SEJARAH SINGKAT
Di
Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan alami
dari hasil kultur murni. Bibit pakan ikan alami umumnya merupakan hasil
percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi kebutuhan
penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat kesenjangan
yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan penggunanya, khususnya
petani ikan.
Bagi
masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami, tetapi juga
bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada sarana dan
prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi pedesaan dan dalam
pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama
ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan ikan/udang
dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah.
Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1.
Pakan Alami
Jenis-jenis
makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada jenis ikan dan
tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang dibudidayakan adalah : (a)
Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; ( d ) Diatomae; (e) Spirulina; (f)
Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik
Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2.
Pakan Buatan
Bentuk
pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan
burayak ikan dan udang (berumur 2-30 hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1)
Emulsi, bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan
yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan
benih (berumur 20-40 hari). Tepung halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan
benih gelondongan (berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah
yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan
gelondongan besar/ikan tanggung ( berumur 80-120 hari). Remah berasal dari
pellet yang dihancurkan menjadi butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan
dewasa yang sudah mempunyai berat >
60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang
dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dkeringkan, kemudian
diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau
hasil perikanan lainnya, baik dalam bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan
sebagai pakan alami pada budidaya zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk
pakan ikan hias, yang dapat mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi
keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang
optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada
40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan
kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 %
NaCl, untuk produksi carotenoid > 27 % NaCl, dan masih bertahan pada 31%
NaCl; suhu optimal 20-40 derajat C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C
dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan
maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C; tahan kadar garam tinggi, yaitu
sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk
pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30 derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt,
yang betina dapat tahan sampai 98 ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal
7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C
dan untuk Artemia kering -273-100 derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt,
untuk menghasilkan kista: 100 permil; kandungan O2 optimal adalah >3
mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH
optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik < 80 mg/liter.
h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C,
dan pH optimal 6,6-7,4.
i) Cacing Tubifex: cacing tubifex
menyukai perairan yang berlumpur dan banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1.
Penyiapan Bibit
a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton
sebelum dibudidayakan :
1. Koleksi
Bertujuan
untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari alam untuk dikultur
secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan menggunakan plankton net dan
dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2. Isolasi
Dapat
dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan menggunakan
pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi; (2) Metode Isolasi
Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis organisme banyak dan ada
spesies dominan, memindahkan sampel ke dalam beberapa tabung reaksi yang
dikondisikan untuk pertumbuhan yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi
pengulangan Sub Kultur, hampir sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri,
tapi jumlah dan jenis organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi
Pipet Kapiler, dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan
sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan, untuk
mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media agar-agar.
b) Infusoria
1. Bibit diambil dari alam menggunakan
pipet panjang dan berujung halus, selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2. Penangkaran bibit dapat menggunakan
media air rebusan 70 gram jerami dalam air suling selama 15 menit. Setelah
dingin, disaring dan diencerkan sampai volumenya 1,5 liter.
3. Media yang dapat digunakan selain
jerami adalah kacang panjang, kacang hijau, dan daun selada.
4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam
cawan petri yang ditutup kain sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28
derajat C selama 1-2 minggu.
c) Brachionus
1. Bibit diambil dari alam.
2. Air medium yang digunakan adalah air
rebusan kotoran kuda/pupuk kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1
liter air selama 1 jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air
hujan yang telah direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon
dan ditulari bibit Protozoa dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus
selama 7 hari. 1-2 minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4. Cara lain adalah menularkan bibit ke
dalam medium air hijau yang berisi phytoplankton.
d) Kutu Air
1. Bibit dapat diperoleh dari panti
pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya Air Tawar milik pemerintah.
2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan
dengan cara memberi pupuk pada media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e) Artemia
1. Bibit dapat berasal dari telur kering
yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan
Daerah setempat, Direktorat Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air
Payau Jepara (Jawa Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani
kebutuhan telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX,
telepon 352922-357563.
2. Penetasan telur Artemia dilakukan di
wadah bening dengan dasar berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah
dapat dibuat sendiri dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan
kertas plastik kaca dan disetrika untuk melekatkannya.
3. Air media diperoleh dari pengenceran
air laut (30 permil) sampai kadar garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2
gram/liter agar pH-nya 8-9.
4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil)
yang dapat dibuat dari beberapa bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram - Kalsium
klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4,
KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah sebelum digunakan.
5. Telur-telur yang akan ditetaskan
direndam dalam air tawar selama 1 jam, kemudian disaring dengan kain saringan
125 mikron, sambil disemprot air, dan ditiriskan.
6. Kondisi yang mendukung penetasan telur,
yaitu : suhu 25-30 derajat C, kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu
neon dengan kekuatan cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding
wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah
24-36 jam, dan harus ditangkap paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia
disedot dengan slang plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron,
kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan
menggunakan wadah berdiameter 30 cm dan
diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang banyak nyamuknya.
Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3
hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur yang
dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5 cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah
satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit
diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit
untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan. Selanjutnya
bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah jadi kepompong.
0 comments:
Post a Comment