Monday, March 20, 2017

DINAMIKA STOK IKAN FAKTOR PENYEBAB DAN ALTERNATIF PENANGGULANGANYA

March 20, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Pada awal perkembangan perikanan dunia, beberapa ahli beranggapan bahwa stok ikan laut sangat besar dan memiliki daya pulih (recovery) yang cepat sehingga bisa dieksploitasi secara besar-besaran dalam jangka waktu relatif yang lama. Namun kenyataannya, hanya dalam jangka waktu sekitar 20 tahun, stok ikan laut dunia sudah berkurang sekitar 80% [1] dan saat ini kondisinya sudah mengkhawatirkan.
1. Overfishing
Pada awal tahun 1950-an, FAO mencatat adanya pertumbuhan sektor perikanan yang sangat cepat, baik di belahan bumi bagian utara maupun di sepanjang pantai negara-negara yang saat ini dikenal sebagai negara berkembang. Dimana-mana penangkapan berskala industri yang umumnya menggunakan trawl (ada juga dengan purse seining dan long-lining) berkembang dan berkompetisi dengan perikanan skala kecil atau tradisional (artisanal fisheries) yang berperalatan sederhana.
Persaingan yang tidak seimbang ini sangat jelas terlihat di perairan dangkal (kedalaman 10-100 m) di daerah tropis. Perikanan tradisional menjadikan ikan tangkapan mereka untuk konsumsi penduduk lokal, sedangkan perikanan skala besar menggunaan trawl dengan udang sebagai target utama untuk ekspor dan membuang hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai ekonomis (by-catch). Dalam periode tahun 1950-an hingga 1960-an, peningkatan usaha penangkapan telah meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang sangat besar dan melebihi laju petumbuhan umat manusia [2]. Hal ini telah membuat para penyusun kebijakan dan politisi menjadi percaya bahwa penambahan jumlah kapal yang cepat dan tak terkendali telah melipat-gandakan jumlah tangkapan dalam waktu singkat serta menurunkan hasil tangkapan dalam jangka panjang. Kegagalan perikanan tangkap pertama kali dilaporkan untuk kasus anchovy di Peru pada tahun 1971-1972. Pada awalnya, hancurnya perikanan anchovy ini sering dikaitkan dengan kejadian alam El Niño. Namun demikian, data yang terkumpul menunjukkan bahwa jumlah tangkapan aktual (sekitar 18 juta ton), yang telah melebihi dari apa yang dilaporkan yaitu 12 juta ton menunjukkan bukti lain. Terbukti, runtuhnya perikanan anchovy tersebut adalah lebih banyak karena pengaruh overfishing.
Pada pertengahan tahun 1970-an, total tangkapan ikan di Atlantik utara juga telah menurun. Trend penurunan yang cepat lebih jelas terlihat pada akhir tahun 1980-an dan diawal tahun 1990-an sebagian besar stok ikan cod menjadi habis di New England dan Canada bagian timur.
Kondisi stok ikan laut di kawasan Asia-Pasifik juga tidak jauh berbeda. Kawasan Asia-Pasifik yang saat ini menjadi penyumbang terbesar produksi ikan dunia juga sudah mulai overfishing. Dalam 25 tahun terakhir, penurunan stok ikan di kawasan Asia-Pasifik sekitar 6-33% [3].
Lebih lanjut, diperkirakan bahwa stok ikan laut dunia saat ini yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tinggal hanya 24%. Sekitar 52% stok sudah termanfaatkan secara maksimal dan tidak mungkin dieksploitasi lebih lanjut, dan sisanya adalah sudah overeksploitasi atau stoknya sudah menurun [4].
Salah satu jalan yang mungkin bisa ditempuh untuk membantu pemulihanan stok ikan laut akibat overfishing adalah dengan cara menurunkan kapasitas penangkapan. Disadari betul bahwa penambahan kapasitas armada penangkapan merupakan salah satu ancaman terhadap kelangsungan sumberdaya laut, dan juga penangkapan itu sendiri.
Perubahan perahu skala kecil berteknologi rendah menjadi kapal besar berteknologi tinggi, subsidi pemerintah, kebijakan open-access pada beberapa wilayah perairan dunia, dan beberapa aspek ekonomi lainnya telah disadari meningkatkan kapasitas penangkapan ikan. Peningkatan kapasitas penangkapan ikan yang tak terdeteksi seperti perubahan alat bantu penangkapan seperti echosounder, GPS, dsb. juga diyakini telah mendorong tingkat overcapacity dibeberapa wilayah perairan.
2. Faktor Iklim
Selain karena overcapacity, perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan drastis stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang dilaporkan dalam pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London [5]. Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu permukaan laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya.
Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics (GLOBEC) telah berhasil mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika populasi dan produktivitas laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut yang turun secara drastis sebagai akibat dari kesalahan mengimplementasikan ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade terakhir.
Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon biologi terhadap perubahan lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik hingga Antartika. Terbukti bahwa perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir telah memberikan pengaruh terhadap kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga menemukan pengaruh variasi suhu air dan kekuatan angin terhadap rantai makanan (food web) di Atlantik utara. Kepunahan dan kegagalan dalam memulihkan populasi ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di Newfoundland, Kanada (yang penangkapannya telah dihentikan) menunjukkan bahwa faktor lain selain penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan berkelanjutan, penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa yang diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab, bila kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat.
Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain berdampak terhadap overfishing, juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-ikan yang hidup di daerah sekitar pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak telah diduga setiap tahun melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah terintegrasi dengan pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan kuota penangkapan yang optimal.
3. Pengaruh Akuakultur
Penggunaan ikan hasil tangkapan dari alam sebagai bahan pakan ikan budidaya menjadi tekanan langsung terhadap stok ikan di alam [6]. Budidaya ikan laut yang umumnya bersifat karnivora membutuhkan suplemen minyak ikan yang diekstraksi dari ikan laut sebagai sumber asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Akuakultur juga mungkin bisa menyebabkan hilangnya stok ikan di alam secara tidak langsung melalui perubahan kondisi lingkungan, pengumpulan benih alam, interaksi rantai makanan, introduksi jenis ikan asing dan penyakit yang menyerang populasi ikan alami, dan polusi nutrient [2].
Naylor dan kolega memberikan alternatif yang sangat bagus untuk menanggulangi tantangan serius yang dihadapi akuakultur. Menurut mereka, usaha akuakultur selayaknya dilakukan dengan membudidayakan ikan dengan tingkat tropik rendah (rendah pada rantai makanan); mengurangi input tepung ikan dan minyak ikan dalam pakan; pengembangan sistem budidaya terintegrasi; dan praktek budidaya ramah lingkungan. International Centre for Living Aquatic Resources Management (ICLARM) mendukung penuh pendekaran tersebut dan menambahkan poin kelima: memberikan akses untuk konsumen miskin dan produsen skala kecil. Pengembangan pulau-pulau kecil mungkin juga bisa dijadikan sebagai penyangga rusaknya stok ikan laut yang juga bisa dijadikan tumpuan mata pencaharian masyarakat. Akuakultur dapat juga me-restocking populasi ikan terumbu karang yang nilainya mahal yang telah berkurang karena overfishing [7].
Pelepasan burayak hasil budidaya juga dapat membantu pemecahan masalah sedikitnya ikan kecil yang berhasil bertahan di area penangkapan. Cara seperti itu telah dilakukan untuk 90 jenis ikan di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini, khususnya untuk kasus kerang-kerangan (scallop) dan bulu babi (sea urchin). Akuakultur dan pemulihan stok perlu terus dilakukan, dan melanjutkan restoking dengan pengawasan yang ketat.
4. Alternatif Penanggulangan
Berdasarkan ulasan di atas, diperlukan usaha untuk membangun kembali ekosistem laut, dan kemungkinan pemulihan ekologi secara praktis untuk laut yang dapat berdampingan dengan usaha pemanfaatan sumber daya laut untuk konsumsi umat manusia. Satu hal yang perlu dicatat disini bahwa tidak ada yang bisa meyakinkan bahwa sumberdaya laut mampu memenuhi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah. Pola konvensional yang digunakan untuk menganalisa sumberdaya perikanan, dan untuk mengatur jumlah tangkapan, diyakini tidak mampu untuk menghambat laju kerusakan sumberda ikan.
Kapitalisasi penangkapan secara global telah berdampak pada penurunan stok secara gradual, ikan yang berumur panjang dari ekosistem laut, telah tergantikan oleh ikan dengan siklus pendek dan invertebrate, dan merubah rantai makanan menjadi lebih sederhana dan penurunan kapasitas daya dukung seperti bentuk sebelumnya.
Bila trend ini ingin dihentikan, maka dibutuhkan pengurangan penangkapan secara besar-besaran, dengan dukungan peraturan penangkapan yang efektif. Dibutuhkan suatu kemauan politik yang kuat untuk hal ini, namun dalam kenyataannya masih minim kemauan ke arah ini, sebagai akibatnya jumlah wilayah penangkap yang kolaps semakin banyak, dan ikan tangkapan terus mengalami penurunan.
Tingginya ketidakpastian pengelolaan penangkapan telah menjadi salah satu penyebab hilangnya beberapa stok ikan. Karena itu disarankan untuk melakukan penutupan fishing grounds guna mencegah overeksploitasi dengan cara membuat batas maksimum volume tangkapan (upper limit on fishing mortality). Marine protected areas (MPAs), dengan kombinasi usaha kuat untuk menjaga area yang bisa dieksploitasi, telah menunjukkan hasil positif untuk mengembalikan penurunan stok (2). Pada beberapa kasus, MPAs telah berhasil digunakan untuk memproteksi spesies lokal, memulihkan biomassa, dan sedikit menjaga populasi ikan di luarnya dengan melepas ikan burayak (juvenile) atau ikan dewasa. Meskipun migrasi ikan menjadi titik kelemahan dari MPA, namun tetap akan membantu memulihkan spesies ikan dengan menghindarkan kerusakan akibat trawl, dan menurunkan kematian ikan burayak. Penggunaan zona larangan-tangkap dalam MPAs akan menjadi lebih efektif bila didukung dengan teknologi tinggi seperti monitoring dengan satelit, yang saat ini digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
Lebih lanjut, MPAs yang mencakup suatu habitat laut mungkin juga akan mampu mencegah kepunahan stok ikan tertentu, mirip dengan kehutanan dan habitat darat lainnya yang telah bisa menjaga spesies liar. Hal ini akan menuntun kepada identifikasi pola reservasi yang akan menjadi contoh di daerah perikanan terdekat, dan selanjutnya mempengaruhi komunitas pantai dan masyarakat sekitarnya yang tertarik dalam reservasi sumber daya ini.
Sekali lagi, bahwa ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan penduduk dunia adalah tidak tak terbatas. Dengan demikian, sudah seharusnya usaha lain difokuskan untuk mengembalikan populasi ikan alami yang turun drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan pre-kondisi seperti keinginan politik untuk meng- implementasikan perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut secara bersama.
5. Penutup
Dari uraian singkat di atas, jelas bahwa stok ikan dipengaruhi oleh berbagai factor baik yang berasal dari dalam maupun luar sistem perikanan. Perikanan budidaya yang diharapkan sebagai alternatif sumber produksi ikan, ternyata belum mampu memenuhi harapan. Mengingat masih besarnya ketergantungan sumber ikan dari laut, maka langkah pengelolaan perikanan ke depan harus mempertimbangkan semua aspek yang terlibat dalam sistem perikanan tersebut. Suatu metode pendekatan yang mendekati dengan tujuan tersebut adalah Marine Protected Areas (MPAs). MPAs yangb dilengkapi dengan indikator-indikator yang lebih mudah dipahami dan bernilai secara ekologi diharapkan akan mampu mengembalikan kerusakan ekosistem perikanan yang mengalami kerusakan selama ini.
Daftar Pustaka
    Myers, R.A. and B. Worm, 2003, Rapid world depletion of predatory fish communities, Nature, 423, 280-283.
    Pauly, D., V. Christensen, S. Guenette, T.J. Pitcher, U.R. Sumaila, C.J. Walters, R. Watson, and D. Zeller. 2002, Towards sustainability in world fisheries, Nature, 418, 689-695.
    FAO, 2004. Ovefishing on the increase in Asia-Pacific seas. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2004/49367/index.html
    FAO, 2005. Depleted fish stocks require recovery efforts. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2005/100095/
    Schiermeier, Q., 2004, Climate findings let fishermen off the hook. Nature, 428, 4.
    Naylor, R.L., R.J. Goldburg, J.H. Primavera, N. Kautsky, M.C.M. Beveridge, J. Clay, C. Folke, J. Lubchenco, H. Mooney, and M. Troell, 2000, Effect of aquaculture on world fish supplies, Nature, 405, 1017-1024.
    Alimuddin dan E.S. Wiyono. 2005. Domestikasi laut atau restocking? INOVASI Vol. 5/XVII/November 2005.

Tuesday, March 14, 2017

PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN

March 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan semakin banyak digunakan oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan) maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Hal tersebut dikarenakan rumpon memberikan manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan. Disamping itu rumpon juga dapat membantu dalam penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap ikan, baik alat tangkap ikan yang aktif (seperti purse seine) maupun alat tangkap pasif (pancing, dan lain lain).
Dengan semakin meningkat dan berkembangnya pemasangan dan pemanfaatan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, maka untuk menghindari kerusakan pola ruaya (migrasi) ikan, serta melindungi  kelestarian sumber daya ikan, maka Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Disamping itu penjelasan tentang rumpon juga tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, khususnya Bab IV Pasal 18, 19 dan 20.
Beberapa hal pokok yang dapat dijelaskan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tersebut adalah sebagaimana uraian berikut.
Beberapa Pengertian
1. Alat bantu penangkapan ikan terdiri dari rumpon dan lampu.
2. Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang berupa benda atau struktur yang dirancang atau dibuat dari bahan alami atau buatan yang ditempatkan secara tetap atau sementara pada perairan laut.
3. Rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.
4. Lampu merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu atau cahaya yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Lampu tersebut terdiri dari lampu listrik dan lampu non listrik.
5. Izin Pemasangan Rumpon adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh setiap orang atau perusahaan perikanan untuk memasang rumpon, sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dan/atau produksi perikanan.
Jenis-jenis rumpon
Rumpon terdiri dari rumpon hanyut dan rumpon menetap.
1). Rumpon hanyut adalah rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.
2). Rumpon menetap, adalah rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar dan/atau pemberat, yang terdiri dari :
   (1). Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis.
   (2). Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.
Wilayah Pemasangan Rumpon dan Perizinannya
Rumpon dapat dipasang diwilayah :
1). Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
2). Perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
3). Perairan diatas 12 mil laut dari Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Pemasangan rumpon tersebut baik oleh perorangan maupun perusahaan berbadan hukum  wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pengajuan izin tersebut ditujukan kepada :
a. Bupati/Walikota atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut ;
b. Gubernur atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut ;
c. Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) atau Pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 12 mil laut dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia ;
Permohonan Pemasangan Rumpon
1). Permohonan pemasangan rumpon kepada Bupati/Walikota  atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon.
2). Permohonan pemasangan rumpon kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.
3). Permohonan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Gambar rancang bangun ;
e. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.
Pemberlakuan perizinan dan lainnya
-  Izin pemasangan rumpon tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang oleh pemberi izin untuk jangka waktu yang sama. Rumpon yang tidak dimanfaatkan lagi atau izinnya tidak diperpanjang, pemilik rumpon wajib membongkar dan mengangkat rumpon tersebut.
-  Instansi pemerintah, lembaga penelitian, dan/atau perguruan tinggi yang akan memasang rumpon wajib memberitahukan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap), Gubernur atau, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
-  Pemberian izin pemasangan rumpon wajib mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat setempat.
Syarat Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon
Pemasangan rumpon yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan perikanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tidak mengganggu alur pelayaran ;
b. jarak antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain tidak kurang dari 10 mil laut ;
c. tidak dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag).
Selanjutnya tentang pemanfaatan rumpon diatur sebagai berikut :
-  Pemanfaatan rumpon hanya boleh dilakukan oleh perusahaan perikanan ;
-  Pemanfaatan rumpon yang bukan miliknya hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan pemilik rumpon ;
-  Rumpon yang dipasang oleh instansi pemerintah, lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi hanya boleh dimanfaatkan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ;
-  Nelayan yang memanfaatkan rumpon yang dipasang oleh pemerintah atau lembaga lain non pemerintah wajib membongkar apabila tidak dimanfaatkan lagi.
Pelaporan, Pembinaan, Pengawasan, dan Sanksi
-  Untuk pengendalian pengelolaan sumberdaya perikanan, Gubernur, Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan jumlah, lokasi rumpon, dan izin pemasangan rumpon yang diterbitkan, kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) ;
-  Orang atau perusahaan perikanan yang memperoleh izin pemasangan rumpon wajib menyampaikan laporan pemanfaatan rumpon setiap 6 (enam) ulan sekali kepada pemberi izin ;
-  Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan kepada pemilik rumpon sesuai dengan kewenangannya di wilayah masing-masing baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri ;
-  Pengawasan atas ketentuan-ketentuan tentang rumpon dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan (dalam hal ini adalah Dirjen Pengendalian Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) ;
-  Pemasangan rumpon yang tidak sesuai dengan ketentuan dikenakan sanksi pembongkaran rumpon ;
-  Selain sanksi pembongkaran rumpon, perusahaan perikanan yang memanfaatkan rumpon dan tidak menyampaikan laporan pemanfaatan juga dikenai sanksi administratif, yaitu : pembekuan Izin Usaha Perikanan (IUP) atau Pencabutan Surat Penangkapan Ikan (SPI).
Dengan memahami berbagai ketentuan tentang rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan, diharapkan pelaku utama dan pelaku usaha, baik perorangan atau perusahaan, akan lebih cermat dan bijaksana dalam pemasangan rumpon. Sehingga rumpon yang dipasang dapat memberikan hasil yang optimal bagi pelakunya, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Disamping itu semoga kelestarian sumberdaya perikanan tetap terjaga dengan baik. Semoga. = (Pran, 10/05/2011)
Referensi :
1. Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon.
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Oleh : Ir. Pranoto, M.Si
Widyaiswara Madya Balai Diklat Perikanan Tegal
Kementerian Kelautan dan Perikanan

MENINGKATKAN KESEHATAN IKAN DENGAN TANAMAN HERBAL

March 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan yang kebal terhadap serangan penyakit memiliki sistem pertahanan tubuh yang kuat yang berkaitan dengan sistem imun yang berasal dari tubuh ikan. Sistem imun itu tergantung dari efektifitas sel darah putih yang dapat melindungi tubuh ikan dari infeksi sekunder yang disebabkan oleh serangan penyakit.
Saat ini pencengahan dan pengobatan terhadap ikan yang sakit sangat di anjurkan untuk memakai bahan herbal atau alami karena dengan memanfaatkan bahan herbal untuk pencengahan dan pengobatan terhadap ikan yang sakit dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan bahkan kita dapat melakukan budidaya ikan yang ramah lingkungan.
Penggunaan bahan herbal dikatakan ramah lingkungan dikarenakan bahan herbal yang dipakai akan mudah terurai dialam dibandingkan bahan kimia buatan sehingga dengan pemakaian bahan herbal atau alami tidak mencemari lingkungan serta ikan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.
Fitofarmaka atau obat herbal adalah obat alamiah yang bahan bakunya disarikan dari tanaman untuk digunakan dalam pengobatan (Anonimous, 2004). Terdapat lebih kurang 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan sekitar 54% diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika. Namun hanya sekitar 0,3% dari jumlah tumbuhan tersebut yang telah diselidiki manfaatnya oleh peneliti. Sebagai negara yang beriklim tropis, hutan tropika Indonesia sangat potensial dikembangkan sebagai sumber obat herbal (Inayah dan Ernayenti, 2007).
Fitofarmaka memiliki kelebihan karena murah, mudah didapat, aman dan efektif sehingga telah lama dimanfaatkan sebagai obat manusia, tetapi belum banyak digunakan dalam pengelolaan kesehatan ikan.
Beberapa jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya ikan dalam menjaga kesehatan ikan yang dipelihara antara lain :
1. Bawang Putih (Allium sativum)
Aplikasi    :    Melalui perendaman untuk penyakit Koi Herpes Virus (KHV), bakteri dan parasit
Target patogen    :    Bakteri : penyakit bercak merah Aeromonas hydrophila pada ikan patin.
Virus : penyakit KHV pada ikan mas
Parasit : penyakit gatal, bintik putih pada benih ikan air tawar akibat infeksi parasit Ich dan cacing Trichodina sp.
Kandungan aktif    :    Minyak atsiri, allicin 50g/100 ml melalui pakan untuk Aeromonas hydrophila
Dosis Efektif     :    25 mg bawang butih dihaluskan dan dicampur air 1 liter untuk perendaman ikan sakit.
Untuk penyakit KHV, sebanyak 30 g dalam 100 ml air untuk perendaman ikan sakit
2. Ciplukan (Physalis angulata L)
Aplikasi    :    Melalui perendaman
Target patogen    :    Bakteri penyebab radang, bengkak dan kemerahan atau borok
Kandungan aktif    :    Asam klorogenat, elaidic acid, physalin
Dosis Efektif      :    Daun dan buahnya direbus (15-30 g) dalam 100 ml air atau kering (5-10 g) dalam 100 ml air, lalu digunakan untuk perendaman
3. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)
Aplikasi    :    Untuk menjaga kualitas air karena dapat menyerap polutan, jika populasi tanaman sudah padat, segera dikurangi
Untuk tempat menempel telur ikan, setelah menetas larva ikan berlindung di akar-akar eceng gondok
Target patogen    :    Berfungsi untuk memperbaiki kualitas air.
Kandungan aktif    :    Si02, kalsium, magnesium, kalium, natrium, klorida, copper, mangan, zat  besi, saponin, carotene, polifenol,delphinidin 3-diglucoside
Dosis efektif    :    Masukkan tanaman ini pada 20 sampai 25%  bagian dari kolam
4. Gamal, Liridiyah (Glyriceridia sephium)
Aplikasi    :    Daun segar yang digunakan diremas dicampur air, disaring dan hasil saringannya yang dimasukkan ke kolam
Target patogen    :    Hama dan predator : ikan liar, ular, burung, kepiting, katak
Kandungan aktif    :    Saponin, flavonid, polifenol
Dosis efektif    :    6 kg daun dicacah, dicampur dengan air, hasil saringannya dimasukkan ke kolam dengan luas 100m2, 2 hari kemudian bangkai predator mengapung, air dibuang dan air diganti 2-3 kali hingga air tidak berasa pahit lagi
5. Jambu Biji (Psidium guajava)
Aplikasi    :    Melalui pakan dan perendaman
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophilapenyebab penyakit bercak merah
Kandungan aktif    :    Daun jambu biji kaya akan tanin, tripenoid, guaijavolic, oleanolic, asam ursolic, asam psidiolic dan flavonoid. Selain itu juga mengandung polifenol yang bersifat minyak esensial yang bekerja dengan menghambat kerja enzim tertentu dan aktivitas antioksidan.
Dosis Efektif    :    4-5 g daun dicacah halus dicampur air 1 liter, dan selanjutnya dicampur dengan pakan
1-2 g daun dicacah halus dicampur air sebanyak 5 liter, digunakan untuk perendaman ikan yang sakit selama 48 jam
6. Kelor (Moringa oleifera Lamk.)
Aplikasi    :    Melalui perendaman
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophila penyebab penyakit bercak merah dan  Streptococcus agalactiae penyakit dengan gejala berenang tak beraturan, mata menonjol, badan kehitaman
Kandungan aktif    :    minyak behen, minyak terbang, myrosine, emulsine, alkaloida pahit tidak beracun, vitamin A, B1,
Dosis Efektif      :    5 g daun dicacah halus dicampur air 100 ml, hasil saringannya dicampur air  digunakan untuk perendaman
7. Ketapang (Temmalia cattapa)
Aplikasi    :    Melalui perendaman
Daun ketapang dijemur selama 6 jam lalu masukkan ke kolam selama 2-3 hari untuk menurunkan pH air sebelum ikan dimasukkan ke kolam. PH air yang terlalu tinggi (8-9) akibat penumpukan bahan organik.  
Target patogen :    Bakteri :Aeromonas hydrophila penyebab penyakit bercak merah dan untukmenurunkan PH.  
Kandungan aktif    :    Tanin bersifat astringen
Dosis Efektif    :    Sebanyak 60 g daun dicacah halus dicampur dalam 1 liter air digunakan untuk perendaman
8. Kunyit, Kunir Turmeric  (Curcuma longa)
Aplikasi    :    Melalui pakan yang diberikan selama beberapa hari pada ikan yang sakit
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophilapenyebab penyakit bercak merah (borok)
Kandungan aktif    :    Curcomin,curcuminoid, desmethoxycurcumin, bidesmethoxycurcumin,pati, tanin, damar, sesgnitepen alkohol, borneol, phellandrene, turmerone, zingiberene, artormeroner
Dosis Efektif      :    1.0  g kunyit dihaluskan atau dibuat bubuk dan dicampurkan dalam 1 kg pakan
9. Lidah Buaya (Aloe vera)
Aplikasi    :    Perendaman menggunakan daun yang telah diambil daging daunnya yang berwana putih
Target patogen    :    Bakteri penyebab borok/luka, keradangan, bengkak dan kemerahan
Kandungan aktif    :    Alkaloid
Dosis Efektif     :    Daging daun yang berwarna putih  dicacah halus dicampur air, airnya digunakan untuk perendaman. Dosis belum diketahui
10. Mengkudu (Orinda citrifolia L.)
Aplikasi    :    Daun dan buah sangat baik untuk pakan harian ikan nila dan tawes
Target patogen    :    Imunostimulan (meningkatkan kekebalan tubuh ikan), pengobatan penyakit cacing
Kandungan aktif    :    Alkaloid, saponin, flavonoid, antrakinon, polifenol, morindin, morindon, aligarin –d-metiltet, sorandijiol, alkaloid  (triterpenoid, proxeronin),  polisakarida (damnacanthal), sterol, coumarine, scopeletin, ursolicacid, linoleic acid, caproic acid, caprilic acid,  alizarin, acubin, iridoid glikoside, Lasperuloside, vit C,A dan karoten
Dosis efektif    :    10 lembar daun dicacah atau diremas-remas dalam 5 liter air dan airnya digunakan untuk perendaman
3 mg ekstrak daun dilarutkan dalam 1 liter air digunakan untuk perendaman ikan yang terkena penyakit cacingan
11. Meniran (Phyllanthus niruri L., Phyllanthus urinaria Linn.)
Aplikasi    :    Melalui perendaman selama 5 jam
Target patogen    :    Bakteri :Aeromonas hydrophila penyakit bercak merah dan borok, Edwarsiella tarda penyakit bisul dan luka pada kulit
Kandungan aktif    :    filantin, hipofilantin, hipotetralin, nirantin, nir tetrakin
Dosis Efektif    :    5 g daun yang sudah dibuat bubuk dicampur air 1 liter untuk perendaman selama 5 jam
Jika dicampur pakan dibutuhkan 20 g daun dicacah halus dan dicampur dalam 1 kg pakan
12. Nanas (Ananas comusus Merr)
Aplikasi    :    Tanam nanas di tanggul kolam
Target patogen    :    Hama dan predator kepiting yang sering merusak tanggul kolam
Kandungan aktif    :    Saponin, flavonoid, polifenol, vitA, vitC, kalsium, fosfor, sukrosa, enzim bromelin, kalsium, natrium, delestrosa, magnesiumbesi.
Dosis efektif    :    Nanas dicacah lembut dan di campur tanah kolam dan diletakkan pada radius 0,5 m di sekitar lubang kepiting
13. Orang-aring (Eclipta alba)
Aplikasi    :    Perendaman
Target patogen    :    Parasit Helminthosis (cacingan, Dactyrogiriasis, Gyrodactyliasis), bakteri : Aeromonas hydrophila penyebab penyakit bercak merah, Edwardsiella tarda penyebab bisul dan luka-luka pada kulit.
Kandungan aktif    :    Isoflavonoid, phytosterol, briterpenoid saponins (nicoline, ecliptine, α-terthienyl, α-terthienyl methanol, α-formyl, α-therthienyl thiophene, wedeloluctone, tanin
Dosis Efektif      :    Daun dan batang dicacah dan dicampur air, airnya untuk perendaman ikan yang sakit. Dosis belum diketahui.
14. Pegagan (Centela asiatica)
Aplikasi    :    Melalui perendaman
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophilapenyebab penyakit bercak merah dan borok
Kandungan aktif    :    asiaticoside, thankunside, madecassoside, brqahmocide, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids,garam K, Na, Ca, Fe, vellarine, tanin, mucilago, resin, pektin, gula, vitamin B.
Dosis Efektif    :    Konsentrasi larutan pegagan dengan dosis sampai 10 mg dalam 10 ml air dengan cara perendaman dapat meningkatkan respon ketahanan tubuh ikan terutama sel darah putih
Dosis untuk penyakit bercak merah adalah 250 mg dari ekstrak daun pegagan dalam 1 liter
15. Pepaya (Carica papaya L.) fam. Caricaceae
Aplikasi    :    Melalui pakan dan dapat disebarkan ke kolam
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophila,penyebab bercak merah danparasit Ichtyopthirius multifilis penyebab penyakit bintik putih atau white spot.
Kandungan aktif    :    Biji (glucoside cacirin, carpaine). Getah (papain chymopapain, lisosim, lipase, glutamin dan siklotransferase). Daun (enzim papain,alkaloid carpaine, pseudokarpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dekstrosa dan levulosa). Buah (papain, chymopapain menyerupai enzim pepsin, knyptoxanthine, betakarotene, pectin, d-galaktosa, L-arabinosa, papayotimin papain, tikokinase, vit A dan C)
Dosis Efektif      :    Batang dan daun pepaya dapat dimanfaatkan sebagai pakan dengan dosis 15 kg untuk 100 kg bobot ikan. Daun segar disebar merata di kolam.
Untuk mencegah stres selama transportasi dengan cara dimasukkan dua lembar daun pepaya diameter 30 cm, diremas-remas masukkan ke tong/jerigen. Jika menggunakan kantong plastik diambil air daun perasan saja tanpa ampas daunnya
2 g daun pepaya yang dicacah halus dalam 100 ml air digunakan untuk perendaman ikan yang sakit selama 1 jam
16. Petai cina, Kemlandingan, Lamtoro (Fam. mimesacea)
Aplikasi    :    Melalui pakan
Target patogen    :    Parasit Helminthosis(cacingan: Dactyrogiriasis, Gyrodactyliasis)) pada catfish (lele dan patin)
Dosis Efektif      :    2 g daun dicacah untuk diberikan per 1 kg ikan
17. Pisang (Musa paradisiaca)
Aplikasi    :    Ditebarkan ke dalam kolam
Target patogen    :    Menurunkan pH kolam
Kandungan aktif    :    Saponan, alkaloid, tanin, polifenol
Dosis efektif    :    30 kg batang pisang dicacah dan ditebarkan pada kolam ukuran 24 m2
Untuk menurunkan pH air, batang dan bonggol pisang dicacah ukuran 1-2 cm, ditebarkan ke kolam selama 24 jam
- Dapat sebagai media pakan alami, dengan dipotong ukuran agak besar dan dimasukkan ke kolam sehingga akan tumbuh jasad renik/cacing untuk pakan ikan
18. Sente (Alocasia macrorrhiza schott)
Aplikasi    :    Melalui pakan
Target patogen    :    Sebagai imunostimulan pertumbuhan, meningkatkan fekunditas telur hingga 12,5%
Kandungan aktif    :    Saponin, flavonoid, polifenol, asam oksalat, alocasin, tripsin, kemotripsin
Dosis efektif    :    Bonggol sente sumber protein pakan, bonggol dicacah diberi ragi tempe, setelah 3 hari proses fermentasi diberikan ke ikan secara teratur
Diberikan 30% bobot badan diberikan 3 kali sehari
19. Sirih (Piper betle L.)
Aplikasi    :    Melalui perendaman
Target patogen    :    Bakteri :Aeromonas hydrophilapada ikan  penyebab penyakit bercak merah dan borok
Kandungan aktif    :    daun sirih mengandung minyak atsiri
Dosis Efektif    :    2 g ekstrak daun dalam 60 ml air untuk perendaman ikan yang sakit.
Perendaman untuk ichthyophtthirius multifilis selama 12 jam
20. Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza ROXB)
Aplikasi    :    Untuk obat luar atau perendaman
Target patogen    :    Bakteri : Aeromonas hydrophila penyebab penyakit bercak merah dan borok
Kandungan aktif    :    Phenol demetoksikurkumin, kurkumin, minyak atsiri xanthorrhizol, trimeron
Dosis Efektif      :    Rimpang segar direbus, airnya untuk perendaman ikan yang sakit
Untuk obat luar, rimpang segar diparut, dioleskan pada luka atau borok.
21. Ubi Jalar  (Ipomoea batatas poir)
Aplikasi    :    Melalui pakan dan perendaman
Target patogen    :    Sebagai imunostimulan dan mencegah stres selama transportasi
Kandungan aktif    :    Saponin, flavonoid, polifenol
Dosis efektif    :    30 kg daun diremas-remas untuk mengangkut total 100 kg bobot ikan
Sebagai pakan ikan dan pencegah stres selama transportasi, di dalam jerigen untuk 300 ekor benih, masukkan 20 lembar daun diremas. jika memakai kantong plastik, ambil cairan berwarna hijau dan berlendir dimasukkan ke air dalam kantong.
Sumber : Buku Herbal, Balai Riset Perikanan Air Tawar, Bogor

Sunday, March 12, 2017

DINAMIKA KELOMPOK SEBAGAI INDIKATOR KEMAJUAN PELAKU UTAMAATAU USAHA

March 12, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Dinamika Kelompok adalah suatu keadaan dimana suatu kelompok dapat menguraikan, mengenali kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang dapat membuka perilaku dan anggota-anggotanya.
TUJUAN DINAMIKA KELOMPOK
• Meningkatkan proses interkasi antara anggota kelompok sehingga menyebabkan terjalinnya hubungan psikologis yang nyata diantara anggota kelompok, seperti rasa solidaritas, rasa memiliki kelompok, rasa saling tergantung antara anggota kelompok, dsb.
• Meningkatkan produktivitas kelompok melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) anggota kelompok.
• Mengembangkan kelompok kearah yang lebih baik, maju, dan kompak.
• Meningkatkan kesejahteraan hidup anggota kelompok.
A. Pengertian Dinamika Kelompok
Dinamika Kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinamika berarti gerak atau tenaga yang menggerakkan, sedangkan kelompok berarti kumpulan orang.Dengan demikian dinamika kelompok dapat diartikan sebagai gerak atau kekuatan yg dimiliki sekumpulan orang dl masyarakat yg dapat menimbulkan perubahan dl tata hidup masyarakat yg bersangkutan.
Pada dasarnya, sebuah dinamika sudah terjadi bahkan pada saat kelompok tersebut sedang dalam proses pembentukan. Berikut ini bagaimana proses dinamika terjadi dalam tahap pembentukan sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan  membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik).  Perpecahan yang terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi.
B. Fungsi Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok.   Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain:
 Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain).
 Memudahkan segala pekerjaan. (Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
 Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian. (pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
 Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat (setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat)
C.  Ciri-Ciri Kelompok Dinamis
    Berikut ini adalah ciri-ciri kelompok yang dinamis:
1. Interaksi : saling mempengaruhi  secara fisik /verbal, non verbal, dan emosional
2. Orientasi pada pencapaian Tujuan
3. Pembagian tugas & peranan yg rinci
4. Taat azas pada Norma Kelompok yg berlaku
5. Mementingkan Kelompok (Groupness) : in-group feeling, toleransi, solidaritas, saling menghargai
6. Ethos Kelompok  (esprit de corp-jiwa korsa)
D. Unsur-Unsur Dinamika Kelompok  
   Beberapa unsur dinamika kelompok diantaranya:
1. Tujuan Kelompok :
Gambaran  yang diharapkan anggota yang akan dicapai  oleh kelompok.  Tujuan kelompok  harus  jelas  dan  diketahui  oleh  seluruh  anggota. Untuk mencapai tujuan kelompok tersebut diperlukan aktivitas bersama  oleh  para  anggota.
2. Struktur Kelompok
Struktur  kelompok  adalah  bentuk  hubungan  antara  individu-individu  dalam kelompok sesuai posisi dan peranan masing-masing. Struktur Kelompok harus sesuai/mendukung tercapainya  tujuan  kelompok.  Yang  berhubungan  dengan struktur kelompok yaitu :
(1) Struktur Komunikasi:  Sistem  komunikasi  dalam  kelompok  harus  lancar  agar pesan  sampai  kepada  seluruh  anggota,  sehingga tidak  akan  menimbulkan ketidakpuasan
anggota (menyebabkan kelompok menjadi tidak kompak).
(2) Struktur Tugas Atau Pengambilan Keputusan: Pembagian  tugas harus merata dengan memperhatikan kemampuan, peranan, dan posisi masing-masing anggota. Dengan demikian seluruh anggota kelompok ikut berpartisipasi dan terlibat, sehingga dinamika kelompok semakin kuat.
(3) Struktur Kekuasaan atau Pengambilan Keputusan:
 Kedinamisan  kelompok  sangat  erat  kaitannya dengan  kecepatan pengambilan keputusan
 selain  harus  jelas  siapa  yang  mengambil  keputusan  dan  ketidak  cepatan  (kelambatan)
pengambilan  keputusan  menunjukkan  lemahnya  struktur kelompok
(4) Sarana Terjadinya Interaksi:
Interaksi  di  dalam  kelompok  sangat  diperlukan  sedangkan dalam  struktur  kelompok  harus  menjamin  kelancaran interaksi,  kelancaran interaksi
 memerlukan  sarana  (contoh ketersediaan  ruang pertemuan kelompok) dapat menjamin kelancaran interaksi antar anggota.
3. Fungsi Tugas
Segala  kegiatan  yang  harus  dilakukan kelompok dalam rangka mencapai tujuan. Ini sebaiknya dilakukan  dengan  kondisi menyenangkan, sehingga dapat  menjamin  fungsi tugas  ini  dapat  terpenuhi.  Kriteria  terpenuhi atau tidaknya fungsi tugas ini ditandai dengan terdapatnya:
  (1) Fungsi memberi informasi
  (2) Fungsi koordinasi
  (3) Fungsi memuaskan anggota
  (4) Fungsi berinisiatif
  (5) Fungsi mengajak untuk berpartisipasi
  (6) Fungsi menyelaraskan
4. Mengembangkan dan Membina Kelompok :
dimaksudkansebagai  usaha  mempertahankan  kehidupan  kelompok. Kehidupan berkelompok dapat dilihat dari adanya kegiatan :
(1) Mengusahakan/mendorong agar semua anggota  kelompok ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok.  Dengan
demikian  rasa  memiliki  kelompok  dari  para  anggotanya akan tinggi.
(2) Tersedianya fasilitas
(3) Mengusahakan/mendorong  menumbuhkan  kegiatan,  agar para anggota bi sa ikut aktif berperan
(4) Menciptakan norma kelompok. Norma kelompok ini digunakan sebagai acuan anggota kelompok bertindak.
(5) Mengusahakan  adanya  kesempatan  anggota  baru,  baik untuk menambah jumlah maupun mengganti anggota yang keluar
(6) Berjalannya proses sosialisasi. Untuk mensosialisasikan adanya anggota baru adanya norma  kelompok  adanya kesepakatan, dan sebagainya
5. Kekompakan Kelompok
Kekompakan kelompok menunjukkan  tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok,  hal  ini  dapat berupa : loyalitas,  rasa memiliki, rasa keterlibatan, dan keterikatan. Terdapat  enam  faktor  yang  mempengaruhi  kekompakan kelompok yaitu:
(1) Kepemimpinan Kelompok; Kepemimpinan  kelompok  yang  melindungi,  menimbulkan
 rasa aman, dapat menetralisir setiap perbedaan.
(2) Keanggotaan Kelompok; Anggota yang loyal dan tinggi rasa memiliki kelompok.
(3) Nilai Tujuan Kelompok; Makin  tinggi  apresiai  anggota  terhadap  tujuan  kelompok, kelompok semakin kompak.
(4) Homogenitas Angota Kelompok;
Setiap  anggota  tidak  menonjolkan  perbedaan  masing -masing, bahkan harus merasa sama, merasa satu.
(5) Keterpaduan Kegiatan Kelompok; Keterpaduan  anggota  kelompok di dalam mencapai tujuan sangatlah penting.
(6) Jumlah Anggota Kelompok; Pada umumnya, bila jumlah anggota kelompok relatif kecil cenderung  lebih  mudah  kompak,  dibandingkan  dengan kelompok dengan jumlah anggota besar.
 6. Suasana Kelompok
Keadaan moral, sikap dan perasaan bersemangat  atau  apatis  yang  ada  dalam  kelompok. Suasana kelompok yang baik bila anggotanya merasa saling menerima, saling menghargai, saling memperc ayai dan bersahabat. Faktor - faktor yang mempengaruhi suasana kelompok diantaranya:
(1) hubungan  antar  anggota.  Hubungan  yang  mendukung adalah hubungan yang rukun, bersahabat, persaudaraan;
(2) kebebasan berpartisipasi. Adanya kebebasan berpartisipasi, berkreasi akan menimbulkan
     semangat  kerja  yang  tinggi; dan
 (3) lingkungan fisik yang mendukung.
7. Tekananan pada Kelompok
Tekanan pada kelompok dimaksudkan adalah adanya tekanan-tekanan dalam  kelompok  yang  dapat  menimbulkan ketegangan, dengan adanya ketegangan akan  timbul dorongan  untuk  mempertahankan  tujuan  kelompok.  Tekanan kelompok yan cermat, dan terukur akan dapat mendinamiskan kelompok, bila tidak justru akan berakibat sebaliknya.
8.  Efektifitas Kelompok
Keberhasilan dalam melaksanakan tugas - tugas kelompok dalam mencapai  tujuan.  Semakin banyak  tujuan  yang  dapat  dicapai,  semakin  banyak keberhasilan,  anggota  kelompok  akan  semakin  puas.  Bila anggota kelompok merasa puas kekompakan dan kedinamisan kelompok akan semakin kuat.

KEBERLANJUTAN PERIKANAN BUDIDAYA MELALUI STANDARDISASI, MONITORING LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN RESIDU

March 12, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Untuk menjamin berjalannya sistem pembangunan perikanan budidaya tersebut diperlukan dukungan pengorganisasian dan pengembangan kompetensi sumber daya yang kuat di tingkat pusat maupun daerah. Pengorganisasian meliputi pengorganisasian di tingkat lembaga/instansi maupun kelompok jabatan fungsional terkait.
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan perikanan budidaya sering mengalami kendala. Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pengembangan perikanan budidaya antara lain adanya serangan penyakit ikan, perubahan lingkungan budidaya yang ekstrim, serta produk perikanan budidaya yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Sebagai gambaran dampak ekonomi yang ditimbulkan, beberapa kejadian penyakit, perubahan lingkungan dan  ditolaknya produk perikanan budidaya yang pernah tercatat adalah sebagai berikut :
1.      Kerugian akibat wabah penyakit
2.      Kerugian akibat faktor lingkungan
3.      Kerugian akibat ditolaknya ekspor produk perikanan budidaya
Berbagai persoalan terkait dengan serangan penyakit, perubahan lingkungan budidaya, obat ikan serta residu berbahaya harus segera diatasi dengan pengambilan kebijakan strategis yang dapat segera dilaksanakan di tingkat lapangan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) adalah dengan meningkatkan peran strategis sumber daya manusia yang ada dalam pengendalian konsistensi mutu obat ikan, hama dan penyakit, lingkungan budidaya, serta residu berbahaya. Apabila pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan tidak dapat dijalankan dengan baik, maka ketersediaan sumberdaya alam akuakultur yang sangat besar ini akan menjadi malapetaka di masa depan.
Kegiatan Pengelolaan Kesehatan Ikan dan lingkungan akan tercapai sampai di tingkat teknis yang sangat detail apabila didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi serta jaminan pengembangan karier yang jelas dan terukur. Namun demikian, sampai dengan saat ini belum ada pejabat fungsional yang mempunyai tugas dan fungsi khusus di bidang tersebut di atas, sehingga kegiatan-kegiatan yang terkait dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dengan latar belakang yang cukup bervariasi, antara lain oleh pejabat struktural, Pejabat Fungsional Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (Jabfung PHPI), Perekayasa maupun staf fungsional umum. Akibat langsungnya adalah tidak adanya standar kompetensi yang jelas petugas yang menangani tugas dan fungsi tersebut.
Berdasarkan kondisi yang ada, DJPB mengusulkan terbentuknya sebuah jabatan fungsional baru, yaitu Jabatan Fungsional Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan (PKIL).  Tugas dan fungsi utama jabatan ini adalah kegiatan-kegiatan yang terkait  dengan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, antara lain pengelolaan unit pengelola kesehatan ikan dan lingkungan sesuai standard ISO 17025, pengendalian obat ikan, pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya, survaillans dan monitoring serta penyiapan kebijakan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan.
Perikanan budidaya terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya di samping kuantitasnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penekanan pada peningkatan kualitas produksi perikanan budidaya ini selaras dengan di bukanya Pasar Bebas ASEAN (MEA) yang mendorong perlunya peningkatan daya saing, salah satunya dengan kualitas produk yang meningkat dan aman di konsumsi. “Selain produk perikanan budidaya harus bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, harus di dukung dengan kualitas produk yang mampu bersaing baik di pasar regional maupun pasar global. Untuk itu melalui program pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan, kita harus menerapkan system jaminan mutu dan keamanan mutu hasil perikanan budidaya dari hulu sampai hilir proses produksi perikanan budidaya, baik itu melalui penerapan standardisasi system produksi perikanan budidaya, system monitoring lingkungan maupun pengendalian residu”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat memberikan arahan dalam acara Rapat Koordinasi Standardisasi Perikanan Budidaya, Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya dan Pengendalian Residu di Yogyakarta.
“Persaingan pasar yang semakin terbuka, menuntut kita untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang sesuai standar, baik itu standar system produksi maupun standar mutu hasil perikanan. Standardisasi harus dilakukan di semua lini, baik itu standar pembenihan, standar prasarana dan sarana budidaya, standar produksi maupun standar pakan yang di dukung dengan penerapan standar metode uji di laboratorium, untuk memberikan jaminan keamanan dan jaminan mutu produk perikanan budidaya”, jelas Slamet.
Saat ini, terdapat 250 buah Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang perikanan budidaya (lima diantaranya adalah RSNI) yang digunakan sebagai standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam memasuki persaingan pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Pengendalian Residu
“Disamping penerapan standardisasi perikanan budidaya, diperlukan upaya lain untuk dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan aman dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang dilarang yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional”, terang Slamet.
Slamet menambahkan bahwa Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil melakukan pengendalian residu dan sekaligus melakukan monitoring penggunaan residu pada usaha budidaya sejak tahun 2013, Indonesia telah dimasukkan oleh Direktorat Jenderal Konsumen dan Kesehatan, European Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU, ke dalam daftar negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa. Kondisi ini membuktikan bahwa Sistem Monitoring Residu perikanan budidaya Indonesia telah dinilai setara dengan standard Uni Eropa. Hal ini harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yang berkelanjutan dan semakin baik diantara pihak terkait (stakeholders), baik di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan monitoring residu”, papar Slamet.
Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa setelah di terbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2015 tentang Pengendalian Residu Obat Ikan, Bahan Kimia dan Kontaminan pada kegiatan Pembudidayaan Ikan Konsumsi, membuktikan keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan jaminan keamanan pangan dan mutu produk perikanan budidaya. “Permen ini menjadi acuan dalam monitoring dan pengendalian residu. Ini harus di terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai ke tingkat daerah,” kata Slamet.
Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya
Pembangunan perikanan budidaya berbasis lingkungan atau ekosistem terus di kembangkan dan di gulirkan. Dengan memperhatikan lingkungan atau ekosistem, perikanan budidaya akan menjadi tumpuan dalam pengembangan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang sekaligus memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, agar tetap lestari dan berkelanjutan.
“Untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perlu upaya penerapan pendekatan terhadap lingkungan dalam pengembangan perikanan budidaya atau disebut dengan Ecosystem Approach for Aquaculture (EAA), untuk mengelola perikanan budidaya yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan berdasarkan ekosistem di Indonesia. Program Culture Based Fisheries (CBF) juga sangat sesuai dengan EAA. Ini akan kita coba terapkan di beberapa lokasi, sebagai percontohan”, papar Slamet.
Pengelolaan usaha perikanan budidaya di perairan umum perlu dilakukan. “Usaha perikanan budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum, perlu di tata ulang sehingga memberikan hasil yang positif baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Penggunan teknologi pakan yang efisien dan ramah lingkungan harus terus di dorong, sehingga meminimalisir dampak negative bagi lingkungan”, tutur Slamet.
Usaha perikanan budidaya yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan akan  menghasilkan keberhasilan usaha. Karena perikanan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan baik lingkungan budidaya maupun lingkungan di sekitarnya. “Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, sangat perhatian sekali dengan permasalahan lingkungan ini. Karena ini akan menjadi warisan ke anak cucu kita di masa depan. Dengan membangun perikanan budidaya yang berwawasan lingkungan saat ini, artinya kita juga sedang membangun masa depan”.
Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/378/KEBERLANJUTAN-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-STANDARDISASI-MONITORING-LINGKUNGAN-DAN-PENGENDALIAN-RESIDU/?category_id=12

Saturday, March 11, 2017

MEMANFAATKAN SUMBERDAYA KELAUTAN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

March 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Latar belakang
Terjadinya fenomena tangkap lebih akibat dari persepsi yang keliru tentang sumberdaya ikan laut, yang mana selama ini dimiliki oleh kebanyakan para nelayan, pengusaha perikanan, dan pejabat pemerintah. Kekeliruan pertama adalah mereka menganggap ikan adalah sumberdaya dapat pulih (sustaineutable resourcesl) sehingga dapat dieksploitasi secara tak terbatas (infinite) (Dahuri, 2003).
Aspek BIologi IKan Tongkol
Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae, genus Auxis, spesies Auxis thazard. Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin . Sirip dada melengkung, ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Nainggolan E, 2009).
Ikan tongkol dapat mencapai ukuran panjang 60 65 cm dengan berat 1.720 gr pada umur 5 tahun. Panjang pertama kali matang gonad ialah 29 30 cm. Ikan tongkol temasuk ikan pelagis yang hidup pada kedalaman hingga 50 m di daerah tropis dengan kisaran suhu 27 28oC. Ikan tongkol merupakan jenis ikan migratory yang tersebar disekitar perairan samudera atlantik, hindia dan pasifik..
Ikan tongkol memiliki 10 12 jari-jari sirip punggung, 10 13 jari-jari halus sirip punggung, 10 14 jari-jari halus sirip dubur, dengan warna punggung kebiru-biruan, ungu tua bahkan berwarna hitam pada bagian kepala. Sebuah pola 15 garis-garis halus, miring hampir horisontal, garis bergelombang gelap di daerah scaleless diatas gurat sisi (linea lateralis). Bagian bawah agak putih (cerah). Dada dan sirip perut ungu, sisi bagian dalam mereka hitam. Badan kuat, memanjang dan bulat. Gigi kecil dan berbentuk kerucut, dalam rangkaian tunggal. Sirip dada pendek, tapi mencapai garis vertikal melewati batas anterior dari daerah scaleless atas corselet. Sebuah flap tunggal besar (proses interpelvic) antara sirip perut. Tubuh telanjang kecuali untuk corselet, yang dikembangkan dengan baik dan sempit di bagian posterior (tidak lebih dari 5 skala yang luas di bawah asal-sirip punggung kedua). Sebuah keel pusat yang kuat pada setiap sisi dasar sirip ekor-kecil antara 2 keel.

Klasifikasi Ikan Tongkol.

Phylum            : Chordata

Sub phylum     : Vertebrata

Class                : Pisces

Sub class         : Teleostei

Ordo                : Percomorphi

Sub ordo         : Scromboidea

Family             : Scromboidae

Genus              : Auxis

Species            : Auxis thazard

Bersifat epipelagic di perairan neretik dan samudra. Makanannya berupa ikan kecil, cumi-cumi, krustasea planktonik (megalops), dan larva stomatopod. Karena kelimpahan mereka, mereka dianggap sebagai elemen penting dari rantai makanan, khususnya sebagai hijauan untuk spesies lain bagi kepentingan komersial. Diincar oleh ikan yang lebih besar, termasuk tuna lainnya. Dipasarkan segar dan beku juga digunakan kering atau asin, asap, dan kaleng. (Bussines Center 2010).

Adapun jenis alat tangkap tersebut antara lain :

1. Payang

Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selembar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini, semakin kecil ukuran mata jaaringmaka semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri..

Keterangan:

1. Tali selembar kanan

2. Tali selembar kiri

3. Pelampung bulat

4. Sayap kanan

5. Sayap kiri

6. Pemberat

7. pelampung

8. Buntut

9. Tal iris atas

10.Tal iris bawah

Sayap merupakan lembaran jaring yang disatukan dan berfungsi sebagai penggiring dan pengejut bagi ikan sehingga ikan mengarah ke mulut jaring. Sayap terdiri atas sayap kiri dan sayap kanan, memiliki ukuran mata jaring yang lebih besar dari bagian lainnya (Monintja, 1991).

Tali ris ada dua bagian, yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas lebih panjang dan tali ris bawah yang menyebabkan bibir jaring bagian atas lebih menjorok ke dalam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ikan meloloskan diri ke bagian bawah perairan. Tali ris berfungsi untuk merentangkan jaring dan merupakan tempat tali pelampung (floats) dan pemberat (sinker). Tali selembar adalah tali yang mengikat ujung sayap kiri dan kanan jaring, berfungsi menghubungkan antara jaring dan kapal/perahu (Subani dan Barus, 1989).

Pelampung dan pemberat berfungsi untuk membantu bukaan mulut jaring. Pelampung juga berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaring sesuai dengan yang diinginkan dan menjaga bukaan mulut jaring dari pengaruh angin dan arus saat dioperasikan. Pemberat berfungsi agar bagian bawah jaring terendam sempurna sehingga membentuk bukaan mulut jaring yang maksimal (Monintja, 1991).

2. Pukat Cincin (Purse Seine)

Pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan

Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil. Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri.

Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Rumpon selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Rumpon dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari.

3. Jaring Insang

Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat bawah (srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat.

Tinggi jaring insang permukaan 5 - 15 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5 - 10 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1 - 3 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium. Bentuk gill net tergantung dari panjang tali ris atas dan bawah..

Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan tertangkap dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal pada tubuh jaring. Satuan jaring insang menggunakan satuan pis jaring (piece). Satu unit gill net terdiri dari beberapa pis jaring (SISKA, 2010).

Dilihat dari cara pengoperasiannya, alat tangkap ini biasa dihanyutkan (drift gill-net), dilabuh (set gill-net), dilingkarkan (encircling gill-net). Jaring insang termasuk alat tangkap potensial terlebih setelah adanya Keppres 29/80 khususnya jaring insang dasar (bottom set gill-net) atau yang lebih dikenal dengan nama Jaring klitik (Genisa. A. S, 1998).

a. Jaring insang hanyut

Jaring insang hanyut adalah jenis gill net yang berbentuk empat persegi panjang. Jaring insang hanyut termasuk dalam klasifikasi jaring insang hanyut di permukaan air (surface drift gill net) atau jaring insang hanyut di pertengahan air (midwater drift gill net) dengan panjang tali ris bawah sama dengan atau lebih kecil daripada panjang tali ris atas. Pengoperasiannya dipasang tegak lurus dan dihanyutkan di dalam perairan mengikuti gerakan arus selama jangka waktu tertentu, salah satu ujung unit gill net diikatkan pada perahu/kapal atau kedua ujung gill net dihanyutkan di perairan. Pada perairan umum, jaring insang hanyut digunakan

Hasil tangkapan antara lain baung, kepiting, sepat siam, gabus, koan, lukas, mas, mujair, botia, berukung, benteur, bilih, tawes, depik, hampal, jelawat, kendia, lalawak, sili, nilem, parang, repang, salab, semah, seren, betutu, patin jambal, tempe dan lempuk (SISKA, 2010).

b. Jaring insang tetap

Jaring insang tetap adalah jaring insang berbentuk empat persegi panjang. Jaring insang tetap dapat dikategorikan dalam klasifikasi jaring insang tetap di dasar air (bottom set gill net), jaring insang tetap di pertengahan air (midwater set gill net) tergantung pada pemasangan gill net di dalam perairan. Tali ris bawah sama dengan atau lebih panjang daripada tali ris atas. Pengoperasiannya dipasang menetap di perairan dengan menggunakan pemberat selama jangka waktu tertentu. Pada perairan umum, jaring insang hanyut digunakan di danau atau waduk (SISKA, 2010).

Dalam pengoperasiannya jaring ini bisa dilabuh (diset), lapisan tengah maupun dibawah lapisan atas, tergantung dari panjang tali yang menghubungkan pelampung dengan pemberat (jangkar). Jaring insang labuh ini sama dengan jaring klitik yaitu jaring insang dasar menetap yang sasaran utama penangkapannya adalah udang dan ikan-ikan dasar. Cara pengoperasian jaring insang labuh ini disamping didirikan secara tegak lurus, dapat juga diatur sedemikian rupa yang seakan-akan menutup permukaan dasar atsau dihamparan tepat di atas karang-karang (Genisa. A. S, 1998).

c. Jaring Lingkar

Jaring insang lingkar adalah jaring insang yang dalam pengoperasiannya dengan cara melingkarkan ke sasaran tertentu yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu. Setelah kawanan ikan terkurung kemudian dikejutkan dengan suara dengan cara memukul-mukul bagian perahu, karena terkejut ikan-ikan tersebut akan bercerai-berai dan akhirnya tersangkut karena melanggar mata jaring (Genisa. A. S, 1998).

Friday, March 10, 2017

BUDIDAYA IKAN PATIN DENGAN KOLAM TERPAL

March 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Dahulu pembudidaya ikan hanya mengenal kolam tanah , kolam tembok, dan keramba sebagai wadah budidaya ikan. Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian dan ketersediaan bahan material, banyak peternak yang berimprovisasi menerapkan ujicoba pemeliharaan ikan di kolam alternatif.Salah satunya yang lagi ngetren adalah kolam terpal.Ikan yang termasuk Pangasidae ini tidak memerlukan air mengalir untuk membesarkan diri.Bahkan ikan patin ini mampu tumbuh normal di perairan yang minim oksigen.
  Namun perlu diketahui terutama pada stadia benih ( larva ) sangat sensitif terhadap perubahan cuaca.Banyak dilaporkan terjadinya kematian masal akibat perubahan suhu air dan udara secara mendadak.Kondisi ini terjadi ketika anomali cuaca berlangsung, seperti kemarau panjang atau musim hujan yang berbeda dari biasanya.
  Namun dibalik itu ada satu hal yang menguntungkan dari ikan patin ini. Ikan ini sangat toleran terhadap pH air.
a. Pompa
Pompa ini berfungsi untuk mengalirkan air dari sumur, atau sungai menuju kolam terpal. Umumnya pompa banyak dijual di pasaran dengan kapasitas 42 liter per menit.
b. Slang atau paralon
c. Aerator atau blower
Alat ini dipakai jika tingkat penebaran tinggi, terutama pada stadia benih.
d. Ember atau baskom
e. Krakat atau waring yang sudah dimodifikasi dengan ditambahkan pemberat /timah
Fungsinya untuk panen benih.
a. Sistematika
Didaerah , ikan patin lebih dikenal dengan sebutan ikan jambal atau pangasius,termasuk jenis ikan catfish. adapun sususnan lengakap sistematika ikan patin sbb :
Ordo           :  Ostariophysi
Sub-ordo       :  Siluroidea
Family         :  Pangasidae
Genus          :  Pangasius
Species        :  Pangasius pangasius
Nama inggris   :  Catfish
Nama lokal     :  Patin
b. Syarat hidup
Toleran terhadap pH dengan kisaran 5 - 9, dengan kandungan oksigen terlarut 3 - 6 ppm, CO2 9 - 20 ppm, dan alkalinitas 80 - 250 ppm. Suhu air pada kisaran 28 - 30 derajat celcius.
c. Kebiasaan hidup
Di alam bebas ikan patin biasanya bersembunyi di dalam lubang. ikan ini keluar dari tempat persembunyiannya setelah hari mulai gelap atau dikenal dengan istilah nokturnal. Di habitat aslinya ikan ini lebih menetap di dasar perairan ketimbang di permukaan atau dikenal dengan ikan dasar ( demersal ). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang lebar. Secara alami , makanan ikan patin di alam adalah ikan-ikan kecil, cacing, serangga, udang-udangan, molusca, dan biji-bijian, sehingga digolongkan kedalam ikan omnivora.
d. Karakteristik daging
Ikan patin mempunyai rasa yang khas dibanding ikan dari keluarga lele-lelean yang lain dengan kandungan gizi sbb:
Prot      : 68,6%
Lemak     : 5,8%
Abu       : 3,5%
Air       :59,3%
Selain itu bobot ikan setelah disiangi sebesar 79,7% dari bobot awal
TEKNIK PENDEDERAN IKAN PATIN
a. Pendederan 1 di bak terpal
   Pendederan 1 adalah kegiatan pemeliharaan patin pada stadia larva sampai ukuran 1-2 inchi (2,5-5cm). Berikut tahapan kegiatan pendederan 1:
1. Menyiapkan kolam dan perlengkapannya
   Disarankan kegiatan pendederan 1 dilakukan di dalam ruangan tertutup, pasalnya ikan patin pada stadia benih ini sangat rentan terhadap perubahan suhu, oksigen terlarut, dan parameter kimia lainnya. Biasanya 1 unit pendederan patin menggunakan ruangan berukuran 75m2 . Ruangan tersebut dapat menampung sekitar 15 bak terpal dengan ukuran 2x1x0,5.Peralatan pendukung kegiatan ini sebagai berikut :
-blower
-air bersih
-peralatan perikanan seperti alat tangkap dan alat sortir
-listrik
-genset
-unit penetasan artemia berupa galon bekas air atau ember
2. Penebaran benih
Meliputi :
a. Pengisian air kolam
            Dilakukan pada 1-2 hari sebelum penebaran benih.Untuk tahap awal, ketinggian air sekitar 15-20 cm saja.Selanjutnya pada hari ke-5 air ditambah sedikit demi sedikit.
b. Penebaran benih
            Untuk kolam ukuran 2x1x0,5 m dapat dipelihara sebanyak 15000-20000 ekor.
c. Pemeliharaan hari 1-7
            Benih patin pada tahap pendederan 1 ini dipelihara selama 3-4 minggu. hari ke2 atau hari ke3 setelah netas diberi pakan artemia sampai hari ketujuh setiap 1-2 jam sekali.
d. Pemeliharaan setelah hari ketujuh
            Diberi pakan kutu air (dapnia) atau cacing sutra. yang dicacah terlebih dahulu dan didesinfektan dengan direndam di larutan kunyit dan temulawak.
e. Pemeliharaan setelah hari ke-14
            Sudah bisa dikasih pelet dalam bentuk tepung. Pemberian pelet setiap 3-4 jam sekali.Usahakan pakan yang diberikan sesuai kebutuhan benih. Pakan yang tersisa harus disifon.
f. Pemanenan
            Dilakukan  dengan cara di krakat.Selanjutnya di packing menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cmdan diberi oksigen.Perbandingan oksigen dan air 50 : 50. Kantong ukuran ini bisa menampung 500 ekor benih ukuran 2 inchi dengan lama perjalanan 5-6 jam.
Selama pemeliharaan pada hari k-4 sampai hari k-14 dilakukan sirkulasi.
b. Pendederan 2 di bak terpal
            Kegiatan ini merupakan lanjutan dari pendederan 1. Kegiatan pendederan 2 sebaiknya dilakukan di tempat yang tidak terkena cahaya langsung. Apabila dilakukan diluar ruangan, hendaknya kolam diberi naungan terpal. Berikut urutan kegiatan pendederan 2 di bak terpal :

1. Keringkan kolam beberapa hari untuk membunuh bibit penyakit.
2. Isi bak dengan air bersih setinggi 20-25 cm, lalu biarkan selama sehari.
3. Pada hari kedua masukan benih ukuran 1 inchi sebanyak 5000-7000 ekor.
4. Berikan pakan 3-4 jam sekali, berupa pelet dalam bentuk crumble.
5. Penggantian air sebaiknya dilakukan setiap hari ,yakni pagi dan sore hari.Penggantian air dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit.
6. Panen dilakukan setelah berukuran 2 inchi dengan lama pemeliharaan sekitar 3 minggu.
PEMBESARAN PATIN DI KOLAM TERPAL
            Sebelum mulai , pastikan terpal tidak bocor. Selain itu sebaiknya di sekitar kolam tidak ada pohon besar yang dapat menghambat sinar matahari masuk. Jika benih yang ditebar berasal dari tempat lain, sebaiknya pengangkutan benih dilakukan pada saat pagi atau sore hari dengan menggunakan plastik yang diberi oksigen. Sebelum benih ditebar, lakukan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara membiarkan kantong plastik berisi benih terapung apung di atas permukaan air selama 10-15 menit. Setelah itu buka plastik dan biarkan benih keluar dengan sendirinya. Padat tebar patin untuk pembesaran ukuran 2,5 inchi umumnya 5-10 ekor per m2 Benih yang baik adalah benih yang kondisinya sehat, tidak cacat dan ukuran seragam. Berikut ini ciri-ciri benih patin yang baik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) :
1. Benih hasil pemijahan induk kelas pokok antara induk jantan dan betina sebaiknya bukan berasal dari satu keturunan.
2. Bagian kepala dan punggungnya berwarna hitam keabu-abuan, sedangkan perutnya putih keperakan.
3. Bentuk mata bulat menonjol.
4. Bentuk tubuh seperti ikan dewasa.
5. Gerakan aktif dan berenang horizontal.
            Untuk mempercepat pertumbuhan patin, selama dipelihara di kolam terpal. berikan pakan buatan seperti pelet komersil, maupun pakan alternatif. Untuk menyiasati harga pelet yang semakin mahal, umumnya pembudidaya menggunakan pelet komersil untuk tahap awal pemeliharaan yakni kurang lebih selama satu bulan. Selanjutnya mereka mengganti dengan pakan racikan sendiri. Selain itu ikan patin juga bisa diberi pakan alternatif berupa roti atau mie bekas,sosis atau nugget kadaluarsa dan makanan sisa lainnya.
Penggantian air dilakukan jikan kondisi air sudah jelek , yakni kotor, keruh , bau dan berlumut.

PEMENENAN
Panen pada akhir pembesaran setelah 6-8 bulan pemeliharaan, sejak pendederan 1 sampai pembesaran. Umumnya berat patin yang diinginkan pasar sekitar 250 gram per ekornya.

Kekurangan Kolam Terpal
Berikut beberapa kelemahan kolam terpal dibandingkan dengan kolam tanah maupun kolam beton:
a.       Rawan bocor
Lahan tempat meletakkan kolam terpal harus bebas dari sudut-sudut lancip. Hati-hati juga dalam memberikan pakan tambahan untuk ikan, karena terkadang makanan juga dapat menyebabkan kebocoran pada terpal. Hewan pengerat seperti tikus juga senang mengunyah terpal sehingga tikus juga merupakan salah satu penyebab utama bocornya kolam terpal. Terpal juga mungkin tertusuk kawat atau paku dari bambu penegak dinding kolam.
b.      Mudah lapuk karena hujan
Pembudidaya harus mencari cara agar bagian luar kolam terpal tidak sering terkena hujan, karena dapat menyebabkan terpal lapuk. Hal ini juga akan mengakibatkan rusaknya terpal sebelum waktunya.
c.       Tidak awet
Usia rata-rata kolam terpal hanya sekitar 2 tahun kadang malah 1 tahun. Sementara kolam tanah dan kolam beton dapat berusia hingga puluhan tahun selama dijaga agar tidak terlalu berlumut.
d.      Miskin ion-ion dan mineral dari tanah
Salah satu keunggulan kolam tanah adalah karena tanah banyak mengandung mineral renik yang penting bagi nutrisi ikan. Tanah juga berfungsi sebagai penstabil ion dalam air. Ketika air kekurangan ion, tanah akan memberikannya. Ketika air kelebihan ion, tanah akan mengikatnya. Ikan yang dibiakkan di kolam terpal mungkin tidak tumbuh sebesar dan secepat ikan yang dibiakkan di kolam tanah kecuali jika pemilik menambahkan zat tambahan seperti mineral ke dalam air kolam terpal.
e.       Air kolam terpal lebih cepat bau
Hal ini disebabkan karena kolam terpal tidak memiliki bakteri yang dimiliki oleh kolam tanah yang berfungsi sebagai perombak bahan organik dan penyuplai mineral bagi bakteri. Perombakan bahan organik yang cepat akan membantu mengurai pakan ikan yang tidak habis sehingga tidak berada terlalu lama di dalam air. Kolam terpal akan lebih cepat bau karena proses pembusukan pakan ikan yang tidak habis akan memakan waktu lebih lama dan dapat mengurangi kadar oksigen dalam air karena proses pembusukan (oksidasi) membutuhkan oksigen.
Pemilihan jenis kolam tentu akan sangat bergantung pada tujuan anda beternak ikan. Jika anda mempertimbangkan masalah biaya, mobilitas, dan kemudahan pengembangan, tentu anda akan memilih kolam terpal. Namun jika prioritas anda adalah kualitas ikan, penggunaan kolam dalam jangka panjang, dan anda tipe orang yang tidak mau repot mengganti kolam tiap tahun, dan memiliki budget, maka tentunya anda akan memilih kolam yang lebih permanen seperti kolam beton atau kolam tanah.

Thursday, March 9, 2017

MANFAAT KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PADA DAUN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) YANG DIFERMENTASI PADA IKAN

March 09, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Kegiatan usaha budidaya perikanan, tidak terlepas dari kebutuhan pakan. Pakan merupakan faktor yang banyak membutuhkan biaya, yaitu 60– 70% dari seluruh biaya produksi (Imansyah, 2005). Mahalnya harga pakan ikan tidak terlepas dari harga bahan pembuat pakan yang ada (Kurnia, 2008). Peningkatan harga bahan pakan yang terjadi pada akhir-akhir ini membuat keuntungan semakin berkurang (Ermawati, 2008). Harga jual pakan ikan yang selalu mengalami kenaikan setiap bulanya, dan harga jual panen ikan yang sering kali tidak sepadan dengan biaya pembelian pakan ikan. Pengembangan penelitian sekarang yang sangat diperlukan diantaranya adalah protein asal tumbuhan (Kurnia, 2008). Daun kangkung air merupakan salah satu bahan pakan asal tumbuhan (Novianti, 2008). Bahan pakan ini berharga murah, mudah didapatkan, dan memiliki kandungan nutrisi pakan yang cukup serta dapat menguntungkan (Hardianto, 2004).
Menurut Suraya (2006) pada bidang perikanan daun kangkung air selama ini digunakan sebagai bahan pakan ikan, serta dapat digunakan sebagai   alternatif   bahan   pakan   diantaranya   sebagai suplemen bahan pakan pada ikan wader (Rasbora argyrotaenia) (Budiharjo, 2007). Vromant et al. (2002) menambahkan daun kangkung merupakan sumber hijauan yang disenangi oleh ikan nila, tetapi Hidayati (2005) menambahkan penggunaan daun kangkung ini kurang optimal karena masih dianggap gulma bagi beberapa pembudidaya dan daun kangkung air hanya berupa limbah (Lestari dkk., 2008). Bentuk limbah ini dikarenakan daun kangkung air memiliki nilai kandungan nutrisi serat kasar yang tinggi (Nainggolan dkk., 2005). Ramuan dalam pembuatan pakan ikan, kadar serat kasar tidak baik jika bernilai tinggi (Mudjiman, 2004). Cara mengoptimalkan kadar kandungan serat kasar daun kangkung air diantaranya dengan fermentasi (Syamsu, 2007).
Fermentasi merupakan kemajuan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba dan merupakan cara alternatif optimalisasi daur ulang limbah pertanian (Muis dkk., 2008). Fermentasi digunakan untuk mengoptimalkan daun kangkung air dalam meningkatkan protein kasar serta menurunkan Kandungan Protein Kasar Mikroba proteolitik yang terdapat dalam probiotik adalah Bacillus sp dan Streptomyces. Menurut Thomas dkk (1987) mikroba ini mampu menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein. Anggorodi (1994) menambahkan perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (Wuryantoro, 2000).
Perlakuan penelitian ini dilakukan secara aerob, yang menggunakan oksigen dalam prosesnya. Proses aerob pada perlakuan dilakukan dengan cara membuka tutup plastik tempat proses fermentasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan Afrianti (2009) proses fermentasi aerob menggunakan oksigen untuk mencerna glukosa untuk menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi.
Penguraian materi berlangsung dengan reaksi enzimatik (Waluyo, 2005). Sebagian besar reaksi kimia dalam sel-sel hidup berlangsung sangat lambat bila tidak dikatalisis oleh enzim (Hariati, 1989).
Adanya mikroba proteolitik yang mampu menghasilkan enzim protease menyebabkan pemecahan protein berlangsung lebih cepat (Priskila, 2007).
De jong, et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar karbohidrat dan mineral tetes tebu (molases) diharapkan mampu menstimulasi pertumbuhan mikroba. Perkembangan dari mikroba tergantung pada karbon yang tersedia, dengan meningkatnya jumlah mikroba tersebut maka akan terjadi kompetisi diantara mikroba untuk mendapatkan karbon, sehingga ketersediaan karbon menjadi faktor pembatas (Rifqiyah, 2005). Dijelaskan kembali menurut Afrianti (2009) proses metabolisme yang dilakukan bakteri membutuhkan sumber energi berupa karbohidrat, protein, lemak, yang terdapat pada pakan. Aktifitas mikroba dalam proses fermentasi mengarah pada karbohidrat kemudian protein dan lemak.
Peningkatan kandungan protein pada perlakuan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktifitas bakteri proteolitik dalam mengikat N. Matthewman (1994) menyatakan bahwa nitrogen adalah bahan dasar untuk sintesis protein bakteri. Bakteri yang tumbuh dapat digunakan untuk membantu mengoptimalkan pakan yang digunakan untuk ternak (Buckle dkk, 1987).
Perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik dengan kandungan protein tertinggi pada perlakuan P4 (28,1079%). Perlakuan P4 (8%) mempunyai jumlah dosis probiotik telah mencukupi dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3, sehingga jumlah mikrobanya lebih banyak bila dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3 yang menyebabkan aktifitas mikroba dalam mensintesis protein juga lebih tinggi. Meningkatnya nilai protein terhadap bahan pakan, memberikan indikasi bahwa energi yang tersedia cukup tinggi (Krisnan dkk., 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan serat kasar yang difermentasi (Tabel 2). Menurunnya kandungan serat kasar daun kangkung air terfermentasi disebabkan pada penelitian ini mengandung mikroba Cellulomonas sp. Mikroba ini dapat mendegradasi bahan organik seperti serat kasar.
Serat kasar merupakan selulosa yang digunakan sebagai penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosa dihubungkan pada suatu ikatan. Beberapa bakteri ada yang dapat melakukan pemecahan ikatan tersebut yaitu mikroba selulolitik (Heriyanto, 2008). Adanya degradasi karbohidrat membuat adanya penyederhanaan perubahan dari selulosa menjadi selubiosa dengan bantuan enzim selulase, selanjutnya selubiosa disederhanakan menjadi glukosa (Wiria, 1996).
Proses fermentasi pada perlakuan menggunakan bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas dan Actinomyces. Hasil perlakuan terbaik adalah nilai kandungan nutrisi serat kasar terendah. Serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P3(6%), tetapi tidak berbeda nyata dengan P2(4%) dan P4(8%), namun berbeda nyata terhadap P0(0%) dan P1(2%). Hal ini disebabkan pada perlakuan P3(6%) terjadi akibat biomassa mikroba telah mencapai nilai maksimum, dengan demikian diikuti dengan nilai nutrisi sudah tidak sebanding dengan jumlah biomassa, yang mengakibatkan semakin lama biomassa semakin berkurang (Kanti, 2005). Adanya penurunan tersebut diakibatkan aktifitas enzim selulase telah mencapai waktu inkubasi optimum (Gal et al., 1997).
Penambahan    dosis    probiotik akan menyebabkan populasi mikroba yang semakin banyak sehingga mampu mendegradasi komponen selulosa secara optimal. Kandungan dosis 8% terdapat jumlah mikrobia sesuai dengan substrat yang ada dan kondisi yang sesuai dengan mikroorganisme pemecah selulosa. Penambahan dosis tersebut pada pakan dapat meningkatkan daya cerna (Forsberg et al., 2004). Pemberian probiotik pada perlakuan secara khusus dapat meningkatkan kecernaan serat, sehingga dapat menurunkan kadar nutrisi serat kasar (Heriyanto, 2008; Charles, 2005). Sejalan dengan hal ini, Murtidjo (2001) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kecernaan zat-zat makanan pada ikan bergantung pada kualitas protein ransum melainkan pada kandungan serat kasar dan aktifitas mikroorganisme terutama bakteri selulolitik. Aktifitas mikroba selulolitik tersebut dengan cara mengeluarkan enzim selulase yang berfungsi untuk menghancurkan adanya ikatan lignoselulosa yang telah didegradasi. Proses tersebut mengakibatkan sumber N dalam bahan pakan berupa serat terlepas dari ikatan, sehingga dapat dicerna secara maksimal (Hau dkk., 2005).
Kesimpulan
Fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan protein kasar daun kangkung air yaitu peningkatan dari 23,9945% menjadi 28,1079%.
Fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan serat kasar daun kangkung air yaitu penurunan dari 16,1744% menjadi 11,8341%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan melakukan penelitian lebih lanjut pemberian pakan daun kangkung yang telah difermentasi dengan probiotik pada budidaya ikan sebagai hewan coba, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan berat badan.
Daftar Pustaka
Afrianti, LH. 2009. Excellence Of Food Ferment (Keunggulan Makanan Fermentasi). http://www.wordpress.com. 20/8/2009.
Anggorodi, 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Buckle, K.A., R.A, Edward., G.H. Fleet and M.Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.
Budiharjo, A. 2007. Application of Food Suplement For Increasing Growth of Wader Fish (Rasbora argyrotaenia). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas        Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Surakarta. Solo.
Charles. 2005. Pembahasan Umum. Laboratorium Agrostologi IPB Dermaga. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De jong, R., Van rucem.J., Ibrahim, M.N.M., and H. Purnomo. 1991. Livestock and Feed Development in the Tropics. Agricultural University. Waginingen. Netherland.
Ermawati, R. 2008. Harga Pakan Terus Melejit, Petani Ikan Megap-megap www.solopos.com. 17/10/2008.
Fardiaz, S. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Forsberg, C.W., E. Forano, and A. Chesson. 2004. Microbiol Adherence to the Plant Cell Wall and Enzymatic Hydrolysis. In : P.B. Cronje (ed). Ruminant   Physiology. CABI Publishing.
Gal, L., S. Pages, C. Gaudin, A. Belaich, C. Reverbelleroy, C. Tardif, and J.P.Belaich. 1997. Characterization of the cellulolytic complex (Cellulosome) produced by Clostridium cellulolyticum. Applied Environmental Microbiology, 63 (3): 903-909.
Hardianto, R. 2004. Pemanfaatan Limbah pertanian & Aroindustri sebagai bahan baku untuk pengembangan industri pakan ternak compleed feed. Program magang & Transfer Teknologi pakan. Balai    Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Hariati, A.M. 1989. Diktat Kuliah Makanan Ikan. Fish Fisheries Project. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Hau, D.K., M. Nenobais., J. Nulik., N. Athan dan G.F. Katipana. 2005. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Heriyanto. 2008. Probiotik (Migrosuplemen/MIG Ternak) Departemen Pertanian Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Balai Besar Pengujian Mutu & Sertifikasi Obat Hewan No B.0264. Bogor. Indonesia.
Hidayat, N, M.C.Padaga, dan S.Suhartini. 2007. Fermentasi. Pengembangan Produk danTeknologiProses. www.hidayat. wordpress. com.8/6/2009.
Hidayati, N. 2005. Fitoremediasi dan potensi tanam hiperkumulator. Jurnal bio sains hayati. I (12) : 35-40.

Wednesday, March 8, 2017

Nila Gesit menjawab kebutuhan benih jantan

March 08, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Hasil riset sekarang telah menemukan jenis ikan nila yang bisa di budidaya lebih menjanjikan, dan keturunanya bisa dikawinkan disilang dengan jenis lainya dan bisa di pelihara menjadi ikan nila monosex.
Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Kemeterian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik feminisasi dan uji progeni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY (YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya berkelamin jantan XY (genetically male tilapia).
Ikan nila gesit dengan kromosom YY memiliki keunggulan, yakni 98-100 persen turunannya berkelamin jantan, sedangkan keunggulan secara ekonomis yaitu nila gesit memiliki pertumbuhan yang cepat, yakni lima hingga enam bulan untuk mencapai berat 600 gram. Ikan nila berkelamin jantan tumbuh lebih cepat dibanding betinanya. Dengan demikian, produksi ikan nila dapat diarahkan pada produksi ikan nila berkelamin jantan (monosex male) yang dapat tumbuh lebih cepat untuk meningkatkan efisiensi usaha guna memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor. Ukuran rata-rata ikan nila untuk keperluan ekspor ke Jepang adalah dengan berat 600 gram. Alasan inilah, kemudian BPPT bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan penelitian untuk membuat gen yang bisa membudidayakan nila hanya jantan. Tujuannya agar waktu budidaya lebih efisien dan bisa memenuhi permintaan ekspor. Ikan nila biasa 4-6 bulan 360-400 gram, sedangkan nila gesit 4 bulan beratnya mencapai 600 gram atau 1,6 kali lebih cepat pertumbuhannya dibanding nila biasa dan waktunya lebih cepat. Nila gesit telah diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar Sukabumi dan selanjutnya dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pengujian multilokasi dan multilingkungan juga dilakukan untuk mengetahui performanya pada lokasi dan lingkungan yang berbeda, sebelum diproduksi secara massal untuk kemudian dikembangkan secara luas oleh masyarakat pembudidaya. Ikan nila genetically supermale indonesian tilapia (gesit) sedang dikembangkan penelitiannya untuk menjadi nila genetically enrichman Indonesia tilapian (genit).
YY male technology, sebuah teknologi rekayasa kromosom yang bertujuan menghasilkan individu jantan dengan kromosom YY
Para pembenih ikan nila tampaknya tak perlu lagi repot-repot menggunakan teknik sex reversal untuk mendapatkan benih ikan nila jantan. Pasalnya, beberapa waktu lalu telah dirilis strain baru ikan nila hasil pengembangan rekayasa set kromosom YY-Supermale yang diberi nama ??nila Gesit?? (Genetically Supermale Indonesian Tilapia). Rekayasa kromosom ini bertujuan menghasilkan individu dengan kromosom YY (homogamet). Teknologi rekayasa tersebut ditempuh sebagai jawaban kebutuhan produktivitas nila, untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Sofi Hanif, salah seorang tim perekayasa nila Gesit dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi mengatakan, keunggulan nila Gesit terletak pada kemampuannya memproduksi benih ikan nila jantan dalam jumlah besar. Sebagaimana diketahui, benih nila jantan mempunyai keunggulan tingkat pertumbuhan dibandingkan nila betina, dalam budidaya pembesaran.
Secara alami, kromosom ikan nila jantan adalah XY(GMT/Genetic Male Tilapia), sementara yang betina adalah XX. Meski demikian kromosom ini dapat di manipulasi, sehingga dapat dihasilkan ikan nila jantan berkromosom YY dan betina YY. Kedua induk ini kemudian disilangkan hingga diperoleh benih nila Gesit jantan berkromosom YY. Induk nila jantan berkromosom YY ini mampu menghasilkan 96%-100% benih nila jantan apabila dikawinkan dengan ikan nila betina biasa (kromosom XX).
Feminisasi dan Uji Progeni
Untuk mendapatkan induk jantan nila Gesit perlu dilakukan serangkaian tahapan yang kontinyu. Langkah pertama adalah tahap feminisasi I (pengarahan kelamin menjadi individu betina) yang dilanjutkan dengan uji progeni (progeny test) untuk verifikasi individu betina  dengan kromosom XY. Setelah diperoleh individu betina XY, selanjutnya dipijahkan kembali dengan jantan normal dan dilakukan uji progeni II untuk verifikasi individu jantan YY. Sebagian larva yang dihasilkan dari pemijahan tersebut diberikan perlakuan feminisasi II untuk menghasilkan populasi ikan betina berkromosom YY melalui uji progeni III.
Langkah selanjutnya adalah perbanyakan induk YY dengan cara mengawinkan antara induk jantan YY dengan induk betina YY. Diikuti langkah terakhir, melakukan identifikasi DNA pada tiap individu hasil perbanyakan, untuk menjamin keaslian induk nila jantan tersebut (nila Gesit). Identifikasi DNA sangat diperlukan, karena nantinya akan dilakukan labelisasi untuk mencegah pemalsuan. Nila Gesit sendiri merupakan hasil riset panjang kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta BBPBAT Sukabumi.
Optimal di Suhu 25 C
Masih menurut ahlinya, pada proses pembenihan, kondisi lingkungan juga menentukan jenis kelamin  larva yang dihasilkan. Karena itu, syarat lingkungan yang optimum mutlak dipenuhi. Pada suhu lingkungan di bawah 220 C, benih yang diperoleh sebagian besar adalah betina. Sebaliknya, apabila suhu lingkungan berada di atas 300 C, maka benih yang dihasilkan sebagian besar berjenis kelamin jantan.
Suhu optimum pembenihan nila Gesit adalah 250 C. Jika kondisi ini dipenuhi, maka dapat dipastikan lebih dari 96% benih yang dihasilkan berjenis kelamin jantan. Alasannya, tinggi rendah suhu lingkungan berpengaruh pada perkembangan hormon di dalam tubuh larva, dan akhirnya berpengaruh pada pembentukan jenis kelamin larva-larva tersebut.
Untuk hasil benih jantan yang berkualitas, nila Gesit juga harus dikawinkan dengan induk betina berkualitas pula. Kita sarankan induk jantan nila Gesit ini dikawinkan dengan induk betina nila Nirwana (produksi Balai Pengembangan Benih Ikan Wanayasa) atau induk betina nila GIFT yang masih asli. Tujuannya, untuk menjaga keturunan yang dihasilkan juga berkualitas baik, terutama tingkat pertumbuhannya.
Meninggalkan Sex Reversal
Untuk menghasilkan benih nila jantan, metoda yang dapat digunakan ada 4. Pertama, secara manual dengan seleksi kelamin benih berukuran ?? 10 cm (20 gram). Ke-dua, persilangan antarspesies (Oreochromis niloticus dengan O. Aureus). Ke-tiga, penggunaan hormon methyl testoteron sebagai pengarah kelamin (sex reversal) pada benih yang kelaminnya belum berkembang (sexually undifferentiated fry).  Ke-empat, dengan pengembangan YY male technology. Selama ini, biasanya para pembenih menggunakan teknik sex reversal, dengan menambahkan methyl testosteron pada pakan benih ikan fase larva. Atau dengan merendam larva yang baru menetas dalam larutan hormon tersebut agar sebagian besar benih berkelamin jantan.
Saat ini harga hormon tersebut mahal. Selain itu juga bersifat karsinogenik, bagi orang yang bertugas mencampur pakan dan merendam larva dengan hormon tersebut. Jadi harus memakai peralatan pelindung tubuh,?? jelas Hanif. Sehingga metoda YY male technology menjadi pilihan yang lebih aman dan praktis, karena tidak menggunakan bahan aditif yang berbahaya. Dengan munculnya nila Gesit, para pembenih dapat secara mudah mendapatkan benih GMT (jantan) hanya melalui proses pemijahan induk jantan nila Gesit.
Keunggulan Benih Jantan
Penggunaan sistem budidaya monosex jantan pada usaha pembesaran ikan nila telah dipandang oleh para pembudidaya sebagai suatu keharusan. Ikan nila jantan mempunyai tingkat pertumbuhan 30% lebih cepat dari nila betina, demikian ungkap Hanif. Sistem budidaya monosex jantan ini dapat meningkatkan produksi pembesaran ikan nila sebesar 25%. Sehingga target untuk mendapatkan ukuran ikan nila kualitas ekspor pun??berat di atas 600 gram dapat lebih mudah dicapai.
Masih menurut Hanif, kendala yang dihadapi para pembudidaya jika menggunaan sistem heterosex  pada budidaya pembesaran ikan nila adalah, ikan nila memiliki sifat cepat matang kelamin (biasanya pada ukuran 250-300 gram). Akibatnya sering terjadi perkawinan yang tidak terkontrol pada kolam-kolam pembesaran yang tentunya akan menghambat pertumbuhan, karena energi untuk pertumbuhan digunakan untuk perkawinan. Itulah alasan mengapa permintaan benih nila jantan sangat tinggi, dan penggunanan induk nila Gesit pada usaha pembenihan layak menjadi solusinya.
Perbedaan dari nila gesit dengan genit adalah dalam hal ukuran pertumbuhannya. Jika nila gesit pertumbuhannya 1,6 kali ikan nila biasa, maka ikan nila genit pertumbuhannya bisa tiga kali lipat dari ikan biasa atau dua kali dari ikan nila gesit. Selain itu, nila genit juga bisa hidup pada dua jenis air, yakni air tawar dan asin, sehingga dapat dibudidayakan di tambak-tambak dekat laut. Sedangkan nila gesit hanya bisa dibudidayakan di kolam atau tambak air tawar.