Sunday, November 27, 2011

PENGOLAHAN DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hyphopthalmus)

November 27, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
  Perkembangan industri perikanan di Indonesia mengalami peningkatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Data produksi ikan  patin  pada  tahun  2005  sebesar 32.575  ton,  pada  tahun  2006  sebesar 31.490  ton,  pada  tahun  2007  sebesar 36.260   ton,   dan   pada   tahun   2008 sebesar 51.000 ton (Ferinaldy 2009).
Ikan patin merupakan ikan hasil budidaya yang produksinya hampir meningkat setiap tahunnya, biasanya ikan ini dijual dalam keadaan segar dan juga dalam bentuk olahan seperti ikan asap dan ikan asin. Nilai ekonomis ikan patin dapat ditingkatkan dengan berbagai olahan dan cara yang benar, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan dendeng lumat ikan patin.
Dendeng adalah produk pangan semi basah yang dapat dimakan tanpa rehidrasi dan tidak memberikan rasa kering pada produk. Dalam pembuatan dendeng biasanya diberikan rempah- rempah  sebagai  bumbu  yang berguna untuk menghasilkan aroma, rasa khas dan daya awet.
Bahan baku dalam pembuatan dendeng lumat adalah gula merah 20%, asam jawa 4%, bawang merah 5%, bubuk ketumbar 2%, lengkuas 3%, garam 30% dan bawang putih 10% (Anonim, 2010).
Untuk mengolah ikan patin menjadi dendeng diperlukan komposisi yang    tepat. Peningkatan kualitas penerimaan konsumen terhadap tekstur dan mutu merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap produk  yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan penambahan jumlah tepung tapioka yang sesuai sebagai bahan pengikat untuk memperbaiki tekstur dan mutu dendeng.
Prinsip pembuatan dendeng adalah subtitusi air dari bahan dengan rempah-rempah sebagai bahan pengawet. Sedangkan untuk memperpanjang daya awet sebagian air dari bahan dihilangkan dengan proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sampai sangat rendah sehingga   dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya.
Pengolahan ikan patin menjadi dendeng lumat ikan patin, diharapkan menghasilkan produk makanan yang bergizi tinggi dan menambah daya tarik konsumen untuk mengkonsumsi olahan dari  ikan.  Dendeng  lumat  ikan  patin juga dapat menjadi solusi bagi sebagian masyarakat yang menghindari kandungan kolestrol yang tinggi. Ikan sebagai sumber protein sangat berbeda dengan protein-protein yang dihasilkan oleh bahan makanan lainnya, selain itu ikan mengandung kolesterol yang rendah sehingga sangat sehat untuk dikonsumsi (IPB, 2009).
Berdasarkan    uraian  tersebut penulis  melakukan  penelitian  tentang ”Studi Pengolahan Dendeng Lumat Ikan Patin (Pangasius hyphopthalmus)”.
Ikan patin selama ini masih banyak dimanfaatkan  untuk dikonsumsi segar dan pembuatan ikan asap atau ikan asin, diharapkan dengan pembuatan dendeng lumat ikan patin dapat dijadikan sebagai salah satu upaya menganekaragamkan (diversifikasi) makanan salah satunya adalah pembuatan dendeng     lumat, tetapi untuk hal tersebut belum diketahui jumlah tepung tapioka yang tepat, ini adalah masalah yang harus diketahui agar menghasilkan dendeng lumat   ikan   patin     yang   sesuai   dan menghasilkan produk yang bermutu baik.
Bahan - bahan yang digunakan
selama penelitian adalah daging ikan patin, garam, bawang merah, bawang putih, asam jawa, ketumbar, gula merah, 1 liter air untuk mengukus, bahan kimia yang digunakan untuk analisa   adalah asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), Cu kompleks, natrium hidroksida (NaOH), asam borax (H2BO3) dan aquades.
Alat-alat yang digunakan
adalah pisau, sendok, ember, baskom, timbangan,     dandang, meatgrender, erlemeyer, desikator, oven, labu ukur, pipet tetes dan soxhlet.
Tabel 1. Formulasi bahan pembuatan dendeng lumat ikan patin
Bahan
A0
A1
A2
A3
A4
Daging lumat ikan patin
500 g
500 g
500 g
500 g
500 g
Tepung tapioka                           0 g           50 g           100 g          150 g          200 g
Gula merah
100 g
100 g
100 g
100 g
100 g
Asam jawa
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
Bubuk ketumbar
10 g
10 g
10 g
10 g
10 g
Lengkuas giling
15 g
15 g
15 g
15 g
15 g
Garam
12,5 g
12,5 g
12,5 g
12,5 g
12,5 g
Bawang merah giling
25 g
25 g
25 g
25 g
25 g
Bawang putih giling
50 g
50 g
50 g
50 g
50 g

Pembuatan dendeng lumat ikan patin diawali dengan penyiangan dan pembersihan ikan patin, pelumatan daging ikan patin, pencampuran bahan dan pembuatan adonan, pencetakan dan pengukusan dan terakhir pengeringan.
Parameter yang diamati adalah uji organoleptik, kadar air, kadar abu dan    kadar protein. Dari hasil pengamatan yang diperoleh masing- masing perlakuan dianalisis  secara statistika dengan menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA), dan diuji lanjut menggunakan LSDT. Hasil uji organoleptik dendeng lumat ikan patin memperlihatkan penilaian   rupa   dendeng   lumat ikan patin yang     tertinggi yaitu  tanpa penambahan tepung tapioka (A0) yaitu 3,00 yang memiliki rupa coklat muda dan utuh          dan nilai terendah pada penambahan tepung tapioka (A4) yaitu 2,41 memiliki rupa coklat tua dan utuh.
Pada perlakuan A0  lebih disukai oleh panelis karena rupanya  lebih menarik dibandingkan dengan perlakuan A4 yang memiliki rupa kurang disukai panelis karena rupanya lebih coklat tua. Hal ini disebabkan semakin banyak ditambahkan tepung tapioka semakin rendah penilaian terhadap rupa dendeng lumat ikan patin. Penambahan tepung tapioka akan mengakibatkan konsentrasi gula dalam adonan menjadi semakin         sedikit dansebaliknya semakin sedikit ditambahkan tepung tapioka konsentrasi gula dalam adonan banyak kemudian berinteraksi dengan protein dan mengalami reaksi hingga menghasilkan   warna coklat pada dendeng lumat ikan patin. Suparmi dalam Zulfebriadi (1993) menyatakan peristiwa ini merupakan proses browning non enzimatis yang disebabkan oleh beberapa faktor: a) reaksi antara gula-gula reduksi (misalnya glukosa dan fruktosa) dengan asam-asam amino membentuk pigmen coklat, b) dekomposisi karbohidrat dan asam-asam (misalnya asam askorbat) membentuk hidroksil metil furfural yang kemudian berpolimer dengan nitrogen membentuk      pigmen coklat, c) karamelisasi gula pada suhu tinggi membentuk pigmen coklat. Menurut Mulyoharjo (1988),       apabila tepung tapioka dipanaskan, maka senyawa kompleks besi dan HCN akan menghasilkan warna biru dan abu-abu sehingga warna dendeng akan semakin gelap.
Rasa
Dari hasil uji organoleptik penilaian rasa terhadap dendeng lumat ikan patin pada penambahan tepung tapioka 100 g (A2) menunjukkan nilai tertinggi  dan  perlakuan  terbaik  yaitu 3,61 yang memiliki  rasa  gurih,  enak dan bumbu seimbang yang berarti rasa khas dendeng lumat ikan patin. Perlakuan          A1tidak jauh berbeda dengan perlakuan A2,      akan tetapi karena adanya rasa manis yang terasa pada panelis sehingga panelis lebih memilih perlakuan A2 sebagai rasa terbaik. Rasa khas dendeng lumat ikan patin ini cenderung ke arah bumbu rempah-rempah. Menurut Hirasa dan Takemasa (1998), pada umumnya setiap tanaman rempah-rempah dapat memberikan rasa yang spesifik karena kandungan komponen kimia dalam minyak    esensial yang berbeda. Goldshall dan Solms  (1992), mengemukakan bahwa penggunaan tepung sebagai pengisi  juga    dapat mempengaruhi  rasa, sebab amilosa dalam tepung dapat membentuk inklusi dengan senyawa cita rasa seperti garam dan bumbu-bumbu.
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan (Satriowibisono,2008). Tekstur menjadi salah satu pilihan konsumen untuk memilih suatu produk pangan.
Berdasarkan uji organoleptik nilai tekstur dendeng lumat ikan patin tertinggi tanpa penambahan tepung tapioka (A0) yaitu 3,80 yang tidak jauh berbeda dengan pemberian tepung tapioka 100 g (A2) yaitu 3,44. Penilaian terendah tekstur dendeng lumat ikan patin pada penambahan tepung tapioka 200 g (A4) yaitu         2,75 yang mengindikasikan bahwa dendeng lumat ikan patin sangat liat, sulit dirobek dan dikunyah karena konsentrasi tepung yang lebih banyak dalam  adonan. Perbedaan penilaian tekstur dendeng lumat ikan patin diduga karena adanya serabut rempah-rempah yang ditambahkan dalam pengolahan yang tidak menyatu secara sempurna dalam struktur komponen dendeng lumat ikan patin sehingga terbentuk jaringan yang kuat.
Menurut Triatmojo (1992), adonan yang emulsinya stabil akan menyebabkan tekstur yang lebih baik. Tekstur juga dipengaruhi oleh penambahan   tepung   tapioka,   karena pada saat dimasak protein daging yang mengalami pengkerutan akan diisi oleh molekul-molekul pati yang dapat mengkompakkan tekstur. Menurut Yuliasari (1993), tepung tapioka jika digunakan sebagai tambahan dapat menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma dapat dikenali konsumen setelah uap atau molekul-molekul komponen aroma tersebut menyentuh silia olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung- ujung saraf olfaktori.
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap aroma dendeng lumat ikan patin menunjukkan nilai tertinggi  pada    penambahan tepung tapioka  150  g  (A3)  yaitu  3,85  yang tidak jauh berbeda dengan penambahan tepung tapioka 100 g (A2) yaitu 3,79. Dari hasil uji lanjut tidak berbeda nyata terhadap penilaian aroma. Hal      ini menunjukkan aroma  dari sampel dendeng umat   ikan     patin dinilai normal. Adanya penambahan tepung tapioka  ternyata tidak berpengaruh terhadap perubahan aroma.
Analisa Kimia
Daging lumat merupakan bahan baku ikan yang    sering   digunakan industri perikanan. Adanya perubahan sifat fisik dan kimia produk olahan ikan dapat  dilihat  dari  hasil  pengamatan awal terhadap bahan bakunya. Setiap fungsional daging lumat merupakan karakteristik awal yang harus diketahui agar menghasilkan produk pangan yang bermutu baik dan disukai konsumen. Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan hal penting bagi konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang dikonsumsi. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu produk adalah dengan menggunakan analisa kimia.
Unsur-unsur gizi yang perlu ada dalam makanan tercermin      pada komposisi tubuh yaitu air, protein, lemak, karbohidrat,    mineral dan berbagai komponen lainnya (Buckle at al., 1987). Menurut SNI dendeng no. SNI 01-2908-1992 yaitu kadar air 12%, kadar protein 25% dan kadar abu 1%.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan  kadar air tertinggi dendeng lumat ikan patin pada penambahan tepung tapioka 50 g (A1) yaitu 22,42% namun tidak berbeda jauh dengan   penambahan   tepung   tapioka 100 g (A2) yaitu 16,94%. Kadar air terendah yaitu tanpa penambahan tepung tapioka (A0) yakni 5,26%. Pengukuran kadar air pada setiap bahan pangan   sangat   penting,   tinggi   atau rendahnya kandungan air dalam bahan pangan. Menurut Kramlich (1971), granula tepung tapioka akan berfungsi sebagai engisi rongga-ronga protein yang mengkerut pada saat pemanasan dan dapat   menyerap air serta mengembang.   Kadar   air   merupakan data komposisi yang sangat penting dalam produk pangan, karena kadar air sangat menentukan kadar komponen lainnya. Kadar air selalu dicantumkan dalam analisis pangan dan komposisi komponen   lainnya       yang   dinyatakan dalam basis basah dan basis kering (Faridah, 2008).
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi   komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan   menunjukkan total mineral yang terkandung di dalamnya untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan.
Hasil rata-rata  kadar   abu dendeng   lumat   ikan   patin   tertinggi tanpa penambahan tepung tapioka (A0) yaitu 6,18% dan tidak jauh berbeda dengan   penambahan   tepung   tapioka 100 g yaitu 5,75%.
Protein merupakan makromolekul yang    paling  banyak terdapat dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat   kering semua organisme makhluk hidup, sehingga protein   sangat   penting   bagi   tubuh. Selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak yang ada di dalam tubuh (Lehninger,1982).
Rata-rata kadar protein dendeng lumat ikan patin dengan semakin banyak jumlah tepung yang ditambahkan kadar proteinnya semakin rendah. Kadar protein tertinggi tanpa penambahan tepung  tapioka (A0)  yaitu 32,66% lebih tinggi dari SNI yang hanya 25% dan terendah pada penambahan tepung tapioka 200 g (A4) yaitu 13,37%. Berdasarkan uji lanjut menunjukkan kadar protein dendeng lumat ikan patin tidak berbeda nyata, hal ini dikarenakan  komposisi  protein  dalam tepung tapioka rendah, sehingga tidak berpengaruh pada dendeng lumat ikan patin. Menurut Haryanto et al., dalam Anggraini (2008), komposisi kimia tepung  tapioka  setiap  100  g  adalah kadar air 9,20%, protein 0,5%, lemak 0,3% dan karbohidrat 80,9%.
Studi Pengolahan Dendeng Lumat Ikan Patin (Pangasius hyphopthalmus) dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan penambahan tepung tapioka pada tingkat kepercayaan 95% berbeda nyata terhadap   mutu   dendeng   lumat   ikan patin.       Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan dengan penambahan tepung tapioka 100 g (A2) mendapatkan nilai rasa tertinggi dan untuk  nilai  tekstur, aroma dan rupa tidak jauh berbeda dari perlakuan lainnya dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan A2 merupakan hasil terbaik. Berdasarkan analisa kandungan proksimat dendeng lumat ikan patin pada perlakuan A2 memiliki  kandungan  protein 17,08%, air 16,94%, dan abu 5,75%, persentase kandungan proksimat tersebut masih masuk dalam kriteria standar minimal dendeng.
Saran Ikan patin dapat didiversifikasikan menjadi dendeng. Untuk menghasilkan produk yang bermutu baik dalam pembuatan dendeng lumat ikan patin sebaiknya menambahkan  100 g tepung tapioka.

0 comments:

Post a Comment