Monday, May 23, 2011

BERBAGAI AZAS YANG MENGIKUTI TANAGA PENYULUH PERIKANAN

May 23, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Selanjutnya, dengan tumbuhnya kesadaran dalam diri seorang penyuluh, maka bentuk pemberian tunjangan jabatan fungsional dapat berimplikasi sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral dan etika seorang penyuluh perikanan dari pada sebagai hak. Selanjutnya, tugas dan wewenangnya lebih dianggap merupakan amanah Tuhan, negara, dan masyarakat yang harus dijalankan secara utuh dan ikhlas.
2) Asas Kesejahteraan
Secara ontologis, penyuluhan perikanan didasarkan pada eksistensi manusia yang terletak pada hubungan interaksi antara individu dengan komunitas dan masyarakat (sebagai makhluk sosial). Interaksi yang dimaksud adalah kesatuan antara individu  dengan masyarakat. Individu dan masyarakat tidak berada terpisah satu sama lain, tetapi saling terkait dan saling mempengaruhi. Interaksi individu dan lingkungan masyarakatnya inilah yang kemudian menjadi fokus tumpuan kegiatan penyuluh perikanan yang berbeda dengan disiplin lainnya. Sejalan dengan telah terbitnya PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya sebagai sebuah kristalisasi dan resultante operasionalisasi perundang-undangan yang telah ada maka penekanannya mengarah kepada spesialisasi keilmuan perikanan.
Penyuluhan perikanan merupakan sistem pendidikan nonformal yang berperan penting dalam membantu meningkatkan kualitas hidup pemanfaat sumber daya manusia kelautan dan perikanan dan keluarganya. Sistem penyuluhan perikanan yang akan dikembangkan perlu mengedepankan transformasi perilaku ke arah yang lebih baik melalui pendekatan pendidikan dan komunikasi yang berkualitas. Sistem penyuluhan perikanan yang mengedepankan mutu akan lebih mampu mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi nelayan, pembudidaya, dan pengolah beserta keluarganya serta masyarakat yang lebih luas.
Aspek kesejahteraan amat erat kaitannya dengan profesionalisme. Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang profesional (Longman, 1987). Hal ini mempunyai arti bahwa penyuluh perikanan harus sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai profesi yang profesional dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam bekerja dan dalam menghadapi persaingan. Sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh perikanan, Pengorbanan yang telah dilaksanakan untuk melaksanakan berbagai rancana tindakan menyeluruh dan komprehensif dalam upaya mewujudkan tujuan yang ingin dicapai  sebagai seorang penyuluh perikanan yang profesional harus berimplikasi kepada kesejahteraan penyuluh perikanan. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh suatu profesi menyangkut tiga hal yakni : menyangkut organisasi, hubungan dan pribadi.
Pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha adalah tujuan utama penyelenggaraan penyuluhan perikanan, berupa peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan menjadi kelompok yang bankable. Pelaksanaan penyuluhan perikanan merupakan proses yang tidak pernah berakhir, tetapi terus berkelanjutan, dengan dampak yang diharapkan dari penyelenggaraan penyuluhan perikanan adalah tidak hanya meningkatnya pendapatan dan produktivitas usaha, tetapi juga: (1) tumbuh dan berkembangnya kelembagaan bisnis perikanan dlm mendukung diversifikasi usaha atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif); (2) tumbuhnya tokoh-tokoh pembaharu bisnis perikanan setempat yang mampu mendorong kerjasama antar pelaku  bisnis dari segmen yang berbeda; dan (3) tumbuh dan berkembangnya model-model penyuluhan partisipatif.
Salah satu alasan strategis begitu pentingnya tunjangan jabatan bagi penyuluh perikanan adalah faktor peningkatan kesejahteraan penyuluh perikanan sebagai target tujuan dan ujung tombak keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan. Menilik kepada pembangunan nasional beberapa dasawarsa yang belum sepenuhnya menyentuh aspek kelautan dan perikanan, menyebabkan pembangunan kelautan dan perikanan masih belum optimal. Kondisi seperti ini menjelaskan posisi penyuluh perikanan masih belum dipandang sebagai suatu korelasi di dalam keberhasilan pembangunan. Selain itu, eksistensi penyuluh perikanan yang saat itu masih menjadi bagian dari penyuluh pertanian menyebabkan belum adanya entitas akan keberadaan penyuluh perikanan. Pada akhirnya, cita-cita menggantungkan harapan terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar untuk mencapai kesejahteraan sebagai penyuluh perikanan masih belum memadai dan kurang bisa diandalkan.
Tujuan Jangka Panjang Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan seharusnya mampu mengurangi hambatan dari sistem untuk menggali sepenuhnya potensi penyuluh perikanan. Rincian tujuan pembangunan kelautan dan perikanan dalam hal ini mencakup dua hal, yakni: (1) untuk menyediakan landasan material dalam pencapaian tujuannya dengan menciptakan kondisi ekonomi untuk mengurangi hambatan-hambatan lain; dan (2) untuk mewujudkan suatu entitas bagi penyuluh perikanan. Keseimbangan yang wajar antara kedua tujuan tersebut selalu dinamis dengan waktu dan pada akhirnya menentukan kesejahteraan penyuluh perikanan. Dalam konsep ini, ada korelasi keberhasilan strategi pembangunan kelautan dan perikanan terhadap peningkatan kesejahteraan penyuluh perikanan. Asas kesejahteraan sebagai kebutuhan mendasar harus dilihat sebagai suatu prinsip yang mampu mengorganisir pemikiran dan usaha pembangunan kelautan dan perikanan secara sistematis dan utuh.
3) Asas Penghargaan/Apresiasi (self esteem)
Dalam proses pemberdayaan yang dilakukannya, penyuluh perikanan tidak lepas dari konteks pelayanan. Penyuluh perikanan harus mampu menanamkan kesadaran pada dirinya sendiri bahwa melayani merupakan bagian dari misi seorang penyuluh perikanan dan karenanya harus selalu menjaga self esteem (martabat) diri sendiri dan orang lain. Penyuluh perikanan harus menyadari bahwa ”dia ada karena dia melayani”. Penyuluh perikanan memiliki nilai tertentu karena mampu memberikan makna melalui tugas-tugas dan fungsinya di dalam melayani dan memecahkan permasalahan pelaku utama. Karena itu, tidaklah mungkin penyuluh perikanan melayani tanpa memperhatikan self esteem atau martabat dirinya dan orang lain karena justru dengan pelayanan itu manusia ingin saling meningkatkan kualitas dan derajat mereka satu sama lain. Secara umum tujuan penyuluhan perikanan adalah memperbaiki atau memulihkan interaksi timbal balik yang bermanfaat (antara individu dan masyarakat) dan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap pelaku utama dan pelaku usaha.
Penyuluhan perikanan yang berpusat pada manusia dapat dikatakan berhasil, jika mampu mencapai hal berikut: (1) meningkatnya kualitas kehidupan pelaku utama dan keluarganya (better living) yang tergambar pada meningkatnya akses pelaku utama dan keluarganya akan layanan pendidikan, kesehatan, dan peluang mengembangkan usaha; (2) tata kehidupan sosial yang harmonis (better community) dengan sikap dan perilaku manusia yang bermartabat; (3) penerapan teknologi atau cara berusaha (penangkapan, budidaya ikan, dan/atau pengolahan) yang ramah lingkungan, dan meningkatnya produktivitas penangkapan ikan, akuakultur maupun mariculture tanpa menyebabkan penurunan daya dukung laut (better fisheries); (4) pengelolaan usaha secara terintegrasi dalam sistem agribisnis perikanan yang kokoh (better business); dan (5) terpeliharanya ekosistem baik di darat maupun di laut sebagai modal utama bagi kelangsungan hidup manusia di masa sekarang dan masa yang depan (better environment).
Sejalan dengan bentuk penghargaan, maka penyuluh perikanan juga mempunyai kebutuhan, yang secara kontekstual dapat dilihat sebagai personil yang dituntut harus mampu mengkombinasikan profesi dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga pantas jika secara profesional, penyuluh perikanan merupakan jabatan yang sangat perlu mendapatkan apresiasi dan penghargaan dengan pemberian insentif dalam bentuk tunjangan fungsional yang mampu menjadi jaminan (guarantee) bagi kelancaran tugas dan fungsinya.
4) Asas Kepastian Hukum
Pada suatu tataran organisasi, falsafah manajemen menekankan kepada pengendalian di dalam menentukan kinerja, komunikasi, kompensasi/imbalan, pelatihan, informasi, dan sistem-sistem inti lainnya, yang pada dasarnya mengekang bakat dan potensinya. Falsafah kendali telah menjadi pola pikir manajemen yang diandalkan oleh orang-orang yang memiliki jabatan, yang banyak terjadi di segala macam profesi, sehingga pola seperti ini  merupakan “Pola Pikir Kebendaan” dari zaman industri.
Sebagai suatu profesi, penyuluh perikanan bukanlah benda atau barang yang perlu dimotivasi dan dikendalikan. Penyuluh perikanan adalah sumber daya manusia yang memiliki empat dimensi yakni tubuh, pikiran, hati, dan jiwa yang pada dasarnya keempat dimensi tersebut saling terkait satu dengan lainnya dan di dalam keempat dimensi tersebut akan ditemukan unsur fisik/ekonomis, mental, sosial/emosional, dan spiritual. Selain itu, juga terdapat korelasi yang sangat erat di dalam mencerminkan empat kebutuhan motivasi dasar dari penyuluh perikanan yakni: untuk hidup (bertahan hidup), menyayangi (hubungan pertalian), belajar (tumbuh dan berkembang), dan meninggalkan nama baik (makna dan sumbangan).
Sejalan dengan hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku Institusi Pembina berperan mengilhami sumber daya manusia binaannya untuk dapat memberikan sumbangan terbesar mereka. Pada giliran berikutnya, sumber daya manusia akan menentukan pilihan dan memutuskan seberapa besar bagian dari diri mereka yang akan mereka abdikan dalam pekerjaan, dan itu tergantung kepada bagaimana mereka diberlakukan serta kesempatan mereka untuk memanfaatkan keempat dimensi kehidupan mereka. Pilihan itu sebenarnya banyak dan berjenjang mulai dari sikap memberontak atau keluar dari profesinya sampai bersemangat, bergairah, dan kreatif.
Secara hukum, adanya legislasi tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan, menjadi modal dasar sebuah pengakuan negara dan masyarakat atas entitas sebuah profesi. Hal ini merupakan jaminan, bahwa penyuluh perikanan merupakan jabatan fungsional yang mandiri, memiliki jenjang yang terukur, dan mempunyai “harga” yang sepadan untuk digeluti dan ditekuni.
5) Asas Kebanggaan (Self Actualization)
Kompleksitas masalah di bidang kelautan dan perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas sektoral. Penyuluh yang kompeten dengan keahlian yang handal sebagai penggerak pembaharuan dan mitra sejajar bagi pelaku utama sangat diperlukan. Peran penyuluh hendaknya tidak semata untuk mengejar pertumbuhan (produksi), namun yang lebih diprioritaskan adalah aspek penyadaran pelaku utama, pengembangan kapasitas dan motivasi pelaku utama untuk mewujudkan tata kehidupan yang lebih bermartabat melalui penerapan usaha perikanan yang berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan meliputi dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan teknologi yang tepat secara berkelanjutan. Penyuluh perikanan merupakan pekerjaan atau profesi bernilai pengetahuan (knowledge worker). Knowledge worker merupakan profesi bermutu yang begitu berharga, sehingga kalau penyuluh perikanan mampu mendayagunakan potensinya dengan baik sebagai profesi dengan nilai tersebut, tidak mustahil akan menjadi profesi yang mampu menciptakan nilai, pengungkit (leverage), fokus, dan kreatif untuk mencapai tujuan terhadap sasaran yang diinginkan.
6) Asas Resiko dan Komparasi Pekerjaan
Banyak cara untuk menciptakan pegawai yang profesional di bidang kelautan dan perikanan. pembentukan Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dimaksudkan sebagai wadah pengembangan profesi dalam bentuk jabatan fungsional yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, motivasi, serta efektivitas dan efisiensi kerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kepenyuluhan  
Dilihat dari sifat pekerjaannya, mereka yang menduduki jabatan struktural mempunyai tanggungjawab yang sifatnya kolektif/tim dan lebih berorientasi pada kepentingan tim/organisasi. Sementara itu, mereka yang menduduki jabatan fungsional mempunyai tanggungjawab pekerjaan yang lebih bersifat individual (mandiri) dan lebih berorientasi pada penyelesaian pekerjaan perorangan. Pegawai dalam jabatan struktural dapat dikelompokkan ke dalam pegawai yang menduduki jabatan eselon (manajerial) dan pegawai pelaksana. Kalau pembagian tugas para pelaksana pada jabatan struktural biasanya ditetapkan secara fleksibel tergantung pada kebutuhan unit kerja yang bersangkutan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia, maka pembagian tugas/kegiatan untuk para pegawai dalam jabatan fungsional ditetapkan secara vertikal berdasarkan jenjang jabatannya, yakni masing-masing kegiatan tersebut mempunyai bobot nilai kredit seperti yang telah ditetapkan dalam suatu peraturan Menteri PAN Nomor 19 Tahun 2008.          
Perbedaan antara jabatan struktural dan jabatan fungsional dapat dilihat dari sisi penilaian kinerjanya. Sebagaimana kita ketahui, kinerja utama seorang pejabat fungsional dapat dilihat dari nilai akumulasi angka kredit yang telah berhasil dikumpulkannya. Seorang pejabat fungsional dapat diangkat ke jenjang jabatan setingkat lebih tinggi apabila, antara lain, ia telah mendapatkan jumlah angka kredit minimal yang dipersyaratkan untuk jenjang jabatan tersebut. Untuk kenaikan setiap jenjang jabatan tingkat ahli, selain harus mendapatkan jumlah angka kredit minimal yang dibutuhkan mereka juga harus mempunyai sertifikat lulus pendidikan strata satu (S1). 
Disisi lain, harus diakui bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan angka kredit tersebut pada prinsipnya lebih baik dari penilaian kinerja yang hanya menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan), yang hingga saat ini pada umumnya masih digunakan sebagai acuan dalam penilaian kinerja para pejabat struktural.
Sebagai dasar konsepsi diatas, profesi penyuluh perikanan sebagai suatu pribadi utuh di dalam suatu sistem pekerjaan menggambarkan empat fungsi yakni:
a) Pikiran, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan potensinya secara kreatif;
b) Hati, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan berfikir untuk dapat memperlakukan dirinya dengan baik;
c) Tubuh, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan berfikir aspek keadilan yang diperolehnya; dan
d) Jiwa, menggambarkan penyuluh perikanan merupakan jabatan yang bersentuhan dengan fungsi pelayanan, sehingga memiliki cara-cara yang berprinsip di dalam melayani kebutuhan masyarakat pelaku utama.
Setelah memahami begitu pentingnya pemahaman akan keempat dimensi penyuluh perikanan yang terdiri dari tubuh, pikiran, hati, dan akhirnya jiwa, maka hal penting yang harus diketahui adalah salah satu dari keempat dimensi yang menjadi kodrat manusia tersebut tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, penyuluh perikanan adalah manusia yang perlu difikirkan pengelolaannya, pengendalian dan memotivasinya. Penyuluh perikanan harus mampu mengalahkan kepentingan dirinya yang sempit, mengembangkan dan mempertahankan visi dan ketetapan hati dengan memanfaatkannya untuk mengembangkan sebuah visi yang hendak dicapai. Dengan demikian, penyuluh perikanan memiliki inisiatif dalam mengembangkan pemahaman dan kesempatan mereka di sektor kelautan dan perikanan. Penyuluh perikanan harus mampu menerapkan ”Prinsip” yang menentukan pertumbuhan dan kesejahteraan pelaku utama perikanan dan di dalam suatu organisasi. Penyuluh perikanan merupakan pribadi utuh yang memilih untuk mempengaruhi dan mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka melalui prinsip-prinsip itu.  
Penyuluh perikanan harus mampu memposisikan dirinya pada bagian integral dari perangkat pengetahuan, keahlian, dan sikap. Sebagai perangkat tersebut, penyuluh perikanan pada gilirannya mampu membendung hal-hal yang sifatnya adalah realitas baru, tantangan baru dan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbatas. Selain itu, cerminan dari ketiga aspek tersebut menjadi motivasi bagi penyuluh perikanan untuk melakukan tugas dan fungsinya terhadap pelaku utama perikanandalam mengembangkan kemampuan sosial dan ekonominya, baik secara peribadi maupun kelembagaan.
Sebagai gambaran komparasi, seorang penyuluh perikanan harus memiliki elaborasi spesifik. Hal ini terkait dengan sumberdaya alam bidang kelautan dan perikanan yang memiliki karakteristik tersendiri, antara lain:
a) Dalam pengelolaan sumberdaya alam, digunakan pendekatan kawasan/wilayah pengembangan, dan bukan pendekatan wilayah administrasi pemerintahan, seperti daerah aliran sungai, perairan umum, sungai, danau, waduk, situ yang menjadi daerah ruaya ikan. 
b) Masa  penangkapan ikan yang umumnya efektif selama 8 (delapan) bulan dalam setahun, karena sangat tergantung oleh cuaca dan iklim.
c) Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pada saat menangkap ikan tidak menentu karena memiliki ciri khas perairan penangkapan bersifat terbuka (open access), milik bersama (common property), dan sumberdaya yang tidak menetap.
d) Budidaya perikanan yang memerlukan persyaratan yang spesifik, yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan dan konservasi, pelestarian lingkungan (restocking, pengaturan ukuran jala, pengaturan musim penangkapan, pengaturan ukuran alat tangkap, dan lain-lain).
e) Produk-produk kelautan dan perikanan mudah busuk (perishable food), sehingga perlu penanganan dan pengolahan yang spesifik.
C. Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Pemahaman tentang falsafah sesuatu yang sangat penting sebagai dasar pengarah suatu kegiatan, dan falsafah tersebut membawa kita pada suatu pemahaman yang mendasari atau menjadi landasan melakukan kegiatan yang lebih layak untuk mendapatkan hasil yang prima. (Asngari) dalam Anonimous (2003).  Kata falsafah adalah bahasa Arab.  Dalam bahasa Yunani adalah philosophia (phila= cinta; sophia= hikmah). Falsafah dalam bahada Greek berarti love of wisdom, cinta pada kebiaksanaan yaitu menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur.  Pengertian falsafah adalah sebagai suatu pandangan hidup, yang merupakan landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam praktik. Falsafah penyuluhan harus berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Ada empat hal penting yang harus diperhatikan oleh penyuluh sehubungan dengan falsafah penyuluhan tersebut, yaitu:
1. Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat;
2. Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian;
3. Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan
4. Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok, dan masyarakat umumnya.
Di Amerika Serikat, dikembangkan falsafah penyuluhan yang kenal dengan istilah 3T, yaitu seperti berikut.
Pada gambar di atas bahwa dalam penyuluhan harus mengandung unsur-unsur:
1. Pendidikan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan;
2. Membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri, oleh karenanya harus ada kepercayaan dari masyarakat sasaran; dan
3. Belajar sambil melakukan sesuatu, sehingga ada keyakinan atas kebenaran terhadap apa yang diajarkan.
Kegiatan penelitian dan penyuluhan sangat berkaitan dan saling memerlukan.  Oleh karena itu kerjasama dan sinergi yang baik antara peneilti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluhan perlu terbina dengan baik (Asngari) dalam Anonimous, 2003.  Selanjutnya disenutkan, berkaitan dengan  hal tersebut falsafah penelitian dan penyuluhan antara lain:
a. Selalu mengusahakan pembaharuan dan modernisasi IPTEKS.
b. Kebutuhan/keinginan/masalah masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan penyuluh
c. Selalu mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan kemajuan
d. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha
e. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya
f. Meningkatkan kebersamaan/kerjasama amtara penyuluh dan peneilti/ antara lembaga penyuluhan dan lembaga penelitian.
Sehubungan dengan falsafah penyuluhan seperti tersebut di atas,, perlu juga diketahui prinsip dari penyuluhan.   Prinsip adalah suatu pertanyaan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Oleh karena itu prinsip yang berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai hasil pengamatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian, ”prinsip” dapat dijadikan sebagai landasan pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Meskipun ”prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, tetapi setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, karena bila seorang penyuluh tidak memahami prinsip-prinsip penyuluhan dengan baik akan mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaannya.
Menurut Soekandar pada (Marzuki, S. 1999) prinsip penyuluhan  banyak sekali jumlahnya, namun beberapa hal yang penting mengenai prinsip penyuluhan  adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan seharusnya diselenggarakan menurut keadaan yang nyata;
2. Penyuluhan  seharusnya ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran;
3. Penyuluhan  ditujukan kepada seluruh anggota keluarga pelaku utama;
4. Penyuluhan adalah pendidikan untuk demokrasi;
5. Harus ada kerjasama yang erat antara penyuluh, peneliti, dan lembaga lain yang terkait;
6. Rencana kerja penyuluhan sebaiknya disusun secara bersama antara pelaku utama dan penyuluh; serta
7. Penyuluhan bersifat luwes dan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan.
Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
1. Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu, karena dengan ”mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2. Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau  bermanfaat, sebab perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan di masa-masa mendatang.
3. Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya, sebab setiap orang cenderung untuk mengaitkan/ menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur akan mengingatkannya kepada usaha-usaha pemupukan.
Selanjutnya diebutkan  prinsip-prinsip penyuluhan harus  mencangkup:
1. Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam, yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya. Kebutuhan apa saja yang dapat dipenuhi sesuai dengan tersedianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi Masyarakat Bawah, artinya penyuluh akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh organisasi masyarakat bawah.
3. Keragaman Budaya, artinya penyuluh harus memperhatikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal. Dilain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk setiap wilayah sering kali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
4. Perubahan Budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain.
5. Kerjasama dan Partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerja sama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.
6. Demokrasi dalam Penerapan Ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan pada masyarakatnya untuk memilih alternatif yang ingin diterapkan, serta penggunaan metoda penyuluhan dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat sasarannya
7. Belajar Sambil Bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat ”belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang dikerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau melihat pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluh harus melakukan penerapan metode yang sesuai dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak ada satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran secara  efektif dan efisien.
9. Kepemimpinan, artinya penyuluh tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam hubungan ini, penyuluh harus mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.
10. Spesialis yang telah terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
11. Segenap keluarga,  artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian bahwa:
a. Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga;
b. Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan;
c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama;
d. Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan;
e. Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha pelaku utama;
f. Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda;
g. Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga;
h. Memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi maupun budaya; dan
i. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakatnya.
12. Kepuasan, artinya penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya kepuasaan akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.
Penyuluhan perikanan diselenggarakan sesuai dengan fisolofi dan prinsip-prinsip penyuluhan perikanan serta prinsip-prinsip penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Prinsip-prinsip penyelenggaraan penyuluhan perikanan tersebut, mencakup:
1. Prinsip Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Memberikan kewenangan kepada kelembagaan penyuluhan  untuk menetapkan sendiri penyelenggaraan penyuluhan perikanan sesuai dengan kondisinya masing-masing; dan bahwa kebijaksanaan penyelenggaraan penyuluhan perikanan didasarkan atas dasar kebutuhan spesifik lokalita serta dalam penyelenggaraannya menjadi kewenangan daerah otonomi pada tingkat kabupaten/kota dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Prinsip Kemitrasejajaran
Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan berdasarkan atas kesetaraan kedudukan antara penyuluh perikanan, pelaku utama, dan keluarganya beserta masyarakat perikanan.
3. Prinsip Demokrasi
Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan dengan menghargai dan mengakomodasi berbagai pendapat dan aspirasi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaran penyuluhan perikanan.
4. Prinsip Kesejahteraan
Memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan perikanan semua pihak yang terlibat memiliki akses yang sama untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna tumbuhnya rasa saling percaya dan kepedulian yang besar.
5. Prinsip Keswadayaan
Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan  atas dasar kemampuan menggali potensi baik dalam bentuk tenaga, dana, maupun material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan.
6. Prinsip Akuntabilitas
Memberikan landasan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan dapat dipertanggungjawabkan kepada pelaku utama dan keluarganya beserta masyarakat  perikanan.
7. Prinsip Integrasi
Memberikan landasan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan perikanan dan kegiatan pembangunan lainnya.
8. Prinsip Keberpihakan
Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan memperjuangkan dan berpihak kepada kepentingan serta aspirasi pelaku utama.
Dari uraian tersebut di atas, makna yang terkandung dari prinsip penyuluhan perikanan ditinjau dari pihak sasaran adalah sebagai berikut:
a. Pelaku utama belajar secara sukarela;
b. Materi penyuluhan didasarkan atas kebutuhan sasaran penyuluhan;
c. Secara potensi, keinginan, kemampuan, kesanggupan untuk maju sudah ada pada sasaran penyuluhan, sehingga kebijaksanaan, suasana, fasilitas yang menguntungkan akan menimbulkan kegairahan pelaku utama untuk berusaha;
d. Pelaku utama tidak bodoh, tidak konservatif, pelaku utama mampu belajar dan sanggup berkreasi;
e. Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif, apa yang dikerjakan/dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri pelaku utama dan menjadi kebiasaan baru; serta
f. Belajar dengan melalui pemecahan masalah yang dihadapi adalah praktis dan kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik akan menjadikan pelaku utama seseorang yang berinisiatif dan berswadaya.
Prinsip penyuluhan  sesungguhnya adalah suatu upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan ketiga belas azas yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 sebagai penjelasan diatas (eksplanasi definitif).
D. Tujuan Penyuluhan Perikanan
1. Eksplanasi tujuan menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan  Perikanan, Perikanan, dan Kehutanan sebagaimana termaktub dalam Pasal 3, yakni tujuan pengaturan sistem penyuluhan perikanan meliputi pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu:
a. memperkuat pengembangan perikanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;
b. memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
c. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas kedepan, berwawasan lingkungan dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan perikanan;
d. memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan; dan
e. mengembangkan sumberdaya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan perikanan.
2. Eksplanasi Definitif
a. Yang dimaksud dengan ”pengembangan sumberdaya manusia” antara lain peningkatan semangat, wawasan, kecerdasan, keterampilan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membentuk kepribadian yang mandiri.
b. Yang dimaksud dengan ”peningkatan modal sosial” antara lain pembentukan kelompok, gabungan kelompok, manajemen, kepemimpinan, akses modal, dan akses informasi. 
Karena tujuan penyuluhan jangka panjang adalah terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraan masyarakat, maka hal ini hanya dapat dicapai apabila masyarakat telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Better Fisheries, atau dengan kata lain untuk usaha budidaya ikan (better aquaculture) dan untuk usaha penangkapan ikan (better catching/capturing), yakni mau dan mampu mengubah cara-cara usaha dengan cara-cara yang lebih baik;
2. Better Business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan teknis pemasaran yang benar;
3. Better Living, hidup lebih baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan setelah berlangsungnya masa panen, bisa menabung, bekerja sama memperbaiki sanitasi lingkungan, dan mampu mencari alternatif lain dalam hal usaha, misal mendirikan industri rumah tangga yang lain dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama menunggu panen berikutnya.
E. Fungsi Penyuluhan Perikanan
Fungsi penyuluhan perikanan menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan  Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan sebagaimana termaktub dalam Pasal 4, yaitu:
1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;
3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;
4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;
5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;
6. menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; serta
7. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Fungsi penyuluhan adalah menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh sasaran dengan pengetahun dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan sasaran tersebut. Dengan demikian, penyuluhan dengan para penyuluhnya merupakan penghubung yang bersifat dua arah (two way traffic) antara :
1. pengetahuan yang dibutuhkan sasaran dengan pengalaman yang biasa dilakukan oleh sasaran; dan
2. pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dengan kondisi yang nyata dialami oleh sasaran.
Untuk itu, fungsi penyuluhan dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga program-program masyarakat yang disusun dengan itikad baik akan berhasil dan mendapat partisipasi masyarakat.
F. Rangkuman
Falsafah penyuluhan yang penting dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan antara lain: (1) Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat; (2) Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian; (3) Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan (4) Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok, dan masyarakat umumnya.
Asas menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Perikanan, Perikanan dan Kehutanan, sesuai dengan Pasal 2, penyuluhan perikanan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat.
Berdasarkan pada pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip: (1) Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu; (2) Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau  bermanfaat; dan (3) Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.
Prinsip-prinsip penyuluhan mencakup:
1. Minat dan Kebutuhan, artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat;
2. Organisasi Masyarakat Bawah, artinya penyuluh akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh organisasi masyarakat bawah;
3. Keragaman Budaya, artinya penyuluh harus memperhatikan adanya keragaman budaya;
4. Perubahan Budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya;
5. Kerjasama dan Partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerja sama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang;
6. Demokrasi dalam Penerapan Ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan pada masyarakatnya untuk memilih alternatif yang ingin diterapkan, serta penggunaan metoda penyuluhan dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat sasarannya;
7. Belajar Sambil Bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat ”belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang dikerjakan;
8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluh harus melakukan penerapan metode yang sesuai dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya;
9. Kepemimpinan, artinya penyuluh tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan;
10. Spesialis yang telah terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh;
11. Segenap keluarga,  artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial; dan
12. Kepuasan, artinya penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Tujuan penyuluhan jangka panjang adalah: (1) Better Fisheries, ada dengan kata lain better aquaculture atau better catching/capturing; (2) Better Business; dan (3) Better Living.
Eksplanasi fungsi menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan  Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 4, yaitu:
1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;
3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;
4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;
5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;
6. menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan
7. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

0 comments:

Post a Comment