Thursday, May 10, 2018

BUDIDAYA IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma Macropomum)

May 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 2 comments
Usaha pembesaran ikan Bawal dilakukan dengan maksud untuk memperoleh ikan ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur. Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dibudidayakan sebagai bahan persediaan untuk para pemancing, yang sangat senang dengan ikan bawal.
Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :
A.                Pertumbuhannya cukup cepat
B.           Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (OMNIVORA) yang condong lebih banyak makan dedaunan
C.                 Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik
D.                Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami
Dilihat asal usulnya, bawal bukanlah ikan asli Indonesia, tetapi berasal dari negeri Samba, Brazil. Ikan ini dibawa ke Indonesia oleh para importir ikan hias dari Singapura dan Brazil pada tahun 1980. Selain ke Indonesia, ikan bawal pun sudah tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Di setiap negara, ikan ini mempunyai nama yang berlainan. Di Indonesia ikan ini disebut bawal karena mirip dengan bawal laut; di Amerika dan Inggris disebut red bally pacu karena bagian perutnya berwarna kemerahan; di Peru disebut gamitama; dan di Venezuela disebutcachama. Di negara asalnya, ikan ini disebuttambaqui. Adapun nama ilmiahnya adalah Colossoma macropomum.
Selain pertumbuhannya cepat, kelebihan lain ikan bawal adalah cara memeliharanya yang tidak rumit. Ikan ini dapat dipelihara di kolam dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Bawal yang dipelihara dalam kolam pendederan dan pembesaran kelangsungan hidupnya dapat mencapai 90 %. Persentase tersebut Iebih tinggi dibandingkan ikan nila dan ikan mas yang kelangsungan hidupnya paling tinggi 80 %. Selain itu, bawal dapat dipelihara dalam kepadatan tinggi. Walau cara memelihara bawal mudah, tetapi jangan sekali-kali dipelihara di jaring terapung karena ikan ini dapat merobek-robek jaring dan kabur lewat jarring yang robek tersebut.
Morfologi dan Biologi
Seorang ahli perikanan bernama Bryner mengemukakan silsilah (sistematika) ikan bawal air tawar sebagai berikut :
Filum          : Chordata
Subfilum     : Craniata
Kelas           : Pisces
Subkelas     : Neoptergii
Ordo           : Cypriniformes
Subordo      : Cyprinoidea
Famili         : Characidae
Genus        : Colossoma
Spesies      : Colossoma macropomum
Ketika silsilah ikan bawal sudah diketahui, hal kedua yang perlu diketahui adalah morfologi (bagian luar tubuh). Dari arah samping, tubuh bawal tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2 : 1.
Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih(compresed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4 : 1. Bentuk tubuh  seperti ini menandakan gerakan ikan bawal tidak cepat seperti ikan  lele atau gross carp. Tetapi lambat seperti ikan gurame dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, di mana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian hawah berwarna putih. Pada bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus, dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan dri khusus bawal sehingga oleh orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu.
Dibanding dengan badannya, bawal memiliki kepala kecil dengan mulut terletak di ujung kepala, tetapi agak sedikit ke atas. Matanya kecil dengan lingkaran berbentuk seperti cincin. Rahangnya pendek dan kuat serta memiliki gigi seri yang tajam. Bawal memiliki 5 buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sehuah jari-jari agak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari- jari lainnya lemah. Berbeda dengan sirip punggung bawal laut yang agak panjang, letak sirip ini pada bawal air tawar agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut, dan sirip anus kecil dan jari-jarinya lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah, tetapi berbentuk cagak.
Sama seperti ikan lain, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya. Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di habitat aslinya. Di Brasil, bawal banyak ditemukan di sungai Amazon dan sering juga ditemukan di sungai Orinoco, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras tetapi ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat benih. Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bawal ada banyak hal yang hams diperhatikan, terutama dalam memilih lahan usaha, di antaranya ketinggian tempat, jenis tanah, dan air.
Sarana dan Prasarana Budidaya
Hatchery atau bangsal benih merupakan suatu bangunan yang biasa digunakan untuk melakukan kegiatan pembenihan, terutama mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva. Bangunan im dapat dibuat secara permanen, semi permanen, atau secara sederhana yang penting diberi atap sebagai peneduh.
Setiap hatchery harus mempunyai fasilitas yang lengkap agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, tata letaknya harus diatur secara tepat. Fasilitas yang harus dibuat untuk hatchery ikan bawal yaitu :
a. Bak penampungan air bersih
Bak penampung air bersih merupakan tempat untuk menampung air agar air selalu tersedia, terlebih ketika dibutuhkan. Letak bak ini harus lebih rendah dari sumber air agar air mudah dialirkan, Bak penampungan air harus kuat dan kokoh sehingga dapat menampung air dalam volume yang besar. Oleh sebab itu, sebaiknya bak ini dibuat dari beton atau tembok. Bentuk bak bisa empat persegi panjang atau bujur sangkar, tergantung kondisi setempat. Ukurannya pun tergantung besarnya hatchery. Untuk hatchery skala kecil (produksinya 200.000 ekor benih), bak cukup dibuat dengan panjang 2 m, lebar 2 m, dan tinggi 1 m. Bak ini dihubungkan langsung ke sumber air dengan menggunakan paralon yang ukarannya disesuaikan dengan besarnya debit air. Selain itu, pada bagian lain dihubungkan ke masing-masing bagian hatchery. Bak ini harus dibuat juga lubang pengeluaran untuk mengeringkan atau menguras bila sudah lama digunakan.
b. Bak pemberokan
Bak pemberokan merupakan tempat untuk menyimpan induk-induk yang sudah matang gonad (dari bak pemeliharaan) sampai jelang induk tersebut dipijahkan. Bak ini dapat pula dikatakan sebagai tempat untuk mengadaptasikan induk-induk dari kolam yang lingkungannya lebih luas ke tempat pemijahan yang lebih sempit. Bentuk pemberokan ini bisa bermacam-macam tergantung dan keadaan tempatnya. Namun, bentuk yang paling balk adalah empat persegi panjang. Bak ini sebaiknya tidak terlalu luas sebab akan menyulitkan pada waktu menangkap induk yang akan dipijahkan Luas bak bisa berkisar antara 8 – 12 m2.
(2 m x 4 m atau 3 m x 4 m) dengan tinggi antara 1,25 – 1,5 m. Bak ini dapat diairi maksimal setengah bagiannya agar induk yang diberok tidak loncat keluar.
Bak pemberokan harus dilengkapi dengan pintu pemasukan dan pengeluaran air untuk memudahkan dalam mengisi maupun mengeringkan bak. Pintu-pintu ini dibuat di bagian tengah dari panjang atau lebar bak agar sirkulasi airnya baik. Pintu pemasukan air bias dibuat dari pipa peralon berdiameter 2 inci yang dilengkapi dengan keran untuk mengatur debit air yang masuk dalam bak. Pintu pengeluaran juga dibuat dari paralon yang berdiameter 4 inci. Ukuran paralon pengeluaran lebih besar tujuannya agar bak dapat dikeringkan dengan cepat. Pada pintu pengeluaran, umumnya dipasang keni sebagai tempat memasukan paralon pengatur tinggi air.
Hal lain yang paling penting pada bak pemberokan ini adalah kondisi airnya. Air yang masuk ke dalam bak pemberokan harus kontinyu dan bersih (tidak mengandung zat makanan).
c. Bak pemijahan
Pembenihan bawal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induced  breeding dan induced spawning. Pemijahan secara induced breeding artinya  dalam bak pemijahan diisi dengan induk-induk yang sudah disuntik hingga menjelang induk akan mengeluarkan telurnya. Adapun dalam pemijahan secara induced spawning, bak  pemijahan dapat diartikan sebagai tempat mempersatukan induk jantan dan induk betina yang sudah disuntik agar terjadi pemijahan. Kondisi bak pemijahan harus baik untuk mendukung terjadinya pemijahan.
Bentuk dan konstruksi bak pemijahan, termasuk pintu pemasukan dan pengeluarannya, sama dengan bak pemberokan. Ukuran bak pemijahan lebih luas dibanding bak pemberokan, yaitu 20 – 24 m2. (4 m x 5 m atau 4 X 6 m) dan tinggi 1,25 – 1,5 m. Bak pemijahan harus dipasang kawat dan paku di bagian atasnya untuk tempat mengikat tali hapa pemijahan. Bak ini juga dihubungkan ke bala penampungan air dengan paralon dan untuk mengatur debit air dipasang keran.
d. Tempat penetasan telur
Telur hasil pemijahan perlu ditampung di dalam suatu tempat yang dikenal dengan nama tempat penetasan telur. Ada tiga macam tempat penetasan yang dapat digunakan, yaitu corong dari kain terilin, akuarium, dan konikel.
Kolam pemeliharaan induk
Kolam pemeliharaan induk merupakan tempat yang digunakan untuk memelihara induk atau calon induk yang sudah matang kelamin sampai induk siap dipijahkan. Kolam pemeliharaan induk bisa pula disebut sebagai tempat pematangan gonad.
Jumlah kolam pemeliharan induk yang harus disediakan tergantung dari jumlah induk yang ada. Sebaiknya kolam pemeliharaan induk dibuat beberapa buah, minimal dua buah. Tujuannya untuk memudahkan seleksi induk yang akan dipijahkan dan induk yang sudah dipijahkan. Apabila lahan tidak memungkinkan, kolam ini bisa dibuat satu buah. Hal ini tidak akan mempengaruhi perkembangan gonad karena ikan bawal tidak akan mijah secara alami atau tidak akan mijah bila tidak disuntik terlebih dahulu. Namun, sebaiknya kolam tersebut disekat dengan pagar bambu.
Bentuk kolam pemeliharaan induk bisa bermacam-macam, tergantung keadaan lokasinya. Namun, sebaiknya kolam berbentuk empat persegi panjang sebab sirkulasi airnya lebih merata. Kolam ini sebaiknya tidak terlalu luas agar mudah dalam pengelolaannya. Luas kolam yang ideal antara 100 – 200 m . Dengan luas tersebut, akan memudahkan dalam pengeringan kolam maupun penangkapan induk yang akan diseleksi.
Kolam pemeliharaan induk juga harus memiliki sistem pengairan yang baik, Maksudnya, kolam mempunyai sistem sirkulasi air yang baik. Sistem pengairan yang baik adalah secara paralel. Dengan sistem ini, setiap kolam akan mendapat air baru dan bila dikeringkan tidak mengganggu kolam yang lainnya. Kolam ini juga harus dilengkapi dengan pintu pemasukan dan pengeluaran air agar memudahkan pada waktu pengeringan dan pengisian air kembali. Letak pintu-pintu berada di tengah-tengah pada lebar kolam dalam posisi sejajar. Pintu pemasukan bisa dibuat dari paralon 4 inci, sedangkan pintu pengeluaran sebaiknya dibuat secara permanent (tembok). Pintu pengeluaran seperri ini terkenal dengan istilah monik.
Kolam pendederan
Kolam pendederan bawal merupakan tempat untuk memelihara larva-larva sampai benih dengan ukuran yang siap dipelihara di tempat pembesaran. Biasanya, pendederan ikan bawal ini dilakukan dalam beberapa tahap, yakni pendederan pertama, dan pendederan kedua. Jadi, kolam pendederan ini harus dibuat beberapa buah atau tergantung dari jumlah dan ukuran induk yang dipijahkan. Bentuk kolam ini sama seperti kolam pemeliharaan, yakni empat persegi panjang. Pintu pemasukan airnya dibuat dari pipa paraIon ukuran 5 inci. Adapun pintu pengeluarannya dibuat dalam bentuk monik. Pintu pengeluaran air seperti ini akan mempercepat proses pengeringan kolam. Selain itu, kolam ini harus mernpunyai luas ideal agar mudah dalam pengelolaannya. Luasnya antara 500 – 1.000 m2.
Kolam pembesaran
Kolam pembesaran ikan bawal merupakan tempat untuk memelihara benih yang berasal dari kolam pendederan hingga benih menjadi ikan ukuran konsumsi atau calon induk. Bentuk kolam pembesaran sama dengan kolam pendederan, ukurannya antara 200 – 500 m. Namun, jumlah kolam harus lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kolam pendederan. Kegiatan dalam pembesaran bawal biasanya akan memerlukan waktu yang lebih lama, minimal 4 – 5 bulan. Oleh sebab itu, kondisi kolam haras betul-betul baik.
Induk jantan dan induk betina
Sarana produksi pertama yang harus disediakan adalah induk jantan dan induk betina. Untuk saat ini, induk bawal memang sulit diperoleh karena masyarakat belum banyak yang membudidayakannya. Beberapa sumber yang dapat menyediakan bibit yaitu balai penelitian perikanan, balai benih ikan, dinas perikanan, atau petani pembenih di daerah tertentu.
Dengan dipilihnya induk yang berkualitas haik, diharapkan akan diperoleh  benih-benih yang berkualitas baik pula. Selain itu. induk yang berkualitas baik  akan menghasilkan telur-telur yang banyak jumlahnya. Apabila induk diperoleh dari hasil budi daya sendiri maka induk tersebut juga harus berkualitas baik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperolah induk-induk.
4. Prospek
Berbeda dengan ikan mas dan lele yang hanya dijual di pasar dalam negeri, ikan bawal selain dapat dipasarkan di dalam negeri juga diekspor ke berbagai negara. Negara-negara yang sudah bisa menampung ikan bawal dari Indonesia di antaranya Hongkong dan Amerika Sebagian besar ikan bawal yang dikirim ke sana ukurannya atau sebagai ikan bias. Jumlah kebutuhan kedua Negara tersebut mencapai puluhan juta. Tetapi yang baru terpenuhi hanya 10 persen saja. Inilah peluang yang  sangat besar bagi para peternak bawal untuk mencari dolar (Khairuman 2002).
Di dalam negeri sendiri ikan bawal mulai digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah dan jawa Timur. Dari keempat propinsi tersebut Jawa Barat boleh dibilang sebagai pelopor karena di propinsi inilah ikan bawal pertama kali dikembangkan. dalam satu musim tidak kurang 500 juta benih dijual ke berbagai propinsi di Indonesia dan angka tersebut berarti sudah ratusan juta rupiah telah diraih dan komoditas ini.
Pola Pengembangan
Untuk memenuhi kebutuhan benih dan ikan bawal sebagai ikan konsumsi, pola pengembangan bawal dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Subsistem ini meliputi pembenihan, pendederan pembesaran, dan subsistem penunjang. Setiap pelaku dapat bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki dan prasarana budi daya yang tersedia. Dapat pula setiap pelaku bergerak mulai dari pembenihan sampai pembesaran.
1). Subsistem pembenihan
Pada subsistem pembenihan, pelaku mulai dari kegiatan memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran 2 inci atau seberat 3 gram seriap ekornya. Benih ukuran tersebut dilemparkan ke subsistem pendederan atau langsung di ekspor. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu.
2). Subsistem pendederan
Pada subsistem pendederan, pelaku memulai dari kegiatan memelihara benih ukuran 2 inci sampai benih mencapai ukuran 4 inci atau seberat 25 gram per ekornya. Benih ukuran ini dilempar lagi ke subsistem pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu.
3). Subsistem pembesaran
Pada subsistem pembesaran, pelaku bertugas membesarkan benih dari hasil pendederan ukuran 4 inci (25 g) sampai menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 3 bulan. Di samping itu, subsistem ini bertugas pula dalam mencari pasar dalam dan luar negeri.
4). Subsistem penunjang
Pada subsistem penunjang, pelaku bertugas menyediakan sarana dan prasarana yang dibucuhkan oleh masing-masing subsistem, seperti menyediakan pakan tambahan, peralatan, dan sarana produksi lainnya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan budi daya dapat berjalan lancar karena masing-masing subsistem mempunyai tugas yang berlainan dan akan terjalin suatu kerja sama yang sating menguntungkan.

UPAYA PENINGKATAN KINERJA PENYULUHAN DALAM MENDORONG REFORMASI PENYULUHAN PERIKANAN

May 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
I. LATAR BELAKANG
Pada tanggal 11 Juni 2005, Presiden RI telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) sebagai salah satu dari Triple Track Strategy Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Arah RPPK dijabarkan di sektor kelautan dan perikanan melalui revitalisasi perikanan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudi daya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya serta pelaku ekonomi perikanan/kelautan, menyediakan lapangan kerja, kesempatan berusaha, serta meningkatkan konsumsi dan menyediakan bahan baku industri di dalam negeri dan penerimaan devisa, serta meningkatkan penerimaan negara/daerah melalui hasil perikanan.
Dengan demikian, pembangunan di sektor perikanan memerlukan berbagai upaya terobosan dan kebijakan yang berpihak kepada industri dalam negeri serta perencanaan strategik yang tepat, dengan bertumpu kepada tiga pilar pembangunan nasional, yaitu progrowth strategy (pertumbuhan ekonomi); pro-job strategy (penyerapan tenaga kerja); dan pro-poor strategy (pengentasan kemiskinan). Pencapaian ketiga aspek tersebut dapat diwujudkan dengan pengembangan industrialisasi perikanan nasional dari tingkat hulu sampai ke hilir dan dari skala kecil (rumah tangga) sampai ke skala produksi massal (industri), melalui peningkatan akselerasi pembangunan perikanan, peningkatan intensitas produksi, dan peningkatan nilai tambah produk-produk perikanan.
Guna merealisasikan upaya pencapaian tujuan revitalisasi perikanan diatas, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas dengan ciri-ciri profesional, kreatif, inovatif, kredibel, dan berwawasan global untuk dapat mendukung sistem bisnis perikanan mulai dari pra-produksi, produksi, pengolahan, dan pemasarannya. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan sistem penyuluhan perikanan yang mampu memberdayakan pembudi daya ikan, nelayan, dan keluarganya, serta pelaku usaha perikanan lainnya. Sistem penyuluhan ini merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lain, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Keberadaan penyuluhan perikanan saat ini masih memerlukan perbaikan dan reformasi. Reformasi penyuluhan perikanan dimaksudkan untuk mendudukkan dan memberdayakan sekaligus memperbaharui penyuluhan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan. Artinya penyuluhan perikanan yang harus dilakukan dengan mengubah paradigma penyuluhan masa lalu (menganggap diri satu-satunya agent of change) menjadi lebih pragmatis dengan lebih mengedepankan pertimbangan responsif dan proaktif terhadap dinamika lingkungan strategis yang berkembang di masyarakat (clienteles). Untuk itu, sistem penyuluhan perikanan perlu dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan nelayan, pembudi daya, dan pengolah ikan dalam meningkatkan kompetensi ilmu dan teknologi, manajerial, bekerja dalam tim, berorganisasi, bermitra usaha, dan memiliki integritas moral yang tinggi.
II. KONDISI PENYULUHAN PERIKANAN
A. Kondisi Saat Ini
Kementerian Kelautan dan Perikanan menghadapi tantangan dalam menggali potensi sumber daya perairan (laut dan perairan umum) yang memiliki nilai penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan visi, misi, dan program KKP, maka diperlukan sistem dan kelembagaan penyuluhan untuk mengakselerasi perubahan prilaku baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan ke arah yang lebih baik, khususnya pada pembudi daya ikan ikan, dan nelayan, serta masyarakat perikanan.
Kegiatan perikanan secara on-farm, memiliki kegiatan perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan budidaya, khususnya di perairan tawar, memiliki pola aktivitas serupa dengan on-farm/off-farm komoditas pertanian. Untuk itu, konsep dasar penyuluhan perikanan budidaya hampir sama dengan konsep pertanian. Namun demikian, kegiatan penyuluhan perikanan untuk nelayan, pengolah hasil perikanan, dan masyarakat pesisir lainnya, memiliki karakteristik yang khas, sehingga membutuhkan implementasi di tingkat lapangan dengan penekanan metodologi dan peran penyuluh yang berbeda pendekatannya. Sedangkan untuk transfer teknologi sebaiknya ditumbuhkan penyuluh perikanan swadaya yang berasal dari kalangan nelayan sendiri.
Di samping itu, peranan ”Penyuluh Swasta” juga telah terbukti berhasil mewujudkan kesuksesan industri budi daya udang di seluruh Indonesia pada tahun 1980-an. Dengan demikian, pemerintah mengharapkan agar dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Penyuluhan, disamping harus memuat prinsip-prinsip dasar penyuluhan yang bercirikan kebersamaan dengan sektor lain, juga diperlukan keluwesan untuk memberi peluang antisipasi jika terdapat kondisi yang berbeda, termasuk menoleh kepada potensi penyuluh swasta dan penyuluh swadaya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan, maka pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kunci yang harus diperhatikan. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui reformasi dan revitalisasi sistem penyuluhan perikanan yang komprehensif. Di sisi lain, selama ini penyuluhan perikanan merupakan bagian dari penyuluhan pertanian. Oleh karena sifat dan bentuk kegiatan perikanan sangat spesifik, maka diperlukan penyelenggarakan penyuluhan perikanan tersendiri untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Reformasi dan revitalisasi penyuluhan perikanan tersebut sangat diperlukan, karena pertimbangan berikut:
1.    Wawasan, pengetahuan, dan kesadaran sumber daya manusia perikanan masih perlu ditingkatkan. Di sisi lain, kesadaran kritis (critical awareness) masyarakat semakin meningkat di era reformasi sedangkan tingkat kepercayaan pada sistem birokrasi yang ada menurun, sehingga mereka berupaya mencari penyelesaian masalahnya dari berbagai sumber alternatif yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya. Masyarakat dari berbagai lapisan tersebut dalam mengakses informasi lokal, nasional, dan global makin mudah dan intensif, serta secara utuh/tanpa saringan; namun di sisi lain tingkat kedewasaan/kematangan masyarakat sangat beragam dalam mensikapinya, sehingga rentan terhadap konflik;
2.    Selama ini sistem penyuluhan yang ada bersifat polivalen sedangkan substansi perikanan bersifat khas, sebagaimana kita ketahui kondisi teknis, lingkungan, ekologis, dan sosial perikanan sangat spesifik; sehingga perlu tersedia kelembagaan, fasilitas, tenaga penyuluh, yang secara khusus menangani perikanan dan dapat dilaksanakan secara tersendiri;
3.    Keadaan saat ini, nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan belum memanfaatkan teknologi terapan secara optimal untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya; sehingga pengetahuan, keterampilan, sikap, dan motivasi mereka masih perlu ditingkatkan melalui penyuluhan. Di sisi lain, sistem penyuluhan perikanan baku yang disepakati belum efektif implementasinya, sehingga dalam pelaksanaanya belum diselenggarakan dalam konteks jejaring kerja.
4.    Saat ini terdapat perubahan sosial yang lebih demokratis dan tata pemerintahan yang lebih banyak melimpahkan kewenangan kepada daerah (prinsip otonomi daerah), sehingga memerlukan perubahan paradigma di kalangan pejabat, aparat, dan masyarakat. Namun demikian, implementasi otonomi daerah, berimplikasi pada penempatan kegiatan dan kelembagaan penyuluhan (termasuk perikanan) bukan sebagai prioritas penanganan, karena dianggap sebagai overhead cost daerah (kata lain dari menjadi beban daerah dan bukan pemasok PAD). Secara pemerintahan, maka keberadaan kelembagaan penyuluhan perikanan sebagai administrasi pangkal di daerah menjadi beragam.
5.    Tuntutan masyarakat terhadap sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang lebih demokratis, seiring dengan kesadaran untuk keluar dari keterpurukan ekonomi yang membebani dan fungsi birokrasi yang selama ini dianggap kurang berpihak pada rakyat. Adanya semangat dan kesadaran membangun masyarakat setempat serta akses informasi yang mudah didapat, juga gencarnya agen pemasaran swasta dan institusi pendidikan dan penelitian di sektor perikanan, telah menempatkan penyuluh fungsional PNS bukan satusatunya “Agent of Change”.
B. Kondisi Yang Diinginkan
Atas dasar perbedaan: fungsi produksi pada proses budidaya, penangkapan, dan pengolahan hasil ikan; karakteristik yang khas dari nelayan dan masyarakat pesisir, terutama sikap dan perilakunya; tingkat mobilitas yang tinggi para nelayan;  keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat perikanan di berbagai daerah; dan potensi unsur swasta untuk berperan dalam penyuluhan; maka diperlukan Sistem Penyuluhan Perikanan yang spesifik.
Untuk itu, karakteristik sistem penyuluhan perikanan yang produktif, efektif, efisien, dinamis dan profesional dalam sektor kelautan dan perikanan itu antara lain:
1.    Sistem yang digerakkan oleh kepemimpinan nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan. Semua keputusan program dan kegiatan menyelenggarakan penyuluhan perikanan dimulai dari nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan, yang pada akhirnya dilaksanakan sendiri oleh, dari, dan untuk mereka sendiri. Para kontak tani/nelayan dan KTNA diberdayakan agar mampu bertindak sebagai penyuluh perikanan swadaya. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan tersebut diarahkan agar mampu mendorong kemampuan nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan membangun kerjasama dengan Perguruan Tinggi, Balai Penelitian, LSM, dan organisasi lain dalam kemitraan usaha sistem bisnis perikanan.
2.    Sistem yang bertumpu pada otonomi daerah. Sistem otonomi daerah, memungkinkan penyuluhan perikanan diarahkan untuk terselenggara melalui pendekatan spesifik lokalita dan keunggulan kompetitif wilayah, sehingga efisien dan efektif dalam penggunaan sumberdaya serta demokratisasi pembangunan perikanan dapat tercapai. Dengan demikian, hal yang paling penting justru terjadinya perubahan paradigma para aparatur di daerah untuk lebih banyak melayani masyarakat.
3.    Sistem yang diwadahi oleh kekuatan kelembagaan. Sistem penyuluhan perikanan perlu diwadahi oleh suatu kelembagaan penyuluhan yang berfungsi sebagai unit pelayanan pendidikan/pembelajaran oleh penyuluh pemerintah, yang bekerjasama dengan penyuluh perikanan swadaya dan atau penyuluh perikanan swasta. Hal ini untuk memudahkan pembinan dan pengembangan profesionalisme penyuluh untuk pengembangan kepemimpinan nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan.
4.    Sistem yang didukung oleh profesionalisme penyuluh perikanan. Sistem penyuluhan perikanan diarahkan untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh sebagai profesi yang mandiri, melalui pengembangan keahlian dan keberpihakan kepada nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan, serta meningkatkan citra penyuluhan. Dengan demikian, maka sangat diperlukan keberadaan penyuluh fungsional yang berkualitas dibidangnya, dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan, sehingga efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan.
III.     PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
Kementerian Kelautan dan Perikanan selama ini telah melaksanakan program-program pemberdayaan sumber daya manusia yang bersifat partisipatif dan demokratis. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan utama yang masih perlu diatasi antara lain berupa paradigma yang konservatif, ketenagaan, kelembagaan, penyelenggaraan, dan sumber daya penyuluhan perikanan. 
Paradigma konservatif penyuluhan yang masih berorientasi pada masa lalu, dan masih sering penanganan masalah penyuluhan dengan stigmatisasi rutinitas yang mengabaikan perubahan atau dinamika lingkungan strategis yang berkembang di masyarakat pada globalisasi.
Permasalahan di bidangketenagaan, antara lain: (1) penyebaran dan kompetensi tenaga penyuluh perikanan belum teridentifikasi dengan baik; (2) banyak alih tugas penyuluh perikanan ke jabatan lain yang tidak sesuai dengan kompetensi penyuluh perikanan; (3) rendahnya kemampuan dan kinerja penyuluh perikanan dalam menjalankan tugas dan menurunkan kredibilitas mereka di mata nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan pelaku usaha lainnya; (4) usia penyuluh fungsional perikanan sebagian besar diatas 45 tahun sehingga kurang dinamis kinerjanya; serta (5) rendahnya frekuensi/intensitas kunjungan penyuluh perikanan ke masyarakat karena dukungan biaya operasional untuk penyuluhan perikanan tidak memadai dan kurangnya kompetensi.
Sedangkan permasalahan di bidang kelembagaan, antara lain: (1) fungsi penyuluhan perikanan di daerah belum berjalan optimal karena mandat untuk melaksanakan penyuluhan perikanan kurang tegas; (2) tidak ada kepastian bentuk kelembagaannya; (3) belum semua kecamatan memiliki Pos Pelayanan Penyuluhan Perikanan, dan beberapa bergabung di BPP, namun dengan tugas yang masih polivalen; (4) pimpinan/pengelola kelembagaan penyuluhan (termasuk perikanan) di kabupaten/kota banyak yang tidak memiliki latar belakang penyuluhan perikanan, sehingga kurang memahami pengelolaan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan; serta (5) sistem penyuluhan perikanan yang dimiliki dan dioperasionalkan baik oleh nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, maupun oleh swasta, belum dimanfaatkan secara optimal oleh Pemerintah sebagai mitra kerja sejajar untuk melayani nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan. Namun seutuhnya, kita masih menunggu tindak lanjut keberadaan perpres tentang kelembagaan yang digodog MenPAN dan RB beserta timnya.
Permasalahan di bidang penyelenggaraan penyuluhan,antara lain:(1) penyelenggaraan penyuluhan perikanan masih bersifat parsial; (2) penyusunan program penyuluhan perikanan belum tersedia dan belum sesuai dengan kebutuhan lapangan serta belum didasarkan pada prinsip-prinsip penyusunannya; (3) belum mendorong kemitraan dengan nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan, swasta, peneliti, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bagian dari jaringan penyuluhan perikanan; serta (4) materi dan metode penyuluhan perikanan belum sepenuhnya mendukung pengembangan perikanan sebagai komoditas unggulan di daerah, karena kurangnya dukungan informasi dan keterbatasan sumberdaya.
Permasalahan di bidangsumberdaya penyuluhan perikanan, antara lain: (1) terdapat kesenjangan antara kemajuan teknologi dengan aksesibilitas penyuluh untuk menguasainya; (2) terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki penyuluh perikanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; (3) terbatasnya dukungan penyuluhan perikanan yang bersumber baik dari pemerintah, propinsi dan kabupaten/kota maupun kontribusi dari nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan dan swasta.
 Dengan adanya kompleksitas permasalahan dalam penyuluhan perikanan, maka situasi yang kita hadapi dalam memperbaiki carut marutnya penyuluhan tersebut seperti “fenomena mengisi air dalam wadah ember yang bocor”. Artinya, kita harus punya pilihan untuk mengganti, atau kita menggunakan ember yang ada dengan cara menambal dari kebocoran pada tingkat elevasi yang rendah ke paling tinggi sehingga permukaan air akan mencapai ketinggian optimal, dan bukan mengabaikannya.
 Senada dengan itu, maka tantangan kita untuk memperbaiki penyuluhan perikanan perlu mengidentifikasi permasalahan yang paling mendasar dan paling mungkin segera ditangani, sambil terus membenahi kepada permasalahan berikutnya. Dengan kata lain penanganan penyuluhan perikanan harus banyak melakukan berbagai terobosan (break through) dan bukan menanganinya seperti kegiatan rutin atau business as usual.
Menyoroti kelembagaan dan ketenagaan penyuluhan, sampai saat ini, secara resmi dipersepsikan bahwa yang melakukan penyuluhan hanyalah instansi pemerintah. Dengan adanya berbagai kendala yang melilit tubuh lembaga penyuluhan, seperti terbatasnya dana anggaran, rendahnya gaji petugas pemerintah, dan terbatasnya kemampuan merekrut jumlah tenaga penyuluh sesuai kebutuhan, maka tuntutan akan adanya peyuluhan yang lebih intensif dan efektif guna menunjang sasaran penyuluhan yang lebih maju dalam kenyataannya sulit untuk dipenuhi. Di masa yang akan datang kendala tersebut sangat berpotensi terus terjadi, mengingat dana yang dikuasai oleh pemerintah harus dapat digunakan juga untuk membangun sektor-sektor lain secara proporsional dan pragmatis.
Dalam kondisi seperti itu, suatu strategi penyuluhan perikanan perlu dikembangkan, yakni dengan mengajak, memberi kesempatan, bahkan berkolaborasi (kata lain menugasi) lembagalembaga di luar KKP untuk secara resmi ikut berpartisipasi aktif dalam penyuluhan perikanan. Sejak beberapa tahun yang lalu, beberapa pihak diluar KKP sebenarnya telah ikut melakukan penyuluhan perikanan, Kementerian terkait, perguruan tinggi, nelayan, pembudi daya, dan pengolah ikan maju, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perikanan, dan lain-lain. Namun pelaksanaanya belum atas dasar pembagian tugas dan koordinasi yang jelas dan resmi.
Aspek-aspek penting yang perlu dicermati dalam struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten/Kota dalam rangka Reformasi dan Revitalisasi Penyuluhan Perikanan diantaranya, yaitu:
1.    Aspek fungsi manajemen penyelenggaraan penyuluhan perikanan seharusnya terintegrasi dengan pembangunan kelautan dan perikanan;
2.    Aspek aset yang dimiliki kelembagaan penyuluhan perikanan di Kabupaten/Kota harus didukung untuk mengoptimalkan kinerjanya sebagai penyelenggara penyuluhan perikanan;
3.    Aspek kinerja kelembagaan penyuluhan perikanan Kabupaten/Kota perlu ditata sehingga pasti tersedia, serta terintegrasi dengan penyusun dan pelaksana program pembangunan kelautan dan perikanan (Dinas teknis terkait);
4.    Aspek pembinaan dalam membangun kesatuan korps sesuai dengan misi penyuluhan perikanan perlu dilaksanakan dengan intensif;
5.    Aspek sumberdaya manusia perlu dikembangkan secara serius dan berkelanjutan.
 Kelima aspek tersebut diatas merupakan pusat perhatian mengembangkan kelembagaan penyuluhan perikanan yang menempatkan kembali posisi sentral kelembagaan penyuluhan perikanan sebagai motor penggerak pembangunan perikanan di bidang pengembangan sumberdaya manusia perikanan. Untuk itu, agar kelembagaan di Kabupaten/Kota dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan Reformasi dan Revitalisasi Penyuluhan Perikanan, maka diperlukan adanya standarisasi minimal kelembagaan penyuluhan perikanan di Kabupaten/Kota.
IV. UPAYA NYATA PENINGKATAN KINERJA PENYULUHAN
Sejalan dengan situasi dan kondisi di atas, salah satu faktor yang sangat mendukung keberhasilan revitalisasi perikanan ini adalah keberhasilan dalam membangun dan menggerakkan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. Dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan perikanan khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia, Pemerintah telah membentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2005. 
Hal ini merupakan wujud kepedulian terhadap pembangunan kelautan dan perikanan pada umumnya, yang menempatkan secara khusus penyuluhan menjadi salah satu unsur kepentingan dari pembentukan Badan tersebut. Dengan demikian, keberadaan penyuluhan merupakan kegiatan yang paling strategis dalam sistem pembangunan nasional, terutama dalam mendukung keberhasilan revitalisasi perikanan yang berorientasi pada pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Secara eksplisit, keberadaan Badan ini juga dimaksudkan dapat menjadi mediasi dan memfasilitasi dalam:
1.    Meningkatkan penataan kelembagaan dan tata penyelenggaraan penyuluhan perikanan, sehingga dapat mempercepat peningkatan kompetensi tenaga penyuluh, efektif, dan efisien.
2.    Menyiapkan berbagai acuan teknis dan non teknis dalam melaksanakan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, sehingga mampu menyelaraskan kebijakan penyuluhan perikanan nasional, dengan tidak mengabaikan adanya kondisi lokal spesifik yang berbeda pada berbagai daerah;
3.    Membantu terselenggaranya berbagai upaya dalam mewujudkan jejaring kerja penyuluhan perikanan baik nasional, regional, dan lokal.
Dalam kaitan tersebut, upaya nyata yang dilakukan guna meningkatkan kinerja penyuluhan dalam mendorong reformasi dan revitalisasi penyuluhan perikanan antara lain menyangkut aspek kelembagaan dan ketenagaan.
A. Kelembagaan Penyuluhan Perikanan
Penyelenggaraan penyuluhan perikanan telah mengalami proses transformasi. Sampai saat ini, banyak kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penyuluhan perikanan. Salah satu faktor kunci keberhasilan penyuluhan perikanan adalah adanya kelembagaan penyuluhan perikanan yang tangguh sebagai unsur terdepan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan (nelayan, penyuluh, dan pelaku usaha lainnya).
Kelembagaan penyuluhan perikanan yang menjadi fokus dalam hal ini di tingkat Kabupaten/Kota, mengingat secara yuridis penyelenggaraan penyuluhan adalah dalam kewenangan kabupaten/kota. Disamping itu, menjadi suatu kepastian bahwa kabupaten/ kota lebih menguasai/mengerti permasalahan daerah dibanding Pusat/Daerah.
Sampai saat ini, KKP telah menerima berbagai pemikiran yang terkait dengan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Penyuluhan, yang mempertimbangkan berbagai perubahan dinamika lingkungan strategis. Pada masa ini terjadi perubahan mendasar dalam ketatanegaraan dan kondisi masyarakat yakni berkembangnya prinsip otonomi daerah, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, serta kemajuan penguasaan teknologi informasi. Sejalan dengan pengajuan RUU tersebut, KKP juga melakukan berbagai forum pertemuan yang memberikan ruang gerak dalam menampung aspirasi dan inspirasi aparatur di daerah dan masyarakat, khususnya nelayan, pembudi daya ikan, pelaku usaha perikanan, akademisi, dan tentunya para penyuluh perikanan itu sendiri. Workshop sosialisasi RUU tersebut, telah diselenggarakan 20 kali di tingkat propinsi, 33 kali di tingkat kabupaten, dan 2 kali untuk tingkat nasional.
Guna mengakomodasikan pemikiran empirik di atas, dan setelah mendapatkan berbagai aspirasi dari aparatur di daerah dan masyarakat,  maka dipandang perlu untuk menyempurnakan hal berikut:
1.    Pada bagian penjelasan untuk pasal 10 ayat 2 tentang Kelembagaan Penyuluhan di tingkat Pusat berbentuk Badan yang bertanggung jawab kepada Menteri. Di propinsi berbentuk Badan yang bertanggung jawab kepada Gubernur. Di kabupaten/kota berbentuk Badan yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Di kecamatan berbentuk Balai yang bertanggung jawab kepada kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten/kota. Usul perbaikan agar di kabupaten/kota ditambah kata dapatberbentuk Badan yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Bahkan bagi sektor kelautan dan perikanan akan lebih baik terintegrasi dalam Dinas Kelautan dan Perikanan.
2.    Usulan ini dimaksudkan agar memberikan ruang gerak kabupaten/kota menata kelembagaan penyuluhan sesuai kemampuan sumberdaya yang dimilikinya dan kondisi daerah masingmasing, khususnya menjawab tantangan di sektor perikanan yang khas dan spesifik.
3.    Dalam usulan perbaikan tersebut, KKP menganggap perlu adanya kelembagaan penyuluhan di kabupaten/kota, akan tetapi tidak harus berbentuk Badan. Kelembagaan tersebut dapat pula berupa kelembagaan yang merupakan unsur dari Dinas di kabupaten/kota (misalnya: Sub Dinas Penyuluhan atau Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Kelautan dan Perikanan). Di samping itu, di tingkat Kabupaten/ Propinsi/Pusat dapat dibentuk Forum  Penyuluhan, sebagai wadah koordinasi.
4.    Terintegrasinya kelembagaan penyuluhan tersebut pada Dinas Kabupaten/ Kota memberikan keuntungan sebagai berikut:
a.    Dapat menghindari miskoordinasi antara kegiatan sektor oleh Dinas dengan kegiatan penyuluhan.
b.    Mengurangi permasalahan keterbatasan sumber daya (khususnya sumberdaya manusia dan dana) pada kabupaten/kota tertentu, yang banyak terdapat pada sektor perikanan.
B. Ketenagaan Penyuluhan Perikanan
Tujuan penyuluhan perikanan adalah meningkatnya pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi masyarakat, khususnya nelayan, pembudi daya, pengolah ikan dan keluarganya, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Dari definisi itu terlihat bahwa khalayak yang disuluh meliputi seluruh lapisan masyarakat yang dapat dikelompokan sebagai berikut: nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, pedagang ikan, pengusaha perikanan, generasi muda, tokoh adat dan masyarakat, pemuka agama, aparatur pemerintah, dan kelompok masyarakat lainnya yang berkaitan secara langsung atau tidak dengan perikanan. Artinya sasaran/clienteles dari penyuluh begitu beragam dengan latar belakang yang berbeda pula.
Saat ini, keberadaan penyuluh perikanan berdasarkan data tahun 2014 sebanyak 3.200 orang, yang tersebar di Sumatera sebanyak 691 orang, Jawa 765 orang, Bali Nusa Tenggara 290 orang, Kalimantan 300 orang, Sulawesi 707 orang, dan Maluku-Maluku Utara-Papua 376 orang. Jika dilihat berdasarkan wilayah, maka jumlah penyuluh di wilayah Barat (SumateraJawa-Kalimantan) sebanyak 1.456 orang dan wilayah Timur (Sulawesi-Bali Nusa TenggaraPapua Maluku) 1.323 orang. Di samping jumlah yang terbatas, juga terjadi ketimpangan ratio jumlah penyuluh untuk daerah yang berpotensi besar tetapi ratio penyuluh kecil, sedangkan daerah yang sudah berpotensi biasa dengan ratio penyuluh besar. Tentu ratio ini perlu dikaji lebih jauh bi dai aspek kualiats`maupun kuantitas.
Pertanyaannya ketenagaan penyuluh perikanan seperti apa yang seharusnya kita miliki atau dengan kompetensi seperti apa? Perubahan cara pandang masyarakat yang semakin kritis, dan sistem pemerintahan yang bergeser dari sentralistik ke arah desentralistik yang lebih mengedepankan prinsip-prinsip otonomi daerah. Artinya permasalahan yang tingkat akar rumput menjadi kewenangan Bupati/Walikota yang tentu lebih paham perilaku masyarakat di kampungnya, dari pada Pemerintah Pusat di Jakarta.
Senada dengan itu, dalam membangun sistem penyuluhan perikanan akan menjadi lebih kompleks di tingkat implementasinya di lapangan karena lebih merupakan kewenangan daerah. Pemerintah Pusat menyediakan pedoman, norma, dan standar penyuluhan perikanan, yang didukung dengan pembinaan sedangkan pelaksanaannya harus bersifat lokal spesifik dan sesuai permasalahan yang dihadapi.
Pada saat ini, para pelaku penyuluh perikanan yang dikenal meliputi:
1.    Penyuluh Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam jabatan fungsional penyuluh.
2.    Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait dengan usaha perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung, melaksanakan tugas penyuluhan perikanan.
3.    Penyuluh Mandiri/Swadaya adalah seseorang yang atas kemauan sendiri melaksanakan penyuluhan perikanan.
Pemerintah Kabupaten/Kota harus lebih menyentuh akar permasalahan ketenagaan penyuluhan perikanan di wilayahnya, termasuk dalam memilih tenaga penyuluh perikanan yang bagaimana harus tersedia (out-sourcing atau in-sourcing) dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Walaupun pada hakekatnya setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh perikanan. Namun untuk rekruitmen dan mendanai opersionalisasinya harus menjadi tugas kolektif, yang ditanggung bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat/swasta.
Saat ini, penyuluhan telah menjadi bidang kajian ilmiah. Wajarlah bila profesionalisme para penyuluh perlu dikembangkan, mengingat tugas penyuluhan di masa datang akan semakin luas, intensif, kompleks, sedangkan di lain pihak para nelayan, pembudi daya, dan pengolah ikan semakin pandai, maju, dan kritis.
Pertanyaannya dalam menangani masalah ketenagaan penyuluhan perikanan, bukan hanya dapat melakukan rekruitmen dan menjadikannya terampil, tetapi mampukah kita membangun integritas dan profesionalisme para penyuluh yang ada, dan menjadikannya sebagai teladan bagi penyuluh juniornya.
Di sisi lain, dalam kenyataannya usaha perikanan pada saat ini didominasi oleh usaha perikanan kecil dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga untuk mengembangkan hal-hal yang bersifat inovatif menjadi kurang efisien dan berdampak pada rendahnya kualitas produk yang dihasilkan. Kondisi demikan berbanding lurus dengan peranan penyelenggaraan penyuluhan yang berkualitas dan dalam kuantitas yang proporsional, menjadi sangat diperlukan agar produksi yang dihasilkan oleh nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil dapat ditingkatkan mutunya. Selanjutnya, pada gilirannya hasil tersebut dapat bersaing pada pasar yang lebih luas baik secara regional maupun internasional.
Cakupan tugas penyuluhan perikanan mengalami perubahan, dalam arti bertambah luas dan berat, yang tidak terbatas pada peningkatan produksi, tetapi juga usaha tani, pemasaran, pengolahan hasil perikanan, bisnis perikanan, dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan tugas yang semakin luas, kiranya sangat wajar bila pihak pengusaha swasta dan BUMN yang bergerak dalam bisnis perikanan, produsen dan distributor sarana produksi perikanan, bertanggung jawab memberikan penyuluhan terkait dengan produk yang dijualnya.
Instansi-instansi, lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi bidang perikanan yang memiliki potensi besar terlibat dalam penyuluhan perlu didekati secara resmi untuk berkolaborasi melaksanakan fungsi penyuluhan perikanan, seperti perguruan tinggi perikanan, lembaga perbankan, LSM, asosiasi komoditi perikanan, MPN, HNSI, berbagai media masa, Kementerian /LPND terkait. Di sisi lain, mediasi penyuluhan perikanan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelembagaan pendidikan dan sosial keagamaan, seperti sekolah, pondok pesantren, seminari, pasraman, dll. Lagi pula, segala ilmu dan teknologi perikanan bukanlah monopoli pihak tertentu saja, demikian pula pengetahuan dan tugas penyuluhan.
Adanya hal tersebut diatas, tidaklah berarti KKP akan kekurangan tugas untuk ditangani, namun sinergitas tugas pengemasan teknologi dan penyuntingan informasi perikanan atas dasar kondisi lokal yang selama ini agak terabaikan nantinya akan dapat ditangani dengan lebih tuntas.
Eksistensi sekolah tinggi/fakultas ilmu perikanan yang tersebar diseluruh nusantara amat perlu dimungkinkan kontribusi secara resmi dan legal dalam mengemban fungsi penyuluhan perikanan.
Untuk mendayagunakan potensi sumber daya perikanan serta menggerakkan seluruh potensi bangsa diperlukan upaya percepatan dan berbagai terobosan yang integratif sebagai suatu program nasional revitalisasi perikanan. Pelaksanaan program ini: (1) merupakan wujud dukungan politik, ekonomi dan sosial untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu prime mover pembangunan ekonomi nasional; (2) merupakan upaya untuk memacu pemanfaatan potensi sumber daya perikanan yang berwawasan lingkungan guna peningkatan kesejahteraan rakyat; serta (3) memacu meningkatnya sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai sebuah gerakan nasional, yang menempatkan reformasi penyuluhan perikanan sebagai bagian inheren di dalamnya, maka program ini akan menjadi salah satu lokomotif bagi pengembangan ekonomi rakyat, oleh karena itu secara langsung maupun tidak langsung diperlukan adanya dukungan sektor lainnya.
Selama tahun 2014-2019, beberapa langkah operasional yang telah dilakukan KKP dalam meningkatkan kinerja penyuluhan perikanan, yaitu:
1.    Menerbitkan konsep penyelenggaraan penyuluhan perikanan berupa turunan atau derivasi UU no.16/2006 berupa 1 buah peraturan pemerintah dan 15 Peraturan Presiden RI, dan Keputusan Menteri KP/Peraturan Menteri KP;
2.    Sosialisasi Penyuluhan Perikanan Tingkat Nasional di berbagai propinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2014-2019;
3.    Mengalokasikan sepeda motor bagi penyuluh perikanan sebanyak 919 unit dan 2.000 unit HP di Kabupaten/Kota dan UPT lingkup Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (2014-2019);
4.    Mengalokasikan bantuan tenaga penyuluh PNS (fungsional) 108 orang di Kabupaten/Kota dan UPT Badan Pengembangan SDM KP (2014-2019);
5.    Rekrutmen penyuluh perikanan tenaga kontrak sebanyak 2.000 orang di Kabupaten/Kota dan UPT secara progresif sejak tahun 2014-2019, diharapkan proses moratorium tidak menghambat ;
6.    Pembinaan Desa Mitra di setiap UPT lingkup Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2014-2019;
7.    Bantuan Operasional Penyuluhan di lebih 360 Kabupaten/Kota bagi sekitar 3.200 penyuluh PNS dengan besaran bragam, yakni: Rp.340.000 per orang per bulan di Wilayah Barat, Rp.400.000 di Wilayah Tengah, dan Rp.480.000 di Wilayah Timur dapat disesuaikan (20142019); dan
8.    Penerbitan media penyuluhan berupa poster dan media cetak lainnya.

FUNGSI PENTING KOMUNIKASI BAGI PENYULUHAN PERIKANAN

May 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 disebutkan “Penyuluhan Perikanan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha perikanan agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”. Proses belajar bersama dalam penyuluhan sebenarnya tidak hanya diartikan sebagai kegiatan belajar secara insidental untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, tetapi yang lebih penting dari itu adalah penumbuhan dan pengembangan semangat belajar seumur hidup (long life learning) secara mandiri dan berkelanjutan.
Secara aplikatif penyuluhan perikanan merupakan suatu proses pembelajaran bagi para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan beserta keluarganya,  menggunakan landasan falsafah kerja meningkatkan potensi dan kemampuan para pelaku utama dan keluarganya, sehingga mereka akan dapat mengatasi sendiri kebutuhan dan keinginannya, tanpa harus selalu tergantung pada orang lain. Sehingga dengan falsafah demikian, maka implikasinya akan sangat luas, tidak saja dalam bidang penyuluhan kelautan dan perikanan, tetapi juga dalam pembangunan kelautan dan perikanan, pembangunan perdesaan, dan pembangunan nasional. Dalam konsep penyuluhan perikanan juga dikenal beberapa prinsip yang terdiri dari: kesukarelaan, otonom, keswadayaan, partisipatif, egaliter, demokrasi, keterbukaan, kebersamaan, akuntabilitas, dan desentralisasi.
Sejalan dengan itu, tujuan utama dari penyuluhan perikanan adalah mempengaruhi para pelaku utama dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan oleh penyuluh, yang akhirnya mampu menyebabkan perbaikan mutu hidup dari pelaku utama kelautan dan perikanan. Perubahan perilaku yang terjadi dibagi kepada perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari sasaran penyuluhan. Untuk itulah, keberadaan dan peran penyuluh perikanan masih sangat diperlukan sebagai dinamisator, fasilitator, dan motivator dalam proses pembinaan dan pendampingan bagi para pelaku utama dan pelaku usaha tersebut dan sejalan dengan konsepsi itulah, penyuluhan perikanan sebagai rumpun ilmu hayat, ditengarai menjadi katalisator bagi upaya pembangunan perekonomian masyarakat dan eksistensinya menjadi penyokong bagi terwujudnya upaya kesejahteraan.
Seorang penyuluh perikanan harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat, pelaku utama dan pelaku usaha perikanan beserta keluarganya, sehingga maksud dan tujuan yang ingin disampaikan melalui komunikasi dapat diterima dengan baik dan jelas. Demikian pula dalam hal komunikasi melalui bahan-bahan tulisan seperti poster, folder, pamplet, dan sebagainya, tujuannya harus jelas. Kejelasan tujuan sangat penting dalam berkomunikasi. Tanpa tujuan yang jelas, sulit bagi kita untuk mengharapkan respon yang benar dari proses komunikasi. Hasil akhir yang ingin dicapai melalui pembelajaran modul ini adalah para peserta mampu berkomunikasi yang efektif dan memahami tahapan-tahapan dalam membangun komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan.
B. Deskripsi Singkat
Penyuluh perikanan harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat, pelaku utama dan pelaku usaha perikanan beserta keluarganya sebagai sasaran dalam kegiatan penyuluhan perikanan, agar maksud dan tujuan yang ingin disampaikan melalui komunikasi dapat diterima dengan baik dan jelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kami susun modul “Komunikasi Dalam Penyuluhan Perikanan”. Modul ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh perikanan pada Tingkat Ahli agar dapat memahami tentang komunikasi yang efektif serta dapat menerapkannya dalam kegiatan penyuluhan perikanan. Hal-hal pokok yang dibahas meliputi: Pengertian dan tujuan komunikasi dalam penyuluhan perikanan; Unsur-unsur komunikasi; Proses komunikasi dalam penyuluhan perikanan; Adopsi dan difusi inovasi dalam penyuluhan perikanan.                                                                                                                                                                                                            
C. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari seluruh isi modul ini peserta diharapkan dapat memahami tentang komunikasi yang efektif serta dapat menerapkannya dalam kegiatan penyuluhan perikanan.
D. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari seluruh isi modul ini peserta diharapkan dapat:
a. Menjelaskan pengertian dan tujuan komunikasi dalam penyuluhan perikanan;
b. Menjelaskan unsur-unsur komunikasi
c. Menjelaskan dan menerapkan proses komunikasi dalam penyuluhan perikanan; dan
d. Menjelaskan dan menerapkan proses adopsi dan difusi inovasi dalam penyuluhan perikanan.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Pengertian dan tujuan komunikasi dalam penyuluhan perikanan
a. Pengertian komunikasi
b. Tujuan komunikasi
2. Unsur-unsur komunikasi
a. Komunikator
b. Pesan
c. Saluran/media
d. Sasaran/penerima/komunikan
e. Dampak/efek/feedback
3. Proses komunikasi dalam penyuluhan perikanan
a.  Model/bentuk komunikasi
b.  Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dari komunikasi
c.  Karakteristik Saluran Komunikasi
d.  Karakteristik Media
e.  Tahapan komunikasi
f.  Komunikasi yang Efektif
4.  Proses Adopsi dan difusi inovasi dalam penyuluhan perikanan
a.  Proses adopsi inovasi
b.  Proses difusi inovasi
c.  Penggolongan adopter
F.  Waktu
1   Teori    : 4   JP
2   Praktek  : 6   JP
3   Total JP : 10 JP
G.  Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah :
1   Ceramah
2   Diskusi / Tanya Jawab
3   Simulasi dan Praktek
4   Studi Kasus
H.  Media/Sarana Pembelajaran
Media/sarana pembelajaran yang digunakan adalah :
1   Laptop dan Proyektor LCD
2   White board dan Spidol
3   Kertas koran
4   Bahan Tayang
I.  Petunjuk Penggunaan Modul
Anda sebagai peserta Diklat, dan agar dalam proses pembelajaran mata Diklat ini dapat berjalan lebih lancar, dan tujuan pembelajaran tercapai secara baik, Anda kami sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.  Bacalah secara cermat, dan pahami tujuan pembelajaran ( indikator keberhasilan ) yang tertulis pada setiap awal pembelajaran,
2.  Pelajari setiap materi pembelajaran secara berurutan,
3.  Kerjakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas latihan pada setiap akhir pembelajaran,
4.  Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata pelajaran ini tergantung pada kesungguhan Anda. Untuk itu, belajarlah secara mandiri dan seksama.  Untuk belajar mandiri, Anda dapat melakukannya seorang diri, berdua atau berkelompok dengan peserta Diklat lain yang memiliki pandangan yang sama dengan Anda dalam penguasaan materi pembelajaran yang baik, dan
5.  Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan segan-segan bertanya kepada Widyaiswara yang mengampu mata Diklat ini.
Baiklah, selamat belajar ! Semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diuraikan dalam mata pelajaran ini dalam upaya mendalami  modul yang baik, dan memadai untuk memenuhi kebutuhan Anda sebagai peserta.
BAB II
PENGERTIAN DAN TUJUAN KOMUNIKASI
DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
A. Pengertian Komunikasi
Penyuluhan Perikanan merupakan proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan kapasitas kemampuan para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan untuk mengorganisasikan dirinya dalam mengembangkan bisnis perikanan, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, dengan tetap memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup (Undang – Undang No. 16 Tahun 2006). Untuk keberhasilan proses penyuluhan perikanan maka diperlukan komunikasi antara penyuluh dan sasaran penyuluhan. Manusia melakukan komunikasi karena:
1. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan dilakukan melalui komunikasi
2. Keinginan dan upaya manusia untuk mengontrol dan beradaptasi dengan lingkungan.
3. Upaya manusia untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain.
4. Upaya manusia untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dalam masyarakat.
Beberapa pengertian mengenai  komunikasi dalam penyuluhan, antara lain :
1. Pengiriman atau tukar menukar informasi, ide.
2. Proses lewatnya informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
3. Proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti
4. Proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang dalam .
5. Proses dimana suatu ide dialirkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka .
6. Proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan mengggunakan media dan cara penyampaian informasi yang dipahami oleh kedua pihak serta saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolis (Marpaung dan Renaldi, 2001)
7. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu dan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Onong Uchjana Effendy)
8. Komunikasi sebagai kombinasi skill, science dan art
9. Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari Bahasa Latin “communicatus” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Menurut  Webster New Collogiate Dictionary  dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku”.
10.Komunikasi merupakan suatu proses yang dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu lainnya, atau individu dalam kelompok,  organisasi maupun dalam masyarakat guna menciptakan, mengirimkan dan menggunakan serta mempertukarkan informasi untuk mengkoordinasikan lingkungannya dan orang lain.
11.Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan dari seseorang (sumber, penyuluh) kepada orang lain (penerima, sasaran, pelaku utama/pelaku usaha) secara timbal  balik (two-way traffic communication). Hal ini didukung oleh beberapa pendapat para ahli antara lain:
a. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”  “mengatakan “apa”  “dengan saluran apa”, “kepada siapa” , dan “dengan akibat apa”  atau “hasil apa”
b. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego
Dari berbagai definisi tentang ilmu  komunikasi tersebut di atas, terlihat bahwa para ahli memberikan definisinya sesuai dengan sudut pandangnya dalam melihat komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang lingkup, dan konteks yang berbeda.Hal ini menunjukkan bahwa, ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial adalah suatu ilmu yang bersifat multi-disipliner. Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut ;
1. Komunikasi adalah suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.
2. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara  sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.
3. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi  (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan.
Berdasarkan sifat dari komunikasi maka ada beberapa macam sebagai berikut:
1.  Komunikasi bersifat simbolis
Maksudnya: Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasaverbal dalam bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
2.  Komunikasi bersifat transaksional
Maksudnya: Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.
3.  Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Maksudnya: Para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi.
Di dalam kegiatan penyuluhan perikanan, proses komunikasi terjadi karena penyuluh berusaha untuk menyampaikan pesan/informasi kepada pelaku utama, dari pelaku utama kepada penyuluh, dan juga dari pelaku utama kepada pelaku utama lainnya. Pesan-pesan dapat disampaikan secara verbal (dengan kata-kata) atau non-verbal (tidak dengan kata-kata, seperti  isyarat, gerakan, tindakan, gambar, dsb.) oleh komunikator kepada komunikan/sasaran secara langsung atau melalui sarana untuk mempengaruhi kognisinya, intelektualitasnya, emosinya dan afeksinya, serta psikomotoriknya sehingga sasaran mau merubah perilaku (behavior) dan kepribadiannya (personality).  Perilaku (behavior) yang diharapkan berubah adalah meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.  Sedangkan kepribadian (personality) meliputi kemandirian, ketangguhan serta kepercayaan diri, ketidaktergantungan, serta posisi tawarnya  (bargaining position)
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa didalam proses pembelajaran dalam diri sendiri adanya proses-proses lain yang terjadi secara simultan, yaitu:
1.  Proses komunikasi persuasif, yang dilakukan oleh penyuluh  dalam memfasilitasi sasaran (pelaku utama dan pelaku usaha) beserta keluarganya guna membantu mencari pemecahan masalah berkaitan dengan perbaikan dan pengembangan usahan mereka, komunikasi ini sifatnya mengajak dengan menyajikan alternatif-alternatif pemecahan masalah, namun keputusan tetap pada sasaran.
2.  Proses pemberdayaan, maknanya adalah memberikan “kuasa dan wenang” kepada pelaku utama dan pelaku usaha serta mendudukkannya sebagai “subyek” dalam proses pembangunan perikanan, bukan sebagai “obyek”,  sehingga setiap orang pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk a) Berpartisipasi; b) Mengakses teknologi, sumberdaya, pasar dan modal; c) Melakukan kontrol terhadap setiap pengambilan keputusan; dan d) Memperoleh manfaat dalam setiap lini proses dan hasil pembangunan perikanan.
3.  Proses pertukaran informasi timbal-balik antara penyuluh dan sasaran (pelaku utama maupun pelaku usaha).  Proses pertukaran informasi timbal-balik ini mengenai berbagai alternatif yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah berkaitan dengan perbaikan dan pengembangan usahanya.
Perubahan perilaku pelaku utama beserta keluarganya sebagai efek dari proses komunikasi adalah merupakan tujuan yang dikehendaki oleh para penyuluh perikanan dalam melaksanakan proses komunikasi dengan pelaku utama dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut penyuluh perikanan harus mampu menyesuaikan tingkatan komunikasi yang dapat mempengaruhi pelaku utama dan keluarganya agar menghasilkan respons sesuai harapan, artinya antara penyuluh dan pelaku utama dalam berkomunikasi harus memiliki kemampuan bahasa yang sama agar terjadi hubungan pengertian dalam berkomunikasi.  Kondisi ini akan memberikan efek sesuai dengan tujuan komunikasi.
B.  Tujuan Komunikasi
Dipandang dari segi manfaat atau keuntungan, komunikasi dapat memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah:
1.  Informatif
Memberi informasi pendekatan pada pikiran.  Pada komunikasi secara informatif, Informasi-informasi yang disampaikan harus factual dan objektif.  Memberikan informasi (pendekatan pada pikiran: gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya).
2.  Persuasif
Menggugah perasaan orang seperti, senang, suka dan tidak suka. Dalam penyuluhan perikanan perlu untuk mengetahui perbedaan dari penerapan teknologi baru yang merupakan hasil kerja pikiran maupun akibat karena perasaan. Pikiran seseorang bersifat obyektif, sedangkan perasaan bersifat subyektif. Juga dalam pengadilan, perbedaan kedua hal tersebut sangat penting, hakim berusaha untuk membedakan antar tindakan atau perbuatan yang disebabkan perasaan dan tindakan atau perbuatan yang disebabkan oleh pikiran.  Menggugah perasaan (pendekatan pada emosi: keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan lain-lain).
3.  Entertainment/menghibur
Bertujuan untuk menghibur orang, misalnya seorang membuat dagelan atau lelucon bertujuan agar orang lain mempunyai perasaan gembira. Dalam komunikasi penyuluhan perikanan tujuan ini sering dianggap perlu dengan maksud agar sasaran (pelaku utama beserta keluarganya) memiliki perasaan gembira dan tidak bosan dalam mendengarkan segala informasi yang disampaikan oleh para penyuluh.
Proses komunikasi dalam penyuluhan perikanan bertujuan untuk menarik perhatian, menggugah hati dan perasaan, meyakinkan serta memotivasi sasaran agar mau  melakukan tindakan atau perubahan-perubahan untuk pengembangan usahanya, peningkatan produktivitas dan kesejahteraannya serta peningkatan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Menghibur komunikan, membuat mereka senang, tidak bersikap apatis maupun pesimis.
4.  Mengubah sikap/perilaku (to change the behavior)
5.  Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)
6.  Mengubah masyarakat (to change the society)
C.  Rangkuman
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu dan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Tujuan komunikasi berupa: (1) informative; (2) persuasive; (3) entertainment/menghibur; (4) mengubah sikap/perilaku; (5) mengubah opini/pendapat/pandangan; dan (6) mengubah masyarakat.
D.  Latihan
1.  Jelaskan pengertian komunikasi?
2.  Peragakan cara berkomunikasi dengan tujuan untuk persuasif !!
3.  Peragakan cara mengawali dan mengakhiri komunikasi dihadapan kelompok pelaku utama !!
BAB III
UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
A.  Komunikator/sumber informasi
Sumber komunikasi adalah pihak yang mengirim pesan atau informasi. Dalam penyuluhan sumber ini bisa penyuluh atau agen pembaharu.
Beberapa hal yang harus dimiliki sumber informasi untuk keberhasilan dalam komunikasi :
1.  Sikap, tampilan, dan etika
Komunikator/sumber informasi yang baik adalah seseorang yang mempunyai sikap yang baik, artinya mampu menempatkan diri sesuai dengan kondisi sasaran. Selain itu mempunyai tampilan yang menarik sehingga sasaran akan tertarik untuk menerima pesan yang akan kita berikan. Hal yang tidak kalah penting seorang komunikator harus mempunyai etika yang mampu menyampaikan pesan dengan baik sesuai dengan aturan/etika yang berlaku di daerah sasaran.
2.  Menguasai Pesan
Komunikator yang baik harus menguasai pesan yang akan diberikan ke sasaran. Penguasaan pesan bisa didapat dengan mempelajari terlebih dahulu materi/pesan yang akan disampaikan.
3.  Menguasai metode penyampaian
Komunikator yang baik adalah yang menguasai teknik berbicara dalam mengungkapkan buah pikirannya dan cakap membangkitkan minat dan menarik perhatian sasaran serta mampu menyajikannya dengan baik.
4.  Tidak menggurui, mendikte dan tidak menekan
Proses penyampaian pesan oleh sumber informasi sebaiknya tidak menggurui, mendikte dan menekan yaitu dengan mensejajarkan posisi sasaran dalam komunikasi tersebut dengan komunikator, menjadikan sasaran sebagai  mitra berkomunikasi akan lebih memperlancar proses penyampaian pesan/informasi.
5.  Menguasai sistem sosial setempat
Komunikator/sumber informasi yang baik adalah komunikator yang mampu menguasai sistem sosial setempat, artinya dalam menyampaikan pesan terlebih dahulu dipelajari kebiasaan atau sifat-sifat dari sasaran/masyarakat.
B.  Pesan
Pesan merupakan informasi yang ditujukan kepada penerima. Dalam penyuluhan perikanan pesan ini dapat berupa  materi penyuluhan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penyampaian pesan sebagai berikut ;
1.  Pesan yang digunakan didasarkan pada  kebutuhan sasaran.
Penyampaian pesan kepada sasaran sebaiknya diberikan sesuai kebutuhan, untuk mengetahui kebutuhan sasaran terlebih dahulu dilakukan identifikasi
2.  Tidak bertentangan dengan budaya setempat
Pesan/informasi yang akan disampaikan kepada sasaran harus disesuaikan dengan kebiasaan dan tidak bertentangan dengan budaya setempat. Sehingga pesan/informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh sasaran yang akan berdampak pada perilaku dan kepribadian sasaran.
3.  Mudah diterapkan dan dilaksanakan
Pesan/informasi yang akan disampaikan sebaiknya berisi mengenai hal-hal yang mudah diterapkan dan dilaksanakan oleh sasaran, sehingga dampak yang diharapkan mampu mengubah perilaku dan kepribadian sasaran.
4.  Ekonomis
Pesan/informasi yang disampaikan merupakan hal-hal yang mudah dimengerti dan mudah didapat oleh sasaran.
C.  Saluran/Media
Media/saluran pada unsur komunikasi merupakan alur yang dilalui pesan yang disampaikan sumber pesan kepada penerima pesan. Saluran adalah jalan yang dilalui pesan yang disampaikan sumber kepada penerima. Saluran meliputi penggunaan metoda dan teknik serta penggunaan media yang relevan dengan tujuan, sasaran serta sifat pesannya. Pada umumnya semakin banyak indera yang distimuli melalui berbagai media semakin efektif proses komunikasi dalam penyuluhan. Penggunaan metoda, teknik dan media penyuluhan perikanan selain untuk meningkatkan pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan, untuk mendorong aktivitas dan kreativitas sasaran serta tumbuhnya rasa percaya diri.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan saluran/media komunikasi, sebagai berikut :
1.  Kebutuhan luasnya jangkauan dan kecepatan (TV, radio).
2.  Kebutuhan pemilihan memori/pesan yang disampaikan tetap diinga (billboard, majalah).
3.  Jangkauan khalayak yang selektif (surat kabar,majalah).
4.  Jangkauan khalayak lokal (radio lokal, bioskop).
5.  Frekwensi penyampaian tinggi (radio).
6.  Karakteristik Kreatif
a.  Kebutuhan gerak (TV, film, iklan).
b.  Kebutuhan warna (TV, film, majalah).
c.  Kebutuhan suasana (radio, TV, fim).
d.  Kebutuhan demonstrasi ( TV, film).
e.  Kebutuhan deskripsi, bila pesan perlu uraian yang komprehensif, sistematis, rinci (surat kabar, majalah, brosur leaflet).
7.  Tingkat efektivitas penyerapan materi oleh panca indra
a.  Pengecap 1%,
b.  Peraba 1,5%,
c.  Penciuman 3%,
d.  Pendengaran 11%,
e.  Penglihatan 83%
D.  Sasaran/Penerima/Komunikan
Penerima adalah pihak yang menerima pesan-pesan atau informasi, yaitu pihak yang diharapkan akan berubah baik perilaku maupun kepribadiannya.  Dalam penyuluhan perikanan penerima  atau sasaran adalah pelaku utama dan pelaku usaha perikanan beserta keluarganya.
Beberapa hal yang harus dipertimbangan dari sisi penerima pesan, sebagai berikut:
1.  Sesuai kebutuhan
Proses penyampaian pesan/informasi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan komunikan, sehingga diharapkan dengan sesuainya pesan/informasi yang dibutuhkan oleh komunikan dapat merubah perilaku maupun kepribadian sasaran. Sehingga pesan yang disampaikan akan bermanfaat bagi sasaran.
2.  Kesejajaran posisi dalam penyampaian pesan
Dalam proses komunikasi adanya kesejajaran antara komunikator dengan komunikan akan berpengaruh pada kelancaran proses komunikasi sendiri. Keberadaan komunikan akan merasa dihormati sehingga komunikan akan lebih mudah dalam menyampaikan pesan/informasi.
E.  Dampak/Efek/Feedback
Dampak/Efek/Feedback pada komunikasi merupakan respon penerima terhadap pesan-pesan yang diterima dan merupakan umpan balik (feedback) bagi komunikator /sumber atas pesan-pesan yang disampaikan.  Efek komunikasi berupa perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi pada sasaran akibat dari proses komunikasi. Perubahan-perubahan yang diharapkan menyangkut perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), serta perubahan kepribadian sasaran (kemandirian, ketangguhan, kemampuan bekerjasama,percaya diri, kemampuan menempatkan diri pada posisi tawar yang kuat, dan lain sebagainya).  Efek komunikasi ada yang langsung bisa diketahui, misalnya perubahan pengetahuan dan keterampilan, tetapi adapula yang   tidak langsung artinya perlu waktu yang lama seperti perubahan sikap dan kepribadian. Pada komunikasi dua arah (two way trafficts communication) komunikator bisa memperoleh umpan balik secara langsung dibanding  komunikasi yang searah.
Di dalam kegiatan penyuluhan, proses komunikasi terjadi karena penyuluh berusaha untuk menyampaikan pesan/informasi kepada pelaku utama, dari pelaku utama kepada penyuluh, dan juga dari pelaku utama kepada pelaku utama lainnya. Pesan-pesan dapat disampaikan secara verbal (dengan kata-kata) atau non-verbal (tidak dengan kata-kata, seperti isyarat, gerakan, tindakan, gambar, dsb.) oleh komunikator kepada komunikan/sasaran secara langsung atau melalui sarana untuk mempengaruhi kognisinya, intelektualitasnya, emosinya dan afeksinya, serta psikomotoriknya sehingga sasaran mau merubah perilaku (behavior) dan kepribadiannya (personality).  Perilaku (behavior) yang diharapkan berubah adalah meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.  Sedangkan kepribadian (personality) meliputi kemandirian, ketangguhan serta kepercayaan diri, ketidaktergantungan, serta posisi tawarnya  (bargaining position).
F.  Rangkuman
Unsur-unsur komunikasi terdiri dari: (1) Komunikator/sumber informasi; (2) Pesan atau esensi komunikasi (content/message); (3) Saluran/Media; (4) Komunikan/penerima informasi; dan (5) Dampak/Efek/Feedback.
G.  Latihan
1.  Gambarkan unsur-unsur komunikasi dan jelaskan kaitannya dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan?
2.  Peragakan anda sebagai sumber untuk menyampaikan pesan kepada kelompok pelaku utama perikanan !
3.  Berikan kriteria keberhasilan komunikasi yang anda lakukan berdampak/effek positif pada kelompok pelaku utama perikanan !
BAB IV
PROSES KOMUNIKASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
A.  Model/Bentuk Komunikasi
Model/bentuk komunikasi terbagi kedalam:
1.  Komunikasi Langsung: komunikator dan komunikan langsung berkomunikasi (tatap muka, menggunakan  media), dalam hal ini terbagi atas:
a.  Komunikasi vertikal : terjadi antara bawahan terhadap atasan atau sebaliknya dalam konteks laporan atau menyampaikan hasil suatu kegiatan
b.  Komunikasi horizontal : terjadi sesama  pejabat atau staf dalam konteks diskusi bekerjasama dalam menyelesaian suatu kegiatan
c.  Komunikasi top down : terjadi pada saat pimpinan suatu instansi atau unit kerja memberikan pengarahan, bimbingan dan pertemuan dimana atasan memiliki informasi yang layak dan patut diketahui oleh bawahan
d.  Komunikasi botom-up : interaksi yang terjadi bawahan dengan atasan dalam beberapa konteks pekerjaan
e.  Komunikasi internal : komunikasi antara pejabat maupun staf dalam satu lingkup instansi atau organisasi.
f.  Komunikasi eksternal : segala bentuk interaksi yang terjadi antara individu atau instansi dengan instansi lainnya.
2.  Komunikasi tidak langsung: Komunikator dan komunikan tidak bertemu, umumnya menggunakan media bahan cetakan: leaflet, folder, brosur, majalah, dll, bahan tertayang: film.  Umumnya model komunikasi demikian dicirikan antara lain:
a.  Tidak ada tanya jawab
b.  Pesan harus jelas dan tepat dan menarik
c.  Media penyuluhan (leaflet, brosur, poster dll) agar mudah dipahami oleh sasaran penyuluhan
3.  Sasaran komunikan/penerima melalui Panca Indra
a.  Indra penglihatan, misalnya bahan cetakan, album foto, slide tanpa suara; yang  hanya  dapat digunakan untuk sasaran penyuluhan yang dapat melihat.
b.  Indra pendengaran, misalnya Radio, yang hanya  pemutaran tape recorder, obrolan sore; dapat digunakan jika sasaran penyuluhan tidak mengalami gangguan pendengaran.
c.  Kombinasi indra penerima, misalnya demontrasi cara/hasil, pemutaran film dan tv ; merupakan kombinasi antara indra (Audio Visual Aids).
Secara garis besar model/bentuk komunikasi dilihat dari segi pesan yang digunakan terbagi kedalam:
1.  Pesan Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Cansandra L. Book (1980), dalam Mulyana (2005), mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
a.  Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
b.  Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
c.  Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman.
2.  Pesan Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.Jalaludin (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
a.  Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.  Penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: (1) Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; (2) Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; (3) Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; (4) Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: (a) Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; (b) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; (c) Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
b.  Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
c.  Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
d.  Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh  Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
e.  Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
Mark L. Knapp dalam Jalaludin (1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
a.  Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
b.  Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
c.  Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
d.  Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
e.  Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Mulayana (2005), menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
a. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
c. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
d. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
e. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
f. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).
B. Komunikasi yang Efektif
Secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya, ini hanyalah salah satu ukuran bagi efektifitas komunikasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.
Bila S adalah pengirim atau sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respons yang diinginkan S dan respons yang diberikan R identik (Goyer, 1970) dalam Mulyana (2005).
R      =  makna yang ditangkap penerima   = 1
S          makna yang dimaksud pengirin
Bagaimana cara mengukur keefektifan komunikasi? Kita tidak dapat menilai keefektifam komunikasi yang kita lakukan bila apa yang kita maksudkan tidak jelas, kita harus benar-benar tahu apa yang kita inginkan. Lima hal yang dapat dijadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan.
Beberapa kriteria yang menandai keberhasilan komunikasi adalah berupa:
1. Kepercayaan penerima pesan (komunikan) terhadap komunikator serta keterampilan komunikator berkomunikasi (menyajikan isi komunikasi sesuai tingkat nalar komunikan)
2. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.
3. Pengalaman yang sama tentang isi pesan antar komunikator dan komunikan
4. Kemampuan komunikasi menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima
5. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang)
6. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan).
C. Tahapan komunikasi
Tahapan dalam komunikasi adalah berupa:
1. Pola komunikasi antar pribadi secara umum dimulai dari tahap superfisial (dasar) sampai tahap akrab (intim)
2. Perubahan dari tahap umum kepada tahap intim membutuhkan waktu yang relatif tidak sama kepada setiap orang
3. Tahap interaksi bidang kepribadian umum (public area) : individu berusaha menghindari konflik, sedikit evaluasi diri, hubungan disesuaikan dengan norma sosial pada situasi tersebut
4. Tahap pertukaran eksplorasi (exploratory exchange): pola komunikasi mencakup pengembangan kepribadian umum (publik) dan mulai membuka aspek kepribadian khusus, mulai akrab, rileks dan mengarah pada saling kenal.
5. Tahap pertukaran interaksi sosial efektif (effective interaction) : pola komunikasi mengarah kepada persahabatan akrab, hubungan mengarah romantis, bebas, banyak menggunakan kesadaran diri, masih keengganan untuk membuka keintiman.  Komunikasi terfokus pada saling belajar dari satu sama lain.
6. Tahap hubungan stabil (stable exchange stage): pola komunikasi mengarah kepada keterbukaan umum pribadi dalam semua tingkat baik yang bersifat umum dan pribadi.  Komunikasi verbal dan non-verbal dalam tahap ini berorientasi lingkungan dan mulai memiliki tahap emosi yang efektif terhadap lawan bicara.
D. Rangkuman
Model/bentuk komunikasi terbagi kedalam: (1) Komunikasi Langsung: komunikator dan komunikan langsung berkomunikasi (tatap muka, menggunakan  media); dan (2) Komunikasi tidak langsung: Komunikator dan komunikan tidak bertemu (bahan cetakan: leaflet, folder, brosur, majalah, bahan tertayang, film dan lain-lain).
Keberhasilan komunikasi tidak hanya tergantung pada pihak komunikator (sumber), tetapi juga tergantung dari receptor. Walaupun pihak komunikator telah memenuhi persyaratan, akan tetapi bila pihak receptor kurang memenuhi maka  hasil komunikasi  tidak akan sesuai dengan  yang diharapkan.
Tahapan dalam komunikasi adalah berupa: (1) Pola komunikasi antar pribadi secara umum dimulai dari tahap superfisial (dasar) sampai tahap akrab (intim); (2) Perubahan dari tahap umum kepada tahap intim membutuhkan waktu yang relatif tidak sama kepada setiap orang; (3) Tahap interaksi bidang kepribadian umum (public area); (4) Tahap pertukaran eksplorasi (exploratory exchange);  (5) Tahap pertukaran interaksi sosial efektif (effective interaction); dan (6) Tahap hubungan stabil (stable exchange stage).
E. Latihan
1. Jelaskan tentang tingkat efektivitas penyerapan materi oleh panca indra?
2. Peragakan masing-masing model/bentuk komunikasi dalam penyuluhan perikanan?
3. Peragakan cara komunikasi terhadap pelaku utama, sehingga  komunikasi yang anda lakukan dianggap berhasil !
BAB V
PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI
DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
A.  Proses Adopsi Inovasi
1.  Konsep Adopsi Bahlen
Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).
a.  Tahap sadar: sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut   dirasa kurang.
b.  Tahap minat: sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenai informasi tersebut.
c.  Tahap menilai: sasaran sudah menilai dengan cara value/bandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan apakah pelaku utama sasaran mencoba inovasi atau tidak.
d.  Tahap mencoba: sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak.
e.  Tahap adopsi/menerapkan: sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini pelaku utama sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar.
Konsep adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
a. Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan terhadap adopsi.
b. Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
c. Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi ) atau menerapkan inovasi lainnya (menolak)
2. Konsep Adopsi Rogers dan Schoemaker
Rogers dan Schoemaker (1992) menjelaskan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu  :
a. Tahap mengetahui : pelaku utama sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.
b. Tahap Persuasi  : pelaku utama sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
c. Tahap Keputusan : pelaku utama sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak inovasi.
d. Tahap Konfirmasi:pelaku utama sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap ini pelaku utama sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.
3. Konsep Proses Adopsi Kellogg.
Model Adopsi Kellogg menyebutkan bahwa pada proses adopsi khususnya teknologi perikanan dapat dilakukan melalui beberapa langkah agar pelaku utama bersedia menerima/mengadopsi teknologi tersebut.  Model adopsi meliputi (4) empat tahap yaitu diagnosis, perencanaan dan rekayasa teknologi adaptif, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha dan percobaan antar lokasi dan diseminasi.
a.  Pada tahap pertama, penentuan wilayah sasaran dan mendiagnosis situasi pelaku utama.  Pada umumnya wilayah sasaran diusahakan mempunyai karkteristik agroklimate yang relatif homogen. Penyuluh perikanan dapat mengidentifikasi wilayah sasaran lebih baik dibandingkan peneliti.
b.  Tahap kedua, merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif dengan menggunakan informasi yang diperoleh pada tahap pertama.  Berdasarkan informasi ini, dapat dibuat perencanaan dan rekayasa teknologi yang sesuai dengan kondisi lapangan.
c.  Tahap ketiga, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha.  Hasil penelitian yang diperoleh dari eksperimen sebelumnya dapat diuji dan diverifikasi di tingkat usaha. Sasaran akan bersedia mengadopsi teknologi/Introduksi teknologi apabila teknologi tersebut memiliki keunggulan dibanding dengan teknologi sebelumnya, juga hasilnya dilihat sendiri oleh pelaku utama sebagai sasaran.
d.  Tahap keempat, selama proses pengujian dan verifikasi di tingkat usaha pasti terjadi percobaan di lahan usaha yang dilakukan pelaku utama perikanan. Hal ini mengindikasikan bahwa pilihan teknologi sudah dilakukan pelaku utama dan diharapkan terjadi perbaikan teknik budidaya yang signifikan. Hubungan antara tahap dalam proses komunikasi dengan proses adopsi serta metode penyuluhan tertera pada Tabel 1. 
Tabel 1.  Hubungan antara metode penyuluhan, tahap komunikasi dan tahap adopsi
Metode Penyuluhan
Tahap-tahap Komunikasi
Tahap-tahap Adopsi
Metode Perorangan
Menggerakkan Usaha
Adopsi
Metode Kelompok
Meyakinkan
Percobaan
Membangkitkan Keinginan
Penilaian
Metode Massal
Menggugah Hati
Minat
Menaruh Perhatian
Kesadaran
Dengan mempelajari model adopsi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1 dan membandingkan satu dengan lainnya, diketahui bahwa model adopsi Bahlen memilki kelemahan dalam proses adopsi yaitu tidak selalu diakhiri dengan tahap adopsi. Adakalanya pelaku utama menolak inovasi yang yang diintroduksikan.
Model adopsi Rogers dan Schoemaker digunakan untuk mengatas keterbatasan model adopsi Bohlen tersebut. Rogers dan Schoemaker (1983) mengatakan bahwa tingkat adopsi dipengaruhi oleh lima (5) faktor yaitu :
a. Tipe keputusan adopsi inovasi
b. Atribut yang terkandung dalam inovasi
c. Karakteristik system sosial pelaku utama dan/pelaku usaha sebagai sasaran
d. Karakteristik saluran komunikasi yang digunakan
e. Usaha yang dilakukan penyuluh untuk meyakinkan pelaku utama dan/pelaku usaha sebagai sasaran.
B. Proses Difusi Inovasi
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penyuluhan perikanan adalah terjadinya proses perubahan masyarakat (sasaran penyuluhan) yang berdaya. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses perbaikan yang ditujukan untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat agar tahu, mau, dan mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya.
Perubahan sosial yang direncanakan pada proses penyuluhan sangat rumit yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu : invensi, difusi, dan konsekuensi-konsekuensi invensi merupakan kegiatan perubahan atau pengembangan inovasi baru.
Difusi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah mengadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat. Konsekuensi merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat adanya adopsi  atau penolakan terhadap suatu inovasi.
Penyuluhan perikanan menitikberatkan perubahan sosial jangka pendek yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan difusi inovasi dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Difusi inovasi dapat dipandang sebagai proses komunikasi khusus. Pada difusi inovasi, sumber pesan dapat berupa penemu, penyuluh perikanan dan stakeholder. Perubahan secara praktis yang diharapkan adalah pengetahuan, sikap dan prilaku, faktor yang mendorong dan menghambat perubahan.
Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial.  Dengan patokan bahwa sumber inovasi asalnya dari lembaga penelitian maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu Model Top Down,  Model Feed Back dan Model Difusi Pelaku Utama ke Pelaku Utama.
1. Model Difusi Top Down
Model Difusi Top Down dikembangkan berdasarkan penelitian di India, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan sekolah, laboratorium dan stasiun percobaan.  Model top down difusion sebagai model penyuluhan perikanan konvensional. Pada model ini peneliti melakukan penelitian di laboratorium maupun stasiun penelitian dan menghasilkan rekomendasi yang disebarluaskan pada seluruh pelaku utama.
2. Model Feed-Back
Model ini dikembangkan oleh Benor dan Horison . Model ini dikenal sebagai trainning and visit system atau di Indonesia di sebut sistem latihan dan kunjungan (sistem laku).   Model ini selanjutnya dibukukan dengan judul “Agricultural Eftension The Training and Visit System”.   Model feed back dianggap sebagai perbaikan model Top Drown yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh. Model feed-back menjadi popular dan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usaha kedalam metode penelitian.
3. Model Difusi Pelaku Utama ke Pelaku Utama
Model Difusi Pelaku Utama ke Pelaku Utama pada awalnya dikembangkan berupa difusi farmer back to farmer.  Model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat sasaran.  Hal ini berarti bahwa pelaku utama (sasaran) harus dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di lapangan. Pelaku utama/pelaku usaha dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui kondisi usahanya, kondisi sosial, ekonomi, teknis, keadaan pasar dan lain sebagainya.
Model Difusi Pelaku Utama ke Pelaku Utama mengandung beberapa siklus kegiatan dan masing-masing kegiatan ini berusaha mencapai tujuan tertentu.
Model Difusi Pelaku Utama ke Pelaku Utama ini dapat diawali dengan eksperimen sederhana dan diakhiri survey di tingkat pelaku utama. Kunci perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian di tingkat pelaku utama untuk mengindentifikasikan sumber daya yang dimilikinya.
C. Penggolongan Adopter
Berdasarkan kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi maka dikenal 5 (lima) golongan adopter yaitu    :
1. Inovator (golongan perintis dan pelapor)
Golongan perintis ini jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini antara lain: gemar, mencoba, inovasi dan rata-rata pada masyarakatnya pada umumnya berpartisipasi aktif dalam penyebarluasan inovasi.
2. Early Adopter (golongan penyetrap dini)
Golongan ini mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, gemar membaca buku, suka mendengar radio, memiliki faktor produksi non lahan yang relative komplit.
3. Early Mayority (golongan Penyetrap awal)
Golongan ini pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rata-rata seperti anggota masyarakat lainnya, dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan kepadanya.
4. Late Mayority (golongan Penyetrap akhir)
Golongan ini pada umumnya berusia lanjut dan memilki tingkat pendidikan rendah, status sosial ekonominya sangat rendah dan lambat menerapkan inovasi.
5. Laggard (Golongan Penolak)
Golongan penolak ini pada umumnya usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan buta huruf, status sosial eknominya sangat rendah, tidak suka terhadap perubahan-perubahan.
Tabel 2. Karkteristik sosial ekonomi pada berbagai kategori adopter.
Variabel
Inovator
Early Adaptor
Early Mayority
Late Mayority
Laggard
Umur
Setengah Umur
Muda
Setangah Umur tua
Muda sampai tua
Tua
Pendidikan
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah Sekali
Ekonomi
Baik
Baik
Sedang sampai baik
Kurang
Kurang sekali
Status Sosial
Tinggi
Sedang
Sedang sampai baik
rendah
Paling rendah
Pola Hubungan
Kosmopolit
Kosmopolit
Cendrung Lokalita
Lokalita
Sangat lokalita
Dengan melihat uraian di atas maka perbandingan karakteristik sosial ekonomi dari kategori adopter ditinjau dari aspek kecepatan manerapkan inovasi secara sederhana sebagaimana tertera pada Tabel 2.
D.  Rangkuman
Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).
Difusi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah mengadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat. Konsekuensi merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat adanya adopsi  atau penolakan terhadap suatu inovasi.
Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial. Dengan patokan bahwa sumber inovasi asalnya dari lembaga penelitian maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu Model Top Down,  Model Feed Back dan Model Difusi Pelaku Utama.
Berdasarkan kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi maka dikenal 5 (lima) golongan adopter yaitu: (1) Inovator (golongan perintis dan pelapor); (2) Early Adopter (golongan penyetrap dini); (3) Early Mayority (golongan Penyetrap awal); (4) Late Mayority (golongan Penyetrap akhir); dan (5) Laggard (Golongan Penolak).
E. Latihan
   Sebutkan dan jelaskan salah satu konsep adopsi dan aplikasinya dalam penyuluhan?
   Sebutkan dan jelaskan salah satu model difusi dan aplikasinya dalam penyuluhan?
   Sebutkan langkah-langkah dalam menghadapi kelompok laggard?
BAB VI
PENUTUP
Modul Komunikasi dalam Penyuluhan Perikanan Tingkat Ahli ini menguraikan tentang Pengertian dan Tujuan Komunikasi dalam Penyuluhan Perikanan, Unsur-Unsur Komunikasi dan Proses Adopsi dan Difusi dalam Penyuluhan Perikanan.
Demikianlah paparan Modul Komunikasi dalam Penyuluhan Perikanan yang telah kami tuangkan didalam modul ini, semoga dapat menambah kajian dan pemahaman para peserta diklat, dalam rangka memberikan keseragaman terhadap warna pengajaran pada diklat jabatan fungsional ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan kami dalam menyajikan modul ini, untuk itu kami mengharapkan koreksi seperlunya, guna kesempurnaan dalam penulisan modul ini, akhirnya kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terkait langsung dalam penulisan modul ini, mudah-mudahan kehadiran modul ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
KUNCI JAWABAN
BAB II
1.  Pengertian komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan dari seseorang (sumber, penyuluh) kepada orang lain (penerima, sasaran, pelaku utama/pelaku usaha) secara timbal  balik (two-way traffic communication). Hal ini didukung oleh beberapa pendapat para ahli antara lain:
Menggugah perasaan (pendekatan pada emosi: keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan lain-lain).
BAB III
1 Secara umum unsur-unsur komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Komponen Tersebut Harus Ada Apabila Tidak
lengkap dan Tidak Jelas ->  Komunikasi
Tidak Berhasil
Di dalam kegiatan penyuluhan, proses komunikasi terjadi karena penyuluh berusaha untuk menyampaikan pesan/informasi kepada pelaku utama, dari pelaku utama kepada penyuluh, dan juga dari pelaku utama kepada pelaku utama lainnya. Pesan-pesan dapat disampaikan secara verbal (dengan kata-kata) atau non-verbal (tidak dengan kata-kata, seperti  isyarat, gerakan, tindakan, gambar, dsb.) oleh komunikator kepada komunikan/sasaran secara langsung atau melalui sarana untuk mempengaruhi kognisinya, intelektualitasnya, emosinya dan afeksinya, serta psikomotoriknya sehingga sasaran mau merubah perilaku (behavior) dan kepribadiannya (personality)
2  Sebagai sumber harus memperhatikan
a. Sikap, tampilan, etika
b. Sebagai sumber informasi
c. Menguasai Pesan
d. Menguasai metode penyampaian
e. Tidak menggurui, mendikte dan tidak menekan
f. Menguasai sistem sosial setempat
Apabila salah satu dari hal diatas belum dimiliki oleh sumber maka pesan yang disampaikan belum berhasil
3  Sasaran memperlihatkan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dan perubahan kepribadian (kemandirian, ketangguhan, kemampuan bekerjasama,percaya diri, kemampuan menempatkan diri pada posisi tawar yang kuat, dan lain sebagainya)
BAB III
1.   Secara umum unsur-unsur komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Komponen Tersebut Harus Ada Apabila Tidak
Lengkap dan Tidak Jelas ->  Komunikasi
Tidak Berhasil
Di dalam kegiatan penyuluhan, proses komunikasi terjadi karena penyuluh berusaha untuk menyampaikan pesan/informasi kepada pelaku utama, dari pelaku utama kepada penyuluh, dan juga dari pelaku utama kepada pelaku utama lainnya. Pesan-pesan dapat disampaikan secara verbal (dengan kata-kata) atau non-verbal (tidak dengan kata-kata, seperti  isyarat, gerakan, tindakan, gambar, dsb.) oleh komunikator kepada komunikan/sasaran secara langsung atau melalui sarana untuk mempengaruhi kognisinya, intelektualitasnya, emosinya dan afeksinya, serta psikomotoriknya sehingga sasaran mau merubah perilaku (behavior) dan kepribadiannya (personality)
2.   Sumber komunikasi adalah pihak yang mengirim pesan atau informasi. Dalam penyuluhan sumber ini bisa penyuluh atau agen pembaharu.
3.   Dampak/Efek/Feedback pada komunikasi merupakan respon penerima terhadap pesan-pesan yang diterima dan merupakan umpan balik (feedback) bagi komunikator /sumber atas pesan-pesan yang disampaikan.  Efek komunikasi dalam penyuluhan berupa perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi pada sasaran akibat dari proses komunikasi. Perubahan-perubahan yang diharapkan menyangkut perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), serta perubahan kepribadian  sasaran (kemandirian, ketangguhan, kemampuan bekerjasama,percaya diri, kemampuan menempatkan diri pada posisi tawar yang kuat, dan lain sebagainya).
BAB IV
1.   Tingkat efektivitas penyerapan materi oleh panca indra:
a.   Pengecap 1%,
b.   Peraba 1,5%,
c.   Penciuman 3%,
d.   Pendengaran 11%,
e.   Penglihatan 83%
2.   Model/bentuk komunikasi terbagi kedalam:
a.   Komunikasi Langsung: komunikator dan komunikan langsung berkomunikasi (tatap muka, menggunakan  media)
b.   Komunikasi tidak langsung: Komunikator dan komunikan tidak bertemu (bahan cetakan: leaflet, folder, brosur, majalah, dll) (bahan tertayang: film)
1)   Tidak ada tanya jawab
2)   Pesan harus jelas dan tepat dan menarik
3)   Media penyuluhan (leaflet, brosur, poster dll) agar mudah dipahami oleh sasaran penyuluhan
3.   Beberapa kriteria yang menandai keberhasilan komunikasi adalah berupa:
a.   Kepercayaan penerima pesan (komunikan) terhadap komunikator serta keterampilan komunikator berkomunikasi (menyajikan isi komunikasi sesuai tingkat nalar komunikan)
b.   Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.
c.   Pengalaman yang sama tentang isi pesan antar komunikator dan komunikan
d.   Kemampuan komunikasi menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima
e.   Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang)
f.   Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan).
BAB V
1.  Model Adopsi Kellogg menyebutkan bahwa pada proses adopsi khususnya teknologi perikanan dapat dilakukan melalui beberapa langkah agar pelaku utama bersedia menerima/mengadopsi teknologi tersebut.  Model adopsi meliputi (4) empat tahap yaitu diagnosis, perencanaan dan rekayasa teknologi adaptif, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha dan percobaan antar lokasi dan diseminasi.
Penerapan tahapan dalam model adopsi ini dalam penyuluhan perikanan sering ditemui pada pelaksanaan uji coba teknologi spesifik lokasi.
2.  Salah satu model difusi adalah Model Feed-Back
Model ini dikembangkan oleh Benor dan Horison . Model ini dikenal sebagai trainning and visit system atau di Indonesia di sebut sistem latihan dan kunjungan (sistem laku). Model ini selanjutnya dibukukan dengan judul “Agricultural Eftension The Training and Visit System”.   Model feed back dianggap sebagai perbaikan model Top Drown yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh. Model feed-back menjadi popular dan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usaha kedalam metode penelitian.
Penerapan model ini dalam penyuluhan ditandai oleh peran serta aktif pelaku utama sebagai sasaran penyuluhan.
3.  Langkah-langkah dalam menghadapi kelompok laggard:
Golongan penolak ini pada umumnya usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan buta huruf, status sosial ekonominya sangat rendah, tidak suka terhadap perubahan-perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimpus, 2003. Pedoman Umum Pemilihan Metoda Penyuluhan Perikanan. Badan PSDMP. Departemen Perikanan. Jakarta.
__________, 2006. Sistem Penyuluhan Perikanan, Perikanan, dan Kehutanan. Undang-undang RI. No. 16 Tahun 2006. Presiden RI.
__________, 2007.  Metodologi Penyuluhan Perikanan Partisipatif.
Berlo, David K., 1980. The Process of Communication. An Introduction of Theory and Practice. Michigan State University. USA.
Stewart L.T dan Sylvia Moss, 2001. Human Communication Prinsip-Prinsip Dasar. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi. Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Djuarsa Serjaya, Sasa dkk 1999,  Pengantar Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta.
Ibrahim Jabal, 2003, Komunikasi dan Penyuluhan Perikanan.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya Bandung.
Marpaung dan Renaldi, 2001. Teknik Komunikasi dan Presentasi yang Efektif. Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.
Nasuturi Zulkarimen, 1988. Komunikasi Pembangunan, PT. Raja Grafinindo Persada. Jakarta
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Roger,E.M., F.F. Shoemaker,  1986.  Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.  Penerjemah Hanafi,A.  Usaha nasional, Surabaya.  Terjemahan dari Commuication Of Innovations.
“Sinar Mentari” Gender Focal Point Pengembangan SDM  Perikanan. STPP. Malang.
Tim Pusbangluh, 2008. Modul Dasar-dasar Komunikasi. Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Jakarta.
Tim Pusbangluh, 2009. Modul Komunikasi yang Efektif. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri – Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENYUSUN
Fahrur Razi, SST dilahirkan di Pematang Panjang (Banjarmasin) 26 Januari 1982, lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan Banjarbaru pada Jurusan Budidaya Ikan Air Tawar tahun 1999 dan menamatkan pendidikan D4 Penyuluhan Perikanan di STPP Bogor tahun 2004, serta telah mengikuti berbagai pelatihan antara lain: Pengelolaan budidaya ikan air tawar (Banjarnegara, 2003); HACCP (Bogor, 2004); Pembekalan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (Jakarta, 2004); Budidaya udang vaname di tambak (Bali, 2005); Intensifikasi Budidaya Udang di Tambak (Jepara, 2005); Diseminasi Budidaya Kerapu dan Perikanan di Laut (Gondol, 2006); Konsultan Keuangan Mitra Bank (Denpasar, 2007); Pelatihan Dasar bagi Penyuluh Perikanan Tingkat Ahli (Banjarbaru, 2008).  Memulai karier sebagai Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak dengan penempatan pada Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana tahun 2004 s/d 2007, sejak Januari 2008 mengemban amanah sebagai PNS dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan pada Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Kementerian Kelautan dan Perikanan.