Sunday, September 25, 2011

BIOPROSES LIMBAH UDANG WINDU MELALUI TAHAPAN DEPROTEINASI DAN DEMINERALISASI TERHADAP PROTEIN DAN MINERAL TERLARUT

September 25, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Udang Windu 
Udang windu secara internasional dikenal sebagai black tiger, tiger shrimp atau atau tiger prawn. Istilah tiger ini muncul karena corak tubuhnya berupa garis-garis loreng mirip harimau, tetapi warnanya hijau kebiruan. Nama ilmiah udang windu adalah Penaeus monodon yang termasuk golongan crustaceae (udang-udangan) dan
dikelompokkan sebagai udang laut atau udang penaide.
     Taksonomi udang windu adalah sebagai berikut :
Phylum      : Arthropoda
Sub phylum     : Mandibulata
Class       : Crustaceae
Sub class     : Malacostraca
Ordo      : Decapoda
Sub ordo     : Matantia
Famili      : Penaidae
Genus      : Penaeus
Species     : Penaeus monodon 
Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan kitin. Tubuh udang windu dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian  cephalothorax yang terdiri atas kepala dan dada dan bagian abdomen  yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalothorax  dilindungi oleh kitin yang tebal atau disebut karapas. Bagian cephalothorax ini terdiri atas lima ruas kepala dan delapan ruas dada. Bagian abdomen  terdiri atas enam ruas perut dan satu ekor. Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir  bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Cucuk di bagian kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah, sedangkan di bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata.
Limbah Udang dan Pemanfaatannya sebagai Pakan Ternak
Indonesia tercatat sebagai negara penghasil udang terbesar ketiga di dunia, setiap tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton. Sekitar 80% - 90% dari jumlah tersebut udang diekspor dalam bentuk udang beku, tanpa kepala dan kulit. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan udang berkisar 60% - 70% dari berat udang itu sendiri (Krissetiana, 2004).
Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua hal, yaitu jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku ke beberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang dihasilkan akan bertambah pula. Limbah udang yang terdiri dari kepala dan kulit masih mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, yaitu 25 – 40% protein, 45 – 50% kalsium karbonat, 15 - 20% kitin (Altschul, 1976). Selain itu mengandung karotinoid berupa axtasantin.
Potensi limbah udang sebagai pakan ternak penggunaannya dibatasi oleh adanya kitin, sehingga apabila limbah udang diberikan secara langsung sulit dicerna oleh ternak. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan  pengolahan limbah udang baik secara kimiawi maupun biologis.
Pengolahan secara biologis dapat menggunakan bakteri, kapang dan jamur. Keuntungan pengolahan secara biologis adalah produk yang dihasilkan aman, ramah lingkungan serta memiliki kandungan gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan pengolahan secara kimiawi.
Kitin
Kitin merupakan senyawa biopolimer berantai panjang dan tidak bercabang. Tiap rantai polimer pada umumnya terdiri dari 2000 hingga 5000 unit monomer N-asetiD-Glukosamin (2-acetamido-2-deoksi-D-Glukosa) yang terpaut melalui ikatan β (1,4) glukosa. Unit monomer kitin memiliki rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar C 47%, H 6%, N 7% dan O 40% (Bastaman, 1989).
Kitin merupakan selulosa alami yang banyak terdapat pada hewan khususnya
kulit udang, kepiting, rajungan (crustaceae) serta dinding sel bakteri dan fungi. Menurut Stephen (1995) kitin merupakan makromolekul berbentuk padatan amorf atau kristal dengan panas spesifik 0,373 kal/g/0C, berwarna putih, dapat terurai secara kimia dan hayati terutama oleh bakteri penghasil enzim lisozim dan kitinase. Kitin bersifat tidak larut dalam air, asam anorganik encer, asam organik, alkali pekat dan pelarut organik tetapi larut dalam asam pekat, seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat dan asam formiat anhidrous. Menurut Austin (1981) kitin yang larut dalam asam pekat dapat terdegradasi menjadi monomernya dan memutuskan gugus asetil.
Struktur kitin dan kitosan sama dengan selulosa, yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan glukosida pada posisi β (1,4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon nomor dua pada kitin digantikan oleh gugus asetamina           (-NHCOCH3) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-Asetil Glukosamin sedangkan pada kitosan digantikan oleh gugus amin (NH2). Berikut adalah gambar gugusan kimia kitin.
Kitin dapat dibedakan berdasarkan susunan rantai N-Asetil-Glukosamin yaitu α, β, γ, derajat deasetilasi, adanya ikatan silang seperti dengan protein dan glukan. Kitin dalam tubuh organisme terdapat dalam tiga bentuk kristal dan dibedakan atas susunan rantai molekul yang membangun kristalnya yaitu α kitin (rantai antiparalel), β kitin (rantai paralel) dan γ kitin (rantai campuran) (Angka dan Suhartono, 2000)
Fermentasi
Arti dan Manfaat Fermentasi
Istilah fermentasi berasal dari bahasa latin yaitu fervere yang berarti mendidih. Istilah ini pertama kali digunakan untuk menerangkan terjadinya penggelembungan atau pendidihan yang terlihat pada pembuatan anggur (Saono, 1976). Dalam arti sempit fermentasi adalah suatu proses kimia dimana terjadi pembentukan gas dan busa (Sastrawihardja, 1981). Fermentasi dalam arti luas adalah proses perubahan kimia dari senyawa-senyawa organik (karbohidrat, protein, lemak dan bahan organik lain) melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba. (Gandjar, 1977).
Startleff dan Aoyagi (1979) membuktikan bahwa fermentasi adalah hasil pengembangbiakan beberapa tipe mikroorganisme khususnya bakteri, ragi dan jamur pada media tertentu yang aktivitasnya menyebabkan perubahan kimia pada makanan tersebut. Perubahan tersebut disebabkan aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang berada dalam bahan pakan tersebut yang dikenal dengan enzim endogenous. Fermentasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana mikroorganisme atau enzim mengubah bahan-bahan organik komplek seperti protein, karbohidrat, lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna
(Winarno, 1993).
Jenis Fermentasi
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu
fermentasi substrat padat dan fermentasi substrat cair. Fermentasi substrat padat adalah fermentasi dengan substrat yang tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme. Keuntungan fermentasi substrat padat antara lain prosesnya sangat sederhana, tidak diperlukan alat yang rumit, berkurangnya persoalan kontaminasi oleh mikroorganisme lain.
Fermentasi substrat cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi dalam fase cair. Keuntungannya antara lain jumlah inokulum yang digunakan lebih sedikit, penanganan suhu dan kelembaban selama fermentasi lebih mudah untuk dikontrol (Setiawihardja, 1984).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi
Tujuan utama proses fermentasi pada dasarnya memperbanyak mikroorganisme dan meningkatkan metabolisme makanan (Winarno dan Fardiaz, 1980). Faktor yang menentukan keberhasilan proses fermentasi adalah suhu pertumbuhan, derajat keasaman (pH), ketebalan substrat, bentuk dan ukuran partikel, kelembaban, aerasi serta jumlah mikroba dalam inokulum (Saono, 1976).
1. Air
Air merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan kelangsungan proses fermentasi. Mikroorganisme tidak akan tumbuh tanpa adanya air. Air bertindak sebagai pelarut dan sebagian besar aktivitas metabolik dalam sel dilakukan dalam lingkungan air. Air juga berfungsi sebagai katalis dengan membantu atau terlibat langsung dalam beberapa reaksi enzimatis (Mahfud, 1989).
2.Konsentrasi Substrat dan Nutrien
Semua mikroorganisme membutuhkan nutrien dasar sebagai sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor esensial pertumbuhan, yaitu mineral dan vitamin untuk menyokong pertumbuhannya. Media sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme harus mengandung semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh mikroba serta suplai karbon untuk sintesa protein (Wang,
1979)
3.Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan petunjuk aktivitas ion H dalam suatu larutan. Pada proses fermentasi, pH media sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikroorganisme, fungsi membran,  aktivitas enzim dan komponen sel lainnya (Rhem dan Reed, 1981). Selama proses fermentasi pH substrat cenderung mengalami perubahan. Hal ini mengakibatkan adanya pembentukan asam organik sebagai salah satu uraian substrat (Buckle, 1987). Setiap mikroorganisme mempunyai batas toleransi terhadap nilai pH maksimum dan pH minimum bagi pertumbuhannya. Pada selang nilai tersebut terdapat nilai pH yang mendukung pertumbuhan optimum (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Nilai pH untuk pertumbuhan mikroorganisme mempunyai hubungan dengan suhu. Jika suhu naik, pH optimum untuk pertumbuhan juga akan naik (Fardiaz, 1992).
4.Suhu
Suhu merupakan suatu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap ukuran sel, produk metabolik serta pigmen dan toksin, kebutuhan zat gizi, reaksi enzimatik dan komposisi kimia sel. Suhu suatu lingkungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan jamur tertekan dan yang akan tumbuh adalah mikroorganisme lain (Wang, 1979).
5.Konsentrasi Inokulum
Gandjar (1977) dan Tanuwidjadja (1975) menyatakan bahwa dosis inokulum merupakan faktor yang sangat penting, dalam lingkungan tertentu dosis inokulum yang digunakan menentukan panjang pendeknya waktu inkubasi untuk mendapatkan hasil fermentasi yang baik. Inokulum ini mengandung spora-spora yang pada pertumbuhannya menghasilkan enzim yang dapat menguraikan substrat menjadi komponen yang sederhana, lebih mudah larut, serta menghasilkan flavor dengan aroma yang khas. Jumlah spora yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lambatnya laju pertumbuhan. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada mikroba lain yang mampu bersaing dengan mikroorganisme yang ada. Jumlah mikroba yang terlalu banyak akan menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat, sebagian energi tidak digunakan untuk memperbanyak sel.
6.Aerasi
Aerasi bertujuan untuk mensuplai oksigen dan membuang karbondioksida pada proses fermentasi aerobik. Oksigen diperlukan sebagai suplai elektron terakhir dalam metabolisme untuk mendapatkan energi (Winarno dan Fardiaz, 1990).
Aerasi yang baik adalah mengalirnya udara keseluruh bagian media.
7.Bentuk dan Ukuran Partikel
Bentuk dan ukuran partikel serta jumlah substrat menentukan distribusi spora secara merata dalam substrat. Keseragaman partikel akan mempermudah penyebaran spora yang diinokulasikan dalam substrat (Senez, 1979). Ukuran partikel yang terlalu kasar atau terlalu halus akan mempersulit aerasi
8.Waktu Fermentasi
Pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi ditandai dengan peningkatan jumlah masa sel seiring dengan lamanya waktu yang digunakan, sehingga konsentrasi metabolik semakin tinggi sampai akhirnya menjadi terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Semakin lama waktu yang digunakan maka kesempatan mikroba untuk memecah substrat semakin banyak dan sebaliknya (Fardiaz, 1992).
Deproteinasi oleh Bacillus licheniformis
Deproteinasi adalah proses pelepasan protein dari ikatan kitin limbah udang.
Protein yang terdapat pada limbah udang dapat berikatan secara fisik dan kovalen. Protein yang terikat secara kovalen dapat didegradasi dengan perlakuan kimia yaitu pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan biologis (Austin, 1988 dan Lee and Tan, 2002).
Deproteinasi secara biologis dilakukan dengan menggunakan enzim protease, yaitu enzim yang mampu menghidrolisis ikatan peptida dalam protein. Enzim protease ini dapat diperoleh dari metabolit sekunder mikroba hasil kultivasi bakteri Bacillus licheniformis  (Bisping, 2005).
Klasifikasi bakteri Bacillus licheniformis menurut Buchanan, dkk (1979) adalah sebagai berikut :
Kingdom      : Procaryotae
Divisi      : Protophyta
Class          : Schizomycetes
Ordo          : Eubacteriales
Family         : Bacillaceae
Genus          : Bacillus
Species     : Bacillus licheniformis
Bacillus licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang antara 1,5 µm sampai 3 µm dan lebar antara 0,6 µm sampai 0,8 µm. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 50-550 C, suhu minimumnya 150 C (Mao, dkk, 1992) dan diatas suhu 650 C tidak terjadi pertumbuhan (William, dkk, 1990). Bakteri Bacillus licheniformis bersifat fakultatif aerobik, artinya bakteri ini dapat hidup baik ada oksigen maupun tidak ada oksigen. Namun pada kondisi anaerob pertumbuhan bakteri lebih tinggi dibandingkan kondisi aerob.
Demineralisasi oleh Aspergillus niger
Demineralisasi adalah proses pelepasan mineral dari ikatan khitin, terutama mineral CaCO3 dan CaPO4. mineral dapat terlepas dari ikatan kitin dengan terciptanya suasana asam. Salah satu mikroba yang dapat menciptakan suasana asam adalah
Aspergillus niger. Berikut adalah klasifikasi Aspergillus niger :
Phylum         : Eumytcophyta
Class          : Ascomycetes
Ordo          : Aspergilalles
Family         : Aspergillaceae
Genus          : Aspergillus
Species     : Aspergillus niger
Kapang ini mempunyai ciri khas, yaitu berupa kumpulan benang-benang tungggal yang disebut hypha atau kumpulan benang padat berwarna putih yang disebut mycelium, tidak mempunyai klorofil dan hidupnya heterotrof. Bersifat aerobik dan berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui pembelahan sel dan spora-spora yang dibentuk dalam ascus (kotak spora). Koloni yang telah mengeluarkan spora biasanya berwarna hitam. Tumbuh optimum pada suhu sekitar 32-370 C dengan pH 2,88,8 dan kelembaban 80-90%. Menurut Gray (1970) penggunaan kapang Aspergillus dalam proses fermentasi suatu bahan tidak membahayakan karena kapang jenis
Aspergillus tidak menghasilkan mikotoksin.
Protein dan Mineral
 Protein merupakan zat gizi yang amat penting, karena paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein adalah sumber asam amino yang memiliki unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1977).
 Berdasarkan bentuknya protein terdiri dari protein berbentuk bulat (albumin, glutelin, prolamin), protein berbentuk serat (kolagen, elastin, keratin, kitin) dan protein gabungan (nukleoprotein, lipoprotein, glikoprotein, mukoprotein, kromoprotein).
 Penggunaan protein sebagai pakan pada hakekatnya adalah penggunaan asamasam amino yang terdapat dalam protein tersebut (Santoso, 1987) sedangkan menurut Yasin (1988) protein merupakan faktor yang essensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup. Protein terdiri dari asamasam amino, sedangkan asam amino adalah zat-zat pembentuk utama untuk otot-otot, organ-organ tubuh, kulit dan bulu.
 Mineral adalah unsur-unsur sederhana yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil. Zat-zat mineral diperlukan untuk pembentukkan kerangka sebagai bagian hormon atau sebagai aktivator enzim, dan untuk pemeliharaan keperluan osmotik yang tepat dalam tubuh. Kalsium dan fosfor merupakan mineral makro bagi ternak, khususnya unggas yang penting bagi pembentukkan dan pemeliharaan struktur
kerangka tubuh.

0 comments:

Post a Comment