Saturday, April 14, 2018

DINAMIKA STOK IKAN FAKTOR PENYEBAB DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

April 14, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Pada awal perkembangan perikanan dunia, beberapa ahli beranggapan bahwa stok ikan laut sangat besar dan memiliki daya pulih (recovery) yang cepat sehingga bisa dieksploitasi secara besar-besaran dalam jangka waktu relatif yang lama. Namun kenyataannya, hanya dalam jangka waktu sekitar 20 tahun, stok ikan laut dunia sudah berkurang sekitar 80% [1] dan saat ini kondisinya sudah mengkhawatirkan.
1. Overfishing
Pada awal tahun 1950-an, FAO mencatat adanya pertumbuhan sektor perikanan yang sangat cepat, baik di belahan bumi bagian utara maupun di sepanjang pantai negara-negara yang saat ini dikenal sebagai negara berkembang. Dimana-mana penangkapan berskala industri yang umumnya menggunakan trawl (ada juga dengan purse seining dan long-lining) berkembang dan berkompetisi dengan perikanan skala kecil atau tradisional (artisanal fisheries) yang berperalatan sederhana.
Persaingan yang tidak seimbang ini sangat jelas terlihat di perairan dangkal (kedalaman 10-100 m) di daerah tropis. Perikanan tradisional menjadikan ikan tangkapan mereka untuk konsumsi penduduk lokal, sedangkan perikanan skala besar menggunaan trawl dengan udang sebagai target utama untuk ekspor dan membuang hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai ekonomis (by-catch). Dalam periode tahun 1950-an hingga 1960-an, peningkatan usaha penangkapan telah meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang sangat besar dan melebihi laju petumbuhan umat manusia [2]. Hal ini telah membuat para penyusun kebijakan dan politisi menjadi percaya bahwa penambahan jumlah kapal yang cepat dan tak terkendali telah melipat-gandakan jumlah tangkapan dalam waktu singkat serta menurunkan hasil tangkapan dalam jangka panjang. Kegagalan perikanan tangkap pertama kali dilaporkan untuk kasus anchovy di Peru pada tahun 1971-1972. Pada awalnya, hancurnya perikanan anchovy ini sering dikaitkan dengan kejadian alam El Niño. Namun demikian, data yang terkumpul menunjukkan bahwa jumlah tangkapan aktual (sekitar 18 juta ton), yang telah melebihi dari apa yang dilaporkan yaitu 12 juta ton menunjukkan bukti lain. Terbukti, runtuhnya perikanan anchovy tersebut adalah lebih banyak karena pengaruh overfishing.
Pada pertengahan tahun 1970-an, total tangkapan ikan di Atlantik utara juga telah menurun. Trend penurunan yang cepat lebih jelas terlihat pada akhir tahun 1980-an dan diawal tahun 1990-an sebagian besar stok ikan cod menjadi habis di New England dan Canada bagian timur.
Kondisi stok ikan laut di kawasan Asia-Pasifik juga tidak jauh berbeda. Kawasan Asia-Pasifik yang saat ini menjadi penyumbang terbesar produksi ikan dunia juga sudah mulai overfishing. Dalam 25 tahun terakhir, penurunan stok ikan di kawasan Asia-Pasifik sekitar 6-33% [3].
Lebih lanjut, diperkirakan bahwa stok ikan laut dunia saat ini yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tinggal hanya 24%. Sekitar 52% stok sudah termanfaatkan secara maksimal dan tidak mungkin dieksploitasi lebih lanjut, dan sisanya adalah sudah overeksploitasi atau stoknya sudah menurun [4].
Salah satu jalan yang mungkin bisa ditempuh untuk membantu pemulihanan stok ikan laut akibat overfishing adalah dengan cara menurunkan kapasitas penangkapan. Disadari betul bahwa penambahan kapasitas armada penangkapan merupakan salah satu ancaman terhadap kelangsungan sumberdaya laut, dan juga penangkapan itu sendiri.
Perubahan perahu skala kecil berteknologi rendah menjadi kapal besar berteknologi tinggi, subsidi pemerintah, kebijakan open-access pada beberapa wilayah perairan dunia, dan beberapa aspek ekonomi lainnya telah disadari meningkatkan kapasitas penangkapan ikan. Peningkatan kapasitas penangkapan ikan yang tak terdeteksi seperti perubahan alat bantu penangkapan seperti echosounder, GPS, dsb. juga diyakini telah mendorong tingkat overcapacity dibeberapa wilayah perairan.
2. Faktor Iklim
Selain karena overcapacity, perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan drastis stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang dilaporkan dalam pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London [5]. Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu permukaan laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya.
Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics (GLOBEC) telah berhasil mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika populasi dan produktivitas laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut yang turun secara drastis sebagai akibat dari kesalahan mengimplementasikan ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade terakhir.
Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon biologi terhadap perubahan lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik hingga Antartika. Terbukti bahwa perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir telah memberikan pengaruh terhadap kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga menemukan pengaruh variasi suhu air dan kekuatan angin terhadap rantai makanan (food web) di Atlantik utara. Kepunahan dan kegagalan dalam memulihkan populasi ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di Newfoundland, Kanada (yang penangkapannya telah dihentikan) menunjukkan bahwa faktor lain selain penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan berkelanjutan, penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa yang diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab, bila kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat.
Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain berdampak terhadap overfishing, juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-ikan yang hidup di daerah sekitar pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak telah diduga setiap tahun melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah terintegrasi dengan pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan kuota penangkapan yang optimal.
3. Pengaruh Akuakultur
Penggunaan ikan hasil tangkapan dari alam sebagai bahan pakan ikan budidaya menjadi tekanan langsung terhadap stok ikan di alam [6]. Budidaya ikan laut yang umumnya bersifat karnivora membutuhkan suplemen minyak ikan yang diekstraksi dari ikan laut sebagai sumber asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Akuakultur juga mungkin bisa menyebabkan hilangnya stok ikan di alam secara tidak langsung melalui perubahan kondisi lingkungan, pengumpulan benih alam, interaksi rantai makanan, introduksi jenis ikan asing dan penyakit yang menyerang populasi ikan alami, dan polusi nutrient [2].
Naylor dan kolega memberikan alternatif yang sangat bagus untuk menanggulangi tantangan serius yang dihadapi akuakultur. Menurut mereka, usaha akuakultur selayaknya dilakukan dengan membudidayakan ikan dengan tingkat tropik rendah (rendah pada rantai makanan); mengurangi input tepung ikan dan minyak ikan dalam pakan; pengembangan sistem budidaya terintegrasi; dan praktek budidaya ramah lingkungan. International Centre for Living Aquatic Resources Management (ICLARM) mendukung penuh pendekaran tersebut dan menambahkan poin kelima: memberikan akses untuk konsumen miskin dan produsen skala kecil. Pengembangan pulau-pulau kecil mungkin juga bisa dijadikan sebagai penyangga rusaknya stok ikan laut yang juga bisa dijadikan tumpuan mata pencaharian masyarakat. Akuakultur dapat juga me-restocking populasi ikan terumbu karang yang nilainya mahal yang telah berkurang karena overfishing [7].
Pelepasan burayak hasil budidaya juga dapat membantu pemecahan masalah sedikitnya ikan kecil yang berhasil bertahan di area penangkapan. Cara seperti itu telah dilakukan untuk 90 jenis ikan di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini, khususnya untuk kasus kerang-kerangan (scallop) dan bulu babi (sea urchin). Akuakultur dan pemulihan stok perlu terus dilakukan, dan melanjutkan restoking dengan pengawasan yang ketat.
4. Alternatif Penanggulangan
Berdasarkan ulasan di atas, diperlukan usaha untuk membangun kembali ekosistem laut, dan kemungkinan pemulihan ekologi secara praktis untuk laut yang dapat berdampingan dengan usaha pemanfaatan sumber daya laut untuk konsumsi umat manusia. Satu hal yang perlu dicatat disini bahwa tidak ada yang bisa meyakinkan bahwa sumberdaya laut mampu memenuhi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah. Pola konvensional yang digunakan untuk menganalisa sumberdaya perikanan, dan untuk mengatur jumlah tangkapan, diyakini tidak mampu untuk menghambat laju kerusakan sumberda ikan.
Kapitalisasi penangkapan secara global telah berdampak pada penurunan stok secara gradual, ikan yang berumur panjang dari ekosistem laut, telah tergantikan oleh ikan dengan siklus pendek dan invertebrate, dan merubah rantai makanan menjadi lebih sederhana dan penurunan kapasitas daya dukung seperti bentuk sebelumnya.
Bila trend ini ingin dihentikan, maka dibutuhkan pengurangan penangkapan secara besar-besaran, dengan dukungan peraturan penangkapan yang efektif. Dibutuhkan suatu kemauan politik yang kuat untuk hal ini, namun dalam kenyataannya masih minim kemauan ke arah ini, sebagai akibatnya jumlah wilayah penangkap yang kolaps semakin banyak, dan ikan tangkapan terus mengalami penurunan.
Tingginya ketidakpastian pengelolaan penangkapan telah menjadi salah satu penyebab hilangnya beberapa stok ikan. Karena itu disarankan untuk melakukan penutupan fishing grounds guna mencegah overeksploitasi dengan cara membuat batas maksimum volume tangkapan (upper limit on fishing mortality). Marine protected areas (MPAs), dengan kombinasi usaha kuat untuk menjaga area yang bisa dieksploitasi, telah menunjukkan hasil positif untuk mengembalikan penurunan stok (2). Pada beberapa kasus, MPAs telah berhasil digunakan untuk memproteksi spesies lokal, memulihkan biomassa, dan sedikit menjaga populasi ikan di luarnya dengan melepas ikan burayak (juvenile) atau ikan dewasa. Meskipun migrasi ikan menjadi titik kelemahan dari MPA, namun tetap akan membantu memulihkan spesies ikan dengan menghindarkan kerusakan akibat trawl, dan menurunkan kematian ikan burayak. Penggunaan zona larangan-tangkap dalam MPAs akan menjadi lebih efektif bila didukung dengan teknologi tinggi seperti monitoring dengan satelit, yang saat ini digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
Lebih lanjut, MPAs yang mencakup suatu habitat laut mungkin juga akan mampu mencegah kepunahan stok ikan tertentu, mirip dengan kehutanan dan habitat darat lainnya yang telah bisa menjaga spesies liar. Hal ini akan menuntun kepada identifikasi pola reservasi yang akan menjadi contoh di daerah perikanan terdekat, dan selanjutnya mempengaruhi komunitas pantai dan masyarakat sekitarnya yang tertarik dalam reservasi sumber daya ini.
Sekali lagi, bahwa ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan penduduk dunia adalah tidak tak terbatas. Dengan demikian, sudah seharusnya usaha lain difokuskan untuk mengembalikan populasi ikan alami yang turun drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan pre-kondisi seperti keinginan politik untuk meng- implementasikan perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut secara bersama.
5. Penutup
Dari uraian singkat di atas, jelas bahwa stok ikan dipengaruhi oleh berbagai factor baik yang berasal dari dalam maupun luar sistem perikanan. Perikanan budidaya yang diharapkan sebagai alternatif sumber produksi ikan, ternyata belum mampu memenuhi harapan. Mengingat masih besarnya ketergantungan sumber ikan dari laut, maka langkah pengelolaan perikanan ke depan harus mempertimbangkan semua aspek yang terlibat dalam sistem perikanan tersebut. Suatu metode pendekatan yang mendekati dengan tujuan tersebut adalah Marine Protected Areas (MPAs). MPAs yangb dilengkapi dengan indikator-indikator yang lebih mudah dipahami dan bernilai secara ekologi diharapkan akan mampu mengembalikan kerusakan ekosistem perikanan yang mengalami kerusakan selama ini.
Daftar Pustaka
    Myers, R.A. and B. Worm, 2003, Rapid world depletion of predatory fish communities, Nature, 423, 280-283.
    Pauly, D., V. Christensen, S. Guenette, T.J. Pitcher, U.R. Sumaila, C.J. Walters, R. Watson, and D. Zeller. 2002, Towards sustainability in world fisheries, Nature, 418, 689-695.
    FAO, 2004. Ovefishing on the increase in Asia-Pacific seas. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2004/49367/index.html
    FAO, 2005. Depleted fish stocks require recovery efforts. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2005/100095/
    Schiermeier, Q., 2004, Climate findings let fishermen off the hook. Nature, 428, 4.
    Naylor, R.L., R.J. Goldburg, J.H. Primavera, N. Kautsky, M.C.M. Beveridge, J. Clay, C. Folke, J. Lubchenco, H. Mooney, and M. Troell, 2000, Effect of aquaculture on world fish supplies, Nature, 405, 1017-1024.
    Alimuddin dan E.S. Wiyono. 2005. Domestikasi laut atau restocking? INOVASI Vol. 5/XVII/November 2005.

Tuesday, April 10, 2018

CARA PENGANGKUTAN IKAN HIDUP

April 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai  dalam usaha perikanan. Harga jual ikan, selain ditentukan oleh ukuran, juga ditentukan oleh kesegarannya. Oleh karena itu, kegagalan dalam pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya, pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengangkutan dalam jarak dekat tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Akan tetapi pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam waktu lama diperlukan perlakuan-perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
A. PENGANGKUTAN SISTEM BASAH
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
(1). Sistem Terbuka
     Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.
(2). Sistem Tertutup
     Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (Berka, 1986).
(1). Kualitas Ikan
     Kualitas ikan yang ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan baik. Ikan yang kualitasnya rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dalam waktu pengangkutan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan yang kondisinya sehat.
(2). Oksigen
Kemampuan ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat toleransi ikan terhadap perubahan lingkungan, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan hasil metabolisme seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk mengukur konsumsi O2 oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2 meningkatikan akan mengkonsumsi O2 pada kondisi stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2 oleh ikan lebih rendah dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2 yang tinggi.
(3). Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi ikan. Suhu optimum untuk transportasi ikan adalah 6 – 8 0C untuk ikan yang hidup di daerah dingin dan suhu 15 – 20 0 untuk ikan di daerah tropis.
(4). Nilai pH, CO2, dan amonia
Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan hidup adalah 7 sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air selama transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang berasal dari eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa nitrogen oleh bakteri pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.
(5). Kepadatan dan aktivitas ikan selama transportasi
Perbandingan antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak boleh lebih dari 1 : 3 . Ikan-ikan lebih besar, seperti induk ikan dapat ditrasportasi dengan perbandingan ikan dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan-ikan kecil perbandingan ini menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih selama transportasi. Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan selalu berusaha melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah dan oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang cukup sbagai alternatif pengganti energi yang digunakan.
Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih  yang disebabkan banyaknya lendir  dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok selama satu hari, isi perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut.
B. Transportasi Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin besar .
Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap .
PEMINGSANAN IKAN
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi ..
Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
1. Pemingsanan dengan penggunaan  suhu rendah .
Metode pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
q  penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukan dalam air yang bersuhu 100 – 150C. Sehingga ikan akan pingsan.
q  Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
2. Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Bahan anestasi yang dapat digunakan untuk pembiusan ikan adalah :
No    BAHAN    DOSIS
1    MS-222    0.05 mg / l
2    Novacaine    50 mg / kg berat ikan
3    Barbitas sodium    50 mg / kg berat ikan
4    Ammobarbital sodium    85 mg / kg berat ikan
5    Methyl paraphynol (dormisol)    30 mg / l
6    Tertiary amyl alcohol    30 mg / l
7    Choral hydrate    3-3.5 g lt
8    Urethane    100 mg / l
9    Hydroksi quinaldine    1 mg / l
10    Thiouracil    10 mg / l
11    Quinaldine    0.025 mg / l
12    2-Thenoxy ethanol    30 – 40 ml / 100 lt
13    Sodium ammital    52 – 172 mg / l
Selain bahan-bahan anestasi sintetik diatas pembiusan juga dapat dilakukan dengan menggunakan zat  caulerpin  dan caulerpicin yang berasal dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp.
Pembiusan  ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu :
1  Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani.
2. Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.
3. Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran
Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap yaitu :
1.  Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernapasan organisme
2.  Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah.
3.  Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel bergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan sehingga bahan anestasi juga harus mudah larut dalam air dan lemak.
3. Pemingsanan Ikan dengan Arus Listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
PENGEMASAN
Pada pengangkutan kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Menurut Wibowo (1993), yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Selanjutnya disebutkan bahwa bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Namun penggunaan karung goni sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang baik. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia.Dari bahan pengisi yaitu sekam padi, serbuk gergaji, dan rumput laut , menururt Wibowo (1993) ternyata sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu :
q  Berongga
q  Mempunyai kapasitas dingin yang memada
q  Tidak beracun, dan
q  Memberikan RH tinggi.
Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya. Sedangkan rumput laut kurang efektif karena menimbulkan lendir dan bau basi selama digunakan

KEBUTUHAN DALAM PENYULUHAN PERIKANAN YANG BERSIFAT DINAMIS

April 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment

Penyuluhan hak asasi warga negara Republik Indonesia;
Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan serta menjaga kelestarian lingkungan;
Untuk lebih meningkatkan peran sektor Kelautan dan Perikanan, diperlukan SDM yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis
Berdasarkan UU n0 16 tahun 2006 tentang sistem Penyuluhan di Indonesia Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan. Negara kita dikaruniai dengan kekayaan alam yang berlimpah, sehingga pemanfaatannya secara optimal akan dapat mendorong tercapainya kualitas hidup manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) dengan jelas menyatakan bahwa: ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, termasuk di dalamnya kekayaan dan sumber daya kelautan dan perikanan. Implikasinya, tujuan pembangunan  kelautan dan perikanan di Indonesia, sesungguhnya untuk kesejahteraan anak bangsa.
Hal ini telah dituangkan dalam visi pembangunan kelautan dan perikanan, yakni Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015. Dalam rangka mencapai visi pembangunan kelautan dan perikanan tersebut diperlukan langkah nyata, terencana, dan terarah dengan pentahapan yang jelas.  Visi tersebut tertuang dalam grand strategy sebagai berikut: (a) memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi, (b) mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, (c) meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan (d) memperluas akses pasar domestik dan internasional dengan sasaran strategi yang didukung oleh kegiatan penyuluhan perikanan untuk menjadikan semua kawasan potensi perikanan menjadi kawasan minapolitan dengan indikator kinerja peningkatan presentase kelompok pelaku utama yang bankable. Berdasarkan hal diatas, penyuluhan perikanan diharapkan mampu menjadi katalisator bagi upaya pembangunan perekonomian masyarakat, khususnya dalam mewujudkan visi pembangunan kelautan dan perikanan diatas.
APA PENGERTIAN PENYULUHAN ITU
Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan, dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal bagi pelaku utama dan/atau pelaku usaha beserta keluarganya.
Penyuluhan perikanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka tahu, mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup;
APA YANG MENJADI TUJUAN DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
Memperkuat pengembangan kelautan dan perikanan, yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan
Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
Memberikan kepastian bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan kelautan dan perikanan
Memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan; dan
Mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan kelautan dan  perikanan
SIAPAKAH PENYULUH PERIKANAN
PENYULUH PEGAWAI NEGERI SIPIL adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup kelautan dan perikanan,  untuk melakukan kegiatan penyuluhan.
PENYULUH SWASTA adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi di bidang penyuluhan.
PENYULUH SWADAYA adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.
PENYULUH NON FUNGSIONAL.Pegawai negeri sipil bukan pejabat penyuluh fungsional yang ditetapkan  oleh pejabat yang berwenang untuk  melaksanakan tugas penyuluhan perikanan
PENYULUH PERIKANAN BANTU Tenaga profesional yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan tugas penyuluhan perikanan dalam suatu ikatan kerja selama jangka waktu tertentu
PENYULUH KEHORMATAN.Seseorang yang bukan petugas penyuluh perikanan yang karena jasanya diberi penghargaan sebagai Penyuluh Kehormatan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan Wakil Masyarakat.
Dalam sistim penyuluhan perikanan Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten.  Artinya bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Disini akan kami informasikan ada 11 prnsip Penyuluhan perikanan menurut mardikanto. Adapun prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Minat dan kebutuhan; artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat, utamanya sebagai pelaku utama dan pelaku usaha.
Organisasi masyarakat bawah; artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan organisasi masyarakat bawah dari setiap keluarga sebagai pelaku utama dan pelaku usaha.
Keragaman budaya; artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya keragaman budaya.
Perubahan budaya; artinya setiap penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya.
Kerjasama dan partisipasi; artinya penyuluhan hanya akan efektif jika menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dicanangkan.
Demokrasi dalam penerapan ilmu; artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawar setiap alternatif.
Belajar sambil bekerja; artinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian harus diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil berbuat, atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.
Penggunaan metode yang sesuai; artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya.
Kepemimpinan; artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepuasan sendiri, tetapi harus mampu mengembangkan kepemimpinan.
Spesialis yang terlatih; artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah mengikuti latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh
Segenap keluarga; artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.
Selanjutnya, Mardikanto (2006) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip dalam metode penyuluhan perikanan, meliputi:
Upaya Pengembangan untuk berpikir kreatif: Prinsip ini dimaksudkan bahwa melalui penyuluhan pertanian harus mampu menghasilkan petani-petani yang mandiri, mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dan mampu mengembangkan kreativitasnya untuk memanfaatkan setiap potensi dan peluang yang diketahui untuk memperbaiki mutu hidupnya.
Tempat yang paling baik adalah di tempat kegiatan sasaran:Prinsip ini akan mendorong petani belajar pada situasi nyata sesuai permasalahan yang dihadapi.
Setiap individu terkait dengan lingkungan sosialnya:Prinsip ini mengingatkan kepada penyuluh bahwa keputusan-keputusan yang diambil petani dilakukan berdasarkan lingkungan sosialnya.
Ciptakan hubungan yang akrab dengan sasaran:Keakraban hubungan antara penyuluh dan sasaran memungkinkan terciptanya keterbukaan sasaran dalam mengemukakan masalahnya.
Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan.
Metoda yang diterapkan harus mampu merangsang sasaran untuk selalu siap (dalam arti sikap dan pikiran) dan dengan sukahati melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan mutu hidupnya sendiri, keluarganya dan masyarakatnya.
Terjadinya perubahan ” context dan content ” pembangunan perikanan dalam ini memberi pengaruh yang sangat besar karena saat ini tidak hanya pelaku utama dan pelaku usaha yang dijadikan sebagai sasaran utama (objek) kegiatan penyuluhan tapi melibatkan pula stakeholder yaitu pelaku agrobisnis. Jadi, penyuluhan perikanan merupakan suatu upaya atau proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang melibatkan petani dan nelayan sebagai pelaku utama dan pelaku usaha.
Secara khusus, penerapan penyuluhan perikanandalam era disentralisasi (lokalita) sebagaimana yang diamanatkan oleh UU sistim penyuluhan  tentang pelaksanaan penyuluhan perikanan spesifik lokalita yang bersifat partisipatif yaitu, pendidikan nonformal  melalui upaya pemberdayaan dan kemampuan memecahkan masalah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah masing-masing dengan prinsip kesetaraan dan kemitraan, keterbukaan, kesetaraan kewenangan, dan tanggung jawab serta kerja sama, yang ditujukan agar mereka berkembang menjadi dinamis dan berkemampuan untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri.
Sumber Referensi:
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Pengembagngan SDMKP
Pusat pengembangan Penyuluhan Perikanan
Diklat Penyuluhan Perikanan

PENGOLAHAN IKAN TUNA MENJADI TAHU TUNA

April 10, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan tuna yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan tuna kaleng harusmemenuhi persyaratan dalam SNI 01-2712.1-1992, yaitu (Eko, H.R dan TeukuMuamar, 2007):1.
Ikan yang digunakan segar atau beku, utuh atau tanpa isi perut. 2.
Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar 3.
Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakanpembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifatalami lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakankesehatan.
Berdasarkan medium jenis medium yang digunakan, produk tuna kaleng dibedakanatas produk tuna in oil dan tunain water/brine (Eko, H.R dan Teuku Muamar, 2007).
Berikut ini adalah proses pengalengan ikan tuna (Eko, H.R dan Teuku Muamar,2007):
1.. Penerimaan bahan baku
Pada tahap pemeriksaan bahan baku diambil 5% untuk dilakukan pengujianterhadap suhu, kadar histamin, kadar garam dan organoleptik. Selain itu,dilakukan pengujian honeycomb, brosis dan parasit dengan menggunakantest pack pada 2 ekor ikan tuna.Bahan baku yang dipindahkan dari mobil pengangkut ke cold storage tidakboleh lebih dari 3 jam. Penyimapanan bahan baku dalam cold storage padasuhu -18 C dan lama penyimpanan maksimal 3 bulan. Sebelum diolah ikantunah harus melalui proses pelelehan terlebih dahulu.
2. Penyiangan Proses ini diawali dengan pemotongan tuna menjadi 7-8 bagian yang terbagimenjadi 4 atau 5 bagian tengah, 1 bagian leher, 1 bagian kepala, dan 1bagian ekor. Kemudian proses dilanjutkan dengan pengambilan isi perut daninsang. Limbah dari proses penyiangan ini biasanya dimanfaatkan menjaditepung ikan.
3. Penyusunan dalam rak Penyusunan bagian-bagian tuna dalam rak dipisahkan berdasarkan bagianbadan, ekor, dan kepala. Pemisahan ini dilakukan karena setiap bagian ikanmemiliki waktu pemasakan pendahuluan ( precooking) yang berbeda.
4. Pemasakan pendahuluan (precooking)
Tujuan dari pemasakan pendahuluan ini adalah untuk memudahkan prosespembersihan daging ikan, mengurangi kandungan air, lemak dan membuatdaging ikan menjadi lebih kompak. Proses pemasakan dilakukan di dalam cooker dengan mengalirkan uap panas. Pengaliran uap panas dihentikanapabila telah mencapai suhu 100 C. Setelah diberi uap panas dilakukanpenyemprotan dengan air agar tekstur menjadi kompak
Bahan-bahan Tahu Tuna
• 1000 potong tahu                          
• 7 kg ikan tuna segar
• 4 kg tepung kanji
Bumbu-bumbu
•  0,5 kg bawang putih
•  2 ons Merica
•  2 Bungkus garam
•  3 plastik es
Cara pengolahan :
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan segera mungkin yaitu dengan cara membuang kepala dan isi perut sebelum daging dipisahkan. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya. Ikan harus disiangi segera mungkin setelah ikan mati karena apabila darahnya mulai beku, maka daging akan mengalami diskolorisasi (perubahan warna) sehingga akan mempengaruhi warna produk akhir. Perubahan warna banyak disebabkan karena perubahan zat warna darah dan zat warna lain. Hemoglobin dan myoglobin yang mula-mula berwarna cerah akan berubah menjadi merah kecoklatan atau coklat karena terbentuknya methemoglobin.
2. Pencucian
Ikan dicuci dengan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan menggunakan air dingin bersih yang mengalir.
3. Pemfilletan dan Pengambilan daging
Ikan yang telah disiangi dan dicuci kemudian di fillet yaitu mengambil dan memisahkan  daging dari kulit dan tulang ikan. Pemfilletan ini dilakukan dengan cara ikan diletakkan di atas talenam, kemudian disayat memanjang dengan pisau pada ekor hingga ke arah kepala.
Selama proses, bahan baku ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu ikan maksimal 5˚C. Daging ikan yang masih menempel di tulang  diambil (dikerok) menggunakan sendok. Proses ini dapat dilakukan menggunakan mesin  maupun secara manual. Daging fillet harus tetap dipertahankan suhunya dengan selalu  menambahkan es. Cara yang paling mudah untuk mendinginkan  ikan adalah dengan menggunakan es. Es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak  mempengaruhi keadaan ikan, serta biayanya murah. Pada prinsipnya, es harus dicampurkan   dengan ikan sedemikian rupa sehingga permukaan ikan bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung lebih cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat.
4. Penghancuran daging/Penggilingan
Daging ikan dihancurkan dengan menggunakan alat penghancur. Proses dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu 00C- 50C. Penggilingan daging ikan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling yang umummya disebut alat penghancur (grinder) selama kurang lebih 5 menit hingga daging ikan hancur dan halus. Penggilingan yang terlalu lama akan menyebabkan tekstur daging ikan lembek sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat dibentuk atau dicetak.
5. Pencucian daging
Proses pencucian meliputi pencucian daging ikan yang dilumatkan dengan air es (air dingin). Dan diberi garam ( ± 0,3 %). Perbandingan ikan dengan air dingin 1: 3 dan perendaman dilakukan selama 15 menit sambil diaduk-aduk. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk memperbaiki warna daging. Hasil pencucian daging menjadi membentuk gel (kenyal), proses pencucian ini akan dapat memperbaiki gel dan juga memperbaiki warna daging. Pencucian akan menghilangkan kandungan protein sakroplasma yang dapat larut dalam air yang tidak bisa membentuk gel, enzim protease, darah atau warna yang dapat merusak penangkapan lemak komponen utama yang menyebabkan oksidasi lemak dan denaturasi protein.
Selama pencucian daging ikan dibersihkan dari darah, lemak, lendir dan protein yang larut dalam air, dengan cara ini warna dan bau daging menjadi lebih baik disamping kandungannya aktomiosinnya meningkat yang dibuat dengan proses pencucian sehingga secara nyata dapat memperbaiki sifat elastisitas produk. Pencucian dengan air es merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan surimi, karena dalam proses pencucian ini komponen nitrogen terlarut, darah dan juga lemak yang ada pada daging lumat akan terbuang, sedangkan protein myofibliar menjadi pekat, sehingga kemampuan membentuk gel meningkat.
Air yang digunakan untuk pencucian haruslah air dingin. Pencucian dengan air kran dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein. Pencucian berulang dilakukan dengan penambahan hancuran es pada saat pencucian agar suhu tetap stabil sekitar 10 oC
Gel berbentuk rekat hasil pencucian mengubah daging bewarna putih, tidak berbau, tidak berlemak dan kenyal, adanya asam amino actin dan myosin yang banyak terkandung dalam protein daging ikan. Apabila protein daging ikan yang sedang dilumatkan ditambah dengan garam (NaCl), maka actin dan myosin ini akan terekstrak dalam bentuk actomyosin yang teksturnya seperti jala. Masa ini disebutsol, yang sifatnya lengket dan adesing, apabila masa sol ini dipanaskan maka akan terbentuk gel, yang memberikan elastisitas.
6. Pencampuran/Pengadonan
Hancuran daging dimasukkan kedalam alat pencampur, ditambahkan garam .dan dicampur hingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya dilakukan penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Adapun bumbu yang dicampurkan ke dalam daging ikan sebagai berikut : garam, tepung tapioka, air es, minyak sayur, gula, bawang putih. Proses ini harus dilakukan dengan cepat dan bersih dan suhu adonan dipertahankan sampai 50C. Cara pencampuran adonan.
7. Pengisian adonan
Tahu yang sudah digoreng dilubangi tengahnya kemudian diisi dengan adonan daging tuna.
8. Perebusan atau pemasakan
Tahu tuna direbus menggunakan panci stainless steel pada suhu 100˚C selama 10 menit.
9. Penirisan
Setelah perebusan, tahu tuna diletakkan di meja untuk penirisan. Penirisan juga sekaligus untuk menurunkan suhu yang biasanya dilakukan dengan alat bantu kipas angin. Proses ini dilakukan hingga  menjadi agak kering dan tidak menyebabkan penguapan setelah   dikemas. Penirisan dilakukan selama 10 – 15 menit.
10. Pengemasan
Tahu tuna dikemas dengan menggunakan plastik HDPE (High Density Poly Etilen) dengan kapasitas sesuai keinginan, kemudian direkatkan dengan electric heatseller. Dipilihnya plastik HDPE karena mempunyai ketebalan yang dapat melindungi produk yang telah dikemas agar tidak rusak selama masih di dalam kemasan.
11. Penyimpanan
Tahu tuna disimpan di dalam freezer dengan suhu -25oC. Penyimpanan produk sebaiknya dilakukan terpisah dari bahan baku (ikan beku).

Sunday, April 8, 2018

MELAKUKAN EVALUASI PARTISIPATIF PADA PELAKU UTAMA PELAKU USAHA

April 08, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di dalam sistem Penyuluhan Perikanan dikenal Sistem Penyuluhan Pertisipatif, belajar dari pengalaman Pelaku Utama dan Usaha Experience Learning Cicle (ELC). Untuk keberhasilan Penyuluhan Perikanan diperlukan evaluasi pelaksanaan, yang sering kali ditafsirkan kata evaluasi sebagai mencari-cari kesalahan, mendiskreditkan, dan memberi penilaian yang buruk.
Oleh karena itu banyak orang dalam sebuah organisasi alergi dengan kegiatan evaluasi. Padahal Evaluasi sebagai bagian dari manajemen yang sering kali dilupakan, dipakai hanya sebagai ”alat cuci piring setelah pesta usai”, dan dianaktirikan, bahkan dihindari. Mungkin disebabkan pengalaman buruk yang sukar dilupakan ketika praktik evaluasi dimaknai dan dilakukan sebagai upaya bukan untuk memperbaiki kinerja dan memberikan yang terbaik untuk organisasi dan kelompok penerima manfaat dari program kerja organisasi. Disamping itu kurangnya informasi peranan evaluasi, tidak tahu manfaat, dan tidak mengenal  cara melaksanakannya.
Mengapa orang enggan melakukan evaluasi, diantaranya:
1. Tidak tahu peranan evaluasi, takut ada kesalahan yang diketemukan, takut akan kegagalan
2. Pengelola kegiatan, program atau proyek tidak terbuka (transparan)
3. Tidak punya skill dalam evaluasi
4. Terlalu sibuk tidak ada waktu
5. Biaya tidak dianggarkan atau anggaran terbatas, rancangan proyek lemah atau buruk
I. APA ITU EVALUASI.
Sudah banyak rumusan evaluasi yang di kemukakan oleh para ahli dan praktisi manajemen dan evaluasi. Ada beberapa definisi evaluasi antara lain :
1. Evaluasi adalah menilai dampak dari serangkaian kerja dan tingkat yang sudah dicapai dalam rentang waktu tertentu. (Toolkits. A Practical Guide to Assessment, Monitoring, Review dan Evaluation. Save the Children: 1999)
2. Berupaya mengukur relevansi, efisiensi dan efektivitas program. Ia mengukur apakah atau seberapakah masukan atau layanan program telah memperbaiki kualitas kehidupan manusia. (Bahan Bacaan Pelatihan Monitoring dan Evaluasi, diselenggarakan oleh CSSP untuk NGO-NGO mitra CSSP-USAID di Jakarta, 2002)
3. Kegiatan yang dibatasi waktu, yang bertujuan untuk menilai sesuatu hal dengan perbandingan pada serangkaian kriteria tertentu (hasil yang diharapkan).(Herizal, Nori, dan Fatima. Manual Pemantauan dan Evaluasi. CSSP: Agustus 2004)
Dari ketiga rumusan di atas dapat dilihat kata kunci evaluasi adalah menilai dan mengukur relevansi, efektivitas, efisiensi, dan dampak suatu program dengan kriteria tertentu. Evaluasi bukanlah menilai kinerja personal atau kapasitas organisasi. Meski keduanya mempengaruhi hasil hasil-hasil program. Untuk menilai kinerja personal (staf) dan organisasi perlukan cara dan alat lain, seperti asesmen.  Istilah evaluasi seringkali dikacaukan dengan istilah asesmen, kajiulang (review), dan monitoring dalam pelaksanaannya.
Apa Beda Evaluasi dengan Asesmen, Review, dan Monitoring? Walaupun ketiganya merupakan alat manajemen untuk menilai dan mengukur, tapi mereka berbeda satu sama lain. Mari kita bandingkan:
Asesmen (assessment) adalah sebuah proses mengidentifikasi dan memahami sebuah masalah dan perencanaan serangkaian tindakan-tindakan untuk dilakukan. Hasil akhirnya adalah memiliki rencana kegiatan yang jelas dan realistik yang dirancang untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Monitoring adalah penilaian (assessment) secara sistematis dan terus-menerus kemajuan kegiatan yang dilaksanakan. Monitoring sebagai alat manajemen dasar dan universal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program. Tujuannya adalah membantu semua orang yang terlibat dalam program membuat keputusan yang tepat pada saat yang tepat dan untuk memperbaiki kualitas pekerjaan. Informasi hasil monitoring digunakan sebagai bahan evaluasi. Hasil evaluasi merupakan bahan untuk perencanaan. Jadi Sukar melakukan evaluasi tanpa melakukan monitoring.
Kaji ulang (review) adalah menilai kemajuan rangkaian pekerjaan dalam rentang waktu tertentu. Tujuan utama (basic pupose) kaji ulang adalah melihat lebih dekat perjalanan suatu program dibandingkan melalui proses monitoring. Review dapat dilaksanakan untuk melihat aspek-aspek yang berbeda dari serangkaian kegiatan, dan dapat menggunakan seperangkat kriteria untuk mengukur kemajuan.
II. Mengapa Evaluasi Penting
Evaluasi adalah penilaian yang sistematis mengenai relevansi, progres, efisiensi, efektivitas, dan dampak dari suatu program penyuluhan perikanan. Evaluasi penting dilakukan dengan banyak alasan, seperti di bawah ini:
1. Memantau kemajuan dari suatu program
2. Memperlihatkan efektivitas program, termasuk efisiensi biaya
3. Menyediakan umpan balik kepada siapa pun yang terlibat dalam program, memastikan komitmen dengan tindakan
4. Memahami bagaimana sebuah inisiatif (program) berjalan, membangun kerjasama, menilai dampak
5. Sebagai pedoman bagi pengelola sebuah program
III.   Apa Saja Pendekatan dalam Evaluasi
Pendekatan yang lazim dipakai dalam melakukan evaluasi, antara lain :
1. Pendekatan konvensional
2. Pendekatan partisipatif.
Evaluasi  Konvensional
Evaluasi  Partisipatoris
Siapa yang merencanakan dan mengelola proses
Ketua, penasehat
Pengurus kelompok bersama dibantu anggota yang dipilih
Perananstakeholder Utama (Kelompok sasaran)
Pelaku utama hanya memberi informasi, bahkan sering tidak diterlibatkan
Pelaku utama dan usaha mendesain, mengadaptasi metodologi, mengumpulkan dan menganalisis, menyebarluaskan temuan dan mengaitkannya dengan tindakan, partisipasi
Bagaimana sukses diukur
Ditentukan dari luar, terutama indikator kuantitatif
Indikator ditentukan secara internal, termasuk penilaian yang lebih kualitatif
Pendekatan
Ditentukan sebelumnya
Adaptif, partisipatif
Fokus
Akuntabilitas
Pembelajaran
Metode
Metode formal
Metode partipatif
Outsiders
Evaluator
Fasilitator
Bagaimana Memulai Evaluasi Partisipatif.
Rencana evaluasi menentukan, antara lain :
1. Apa (data)
2. Bagaimana (metode)
3. Siapa (orang/tim)
4. Seberapa sering (jadual)
Apa saja elemen lingkup kerja evaluasi.
Lingkup kerja evaluasi, antara lain :
1. Memutuskan pendekatan evaluasi partisipatif yang baik.
Evaluasi partisipatif secara khusus bermanfaat ketika ada pertanyaan-pertanyaan tentang kesukaran-kesukaran implementasi atau pengaruh atau akibat program pada mitra-mitra, atau ketika informasi diinginkan tentang pengetahuan pelaku utam dan usaha dari goal program atau pandangan mereka tentang progres diperlukan.
2. Aspek yang Dievaluasi: kegiatan, hasil, dan sasaran strategis.
Apa yang akan dievaluasi, mungkin satu kegiatan tunggal atau serangkai kegiatan yang saling berkait untuk mencapai hasil tertentu. Mungkin juga evaluasi dilakukan terhadap strategi lebih luas untuk mencapai sasaran strategis tertentu.
3. Unsur-unsur yang dievaluasi biasanya meliputi :
Unsur-Unsur Evaluasi
Perencanaan
  Tujuan
  Sasaran
  Kegiatan
  Jadual
  Asumsi
Dukungan
  Struktur program atau proyek
  Sistem keuangan
  Sistem adminsitrasi
  Sistem informasi
  Kepemimpinan
  Keterampilan staf
Implementasi
  Kegiatan
Pemantauan
  Pemantauan
Prestasi
  Keluaran (outputs) dan hasil
  Sasaran dan akibat
  Tujuan dan dampak
  Asumsi
Hubungan Eksternal
  Hubungan dengan donatur, jika ada
  Hubungan dengan sakeholder lain.
4. Latar Belakang
Latar Belakang adalah penjelasan singkat tentang riwayat dan status kegiatan atau program saat ini, organisasi pelaksana kegiatan dan pihak yang terlibat, informasi,  tambahan lain yang membantu tim evaluasi memahami laar belakang dan konteks dari kegiatan yang akan dievaluasi
5. Sumber informasi yang tersedia
Sebutkan sumber informasi yang tersedia, informasi yang relevan menggambarkan kinerja. Misalnya, sistem pemantauan kinerja atau laporan evaluasi sebelumnya. Jika ada keterangan mengenai jenis data yang tersedia, jadwal kerja, dan uraian tentang mutu dan keterandalan pekerjaan; tim evaluasi akan lebih muda bekerja dengan menggunakan data yang sudah tersedia.
6. Tujuan Evaluasi
Ada beberapa tujuan umum evaluasi antara lain :
1. Seberapa besar hasil yang diperoleh sesuai atau tidak sesuai dengan harapan
2. Melihat apakah kebutuhan dari berbagai kelompok khusus (jender, umur, kelompok etnis, status sosial, dll) sudah terpenuhi?
3. Mendaftar dan mempelajari dampak-dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan.
4. Melihat keberlanjutan kegiatan dan hasilnya
5. Belajar dari pengalaman pelaku lainnya mungkin berguna

PEMANFAATAN ANTIOKSIDAN PADA Caulerpa sp (LATOH) DENGAN TEKNIK PEMBUATAN PERMEN JELLY

April 08, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi lingkungan yang buruk  seperti polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet yang diproduksi sinar matahari, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita dapat berbahaya dan berakibat fatal. Salah satu akibat dari kondisi lingkungan yang buruk tersebut adalah dengan meningkatnya stres oksidatif pada manusia. Stres oksidatif terjadi karena keberadaan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh manusia.
Radikal bebas pada manusia dapat diatasi dengan antioksidan. Ketidakseimbangan radikal bebas (redox homeostasis) terjadi karena pembentukan radikal bebas dengan sistem scavenging (antioksidan) menghasilkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. Stres oksidatif dapat mengakibatkan kerusakan sel atau sel dapat bertoleransi terhadap stres oksidatif yang bersifat ringan melalui pengaturan kembali sintesis antioksidan (Tedjapranata, 2008).  Antioksidan juga dapat didefinisikan sebagai setiap senyawa yang jika ada dalam jumlah yang lebih sedikit mampu menghambat senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi (Halliwel & Gutteridge, 1989).
Manusia membutuhkan antioksidan yang berasal dari luar tubuhnya untuk menangkal efek negatif dari radikal bebas. Dewasa ini telah banyak digunakan antioksidan untuk kepentingan kesehatan manusia, baik sintetis maupun alami. Ketakutan efek toksik serta sifat karsinogenik dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami lebih banyak diminati oleh konsumen (Matanjun et. al, 2008).
Caulerpa sp. (latoh) adalah salah satu contoh ganggang laut yang dapat dikonsumsi. Cita rasa yang dimiliki sangat khas. Masyarakat Rembang mengkonsumsi tumbuhan tersebut ranpa dimasak, tetapi disajikan dalam bentuk ”trancam”. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, khlor. silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsur-unsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements, tepung, gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K.
Kandungan gizi yang terdapat pada rumput laut sangat kompleks, seperti kandungan kalsium dan vitamin D, kalsium dapat terserap dengan baik jika ada vitamin D. adanya kandungan  iodin pada rumput laut juga  sangat bermanfaat bagi tubuh. Dengan menggunakan panganan yang berasal dari rumput laut yang mengandung yodium akan  membantu  mengurangi resiko terjadinya GAKY (gangguan akibat kekurangan yodium) yang merupakan salah satu dari 4 masalah gizi terbesar di Indonesia. Yodium bermanfaat untuk perkembangan syaraf dan pembentukan sel otak terutama pada anak-anak. Kekuarangan  yodium akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan terutama pada kecerdasan anak dan perkembangan anak, kekurangan yodium juga akan berdampak gangguan pada perkembangan janin pada ibu hamil, keguguran, dan  kematian  janin pada kandungan
- See more at: http://sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Aktivitas/Jelajah-Gizi/URAP-LATOH-MAKANAN-KHAS-PESISIR-LASEM-PEMBASMI-3-MASALAH-GIZI-TERBESAR-DI-INDONESIA#sthash.6DMjVDLH.dpuf
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan spesies Caulerpa sp. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan di perairan Mediterania (Cavas dan Yurdakoc, 2005) dan Malaysia (Chew et. al, 2006; Matanjun et al, 2008) dengan hasil bahwa ternyata Caulerpa sp. ternyata cukup berpotensi untuk digunakan sebagai sumber antioksidan alami. Pengujian status antioksidan dilakukan secara enzimatis maupun secara kimiawi.
Antioksidan yang digunakan dalam pengolahan pangan harus memenuhi syarat-syarat: dapat larut dalam lemak ; tidak memberikan bau; rasa maupun warna pada makanan; harus efektif paling tidak satu tahun pada suhu kamar (250-300 C); harus stabil terhadap suhu pengolahan dan melindungi produk (carry through effect), harus mudah bercampur; harus efektif pada konsentrasi rendah (Santosa, 2006).
Pengolahan Caulerpa sp. sebagai bahan campuran pembuatan permen jelly dengan bahan dasar Euchema sp. merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar pemanfaatan kandungan antioksidan dalam Caulerpa sp. tetap terjaga meskipun telah melalui berbagai proses pengolahan.
B. Masalah
Bagaimana cara mengolah Caulerpa sp ( latoh ) menjadi makanan yang lebih disukai masyarakat dengan  tetap memperhatikan kandungan antioksidan di dalamnya?
Latoh adalah sejenis rumput laut dengan nama lainnya adalah Caulerpa dari kelompok Chlorophyceae (alga hijau). Jenis rumput laut ini dikenal sebagai lalapan, salad atau sayuran yang sangat diminati oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Seperti Jepang, Korea, China, dan beberapa negara Eropa.
Beberapa spesies terutama Caulerpa lentillifera dan C. racemosa biasa dimakan dan disebut dengan nama "kaviar hijau", atau "anggur laut", namun di Natuna Caulerpa lentillifera di sebut dengan Latoh Miyang (Miyang artinya gatal) dan C. racemosa adalah Latoh Dees (Dees artinya pedas). Keduanya memang memiliki rasa yang pedas, namun menurut masyarakat Natuna Latoh yang paling enak adalah Latoh Miyang, karena selain biji buah lebih kecil begitu juga batangnya, akan tetapi rasanya juga lebih enak dari Latoh Dees karena tidak terlalu pedas.
Caulerpa Racemosa
Caulerpa Lentillifera
Latoh atau anggur laut biasa dimakan dalam masakan Indonesia, biasanya Latoh di makan dalam keadaan segar bisa di buat lalapan, salad ataupun sayuran lainnya. Di negara Malaisya bagian Sabah biasa menyebutnya Latok dan Filipina menyebutnya dengan Lato.
Untuk Latoh jenis Caulerpa Lentillifera sangat di minati di beberapa negara Asia seperti Jepang, Korea dan China. Pasar ekspor Caulerpa saat ini cukup terbuka meski di beberapa negara seperti Jepang sudah mengembangkan budidayanya. Rumput laut yang juga dikenal sebagai lawi-lawi atau latoh ini masuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah yang hidup dengan menempel pada substrat pasir.
Caulerpa, selain sebagai konsumsi juga digunakan sebagai obat pada beberapa jenis penyakit. Hal ini karena Caulerpa mengandung zat antibakteri, antimikroba, antijamur, serta zat bioaktif untuk penyakit tekanan darah tinggi dan tumor.
Kandungan klorofil (zat hijau daun) rumput laut ini bersifat antikarsinogenik. Juga kandungan serat, selenium, dan seng yang tinggi pada rumput laut ini bisa mereduksi (mengurangi) estrogen (jenis hormon).
Disinyalir bahwa level estrogen yang terlalu tinggi bisa mendorong timbulnya kanker. Selain itu Caulerpa juga digunakan dalam penggunaan di akuarium untuk ikan hias yang berasal dari laut, sebagai hiasan yang bisa menstabilkan kualitas air dalam akuarium.
Untuk ciri-cirinya, berwarna hijau dengan thallus (cabang) berbentuk lembaran, batangan, dan bulatan. Selain itu memiliki tekstur lunak keras dan siphonous. Dengan rumpun berbentuk percabangan dari yang sederhana sampai yang kompleks sebagai representatif dari akar, batang, dan daun yang menjalar.
Sedangkan dalam perkembangbiakannya, terjadi dengan perkawinan gamet, spora, dan fragmentasi thallus atau vegetatif.
Untuk makanan olahan Latoh segar baik lalapan ataupun salad silahkan juga baca:
1. Tujuan umum :
Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi keanekaragaman hayati dari laut. Berbagai manfaat yang terkandung dalam tumbuhan laut perlu dimaksimalkan untuk mendukung kualitas hidup manusia.
a. Mengetahui kadar air, gula total, serat kasar, dan zat anti oksidan pada permen jelly Caulerpa sp ( latoh ).
b. Mengolah Caulerpa sp ( latoh ) menjadi makanan yang lebih digemari masyarakat.
c. Membandingkan kadar antioksidan Caulerpa sp ( latoh ) sebelum dan sesudah diolah menjadi permen jelly.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
   Secara teoritis, dari penelitian ini kita dapat :
a. Mengetahui cara pengujian kandungan anti oksidan pada Caulerpa sp ( latoh ).
b. Mengetahui manfaat anti oksidan
c. Mengetahui mekanisme kerja anti oksidan dalam melawan sel kanker.
d. Mengetahui mekanisme pengawetan makanan dengan cara penggulaan
2. Manfaat praktis :
a. Manfaat bagi masyarakat umum : mendapatkan makanan baru sebagai sumber anti oksidan yang murah dan digemari.
b. Industri makanan : mendapatkan koleksi baru makanan sehat dan siap saji yang siap beredar.
Oleh :
Sigit Harya Hutama

MENGENAL BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer, Bloch)

April 08, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 2 comments
Indonesia  memiliki  potensi  sumber  daya  perairan  yang  sangat besar, terdiri dari beribu pulau dan dua per tiga perairan. Untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan  nama seabass/Baramundi  merupakan  jenis  ikan  yang  mempunyai  nilai  ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan  FAO/UNDP  melalui  Seafarming  Development  Project  INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru  pada  awal  1989  kakap  putih  dengan  sukses  telah  dapat  dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
BIOLOGI
Dari berbagai jenis ikan tersebut diantaranya ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup  besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan  kakap  putih  termasuk  dalam  famili  Centroponidae,  secara  lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum            : Chordata
Sub phillum  :  Vertebrata
Klas                 : Pisces
Subclas            : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Famili              : Centroponidae
Genus              : Lates
Species            : Lates calcarifer (Block)

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f.  Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
PEMILIHAN LOKASI
Sebelum  kegiatan  budidaya  dilakukan  terlebih  dahulu  diadakan  pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya  ikan  kakap  putih.  Secara  umum  lokasi  yang  baik  untuk  kegiatanusaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman  air  yang  baik  untuk  pertumbuhan  ikan  kakap  putih  berkisar antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f.  Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
 Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
-           Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
-           Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
-           1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit:      Kerangkan       berfungsi         sebagai            tempat peletakan kurungan.
-           Bahan: Bambu atau kayu
-           Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
-           Jenis: Drum (Volume 120 liter)
-           Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
-           Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
-           Jumlah : 4 buah
-           Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f.  Pakan yang digunakan: ikan rucah g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
Kerangka ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2.
PELAKSANAAN BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang- kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut.  Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Saturday, April 7, 2018

MENGENAL BUDIDAYA IKAN TAWES (Barbonymus goniono Bleeker)

April 07, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan tawes (Barbonymus goniono Bleeker), 1850 merupakan salah satu jenis ikan sungai yang biasa dikonsumsi di daerah Asia Tenggara. Ikan tawes mempunyai ukuran tubuh sedang dan mudah dibudidayakan di kolam-kolam.
Menurut catatan FAO, ikan ini pernah diintroduksi ke Filipina (1956) dan ke India (1972). Ikan ini masih berkerabat dengan ikan nilem. Pieter Bleeker telah mengidentifikasi hewan ini pada abad ke-19 dan memberi nama berbeda untuk yang ditemukan di Indonesia (Barbus gonionatus, dengan alternatif Puntius gonionatus, Barbonymus gonionatus, serta Barbodes gonionatus, 1850), dan di Jawa (Barbus javanicus, dengan alternatif Puntius javanicus, 1855). Garibaldi (1996) merevisi P. gonionatus sebagai Barbus gonionatus], namun Kottelat (1999) merevisi kembali dengan menggabungkan kedua spesies dengan dua spesies lain sebagai satu spesies, Barbonymus gonionatus. Nama terakhir ini adalah nama yang dianggap valid.
Nama-nama lainnya, di antaranya lawak, lalawak (melayu); turub hawu (Sunda.); dan tawes, badir (Jawa.). Ada juga yang menyebutnya lampam jawa. Dalam bahasa Inggris, ikan ini dinamai Java Barb, Silver Barb, atau juga Tawes. Ikan ini juga masih berkerabat dengan ikan nilem.
Klasifikasi Ilmiah Ikan Tawes
  Kerajaan : Animalia
  Filum : Chordata
  Kelas : Actinopterygii
  Ordo : Cypriniformes
  Famili : Cyprinidae
  Genus : Barbonymus
  Spesies : Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1850); Barbus gonionotus Bleeker, 1850; Barbus javanicus Bleeker, 1855; Barbus koilometopon Bleeker, 1857; Puntius jolamarki Smith, 1934; Puntius viehoeveri Fowler, 1943
Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala kecil, moncung meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang.
Di alam, tawes ditemukan hidup di jaringan sungai dan anak-anak sungai, dataran banjir, hingga ke waduk-waduk. Agaknya ikan ini menyukai air yang diam menggenang. Tercatat pula migrasi ikan ini meski tidak terlampau jauh, yakni dari sungai besar ke anak-anak sungai, saluran, dan dataran banjir, khususnya di awal musim hujan. Penyebaran alaminya tercatat di Sungai Mekong, Chao Phraya, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa.
budidaya ikan tawes
Tawes bersifat herbivora, utamanya memakan tumbuh-tumbuhan seperti Hydrilla, aneka tumbuhan air, dan daun-daunan yang terjatuh ke sungai. Tawes mau juga memangsa aneka invertebrata. Suhu air yang ideal untuk hidupnya antara 22-28 °C.
Sifatnya sebagai herbivora dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma air. Penelitian yang dilakukan di Danau Maninjau, Sumatera Barat, mendapatkan bahwa ikan tawes dan nilem yang tidak diberi pakan secara khusus telah memakan aneka fitoplankton yang terdapat di danau, sehingga jenis-jenis ikan ini berpeluang untuk digunakan sebagai pembersih air danau
Meski sebenarnya ikan tawes adalah ikan yang termasuk herbivore atau pemakan tumbuhan, namun ikan tawes yang sudah dikembang biakkan di kolam dapat diberi makan pelet atau makanan alami berupa daunt talas. Perkembangan ikan di kolam akan jauh lebih cepat karena pola makan yang cukup dan teratur dan tujuannya adalah sebagai ikan konsumsi menyebabkan ikan tawes jarang di gunakan sebagai ikan pancingan di kolam–kolam pancing.
Ikan ini termasuk satu dari lima jenis ikan air tawar terpenting dari pemeliharaan di Thailand. Sebagaimana ikan nila, tawes mudah dipelihara tanpa memerlukan teknik yang rumit dan mahal, menjadikannya ikan kolam yang populer di Bangladesh. Taksiran produksi ikan tawes dari pemeliharaan di wilayah Asia Tenggara dan Bangladesh adalah lebih dari 50.000 ton di tahun 1994.1.                   PENDAHULUAN
Penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah cukup dan kontinyu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budidaya ikan konsumsi. Usaha pembenihan banyak dilakukan di suatu wilayah jika didukung ketersediaan air yang cukup, baik musim kemarau maupun penghujan.  Disamping  itu  usaha  pembenihan dirasa lebih rnenguntungkan karena waktu yang  digunakan  relatif  singkat kurang lebih 3 minggu - 1 bulan, serta pemasarannya pun mudah.
Pembenihan ikan tawes ada beberapa cara yaitu pembenihan ikan di kolam, pembenihan di sawah dan pembenihan di hapa. Pengalaman pembenihan ikan tawes  di kolam yang dilakukan ternyata cukup menggembirakan.
A.  PEMILIHAN INDUK
1.  Untuk mendapatkan benih yang berkualitas dan jumlah yang banyak dalam pembenihan Tawes perlu dipilih induk yang baik dengan ciri-ciri :
a.  Letak lubang dubur terletak relatif lebih dekat ke pangkal ekor
b.  Kepala relatif lebih kecil dan meruncing
c.  Sisik-sisiknya besar dan teratur
d.  Pangkal ekor lebar dan kokoh
2.  Pada umumnya ikan tawes jantan mulai dipijahkan pada umur kurang lebih 1 tahun, dan induk tawes betina pada umur kurang lebih 1,5 tahun. Untuk mengetahui bahwa induk ikan tawes telah matang kelamin dan siap untuk dipijahkan dengan tanda-tanda sebagai berikut :
a.  Induk betina
- Perutnya mengembang kearah genetal (pelepasan) bila diraba lebih lembek
- Lubang dubur berwarna agak kemerah-merahan
- Tutup insang bila diraba lebih licin
- Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan kehitam- hitaman.
b.  lnduk jantan
-  Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan berwarna
   keputih-putihan (sperma)
- Tutup insang bila diraba terasa kasar
B. PERSIAPAN KOLAM
1. Kolam pemijahan ikan tawes sekaligus merupakan  kolam  penetasan  dan kolam  pendederan. Sebelum dipergunakan  untuk pemijahan,  kolam dikeringkan.
2. Perbaikan pematang dan dasar  kolam dibuat  saluran memanjang (caren/kamalir) dari pemasukan air kearah pengeluaran air dengan lebar 40 cm dan dalamnya 20-30 cm.
C. PELEPASAN INDUK
1.  Induk ikan  tawes yang telah terpilih untuk dipijahkan  kemudian  diberok, pemberokan dengan penempatan induk jantan dan betina secara terpisah selama 4-5 hari
2.  Setelah diberok kemudian induk ikan dimasukkan ke kolam pemijahan yang telah dipersiapkan
3.  Pemasukan induk ke kolam pada saat air mencapai kurang lebih 20 cm
4.  Jumlah induk yang dilepas induk betina 25 ekor dan induk jantan 50 ekor
5.  Pada sore hari kurang lebih pukul 16.00 air yang masuk ke kolam diperbesar sehingga  aliran air lebih deras.
6.  Biasanya induk ikan tawes memijah pada pukul 19.00-22.00
7.  Induk yang akan memijah biasanya pada siang hari sudah mulai berkejar- kejaran di sekitar tempat pemasukan air.
D.   PENETASAN TELUR
1.  Setelah induk ikan tawes bertelur, air yang masuk ke kolam diperkecil agar telur-telur tidak terbawa arus, penetasan dilakukan di kolam pemijahan juga
2.  Pagi hari diperiksa bila ada telur-telur yang rnenumpuk di sekitar kolam atau bagian lahan yang dangkal disebarkan dengan mengayun-ayunkan sapu lidi di dasar kolam
3.  Telur ikan tawes biasanya menetas semua setelah 2-3 hari
4.  Dari ikan hasil penetasan dipelihara di kolam tersebut selama kurang lebih 21 hari.
E.   PEMUNGUTAN HASIL BENIH IKAN
1.   Panen dilakukan pada pagi hari
2.   Menyurutkan/mengeringkan kolam
3.   Setelah benih berada dikamalir/dicaren,  benih ditangkap  dengan menggunakan waring atau seser
4.   Benih ditampung di hapa yang  telah ditempatkan  di  saluran air  mengalir dengan aliran air tidak deras
5.   Benih lersebut selanjutnya dipelihara lagi di kolam pendederan atau dijual.
F.    PENDEDERAN
1.    Mula-mula kolam dikeringkan selama 2-3 hari
2.    Perbaikan pematang, pembuatan caren/saluran
3.    Dasar kolam diolah dicangkul, kemudian dipupuk dengan Urea & SP 36 1 0 gr/m2 dan pupuk kandang 1 - 1,5 kg/m2 tergantung kesuburannya.
4.    Setelah kolam dipupuk kemudian diairi setinggi 2-3 cm dan dibiarkan 2-3 hari kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit sampai kedalaman 50 cm
5.    Kemudian benih ditebar di kolam pendederan dengan padat tebar  10-20 ekor/m2
6.    Pemeliharaan dilakukan kurang lebih 3 minggu - 1 bulan.
7.    Selanjutnya dapat dipanen dan hasil benih dapat dijual atau ditebar lagi di kolam pendederan II.

PENYAKIT KEMBUNG PADA IKAN LELE DAN PENGOBATANYA

April 07, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Sekarang banyak sistem budidaya ikan lele dengan berbagai wadah, di antaranya adalah kolam terpal. Dengan luasan 3 X 6 atau 5 X 7 m maka sudah bisa melaksanakan budidaya ikan lele. Dalam menjalankan usaha budidaya lele, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Salah satu usaha yang bisa kita tempuh untuk menangguangi masalah penyakit, atau masalah nonteknis berupa penyakit adalah mencegah agar penyakit tersebut tidak menular lebih parah lagi.
Apabila dalam budidaya ikan lele terinfeksi penyakit, maka akan sulit sekali untuk bisa mengembalikan kondisinya seperti sediakala. Apabila dipaksakan untuk dipelihara atau dibesarkan, maka diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai ukuran tertentu. Bahkan sering kali akan dua sampai tiga kali lebih lama daripada lele yang kondisinyanya sehat.
Penyakit menyebabkan lele kehilangan selera makan, sehingga sulit untuk besar. Selain itu, ikan yang telah terinfeksi penyakit membutuhkan masa pemulihan yang cukup lama untuk sembuh. Bahkan mungkin sebelum dipanen, sebagian atau seluruh lele akan mati secara bertahap dan akhirnya mati secara total
Seandainya masih ada yang tersisa atau selamat, kernungkinan tingkat keberhasilannya sangat kecil. Bahkan jika diteruskan, pembudidaya akan mengalami kerugian yang lebih besar, baik menyangkut waktu, uang, dan tenaga.
Agar hasil panen lele maksimal, pencegahan merupakan keharusan dan kata kunci yang perlu dipahami dengan balk oleh pembudidaya. Ada tiga usaha pencegahan dalam budi daya lele, yaitu pencegahan dari bibit penyakit, menjaga agar kualitas air tetap baik, dan pencegahan agar penyakit tidak menular.
a. Pencegahan Terhadap Bibit Penyakit
Kegiatan ini merupakan suatu usaha sanitasi yang di laksanakan pada tahap awal proses budi daya atau pada setiap akhir panen lele, Tujuannya, agar lele tidak terinfeksi bibit penyakit yang disebabkan oleh jasad renik, seperti jamur, bakteri yang menempel atau tinggal di dinding kolam.
Penanganan sederhana seperti ini jauh lebih mudah, efisien, dan efektif daripada harus mengobati ikan yang sudah terserang penyakit. Berikut ini langkah-langkah pencegahan agar tele terhindar dari bibit penyakit.
1.      Sterilkan kolam pada tahap awal budi daya menggunakan sabun cud cair, lalu rendam dengan kaporit. Bilas dengan air hingga bersih.
2.      Rendam langsung bibit yang baru ditebar ke dalam kolam pembesaran yang telah diberi garam. Misalnya, untuk kolam berukuran 2 x 3 x 0,6 in dengan ketinggian air 10­15 cm, cukup diberi 2-3 genggam garam dapur.
3.      Jaga agar air kolam tetap bersih dengan mengganti air secara rutin
4.      Hindari pemberian pakan yang berlebihan.
5.      Hindari membeli bibit yang sudah terserang penyakit. Hindari penggunaan afar bantu budi daya yang tercemar penyakit. Sebaiknya, rendam peralatan tersebut dalam larutan kaporit selama semalam sebelum digunakan. Cuci dan bias peralatan hingga bersih, sebelum digunakan kembali.
6.      Kuras dan cuci kolam pada setiap akhir panen menggunakan sabun cuci cair, lalu rendam dengan larutan kaporit selama semalam. Bilas dengan air hingga bersih sebelum digunankan kembali.
7.      Menjaga Kualitas Air, kualitas air yang buruk (kadar asam tinggi dan kotor) merupakan sumber berbagai jenis penyakit. Agar kualitas air baik dan sesuai dengan syarat hidup lele, hindari pemberian pakan yang berlebihan dan ganti air secara berkala sesuai dengan usia lele. dalam menjaga kualitas air, pembudidaya juga harus memahami cara penggantian air berdasarkan usia benih.
Lele yang masih kecil atau berupa benih memerlukan penggantian air yang lebih sering jika dibandingkan dengan lele yang sudah cukup besar. LJntuk lele berumur di bawah satu bulan, airnya harus diganti setiap hari. Sebaliknya, untuk lele yang berusia di atas satu bulan atau bibit yang siap dibesarkan, penggantian airnya disesuaikan dengan tingkat kepadatan lele dalam kolam.
Semakin padat penebaran lele, air harus diganti sesering mungkin. Volume air harus ditambah secara bertahap agar lele mempunyai cukup ruang untuk bergerak. Indikator penggantian air juga bisa dilihat dad tingkat kekeruhan air kolam. Jika air kolam sudah keruh dan banyak lele yang cenderung berada di permukaan, tandanya air harus segera diganti.
Untuk menjaga agar kolam steril dari bibit penyakit, setiap akhir panen kuras kolam secara total. Cuci dan sikat menggunakan sabun cair, karena sabun ini memiliki daya bersih yang lebih tinggi dibandingkan sabun lainnya. Setelah selesai, bilas kolam dengan air bersih, hingga bau sabun hilang.
Sementara itu, untuk meningkatkan sanitasi kolam dan membunuh berbagai bibit penyakit, rendam kolam menggunakan kaporit. Untuk kolam berukuran 2 x 3 m dengan ketingian air 10-15 cm, cukup menggunakan 2-3 genggam kaporit. Selain harganya yang murah, kaporit bisa digunakan beberapa kali.
Lama perendaman kolam dengan kaporit cukup satu malam. Perendaman boleh lebih dari semalam, tetapi hal ini tidak terlalu berpengaruh karena kaporit merupakan suatu zat antibakteri dan jamur yang sangat efektif dan bekerja sangat cepat.
Setelah direndam satu malam atau lebih, kuras air kaporit dalam kolam sampai habis, lalu bilas menggunakan air bersih hingga bau kaporit hilang. Kolam bisa digunakan kembali untuk kegiatan budi daya dan dijamin penyakit pun hilang. Menjaga kualitas air adalah cara yang paling efektif untuk mencegah munculnya berbagai bibit penyakit.
Cara pencegahan agar benih penyakit Tidak Menular
Pencegahan jauh lebih baik daripada pengobatan. Namun, bila penyakit terlanjur menyerang lele, perlu upaya untuk mencegah agar penyakit tidak menular lebih luas lagi.
Pengobatan hanya bisa dilakukan pada lele yang diketahui secara dini terserang penyakit. Sebaliknya, jika sudah terserang penyakit pada tingkat yang parah, sebaiknya lele tersebut dibuang dan dimusnahkan. Walaupun diobati, lele tidak akan sembuh dan pasti akan mati.
Sebenarnya istilah pengobatan yang digunakan di alas kurang tepat. Istilah yang benar adalah mencegah penyakit agar tidak menyebar. Mengapa? Karena sebagian lele yang sudah tertuiar penyakit akan tetap mati atau tidak bisa diobati. Penanganan tersebut hanya bisa mengurangi tingkat kematian lele.
Kini, memang ada obat-obatan yang dapat mengurangi penyebaran penyakit, tetapi tidak bisa menjamin lele yang telah tercemar penyakit tersebut bisa sembuh total. Sebagian mungkin masih bisa diselamatkan, dengan risiko tingkat kegagalannya pun sangat tinggi.
Andaipun bisa hidup, perkembangannya tidak akan maksimal lagi. Bahkan, bila lele yang sudah terkena penyakit tersebut diobati dan terus dilanjutkan untuk dibesarkan, hanya akan membuang tenaga, uang, waktu, dan pikiran. Lele sudah tidak bisa tumbuh normal, cenderung kuntet atau kerdil meskipun pakan yang diberikan cukup dan airnya bersih.
Jika sudah terinfeksi, berarti seluruh organ tubuh lele telah diserang penyakit, dari kulit, badan, kumis, mulut, insang, hingga pencernaan. Bila penyakit sudah sampai di pencernaan, selera makan ikan akan turun cirastis. Lele yang tidak mau makan akan mati, sedangkan bagi fele yang selera makannya turun akan memengaruhi pertumbuhannya.
Selera makan yang menurun menyebabkan pertumhuhan lele terhambat. Selanjutnya, waktu panen akan Iebih lama, biaya pakan lebih tinggi, tenaga yang dikeluarkan juga Iebih banyak. Artinya, usaha pembesaran yang dijalankan hanya sia-sia belaka
Karena kita berbicara mengenai usaha budi daya lele modal minimal hasii maksimal,untuk antisipasi apa pun kita harus memperhitungkan segi biaya atau pengeluaran. Begitu juga dalam rangka mengatasi penyebaran penyakit yang telah terlanjur menyerang fele. Metode pencegahan yang disarankan adalah menggunakan metode pengobatan sederhana dan murah yang selama ini telah diaplikasikan petani tradisional.
Selain mudah dan murah, cara ini tidak kalah efektifnya jika dibandingkan dengan menggunakan antibiotik kimiawi, seperti larutan meachytin green (MG), teracytin, atau kernicytin. Metoda yang dianjurkan tersebut seperti diuraikan di bawah ini.
A. Pengobatan Sederhana dan Murah Penyakit (Bintik Putih, Karat, dan Kumis Keriting)
    Pindahkan ikan yang masih sehat ke kolam penannpungan sementara.
    Kuras kolam dan buang seluruh bibit yang sakit atau mati.
    Untuk membunuh bibit penyakit yang mungkin masih menempel di kolam, rendam kolam setinggi air yang dibuang. Larutkan 25 mg kaporit ke dalam 1 liter air, lalu tambahkan ke dalam kolam. Biarkan selama semalam.
    Kuras kembali kolam dan bilas dengan air bersih.
    Isi kembali kolam dengan air besih hingga ketinggian 10-15 Cm.
    Pindahkan kembali bibit dari kolam penampungan sementara ke kolam pembesaran.
    Rendam bibit lele dengan farutan garam dapur. Untuk kolam berukuran 2 x 3 rn, cukup diberi 2-3 genggam garam dapur.
    Tambahkan tumbukan daun pepaya secukupnya ke dalam kolam ikan yang terkena penyakit.
    Lakukan pengobatan selama 3 hari dan ganti air setiap hari.
B. Pengobatan Penyakit Busung
    Pindahkan lele yang masih sehat ke kolam penampunngan sementara.
    Kuras kolam dan buang seluruh bibit yang sakit atau coati.
    Agar kotoran atau bibit penyakit yang disebabkan lele yang mati bisa hilang, sikat dan bersihkan kolam menggunakan detergen. Bilas hingga bersih.
    Isi kembali kolam dengan air besih setinggi 10-15 cm.
    Pindahkan kembali bibit lele yang masih sehat ke kolam pembesaran.
    Taburkan garam dapur ke dalam kolam untuk rnembunuh bibit penyakit yang mungkin akan munc.ul akibat lele mati terserang penyakit kembung
Bahan-bahannya:
1.      Batang serai 3
2.      Bawang putih 100 gram.
3.      Kunyit 250 gram.
4.      Lada 100 gram
5.      Kencur 200 gram.
6.      Temulawak 200 gram.
7.      Gula merah 500 gram
8.      Air 5 liter.
Cara membuat
1.      Bawang putih, kunyit, lada, kencur, temulawak dihaluskan bersama gula merah.
2.      Rebus hingga mendidih, lalu masukkan batang serai ke dalamnya. Tunggu hingga aroma batang serai meruap.
3.      Kemudian semua bahan-bahan yang telah dihaluskan dimasukkan. Panaskan dan aduk hingga merata semua bahan tercampur.
4.      Kurang lebih 30 menit direbus dan sudah didapat aroma jamu meruap bahan bisa didinginkan terlebih dahulu. Air rebusan bisa ditambahkan 2-3 liter air. Saring air rebusan dan masukkan kedalam wadah, botol atau galon untuk menampung jamu.

Dosis pemakaian
100 ml + 1 liter air untuk kolam ukuran 4 x 2 meter..Diberikan 3-4 hari sekali.
Selamat mencoba...
(dalam prakteknya saya menambahkan 3 genggam garam dalam kolam)

MANFAAT PUPUK ORGANIK DALAM BUDIDAYA IKAN DAN UDANG

April 07, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 35 comments
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).
Pupuk kandang ialah olahan kotoran hewan, biasanya ternak, yang diberikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. pupuk kandang adalah pupuk organik, sebagaimana kompos dan pupuk hijau. Selain menjadi salah satu dari masukan dalam bercocok tanam, pupuk kandang merupakan bahan baku bagi berbagai resep pupuk organik cair.
Pupuk kandang
Zat hara yang dikandung pupuk kandang tergantung dari sumber kotoran bahan bakunya. pupuk kandang ternak besar kaya akan nitrogen, dan mineral logam, seperti magnesium, kalium, dan kalsium. pupuk kandang ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi. Namun demikian, manfaat utama pupuk kandang adalah mempertahankan struktur fisik tanah sehingga akar dapat tumbuh secara baik.
Ppupuk kandang yang berasal dari Kotoran Hewan untuk menumbuhkan plankton pada budidaya ikan lele (baik lele sangkuriang ataupun lele jenis lainnya) lebih aman digunakan karena :
    berasal dari bahan organik (bukan kimia)
    tidak akan meningkatkan COD (yang menyebabkan kadar oksigen terlarut berkurang)
    tidak meracuni ikan akibat akumulasi NH3 dan NO2
    tidak terikat dengan lumpur didasar kolam yang dapat meningkatkan keasaman tanah
Jenis
Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing (urin) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang padat banyak mengandung unsur hara makro, seperti fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. Kandungan nitrogen dalam urin hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.
Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu:
    Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.
    Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam.
Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri bersuhu dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan.  Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara dapat berkurang. Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling baik dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh tanaman.
Pupuk hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau setelah dikomposkan. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau, seperti kacang-kacangan dan tanaman paku air (Azolla). Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman legume juga relatif mudah terdekomposisi sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat. Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi.
Pupuk hijau digunakan dalam:
    Penggunaan tanaman pagar, yaitu dengan mengembangkan sistem pertanaman lorong, di mana tanaman pupuk hijau ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama.
    Penggunaan tanaman penutup tanah, yaitu dengan mengembangkan tanaman yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.
Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan Azolla.
Beberapa kegunaan kompos adalah:
    Memperbaiki struktur tanah.
    Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
    Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
    Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
    Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).
Humus
Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami dekomposisi) yang akhirnya mengubah humus menjadi (bunga tanah), dan kemudian menjadi tanah. Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agroindustri, kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga, dan limbah-limbah padat perkotaan. Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu, humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikkan aerasi tanah, dan menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Kandungan utama dari kompos adalah humus. Humus merupakan penentu akhir dari kualitas kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan penggunaan kompos.
Pupuk organik buatan
Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang modern. Beberapa manfaat pupuk organik buatan, yaitu:
    Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
    Meningkatkan produktivitas tanaman.
    Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.
    Menggemburkan dan menyuburkan tanah.
Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.
Manfaat
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya. Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3). Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini memengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos.
Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relatif sedikit. Unsur hara makro dan mikro tersebut sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, terutama bagi pencinta tanaman hias. Banyak para pelaku hobi dan pencinta tanaman hias bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan prosentase kandungan nitrogen, fosfor dan kalium yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja, atau dewasa/indukan.
Fungsi unsur-unsur hara makro :
    Nitrogen (N):
        Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
        Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri
        Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
        Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan vegetatif batang (tinggi dan ukuran batang).
        Tanaman yang kekurangan unsur nitrogen gejalanya: pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.
    Fosfor (P):
        Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman
        Merangsang pembungaan dan pembuahan
        Merangsang pertumbuhan akar
        Merangsang pembentukan biji
        Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
        Tanaman yang kekurangan unsur fosfor gejalanya: pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan
    Kalium (K):
        Berfungsi dalam proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim, dan mineral termasuk air.
        Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit
        Tanaman yang kekurangan unsur kalium gejalanya: batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.
Pupuk organik juga berfungsi meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium, besi, dan mangan.
Pelestarian lingkungan
Tanaman penutup tanah (cover crop) dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik perlu digalakkan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degradasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan. Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan. Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan.
Penggunaan pupuk kandang memang terkadang akan menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen di kolam, untuk itu 1-2 hari sebelum bibit masuk perlu dilakukan sterilisasi pada air kolam untuk membunuh virus bakteri dan jamur pada kolam.
Dan menumbuhkan bakteri positif pada kolam dengan probiotik yang disiramkan ke kolam. Untuk sterilisasi air kolam dapat menggunakan EM4, sedangkan untuk mengisi bakteri positif pada air kolam dapat menggunakan bahan bahan herbal untuk meminimalkan amoniak dan bahan beracun lainnya.
Catatan:  pupuk kandang dan Kotoran hewan secara fungsi itu berbeda, pupuk kandang adalah kotoran hewan yang sudah melalui proses fermentasi terlebih dahulu (bakteri patogen sudah mati).