet, (1971) menyatakan habitat ikan mas hidup pada kolam-kolam air tawar dan danau-danau serta perairan umum lainnya. Dalam perkembangannya ikan ini sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan. Ikan mas merupakan salah satu ikan yang hidup di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan aliran air tidak terlalu deras. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150600 meter di atas permukaan air laut dan pada suhu 25-30°C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas 25-30 ppt. 
Untuk memenuhi permintaan produk perikanan yang terus meningkat, penerapan intensifikasi budidaya tidak dapat dihindarkan. Namun, intensifikasi budidaya dapat menimbulkan berbagai dampak penyakit. Salah satu kendala yang menghambat budidaya ikan mas adalah kehadiran patogen bakteri yaitu Aeromonas hydrophila. Bakteri ini menyebabkan penyakit (Motile Aeromonas Septicemia) atau penyakit bercak merah. Bakteri ini menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti lele dumbo, (Clarias gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), gurami (Osphronemus gouramy) dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dan dapat menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2 minggu.
Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso dan Triyanto 1993). Ghufron dan Kordi (2004) menyebutkan bahwa terjadi serangan bakteri Aeromonas yang menyebabkan kematian puluhan ton ikan pada tahun 1980 di Jawa Barat dan sekitarnya.
Hingga kini, metode yang banyak digunakan untuk menanggulangi penyakit pada ikan budi daya adalah pengobatan dengan zat kimia atau antibiotik. Penggunaan antibiotik dan terapi kimiawi untuk penanganan penyakit ikan pada akuakultur telah mendapatkan kritikan tajam (FAO, 2005). Penanganan yang dilakukan di tingkat petani bergantung pada antibiotik seperti Oxytetracycline, inroflaxic dan malachite green (Jangkaru, 2007) namun penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi dari bakteri terhadap pengobatan. 
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya.
Beberapa tumbuhan obat tradisional yang diketahui dapat dimanfaatkan dalam pengendalian berbagai agen penyebab penyakit ikan adalah sirih (Piper betle L.), daun jambu biji (Psidium guajava L.), sambiloto (Andrographis paniculata). Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida, dan fungisida. Tanaman sambiloto bersifat anti bakteri, sedangkan daun jambu biji selain bersifat anti bakteri juga bersifat anti viral.
Salah satu upaya pengobatan terhadap penyakit M.A.S. pada ikan mas adalah dengan memanfaatkan Jintan hitam (Nigella sativa) yang dapat berperan sebagai zat anti bakteri. Nigella sativa L. (Ranunculaceae) yang dikenal sebagai “black cumin” atau Habbatusauda merupakan tanaman obat namun bukan asli Indonesia karena tanaman ini tumbuh di daerah Mediterranean dan juga dibudidayakan di Turki. Biji jintan hitam telah digunakan ribuan tahun sebagai bumbu dan pengawet makanan. Kandungan minyak dan bahan yang terdapat dalam biji jintan hitam memiliki potensi sebagai obat di dunia medis tradisional (Salem, 2005). Akhir-akhir ini aktivitas biologis dari biji of Nigella sativa L. dilaporkan memiliki kemampuan antioksidan, antiinflamasi, anti-kanker dan anti mikroba. Biji Nigella sativa L. mengandung sejumlah besar minyak (Kokdil and Yilmaz 2005) dan konstituen utama dari ekstrak biji jintan hitam adalah adalah thymoquinone (Aboul-Ela 2002). Beberapa pengaruh farmakologis telah dikaitkan dengan unsur yang terkandung alam d Nigella sativa L. termasuk thymoquinone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellimine-x-oxide, nigellidine dan alpha-hedrin (Aljabre et al. 2005). Kemampuan anti bakteri ekstrak jintan hitam jug dilaporkan oleh Ali et al. (2007) yang meneliti pengaruh ekstrak terhadap bakteri gram positif dan negatif. 
Berdasarkan penelitian Ali et al. (2007) ekstrak ether biji jintan hitam dapat menghambat bakteri S. aureus dan M. luteus yang menghasilkan zona daya hambat masing 15 dan 12 mm. Hannan et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak ethanol dari jintan hitam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 
Penelitian mengenai uji in-vitro Nigella sativa terhadap Aeromonas hydrophila baru dilakukan oleh Tumar dan Boimin (2006) yang menyimpulkan bahwa konsentrasi terendah dari Nigella sativa  yang diekstrak, menghasilkan zona daya hambat terhadap Aeromonas hydrophila  pada nilai 2 %  (20.000 ppm) dan memberikan rerata diameter zona daya hambat sebesar 6,83 mm. Tumar dan Boimin (2006) belum melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji LC 50 terhadap ikan air tawar sehingga toksisitas lebih lanjut dari jintan hitam terhadap ikan tidak diketahui. 
Pembuatan ekstraksi jinten hitam untuk mendapatkan produk minyak jintan hitam memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga perlu diteliti pemanfaatan jintan hitam untuk pengobatan dengan cara yang lebih praktis. Salah satu metoda yang dapat dilakukan adalah menyiapkan rebusan jintan hitam dan memanfaatkan filtratnya untuk pengobatan ikan.  Prosedur demikian setara dengan proses penyiapan aqueous extract dan water boiled extract namun efektifitasnya perlu dikaji lebih jauh. Pengaruh jintan hitam secara langsung terhadap ikan juga perlu dikaji untuk menyarankan konsentrasi jintan hitam yang aman bagi ikan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efektivitas penggunaan larutan filtrat jintan hitam (nigella sativa) dengan konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan  bakteri aeromonas hydrophila secara in-vitro dan uji toksisitasnya terhadap ikan mas (cyprinus carpio). 
METODA PENELITIAN
Rancangan, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Juni 2010. 
Penyediaan Ikan
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian toksisitas atau LC50 adalah ikan mas (Cyprinus carpio) yang berasal dari BBI Ciparay, Kabupaten Bandung. Ikan mas yang digunakan merupakan ikan dengan bobot 7 – 10 gram sebanyak  200 ekor dengan padat penebarannya 10 ekor per akuarium.
Penyediaan Jintan Hitam
Biji jintan hitam yang digunakan berasal dari Toko Babah Kuya, Jln Pasar Barat (belakang Pasar Baru Bandung) dalam bentuk tepung halus  sebanyak  1 kg.
Bakteri Patogen
Bakteri patogen yang digunakan adalah Aeromonas hydrophila yang berasal dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor dengan kode isolat AH-26. Kepadatan bakteri sejumlah 108 CFU/ml ditentukan dengan spektrofotometer. Asumsi bakteri sejumlah 109 CFU/ml ditentukan dengan panjang gelombang 595 nm dan nilai O.D. harus sama dengan 0,424 (Wichaksana et al. 2003).
Media Tumbuh
Media tumbuh yang digunakan untuk kultur dan uji in-vitro adalah Triptic Soy Agar
(TSA) merk dagang DIFCO dengan dosis pembuatan 40 gram/L aquades dan Triptic Soy Broth (TSB) merk dagang DIFCO dengan dosis pembuatan 30 gram/L.
Alat Bantu Penelitian
Alat-alat bantu yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
•    Autoclave untuk mensterilkan media bakteri dan peralatan lainnya
•    Hot plates dan stir plates untuk memanaskan media bakteri
•    Magnetic stirrer untuk mengaduk larutan media bakteri
•    Petri dish sebanyak 10 buah sebagai wadah uji
•    Jarum ose sebanyak 1 buah untuk mengambil dan menginokulasikan bakteri
•    L glass untuk meratakan bakteri
•    Kertas saring Whatman no. 42 dengan diameter 5 mm yang berfungsi sebagai kertas cakram untuk menentukan zona bening
•    Parafilm sebagai segel cawan petri untuk mencegah kontaminasi
•    Pembakar bunsen untuk mensterilkan udara pada saat inokulasi bakteri
•    Inkubator untuk inkubasi bakteri
•    Jangka sorong digital dengan ketelitian 0,1 mm sebanyak 1 buah untuk mengukur zona bening yang terbentuk
•    Laminar flow sebagai ruang untuk menginokulasi bakteri
•    Timbangan digital untuk menimbang berat simplisia biji jintan hitam, media agar TSA dan media TSB
•    Vortex mixer untuk homogenisasi larutan simplisia biji jintan hitam
•    Mikro pipet merk Eppndorf dengan ketelitian 100 µL-1000µL
•    Disposable mikro pipet tips 
•    Rak tabung reaksi 
•    Kapas 
•    Alumunium foil
•    Plastik tahan panas
•    Plastik wrap
•    Botol Schoot merk Duran vol. 50 ml 1 buah dan vol 25 ml 2 buah sebagai wadah pencampuran larutan dengan media
•    Tabung reaksi merk Pyrex sebanyak 20 buah sebagai wadah larutan simplisia biji jintan hitam sesuai konsentrasi uji
•    Petri dish merk Pyrex sebanyak 20 buah sebagai wadah uji 
•    Tabung Corning 15 ml sebanyak 20 buah sebagai peralatan homogenisasi larutan simplisia dan larutan bakteri
•    Mikro pipet dengan EppEndorf dengan ketelitian 100 µL-1000 µL sebanyak 1 buah untuk mengambil bakteri
•    Cuvette plastik ukuran 2 ml sebanyak 10 buah untuk kelengkapan analisis spektofotometer

Peralatan yang digunakan untuk uji in vivo LC50:
•    Akuarium sebagai wadah penelitian sejumlah 20 buah, masing-masing berukuran 38cm x 23cm x 20 cm.
•    Bak fiber volume 500L sebanyak 2 buah digunakan untuk penampung ikan
•    Bak fiber volume 1000L sebanyak 1 buah digunakan untuk wadah penampung air
•    Aerator, selang aerasi dan batu aerasi untuk memasok O2 pada setiap akuarium dan bak fiber
•    Serokan sebanyak 1 buah untuk mengambil ikan mas
•    Timbangan digital untuk menimbang berat ikan dan simplisia biji jintan hitam
•    Tabung elemeyer sebanyak 15 buah sebagai wadah simplisia biji jintan hitam
 Pelaksanaan Penelitian
Uji In-vitro
Uji in-vitro yang dilakukan terdiri dari uji zona daya hambat dan uji Minimum Inhibition Concentration (MIC).
Uji zona daya hambat dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari filtrat simplisia biji jintan hitam sebagai antibakteri dalam menghambat metabolisme Aeromonas hydropilla. Uji sensitivitas obat dilakukan dengan menggunakan kertas cakram diameter 5 mm dibuat dari kertas saring whatman no.4 2 dan direndam dalam larutan jintan hitam pada konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm, 5000 ppm, 10.000 ppm dan 20.000 ppm selama 24 jam.
Peralatan dan bahan yang digunakan untuk uji zona daya hambat disterilisasi terlebih dahulu dengan autoclave. Metode pengerjaan dilakukan secara steril di ruang laminar flow untuk mencegah kontaminasi. Kertas saring Whatman dengan diameter 0,5 cm yang telah direndam pada larutan filtrat simplisia jintan hitam (Nigella sativa) selama 24 jam dipersiapkan lalu diletakan diatas media petri dish agar TSA yang telah diinokulasi dengan bakteri Aeromonas hydrophila sebanyak 0,5 ml dengan kepadatan 108 CFU/ml. Masing-masing  perlakuan konsentrasi diulang 2 kali. Petri dish kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 350C dalam inkubator. Diameter zona hambatan yang dihasilkan pada uji ini kemudian diamati.
 Uji     MIC     (Minimum     Inhibitory     Concentration)dan     Uji     MBC     (Minimum     Bactericidal Concentration)
Uji MIC dilakukan untuk mengetahui dosis minimum yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dengan menggunakan filtrat simplisia biji jintan hitam. Sebanyak 1 ml tryptic soy broth ditambahkan pada setiap tabung uji. Sejumlah 1ml filtrat yang disiapkan untuk dimasukan ke dalam tabung reaksi berbeda dari segi konsentrasi dan disesuaikan dengan  perlakuan yaitu konsentrasi filtrat simplisia biji jintan hitam 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, kontrol positif (dengan bakteri dan tanpa jintan hitam) dan kontrol negatif (tanpa bakteri dan tanpa jintan hitam). Perlakuan tersebut diulang sebanyak dua kali.
Pengamatan MIC dilakukan dengan pengamatan kualitatif yaitu dengan melihat adanya kekeruhan pada media sebagai indikasi adanya pertumbuhan bakteri setelah 24 jam inkubasi pada suhu 370C dan bila medianya bening diindikasikan tidak ada pertumbuhan bakteri.
Pengamatan lanjutan dari MIC adalah pengamatan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Pada uji MBC, sebanyak 0,7 ml dari setiap tabung perlakuan MIC diinokulasikan pada agar untuk membuktikan adanya pertumbuhan bakteri.
Persiapan untuk melakukan penelitian ini termasuk persiapan alat dan media agar yang dibutuhkan kemudian di autoclave agar alat dan bahan seperti agar dan NaCl dapat menjadi steril. Media agar Triptic Soy Agar yang telah di autoclave didiamkan hingga hangat kuku, lalu dituang ke dalam petri dish steril hingga rata keseluruh permukaan petri dish kemudian disimpan  selama 24  jam pada suhu rendah. Larutan filtrat simplisia biji jintan hitam dipersiapkan dengan menimbang bubuk jintan hitam sesuai konsentrasi yang diinginkan dan kemudian dimasukkan pada media aquadest steril dalam erlenmeyer dengan volume 250 ml. Hasil campuran bubuk dengan aquadest kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 600C kemudian disaring dengan kertas saring kasar.
Bakteri Aeromonas hydrophila yang akan digunakan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis 0,85%. Larutan bakteri hasil pengenceran dicampur dengan larutan jintan hitam sesuai konsentrasi perlakuan
Media agar kemudian diinkubasi selama 24 jam lalu dihitung koloni bakterinya. Koloni yang dapat dihitung antara 30-300 koloni (Lukistyowati 2000, dalam Hudanullah 2010)
 Uji in vivo LC50 (Lethal Concentration 50%) Perendaman Larutan Simplisia Biji Jintan Hitam Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio)
 Uji LC50 perendaman larutan filtrat simplisia biji jintan hitam dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi larutan herbal dengan mortalitas ikan mas sebanyak 50% selama 24 jam.  Perlakuan pada uji LC50 dilakukan dengan dua ulangan yaitu 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm dan 2500 ppm.
Sebelum dilakukan uji LC50 ikan mas terlebih dahulu diaklimatisasi selama 2 hari dalam bak fiber dengan volume 100 liter diberi pakan pelet secara sekenyangnya. Ikan uji disortir untuk mendapatkan ukuran dan berat yang seragam. Kemudian dimasukan ke dalam wadah perlakuan berupa akuarium dengan padat penebaran 10 ekor/akuarium yang berisi 10 L air. Akuarium diisi larutan filtrat simplisia biji jintan hitam sesuai perlakuan.  Ikan diamati selama 48 jam dan data kematian ikan selama 24 jam dan 48 jam dicatat sebagai data awal untuk mengolah nilai LC50  Analisis Data
Data tentang zona daya hambat diambil dari pengukuran zona bening yang diakibatkan oleh larutan jintan hitam (Nigella sativa) akibat yang diukur dengan jangka sorong digital. Kelangsungan hidup ikan dalam uji LC50 dianalisis melalui program Probit Analysis menggunakan software dari US Environmental Protection Agency (US EPA). 
 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji zona daya hambat
 Hasil penelitian uji antimikroba (Tabel 1) dari larutan biji filtrat jintan hitam menunjukkan potensi larutan tersebut sebagai anti mikroba walaupun bukan dalam bentuk ekstraksi minyak jintan hitam.  Diameter hambat yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat sifat anti mikroba pada larutan jinten hitam dengan konsentrasi 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 5000 ppm, 10.000 ppm dan 20.000 ppm. Pertumbuhan Aeromonas hydrophila di seputar kertas cakram mengalami hambatan dikarenakan adanya zat anti mikroba dalam larutan filtrat tersebut. Zat anti mikroba yang bekerja dapat berupa thymoquinone namun senyawa tersebut lebih banyak ditemui pada hasil ekstraksi berupa minyak (Al Mofleh et al. 2010). Pada filtrat biji jintan hitam, diduga senyawa ini tetap hadir walaupun dalam jumlah sedikit, akan tetapi pengaruh dari ssenyawa lain seperti tanin juga patut dipertimbangkan. 
 Tabel 1. Data Hasi Uji Zona Daya Hambat
Kepadatan bakteri 109
CFU/ml     Rerata Zona Daya Hambat (mm) pada Konsentrasi
(ppm)
    0
ppm     500 ppm     1000 ppm     5000 ppm     10.000 ppm     20.000 ppm
Ulangan 1     0     9,08     9,6     11     10,94     9,7
Ulangan 2     0     9,5     9,58     11,28     11,04     9,8
Rata-rata     0     9,29     9,59     11,14     10,99     9,75
Senyawa yang diduga bersifat antimikroba yang terkandung dalam filtrat jintan hitam, diduga tetap bertahan melewati salah satu proses pembuatan filtrat yaitu dengan merebus jintan hitam. Senyawa yang definitif belum diketahui mengingat tidak dilakukan uji lanjut namun Hosseinzadeh et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan biji jintan hitam antara lain 36-38% minyak, protein, alkaloid, saponin dan 0.4-2.5% minyak essensial. Ardiansyah (2007) mengatakan bahwa secara umum mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gangguan pada senyawa penyusun dinding bakteri, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat meenyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruski atau kerusakan fungsi material genetik.
Dari beberapa senyawa  yang terkandung dalam Jintan hitam tersebut tanin diduga sebagai senyawa antimikroba dikarenakan mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik. Efek spasmolitik dapat mengkerutkan dinding sel bakteri Aeromonas hydrophila sehingga sel bakteri terganggu permeabilitasnya (Ajizah, 2004). Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin juga mempunyai daya anti bakteri dengan cara mempresipitasikan protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolat. Secara umum efek anti bakteri tanin antara lain reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
Senyawa alkaloid yang terkandung dalam biji jintan hitam diperkirakan mempengaruhi hambatan terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Alkaloid dapat menganggu bakteri dengan cara menganggu terbentuknya jembatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 2005). 
Uji Minimum Inhibition Concentration
Uji MIC pada tabung reaksi menunjukkan bahwa konsentrasi 1000 ppm dan 1500 ppm dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sementara pada konsentrasi filtrat simplisia biji jintan hitam 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan kontrol positif (dengan bakteri dan tanpa jintan hitam) menunjukkan gejala kekeruhan. Dari hasil pengamatan ini, konsentrasi 1000 ppm menjadi konsentrasi minimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Minimum inhibitory concentration (MIC) didefinisikan sebagai nilai terendah dari konsentrasi antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikro-organisme setelah inkubasi 24 jam (Andrews, 2001). Pada uji zona daya hambat, konsentrasi filtrat jintan hitam sebanyak 500 ppm menghasilkan zona bening sehingga diduga konsentrasi filtrat bersifat antibiotik. namun ternyata pada metoda MIC, daya anti mikroba dari jintan hitam tidak tercapai dikarenakan terdapat pertumbuhan bakteri (ditandai dengan kekeruhan) pada tabung reaksi.
Uji Minimum Bactericidal Concentration
Uji MBC didefinisikan sebagai konsentrasi antimikroba terendah yang dapat membunuh organisme sehingga tidak dapat dikultur kembali pada media agar yang bebas antibiotik (Andrews, 2001).
Dari setiap tabung perlakuan uji MIC, diambil air media perlakuan untuk dikultur pada agar media TSA. Ternyata dari pengamatan konsentrasi 1000 ppm hingga 1500 ppm belum dapat menjadi bacterisidal ampuh atau pembunuh bakteri. Hal ini dilihat dari proses pertumbuhan bakteri dari setiap petridish yang menunjukkan pertumbuhan hingga lebih dari 300 koloni. Dapat diasumsikan bahwa walaupun bahan filtrat jintan hitam bersifat sebagai anti mikroba dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba namun belum sepenuhnya bersifat sebagai bakterisidal.
Uji LC 50 Berbagai Konsentrasi Larutan Filtrat Jintan Hitam terhadap Ikan Mas 
Ikan mas (Cyprinus carpio L.) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Sudarmadi, 1993). Di Indonesia ikan yang termasuk famili Cyprinidae ini termasuk ikan yang populer dan paling banyak dipelihara akyat, r serta mempunyai nilai ekonomis. Ikan mas sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur lebih kurang tiga bulan dengan ukuran 8-12 cm. (Sudarmadi, 1993).
Berdasarkan hasil pengamatan LC50 selama 24 jam (Lampiran 1), diketahui bahwa larutan filtrat jintan hitam dapat mematikan seluruh ikan pada konsentrasi 9019 ppm dan nilai LC50 adalah 2603 ppm. Adapun dosis yang aman untuk perendaman ikan dengan larutan filtrat selama 24 jam adalah pada konsentrasi 751,407 ppm.
Pemakaian konsentrasi larutan filtrat yang berlebihan dapat berdampak negatif bagi ikan. Dari hasil pengamatan larutan filtrat jintan hitam terasa pahit dan hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan Nigellin (Saeed, 1969) yang merupakan komponen alkaloid. 
Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorium, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga “Buccal” dan ofer kulum (Mark, 1981). Dari hasil pengamatan larutan filtrat dengan dosis yang tertinggi (2500 ppm) dapat mempengaruhi perubahan aktivitas ikan yaitu meningkatnya aktivitas pernafasan. Melalui uji selama 24 jam, dosis 2500 ppm ternyata menyebabkan kematian ikan. Hal ini diduga karena senyawa nigellin yang berlebihan dan terasa pahit menganggu laju pernafasan dan proses fisiologis dari ikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kemampuan filtrat simplisia biji jintan hitam (Nigella sativa) untuk mengobati ikan yang terserang patogen bakteri Aeromonas hydrophila perlu diuji coba lebih lanjut mengingat terdapatnya hasil positif pada zona daya hambat dan MIC namun aplikasi pengobatan ikan perlu memperhatikan aspek toksisitas biji jintan hitam terhadap ikan mas (Cyprinus carpio).
Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan maka konsentrasi filtrat simplisia biji jintan hitam yang aman untuk diaplikasikan pada ikan adalah pada konsentrasi 751 ppm. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan lama perendaman yang optimal untuk pengobatan ikan.
ACUAN PUSTAKA
Aboul-Ela E.I. (2002). Cytogenetic studies on Nigella sativa seeds extract and thymoquinone on mouse cells infected with schistosomiasis using karyotyping. Mutation Research, 516: 1117.
Ajizah, A. (2004). Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L. BIOSCIENTIAE. Volume 1, Nomor 1, Januari 2004. Halaman 31-38. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat: Banjarmasin.
Al Mofleh IA, Alhaider AA, Mossa JS, Al-Sohaibani MO, Al-Yahya MA, Rafatullah S, Shaik SA. (2008). Gastroprotective effect of an aqueous suspension of black cumin  Nigella sativa on necrotizing agents-induced gastric injury in experimental animals. Saudi J Gastroenterol 2008;14:128-34
Ali, O., Basbulbul, G. dan Aydin T. (2007). Antimitotic and antibacterial effects of the Nigella sativa L. Seed.  CARYOLOGIA Vol. 60, no. 3: 270-272.
Aljabre S.H.M., Randhawa M.A., Akhtar N., Alakloby O.M., Alqurashi A.M. and Aldossary A.,  (2005). Antidermatophyte activity of ether extract of Nigella sativa and its active principle, thymoquinone. Journal of Ethnopharmacology, 101: 116-119.
Andrews, J. M. (2001). Determination of minimum inhibitory concentrations. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2001) 48, 5-16.
Ardiansyah. (2007). Antimikroba dari Tumbuhan (Online) (www.beritaiptek.com, diakses tanggal 12 Desember 2009)
Bi.go.id. (2010). Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila. Diakses dari
http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=42201&idrb=48401
FAO, (2005). Responsible use of antibiotics in aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper, Rome, FAO. 2005. 97 p.
Ghufron, M dan Kordi, K. (2004).   Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta. 204 hal.
Hannan A, Saleem S, Chaudhary S, Barkaat M, Arshad MU. (2008). Anti bacterial activity of Nigella sativa against clinical isolates of methicillin resistant Staphylococcus aureus. J Ayub Med Coll Abbottabad. Jul-Sep; 20 (3):72-4.
Hosseinzadeh, H., S. Parvardeh, M.N. Asl, H.R. Sadeghnia and T. Ziaee, (2007). Effect of thymoquinone and Nigella sativa seeds oil on lipid peroxidation level during global cerebral ischemia-reperfusion injury in rat hippocampus. Phytomedicine, 14: 621-627. DOI: 10.1016/j.phymed.2006.12.005
Jangkaru, Z. (2004). Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kokdil G. dan Yilmaz H. 2005( ). Analysis of the fixed oils of the genus Nigella L.(Ranunculaceae) in Turkey. Biochemical Systematics and Ecology, 33:1203-1209.
Mark, Jr. H.B. 1981. Water Quality Measurement The Modern Analytical Techniques. Departments of Chemistry of Cincinate. Ohio.
Masduki, I. (1996). Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran 109:21-24.
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB Bandung
Saeed, M., 1969. Hamdard Pharmacopoeia of Eastern Medicine. Hamdard Foundation, Karachi,
Pakistan
Salem M.L. (2005) Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella sativa L. seed.
Int. Immunopharmacol. 5(13-14):1749-70
Sudarmadi, S. 1993. Toksiologi limbah pabrik kulit terhadap Cyprinus carpio L. dan  kerusakan insang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 13;4 : hal. 247 – 260. Jakarta.
Sugianti, B. (2005). Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Falsafah Sains. Bogor.
Tumar dan Boimin. (2006). Efektifitas penggunaan jinten hitam (nigella sativa) dengan konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri aeromonas hydrophila secara in vitro. Prosiding SEMNASKAN UGM 2006.
Wichaksana, S., Winarno, K. dan Susilowati, A. (2003). Pengaruh Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) erhadapt Penurunan Mortalitas Lele Dumbo (Clarias gariepinus) akibat Infeksi Aeromonas hydrophila. ENVIRO 3 (1): 28-35, Maret 2003

0 comments:

Post a Comment