Friday, November 23, 2012

MENGEMBANGKAN BUDIDAYA LAUT DENGAN IKAN KERAPU

November 23, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments



Di sisi lain laju pertumbuhan ikan kerapu yang dibudidaya sangat lambat, seperti yang dilaporkan oleh Soni (2002)  ikan kerapu macan laju pertumbuhannya 0,45 g/hari dan sebesar 0,60 g/hari, sedangkan kerapu lumpur sebesar 0,61 g/hari. Laju pertumbuhan tersebut dapat menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi sehingga kurang menguntungkan secara ekonomis. Namun demikian sebagian pertumbuhan ikan kerapu akhir-akhir ini sudah menunjukkan peningkatan. Akbar dan Sudaryanto (2001) melaporkan bahwa ikan kerapu macan laju pertumbuhannya 2,30 g/hari, sedangkan laju pertumbuhan ikan kerapu lumpur 3,59 g/hari.
Menurut Chua dan Teng  (1978), kualitas perairan yang optimal  untuk  pertumbuhan ikan kerapu, seperti suhu berkisar antara 24 - 31ºC, salinitas antara 30-33 ppt, oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH berkisar antara 7,8 - 8,0. Sementara itu Suprakto dan Fahlivi (2007) melaporkan kualitas air pada lokasi bdidaya, yaitu kecepatan arus 15 - 30 cm/s, suhu 27 - 29ºC, salinitas  30 - 33 ppt, pH 8,0 - 8,2, oksigen >5 ppm dan kedalaman > 5 m. Kualitas perairan pada lokasi penangkapan di Tanimbar Utara, yaitu suhu 27,00 - 29,62 ºC, salinitas 34,259 - 34,351 ppt, oksigen terlarut 3,95 - 4,28 ml/l, nitrat  1,00 - 6,00 µg.at/l  dan fosfat berkisar  0,80 - 1,40 µg.at/l (Langkosono dan Wenno, 2003). Informasi mengenai pertumbuhan dan kondisi perairan pada lokasi budidaya ikan kerapu masih kurang dipublikasikan sehingga pengembangannya banyak menemui kendala. Hal ini terutama para nelayan di Desa Malaka Lombok Barat selalu mengandalkan penangkapan ikan di alam, sedangkan budidaya masih sangat kurang dilakukan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka penelitian pertumbuhan ikan kerapu dan kualitas perairan dilakukan di perairan pantai Teluk  Kodek, Desa Malaka pada keramba jaring apung. Penelitian ini bertujuan untuk   mengetahui kecepatan pertumbuhan ikan kerapu macan, kerapu lumpur dan kualitas perairan, seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, kecepatan arus, kecerahan, fosfat dan nitrit.   Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk  menarik  minat  para  nelayan  maupun  pengusaha  untuk  mengembangkan  budidaya ikan kerapu. Di samping itu sebagai masukan bagi pemerintah daerah Lombok Barat untuk mengembangkan sektor perikanan dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan, pendapatan daerah serta meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Perkembangan kehidupan kerapu tikus sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan tersebut antara lain : suhu, cahaya, salinitas, arus. Fluktuasi kedaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode, migrasi musiman serta terdapatnya ikan. Keadaan perairan serta perubahannya juga mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Baskoro, et al. 2010).
Komarova (1939) dalam Baskoro.  et al (2010) menerangkan bahwa suhu yang terlalu tinggi, tidak normal dan tidak stabil ternyata akan mengurangi kecepatan makan ikan. Ada kalanya ikan yang berukuran besar akan mencari  daerah makanan yang bersuhu lebih rendah daripada ikan-ikan yang berukuran lebih kecil dari jenisnya, hal tersebut mungkin disesuaikan dengan kebutuhan fisiologisnya.
Menurut Weber and Beofort (1940) dalam Evalawati et al (2001) taksonomi ikan kerapu tikus adalah sebagai berikut            :
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class                : Osteichthyes
Sub Class        : Actinopterigi
Ordo                : Percomorphi
Sub Ordo        : Percoidea
Famili              : Serranidae
Genus              : Cromileptes
Spesies            : Cromileptes altivelis
Ikan kerapu tikus ini bertubuh agak pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik hitam diseluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran kecil dengan moncong agak meruncing. Karena kepala yang kecil mirip bebek, maka jenis ini popular sebagai kerapu bebek. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai kerapu tikus karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus. Ikan kerapu tikus digolongkan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0.5 – 2 kg/ekor (Kordi, 2001).
Menurut Subyakto dan Cahyaningasih (2003), kerapu bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua.
Menurut Kordi (2001) ikan kerapu memijah sepanjang tahun. Untuk melakukan pemijahan, ikan kerapu membutuhan salinitas antara 28-32 ppt, dengan suhu antara 27°C - 30°C. Ikan kerapu tikus memijah disaat gelap, yaitu ketika bulan tidak bersinar terang. Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 berikutnya (bulan arab).
Habitat favorit larva kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan banyak ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu karang). Pada siang hari, larva kerapu biasanya tidak muncul ke permukaan air, sebaliknya pada malam hari, larva kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan sifat kerapu sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).
Kebiasan makan ikan kerapu tikus, menurut Iskandar dan Mawardi (1996) dalam Risamasu (2008) ikan kerapu tikus yang termasuk dalam  keluarga serranidae merupakan ikan nokturnal dimana ikan ini mencari makan pada malam hari.  Aktivitas ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman. Setianto (2011) melaporkan dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 meter selanjutnya menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Pemijahan Ikan Kerapu Tikus
Jumlah induk 49 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1:2.  Ikan memijah pada bulan gelap antara pukul 22.00-02.00 WIB dengan suhu 29 oC. Ikan kerapu memijah pada malam hari disebabkan ikan tersebut merupakan ikan demersal dan bersifat fototaksis negatif (-) yaitu cenderung menjauhi cahaya. Ciri induk yang siap memijah yaitu ikan menjadi lebih sensitif terhadap suara atau cahaya Pada induk betina perutnya terlihat buncit, warna tubuhnya cerah dan pergerakannya lambat.
Sedangkan induk kerapu tikus jantan pergerakannya lebih agresif daripada induk betina. Kemudian
induk kerapu jantan akan bergerak mengikuti induk betina dan berenang bersama.
Pada pengamatan tingkah laku pemijahan ikan kerapu tikus di BBAP Situbondo dan tingkah laku pemijahan ikan kerapu tikus pada beberapa literatur menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya, karena lingkungan pada pemijahan di BBAP Situbondo dibuat sedemikian rupa hingga sesuai dengan di alam dan akhirnya ikan dapat memijah dengan alami dan menghasilkan telur dengan kualitas yang bagus.
Suhu yang sesuai untuk ikan kerapu tikus yaitu 29 oC-32 oC dengan salinitas 33 ppt. Rangsangan dari lingkungan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan ketinggian air pada pagi hari hingga sore  dan menaikkan air kembali pada sore  hari.  Pada saat  pemijahan, juga  dibutuhkan suasana yang tidak berisik dan tenang. Selain itu, saat musim hujan juga mempengaruhi pemijahan
ikan, karena seringnya terjadi hujan yang deras maka pemijahan ikan kerapu tikus yang berlangsung
alami dapat terganggu namun pada umumnya Ikan kerapu tikus akan memijah sepanjang tahun.

Pembenihan Ikan Kerapu Tikus
Telur yang dihasilkan berkisar antara 100.000-300.000 butir dan akan menetas setelah 18-20 jam pada suhu 29 °C-31 °C dengan tingkat penetasan 80%. Larva kerapu tikus bersifat pelagis, pakan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pakan yang diberikan berupa zooplankton jenis artemia pada D15-D40,  fitoplankton jenis rotifera pada D15-35, pelet pada D17-D50 dan rebon pada D40-D50, pada D1-D14 larva diberi minyak cumi (minyak ikan). Pada D35 dilakukan penyeragaman ukuran untuk menghindari ikan kerapu tikus saling memangsa karena ikan  bersifat


kanibal. Survival rate ikan kerapu tikus sebesar 5%. Suhu pada pembenihan berkisar 29 C dengan
salinitas 30 ppt.
Survival rate pada benih ikan kerapu tikus yakni 5%.  Penyebab kematian larva bisa terjadi
karena masa kritis yang terjadi saat kuning telur habis dan larva harus mengambil makanan dari luar. Selain itu, pengelolaan kualitas air juga mempengaruhi angka kematian larva. Sehingga dilakukan uji kualitas  air  setiap  pekan  yang  menjadi  bahan  pertimbangan untuk  mengurangi kematian  larva. Tingkah laku ikan kerapu tikus muda berenang mengikuti gerak air dan lebih banyak berdiam diri didasar kolam pada pagi hari. Pada D35 sifat kanibal mulai nampak, hal ini bisa diakibatkan karena kurangnya pakan yang diberikan. Begitu juga dengan apa yang ada di literatur. Dan apabila penanganan pada bak pemeliharaan kurang hati-hati atau tidak menjaga kebersihan kolam maka akan mengubah lingkungan yang ada disekitar ikan dan bisa membuat ikan stress karena hal ini tentu berada dengan ikan kerapu tikus muda yang berada di alam, mempunyai ruang gerak yang lebih luas. Ikan kerapu yang berada dihabitat asli, mampu untuk menghasilkan telur yang lebih banyak yakni
700.000 butir. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh dari kondisi lingkungan pada budidaya ikan kerapu. Ikan mempunyai sifat poikilotermis yaitu suhu tubuh ikan dipengaruhi oleh suhu air disekitarnya sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat metabolisme setelah air mengalami penurunan suhu. Pada kolam budidaya, suhu dapat berubah karena pengaruh lingkungan seperti hujan maupun cuaca yang panas.
Pembesaran Ikan Kerapu Tikus di Karamba Jaring Apung
Pada pembesaran di karamba jaring apung, ikan yang ditebar berukuran mulai 10 cm (D70) dengan masa pemeliharaan 15 bulan Pemberian pakan dilakukan 1 kali sehari   berupa ikan selar kuning dengan total  konsumsi mencapai 2,5 kw serta pemberian vitamin C yang dilakukan seminggu sekali. Ikan kerapu tikus makan dengan menyergap pakannya sebelum sampai ke dasar jaring. Suhu di karamba berkisar 29-31 C dengan salinitas 33 ppt. Jenis penyakit yang potensial mengganggu disebabkan oleh parasit.
Pergerakan ikan kerapu tikus pada keramba terbatas hanya mengelilingi kolam saja dan berdiam di dasar kolam, peningkatan gerakan terjadi saat pemberian pakan. Ikan kerapu tikus makan dengan menyambar ikan segar yang diberikan.  Lingkungan ikan yang ada di karamba jaring apung (KJA) lebih menguntungkan baik bagi ikan itu sendiri maupun bagi pemilik karamba karena penempatannya di laut sesuai dengan habitat ikan kerapu tikus.
Jadi, tingkah laku  ikan kerapu tikus  pada pemeliharaan di  budidaya tidak  jauh  berbeda dengan habitat aslinya. Balai Budidaya Air Payau membuat manipulasi lingkungan yang benar-benar sesuai dengan habitat asli ikan kerapu tikus. Pada pembenihan, larva bersifat pelagis. Seiring dengan pertumbuhannya, ikan kerapu tikus hidup di dasar permukaan dimana pada habitat aslinya, daerah terumbu karang merupakan tempat tinggal bagi ikan sehingga ikan kerapu tikus mencari mangsa disekitar terumbu karang.

0 comments:

Post a Comment