Banyak
teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan termasuk di
dalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini menjadi korban dari ulah
kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan limbah rumah
tangga maupun industri yang menyebabkan pencemaran. Kegiatan dibidang perikanan
seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, racun dan alat-alat
tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga merupakan salah satu
faktor yang merusak lingkungan perairan. Sumberdaya ikan, meskipun termasuk
sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak
terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan
berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan
ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat kaitannya dengan
pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan ikan yang
dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman
kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan
ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di Laut Utara
telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkap sampingan
(by catch) lebih dari seratus tahun yang lalu.
Seperti
telah dijelaskan dalam pendahuluan, Indonesia sangat tergantung pada sektor
perikanan, baik sebagai penghasil devisa negara, maupun sebagai pemasok protein
bagi penduduk Indonesia. Karenanya, segala bentuk kegiatan penangkapan ikan
yang merusak tidak lagi dilakukan. Sebagai sumberdaya alam yang pulih, ikan
dapat dipanen terus menerus bila kita bijak dalam melakukan kegiatan perikanan
tersebut. Hal ini harus terus menerus didorong karena perikanan yang
ramahlingkungan dapat memberikan sumbangan sosial dan ekonomi yang sangat
penting bagi kita semua.
Food
Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa
Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995
mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung
jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO
menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya,
alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang
menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi
subkriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Subkriteria ini
terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
1.
Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
2.
Alat menangkap paling banyak tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
3.
Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama
4.
Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
b.
Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan
berkembang biak ikan dan organisme lainnya
Penangkapan
Ikan yang Merusak). Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang
ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat
penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah
hingga yang tinggi):
1.
Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
2.
Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit
3.
Menyebabkan sebagaian habiat pada wilayah yang sempit
4.
Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)
c.
Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan)
Keselamatan
manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia
merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif.
Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang
mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1.
Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan
2.
Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen)
pada nelayan
3.
Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang
sifatnya sementara
4.
Alat tangkap aman bagi nelayan
d.
Menghasilkan ikan yang bermutu baik
Jumlah
ikan yang banyak tidak banyak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi
buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan
secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah
sebagai berikut:
1.
Ikan mati dan busuk
2.
Ikan mati, segar, dan cacat fisik
3.
Ikan mati dan segar
4.
Ikan hidup
e.
Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen
Ikan
yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan
tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat
bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah
(dari rendah hingga tinggi):
1.
Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen
2.
Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen
3.
Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
4.
Aman bagi konsumen
f.
Hasil tangkapan yang terbuang minimum
Alat
tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/ organisme
yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif,
hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target
yang turut tertangkap. Hasil tangkapan nontarget, ada yang bisa dimanfaatkan
dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal
berikut (dari rendah hingga tinggi):
1.
Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang
tidak laku dijual di pasar
2.
Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang
laku dijual di pasar
3.
Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di
pasar
4.
Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi
di pasar.
g.
Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan
sumberdaya hayati (biodiversity)
Pembobotan
criteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga
tinggi):
1.
Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak
habitat
2.
Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak
habitat
3.
Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak
merusak habitat
4.
Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
h.
Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah
Tingkat
bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan
berdasarkan kenyataan bahwa:
1.
Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
2.
Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat
3.
Ikan yang dilindungi "pernah" tertangkap
4.
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
i.
Diterima secara sosial
Penerimaan
masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial
oleh masyarakat bila:
(1)
biaya investasi murah,
(2)
menguntungkan secara ekonomi,
(3)
tidak bertentangan dengan budaya setempat,
(4)
tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotancriteria ditetapkan
dengan
menilai
kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
-
Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas
-
Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
-
Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas
-
Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas
Bila
ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang
terlibat dalam kegiatan perikanan, dapat dikatakan ikan dan produk perikanan
akan tersedia untuk dimanfaatkan oleh kita dan generasi anak cucu kita. Hal
yang penting diingat adalah bahwa generasi saat ini (baca: kita) memiliki
tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa kita tidak mengurangi ketersediaan
ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang
ceroboh dan berlebihan. Perilaku yang bertanggungjawab ini dapat menghasilkan
peningkatan ketersediaan ikan, yang kemudian akan memberikan sumbangan yang
penting bagi ketahanan pangan, dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.
Alat
Tangkap yang ramah dan tidak ramah lingkungan
1.
Penangkapan ikan hias
a.
Ikan hias merupakan salah satu sumberdaya ekosistem terumbu karang yang
berperan penting dalam kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut.
Penangkapan ikan hias ini sering kali menggunakan racun sianida karena kemudahannya
mendapatkan racun sianida serta kepastian mendapatkan hasil yang tinggi.
Seperti telah dijelaskan di muka, menggunakan racun sianida untuk menangkap
ikan karang dapat berakibat buruk bukan saja pada ikan itu sendiri, tetapi juga
pada terumbu karang yang terkena racun, serta pada manusia yang menyemprotkan
racun tersebut dan yang memakannya (untuk ikan karang yang dimakan).
b.
Masalah yang sering terjadi dalam kegiatan penangkapan ikan hias laut yang
berasal dari terumbu karang adalah tingginya tingkat kematian Mengapa ikan hias
hasil tangkapan tersebut mudah mati? Ada beberapa sebab yang sering menjadi
sumber kematian ikan hias tersebut, dan kesemua ini berkaitan dengan prinsip
penangkapan ikan hias ramah lingkungan.
c.
Penyebab matinya ikan hias hasil tangkapan:
-
Penggunaan racun sianida/potassium yang berlebihan
-
Teknik dekompresi yang kurang tepat
-
Kurangnya oksigen saat penyimpanan
-
Ikan teracuni oleh amoniak buangan ikan yang tercampur dalam
-
Terlalu banyak ikan dalam satu wadah penyimpanan
-
Ikan terjemur sinar matahari
-
Prosedur penangan dan pengangkutan yang kurang baik
Dalam
kegiatan penangkapan ikan hias di terumbu karang yang ramah lingkungan, ada
serangkaian kriteria yang harus dilaksanakan. Penangkapan ikan hias ramah
lingkungan mencakup:
-
Tata cara penangkapan
-
Penanganan dan penyimpanan
-
Persyaratan lain yang berkaitan dengan perawatan dan prinsip-prinsip praktis
yang perlu diketahui sehingga kegiatan penangkapan ikan hias dari terumbu
karang ini dapat berkelanjutan. Selain itu, ada serangkaian alat tangkap yang
diperlukan bagi ikan hias yang ramah lingkungan ini. Alat dan bahan tersebut
antara lain:
-
Jaring penghalang
-
Serok
-
Ember dekompresi
Prinsip
utama yang harus diperhatikan dalam pengumpulan ikan dari laut adalah sebagai
berikut:
Persyaratan
umum penanganan, penyimpanan, dan penangkaran:
a.
Ikan dari lokasi yang berlainan tidak boleh dicampur dalam suatu wadah yang
sama
b.
Perjalanan pengumpulan dan penangkapan yang singkat (tidak terlalu lama)
c.
Penangkapan harus selalu menggunakan ember yang mengapung
d.
Setelah pengumpulan dan penangkapan, ikan harus ditandai dengan informasi
mengenai:
-
Penangkap
-
Pengumpul
-
Lokasi penangkapan
-
Lokasi pengumpulan
-
Tanggal dan jam penangkapan
e.
Kualitas dan suhu air dalam wadah yang harus dijaga, antara lain dengan
cara:
-
Menempatkan wadah di tempat yang teduh dan mengganti air dengan air laut yang
bersih/segar
-
Menghindari penggantian air yang terlalu sering dan ceroboh serta keteduhan
yang berubah-ubah
-
Memastikan periode penyimpanan antara penangkapan dan pemngiriman yang singkat
kepada pembeli yang mampu melakukan penyesuaian suhu yang tepat.
Penanganan
dan Penyimpanan
a.
Jangan memegang ikan saat menangani ikan
b.
Gunakan serok (lihat bagian berikutnya untuk cara pembuatan) dengan hati-hati
c.
Serok harus terbuat dari bahan yang lembut dan bermata jaring kecil
d.
Kantong plastik dan toples penyimpanan sebaiknya tidak dibiarkan terkena panas
matahari langsung
e.
Lindungi tempat penyimpanan dengan kotak atau terpal hitam
f.
Ember bisa digunakan sebagai alat penyimpanan sementara dan dekompresi
g.
Bila menggunakan ember dan botol sebagai tempat penyimpanan, maka hal berikut
harus menjadi perhatian:
-
Ember dan/atau botol harus disimpan dalam laut dengan kedalaman 3 dengan sirkulasi
air yang baik
-
Direndam dalam air laut yang baru/segar setelah pengapalan
-
Ikan harus segera direndam dalam air laut yang baru/segar bila dalam
ember/botol penyimpanan ada organisme yang mati.
h.
Bila menggunakan kantong plastik sebagai tempat penyimpanan atau untuk
pengiriman, maka harus diperhatikan hal berikut:
-
Kantong plastik harus memiliki ukuran yang cukup bagi ikan sehingga ikan
tersebut dapat bergerak bebas
-
Gunakan kantong plastik yang bersih/baru
-
Gunakan satu kantong plastik untuk satu ekor ikan saja
-
Usahakan penggantian air untuk menjaga kesegaran ikan
-
Kantong plastik berisi ikan harus disimpan di tempat teduh dan sejuk
-
Kantong plastik tidak boleh digunakan untuk menyimpan ikan lebih dari 24 jam
i.
Jangan menuangkan ikan langsung dari atas ke wadah penyimpanan (ember/toples).
Masukkan
serok ke dalam air, kemudian baru ikan dilepaskan
j.
Jangan biarkan ikan berada terlalu lama di luar air, upayakan ikan selalu
berada di dalam air dan kemudian pindahkan ke wadah yang tersedia
k.Jangan
menaruh ikan dalam kantong plastik dan/atau toples yang tertutup tanpa lubang
l.
Usahakan agar ikan-ikan yang ditangkap dari dalam laut disimpan dalam toples
yang tutupnya berlubang dan diletakkan dalam air laut yang dangkal
m.
Usahakan agar mengganti air secara teratur dan dengan hati-hati. Ikan dapat
mengalami stress dengan penggantian air yang tergesa-gesa dan ceroboh
n.
Sebelum diangkut dengan kapal, jaga agar ikan dalam toples yang berlubang
tersebut dapat disimpan di dasar laut dekat pantai selama tiga hingga 5 hari
sehingga saat pengangkutan usus ikan-ikan tersebut kosong
o.
Kecuali untuk jenis-jenis yang biasa hidup berdua atau lebih, usahakan hanya
menempatkan satu ikan dalam satu toples
p.
Usahakan agar ikan tidak kelaparan
q.
Jangan menusuk gelembung ikan saat ikan ditangkap
r.
Angkut ikan-ikan dengan kapal seminggu setelah penangkapan dengan menggunakan
toples yang tutupnya berlubang
s.
Periksa kondisi ikan setiap hari dan buang ikan/organisme lain yang mati
t.
Dekompresi ikan selama 24 jam dalam toples yang tutupnya berlubang di kedalaman
tiga hingga lima meter.
Pencatatan
a.
Para pengumpul dan penangkap ikan harus selalu mencatat dengan benar dan tepat
hal yang berkaitan dengan kematian pada setiap tahap proses dari penangkapan,
penyimpanan, hingga pengangkutan/ pengiriman. Catatan ini dapat disimpan
sebagai jurnal atau buku log.
b.
Dokumentasi, seperti telah disampaikan di muka harus mencakup:
-
Jenis/spesies
-
Lokasi pengambilan
-
Lokasi pengangkutan
-
Lokasi tujuan pengiriman
-
Tanggal pengambilan/penangkapan
-
Tanggal pengangkutan
-
Tanggal tiba di tempat pengiriman
-
Nama penangkap
-
Catatan kematian saat kedatangan atau setelah kedatangan
Dengan
melaksanakan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan, kita bisa
memastikan bahwa hasil tangkapan kita bermutu tinggi, kuat, dan bernilai
ekonomi tinggi.
2.
Pukat Udang
a.
Pukat udang dioperasikan di Indonesia setelah adanya pelarangan penggunaan
trawl melalui Keppress No. 39 tahun 1980 (Baskoro, 2006). Seperti terlihat
dengan jelas dari namanya, alat ini terutama digunakan untuk menangkap udang,
selain juga ikan yang ada di perairan dasar (demersal).
b.
Alat ini dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar perairan oleh satu atau
dua kapal (di samping atau di belakang kapal) dalam jangka waktu tertentu.
Jaring ditarik secara horizontal (mendatar) di dalam air. Alat ini dilengkapi
dengan papan pembuka mulut jaring (otter board) yang membuat mulut jaring
terbuka selama kegiatan penangkapan dilakukan.
c.
Pukat memiliki jaring yang berbentuk kerucut dan terdiri atas tiga bagian.
Bagian-bagian
tersebut
adalah:
Pukat
Dasar
-
Dua lembar sayap (wing)
-
Tali penarik sebagai penghubung ke dua sayap di atas (warp)
-
Badan (body)
-
Kantong (codenc)
-
By-catch Excluder Device/BED (alat penangkal hasil samping) BED adalah bingkai
berjeruji yang dipasang antara bagian badan dan kantong. BED berfungsi sebagai
penyaring dan/atau alat yang meloloskan ikan yang bukan menjadi sasaran utama
penangkapan (ikan target). BED merupakan komponen kunci yang menjadikan Pukat
Udang termasuk ke dalam alat tangkap ramah lingkungan) karena memberikan nilai
selektivitas yang tinggi.
3.
Pukat Cincin
a.
Alat ini ditujukan sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol di permukaan
b.
Pada umumnya, alat ini berbentuk empat persegi panjang dilengkapi yang
dilwatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris
bawah. Dengan menarik tali kerucut bagian bawah ini, jaring dapat dikuncupkan
(lihat gambar) dan jaring akan membentuk semacam "mangkuk".
c.
Perlu diperhatikan, penggunaan alat tangkap ini hanya untuk ikan pelagis yang
bergerombol di laut lepas.
d.
Bila alat ini digunakan untuk ikan demersal (di dasar perairan), maka pukat
cincin akan merusak terumbu karang.
Pukat
Cicin
4.
Pukat Kantong
a.
Pukat kantong dioperasikan dengan melingkari daerah perairan untuk menangkap
ikan yang berada di permukaan (pelagik) dan ikan di dasar perairan (demersal)
maupun udang.
b.
Pukat seperti ini ada yang digunakan di atas perahu (ditarik oleh perahu) dan
hasilnya langsung dinaikkan ke geladak perahu, dan ada yang ditarik ke arah
pantai dan hasil tangkapan langsung dikumpulkan di pantai.
c.
Alat ini terdiri dari kantong, badan pukat, dua lembar sayap yang dipasang pada
kedua sisi mulut jaring, dan tali penarik
Pukat
Kantong
5.
Jaring Insang
a.
Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menghadang ruaya
gerombolan ikan. Ikan-ikan yang tertangkap pada jaring umumnya karena terjerat
di bagian belakang penutup insang atau terpuntal oleh mata jaring. Biasanya
ikan yang tertangkap dalam jaring ini adalah jenis ikan yang migrasi vertical
maupun horizontalnya tidak terlalu aktif
b.
Ada berbagai jenis jaring insang, yang terdiri dari satu lapis jaring,
dualapis, maupun tiga lapis jaring. Jaring insang memiliki mata jaring yang
sama ukurannya pada seluruh badan jaring. Jaring ini kemudian dibentangkan
untuk membentuk semacam dinding yang dapat menjerat. Jaring insang dilengkapi
dengan pelampung di bagian atas jaring dan pemberat pada bagian bawahnya.
c.
Notes: apakah ada persyaratan besar mata jaring sehingga memiliki selektivitas
tinggi?
Jaring
Insang
6.
Jaring Angkat
a.
Jaring angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal.
Jaring ini biasanya dibuat dengan bahan jaring nion yang menyerupai kelambu, karena
ukuran mata jaringnya yang kecil (sekitar 0,5 cm). Jaring kelambu kemudian
diikatkan pada bingkai bambu atau kayu yang berbentuk bujur sangkar.
c.
Dalam penggunaannya, jaring angkat sering menggunakan lampu atau umpan untuk
mengundang ikan. Biasanya dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau
langsung.
d.
Dari bentuk dan cara penggunaannya, jaring angkat dapat mencakup bagan perahu,
bagan tancap (termasuk kelong), dan serok Jaring Angkat
7.
Pancing
a.
Pada dasarnya alat ini menangkap ikan dengan mengundang dengan umpan akanu atau
buatan, yang dikaitkan pada mata pancing.
b.
Terdiri dari dua bagian utama, yaitu tali dan pancing. Bahan, ukuran tali, dan
besarnya mata pancing beragam sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap.
Jumlah mata pancing yang ada pada tiap alat juga tergantung dari jenis
pancingnya.
c.
Alat pancing ada pula yang dilengkapi dengan perangkat lain seperti tangkai,
pemberat, pelampung, dan kili-kili
d.
Ada berbagai jenis alat pancing untuk tujuan penangkapan ikan yang berbeda,
mulai dari alat yang paling sederhana untuk penangkapan ikan yang sifatnya
rekreasi, hingga ukuran dan bentuk khusus bagi penangkapan ikan skala besar
(industri).
d.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk jenis pancing yang digunakan
untuk penangkapan ikan skala besar (seperti misalnya rawai tuna), sebaiknya
digunakan di wilayah laut lepas, karena dapat menyangkut pada terumbu karang
dan merusaknya.
Pancing
Dasar
8.
Perangkap
a.
Perangkap merupakan alat yang sifatnya tidak bergerak yang berbentuk
"kurungan" yang menjebak ikan untuk masuk. Keberhasilan alat ini
dalam menangkap ikan sangat tergantung pada jenis ikan dan pola pergerakan
(migrasi) ikan tersebut.
b.
Ada beberapa jenis bahan yang sering digunakan untuk membuat perangkap yang
tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap dan lokasi penangkapan.
Bahan-bahan seperti bambu, kawat, rotan, jaring, tanah liat, dan plastik sering
digunakan.
c.
Perangkap biasanya dan dapat digunakan di hampir setiap lokasi. Dasar perairan,
permukaan, sungai arus deras, atau di daerah pasang surut. Sero, jermal, dan
bubu merupakan jenis perangkap yang sering digunakan.
Hal
yang harus diperhatikan dalam memanfaatan perangkap terutama bubu di sekitar
terumbu karang adalah cara pemasangan dan pengangkatannya. Memasang dan
mengangkat bubu harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengganggu
dan/atau merusak terumbu yang sangat diperlukan oleh komunitas ikan. Sedapat
mungkin hindari pemasangan di atas terumbu karang.
Perangkap
9.
Alat pengumpul
a.
Alat ini sangat penting diketahui karena memiliki selektivitas tinggi,
sederhana dalam bentuk dan rancangannya, serta biasanya digunakan dalam skala
yang kecil.
b.
Alat pengumpul ini terdiri dari berbagai jenis, bentuk, dan cara penggunaannya.
Salah satu contohnya adalah alat pengumpul kerang di perairan dangkal yang
berupa penggaruk (rake) atau alat pengumpul rumput laut yang berbentuk galah
dengan cabang di ujungnya.
10.
Alat penangkap lainnya
a.
Ada jenis alat yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis alat tangkap yang
telah dijelaskan di atas. Alat tangkap tersebut antara lain adalah jala,
tombak, senapan/panah, maupun harpun tangan.
b.
Alat-alat tangkap jenis ini, karena selektivitasnya tinggi (setiap alat
digunakan untuk satu jenis tertentu saja), skala pengoperasiannya yang terbatas
dan kecil, temasuk dalam alat tangkap yang ramah lingkungan.
c.
Jala memiliki prinsip penangkapan seperti jaring. Yang harus diperhatikan
adalah penentuan besar mata jaring pada jala, sehingga sesedikit mungkin jala
tersebut menangkap ikan yang bukan menjadi sasaran penangkapan.
d.
Tombak, alat yang terdiri dari batang yang ujung berkait balik (mata tombak)
dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak.
e.
Senapan adalah penangkap yang terdiri dari tangkai/badan senapan dan anak panah.
Alat ini digunakan dengan cara menyelam di perairan karang. Dengan panah biasa,
penangkapan umumnya dilakukan di dekat pantai atau perairan yang dangkal
0 comments:
Post a Comment