Wednesday, February 16, 2011

ULAT HONGKONG SEBAGAI PAKAN ALAMI DI PERAIRAN

February 16, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments

SEJARAH SINGKAT
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan alami dari hasil kultur murni. Bibit pakan ikan alami umumnya merupakan hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami, tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2.         SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3.         JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; ( d ) Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a)         Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30 hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya.
b)         Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c)         Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d)         Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung ( berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi butiran kasar.
e)         Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat >  60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f)         Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4.         MANFAAT
a)         Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam bentuk bibit maupun dewasa.
b)         Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya zooplankton.
c)         Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat mencermelangkan kulitnya.
d)         Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan  pakan alami, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
5.         PERSYARATAN LOKASI
a)         Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b)         Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c)         Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid > 27 % NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d)         Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e)         Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C; tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f)         Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30 derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98 ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g)         Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100 derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100 permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik < 80 mg/liter.
h)         Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
i)          Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan banyak mengandung bahan organik.
6.         PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Bibit
a)         Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :
1.         Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2.         Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi; (2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler, dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan, untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media agar-agar.
b)         Infusoria
1.         Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus, selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2.         Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan sampai volumenya 1,5 liter.
3.         Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang, kacang hijau, dan daun selada.
4.         Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2 minggu.
c)         Brachionus
1.         Bibit diambil dari alam.
2.         Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1 jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3.         Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2 minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4.         Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi phytoplankton.
d)         Kutu Air
1.         Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya Air Tawar milik pemerintah.
2.         Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada media dengan pupuk kandang 1-2  kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e)         Artemia
1.         Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon 352922-357563.
2.         Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan disetrika untuk melekatkannya.
3.         Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4.         Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa bahan kimia, yaitu :
-           Garam dapur NaCl = 5 gram
-           Magnesium sulfat MgSO4   = 1,3 gram
-           Magnesium klorida MgCl2  = 1 gram -           Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
-           Kalium klorida KCl = 0,2 gram
-           Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
-           Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah sebelum digunakan.
5.         Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam, kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air, dan ditiriskan.
6.         Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C, kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7.         Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f)         Jentik-jentik Nyamuk
1.         Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter 30  cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2.         2-3  hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5 cm.
3.         Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g)         Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h)         Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan. Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah jadi kepompong.

0 comments:

Post a Comment