Sunday, January 7, 2018

MENGENAL MANFAAT NITRO BAKTERI

January 07, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Nitrobacter bentuknya cairan (sangat peka sinar matahari / uv ) pada prinsipnya kalau air ter-maintanance oleh nitrobacter , maka siklus penguraian amoniak dan bahan-bahan organik
serta racun2 di kolam sudah bisa diatasi (termasuk serangan bakteri patogen dan virus), bahkan ikan mati di kolam saja tidak akan berbau.
Fantastis, di lahan kritis solum 10 cm Nitrobacter mampu mengubah tanah kritis menjadiLuar biasa  subur dan menghasilkan anakan 96 (jadi malai padi 85), sungguh luarbiasa.
Unsur nitrogen di alam terdapat dalam bentuk gas, sedangkan di tanah jumlahnya sangat sedikit,namun sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah banyak. Nitrogen bersenyawa membentuk urea, protein, asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti amoniak, nitrit dan nitrat.
Meskipun kebutuhan N2 sangat penting, namun hanya sedikit organisme yang dapat mengikat N2 dari udara, yaitu jenis bakteri dan gangang bersel satu yang bersimbiosis dengan tmbuhan tingkat tinggi melalui Fiksasi Nitrogen. Sedangkan tumbuhan lainnya memperoleh senyawa nitrogen melalui suplai N2 atau daur nitrogen. N2 diserap oleh tumbuhan dalam bentuk nitrat melalui proses Nitrifikasi yang dibantu oleh bakteri Nitrosomonas, Nitrococus dan Nitrobacter.
Bakteri yang mengoksidasi ammonia menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat disebut bakteri nitrifikasi. Sedangkan bakteri denitrifikasi adalah bakteri mampu mengubah nitrit menjadi gas nitrogen yang nantinya gas tersebut akan kembali lagi ke atmosfer dan siap untuk memulai daur lagi.
Nitrobacter merupakan bakteri nitrifikasi karena merupakan bakteri yang mengubah nitrit menjadi nitrat. Nitrobacter termasuk famili Nitrobacteraceae. Spesies nitrobacter meliputi Nitrobacter winogradskyi, Nitrobacter hamburgensis, Nitrobacter vulgaris, Nitrobacter alkalicus. Selain itu, nitrobacter juga merupakan sub-kelas dari Proteobacteria.Tidak seperti pada tumbuhan, ketika transfer elektron pada fotosintesis menyedisakan energi untuk fiksasi karbon, Nitrobakter menggunakan energi dari oksidasi ion nitrit  ( NO2¯ ) menjadi ion nitrat ( NO3¯ )  untuk memenuhi kebutuhan karbonnya.
Nitrobacter memiliki pH optimum antara 7,3 dan 7,5 serta akan mati pada suhu 120°F (49°C) atau di bawah 32°F (0°C). Menurut Grundman, Nitrobacter tumbuh optimal pada suhu 38°C dan pH 7,9. Akantetapi, Holt menyatakan bahwa Nitrobacter tumbuh optimal pada suhu 28°C dan ph antara 5,8-8,5 dan memiliki pH optimal antara 7,6-7,8 (Grundman et. al. 2000, Holt, 1993).  Nitrobakter termasuk bakteri aerob, pada umumnya berbentuk batang, seperti pir atau pleomorfhic dan berkembang biak dengan budding.
Nitrosomonas menguraikan ammonia menjadi Nitrit, yang merupakan senyawa beracun bagi koi. Nitrit menjadi makanan bakteri Nitrobacter dan menghasilkan senyawa Nitrat. Melihat keterkaitannya, lumrah bila kita menemukan kedua bakteri itu bersama dalam kolam. Walaupun berbahaya, koi masih mampu bertahan dengan kadar Nitrit dua kali kadar ammonia.
Inilah yang dimaksud siklus nitrogen atau lazim disebut proses nitrifikasi. Koi melakukan respirasi dan bersekresi membuang kotoran yang mengandung ammonia. Begitu juga sisa pakan, kotoran di dasar kolam, atau koti mati yang lama tidak diangkat. Semuanya memberikan kontribusi terhadap peningkatan kadar ammonia dalam kolam. Ammonia diuraikan nitrosomonas menjadi nitrit. Siklus berikutnya adalah nitrobacter yang mengkonversi nitrit menjadi nitrat. Pada bagian akhir, nitrat diserap tumbuhan air atau menguap setelah melalui proses oksidasi dipermukaan air.
Karakteristik
Nitrosomonas dan nitrobacter adalah terminologi bakteri Lithotrophic. Mereka membutuhkan oksigen dan makanan untuk hidup dan membangun koloni dimedia dengan permukaan yang keras dan bersih. Kedua jenis bakteri tersebut termasuk lama dalam replikasi dibanding bakteri lain yang ada. Pada kolam air tawar, bakteri membutuhkan waktu setiap 8 jam untuk bereplika, sedangkan untuk air laut lebih lama lagi, sekitar 24 jam.
Proses pengolahan air limbah secara biologis aerobic adalah dengan memanfaatkan aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah, menjadi zat norganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Mikroba aerob ini sebenarnya sudah terdapat di alam dalam jumlah yang tidak terbatas dan selalu dapat diperoleh dengan sangat mudah.Dalam kapasitas yang terbatas alam sendiri sudah mampu menetralisir zat organik yang ada dalam air limbah. Sementara itu kemampuan air dalam menyerap oksigen di udara sangat terbatas, walaupun keberadaan oksigen di udara tidak terbatas. Pemenuhan oksigen dapat dibantu dengan peralatan mekanis (aerator), aliran udara bertekanan atau pertumbuhan mikrobia itu sendiri (algae).
Pengolahan Limbah
Bakteri aerob dapat memecah gula menjadi air, karbondioksida (CO2), dan energi. Oleh karena itu, saat ini, bakteri aerob banyak dimanfaatkan untuk pengolahan limbah-limbah cair yang dihasilkan dari pabrik-pabrik. Dalam pengolahan limbah ini, bakteri aerob memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1. Bakteri aerob memerlukan suhu yang tinggi agar dapat bekerja maksimal. Ia memerlukan temperatur lebih tinggi dari sebelumnya jika ingin sampai pada reaksi yang diinginkan.
2. Bakteri ini akan efektif bekerja pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8,5. Pada reaktor aerob, hal tesebut dikenal dengan istilah Completely Mixed Activated Sludge (CMAS). Pada proses tersebut, terjadi netralisasi asam dan basa sehingga tidak diperlukan lagi tambahan bahan kimia selama BOD-nya kurang dari 25mg/liter limbah.
3. Memiliki kebutuhan energi yang tinggi untuk prosesnya dengan tingkat pengolahan 60-90 persen.
4. Produksi lumpur yang akan dihasilkan untuk pengolahannya tinggi. Begitupun, stabilitas proses terhadap racun dari limbah dan perubahan bebannya dari sedang sampai tinggi.
5. Bakteri aerob memerlukan nutrien yang tinggi untuk beberapa limbah industri.
6. Tidak ada bau yang dihasilkan dari pengolahan limbahnya.
Tujuan utama pengolahan limbah air adalah untuk menguraikan BOD, partikel tercampur srta membunuh organisme pathogen. Berikut ini adalah beberapa kegiatan yang beasanya dipergunakan pada penglaman limbah air berikut beberapa tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan
1. Kegiatan nitrifikasi atau denitrifikasi bertujuan untuk menghilangkan nitrat secara biologis.
2. Kegiatan air stripping tujuan untuk amoniak.
3. Desinfeksi tujuan untuk membunuh mikroorganisme.
4.Osmosis atau elektro dianalisis tujuan untuk menghilangkan zat terlarut.
Adapun secara garis besar kegiatan pengolahanair limbah dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian antara lain:
1. Pengolahan pendahuluan (pre treatment)
2. Pengolahan pertama (primainy treatment)
3. Pengolahan kedua (secoundary treatment)
4. Pengolahan ketiga (tertiary treatment)
5. pengolahan kuman (desinfektion treatment)
6. pengolahan lanjutan (ultimate disposai)
ANTI PEMBUSUK KOLAM
Teknologi yang bisa  mengubah wajah pertanian Indonesia.
Teknologi Nitrobacter (murni) mampu menjadikan kolam ikan tidak bau, tanpa perawatan, tanpa ganti air tanpa filter, tanpa pompa udara, ikan sehat doyan makan , bahkan ikan mati juga tidak
bau (patogen  e colli di kolam di-likuidasi oleh bakteri Nitrobacter)
Bagaimana Nitrobacter secara cepat bisa mengubah karakter tanah dari yang tadinya rusak parah , Keras , Bantat dan Sangat Poros Air (sulit mengikat air) tidak subur,  bisa berubah dalam waktu sangat cepat ( dalam 24 jam tanah keras menjadi gembur total secara permanen)
Tanah nitrobacter menjadi Gembur Subur Permanen, tetap basah dan tahan kekeringan, sangat kontras dibandingkan lahan sebelah yang tidak diperlakukan nitrobacter
Pepaya Organik menggunakan Nitrobacter, tanaman tumbuh lebih sehat, buah lebih besar dan rasa lebih manis/enak, lebih tahan penyakit , dan buah lebih bagus,serta lebih awet disimpan
Nitrobacter sebagai pestisida alami, mengatasi penyakit tanaman seperti fusarium, pytoptora, dll yang menyebabkan busuk akar,layu daun, dan tanaman mati tiba2. Diatasi sempurna dengan nitroabacter. Solusi ini menjadi pilihan ketika antibiotik pestisida terbukti TIDAK EFEKTIF mengatasi infeksi penyakit tanaman yg berasal dari tanah seperti fusarium ini.
Sebagai pengurai air, menjadikan kolam ideal untuk ekologi ikan, menjadikan air semakin jernih dan sehat bagi ikan. Kotoran ikan langsung diurai oleh bakteri nitrobacter menjadi bahan yang tidak beracun bagi kolam dan ikan. Pengembangan aplikasi ini untuk penjernihan kolam, sungai /got mati / bau comberan, bau kotoran hewan ,hingga
sanitasi kandang agar tidak tertular H5N1 flu burung.
IKAN TANPA AERASI
Bukti laboratorium bahwa tanah yang diperlakukan nitrobacter berubah menjadi semakin kuat dan banyak mengikat air  dan potensi nitrobacter bertahan bercocok tanam di lahan kering/kekeringan, serta demo alat tester kesuburan tanah
ALAT TEST NITROBACTER
Bukti keunggulan Kecepatan Pertumbuhan tanaman yang diperlakukan Nitrobacter versus sistem pemupukan kimia/Urea
Perbedaan hasil panenan padi Nitrobacter yang tampak buah lebih berisi/berbobot dibandingkan dengan yang pemupukan urea
Nitrobacter berani ditanding Lebih Bagus dibandingkan dengan SEMUA pupuk apapun baik organik maupun kimia atau campuran organik dan formula kimia manapun
Alat tester kesuburan tanah, untuk membedakan tanah yang sudah diperlakukan Nitrobacter dan yang belum diperlakukan ( perbedaan kontras jauh )
Perbandingan sangat kontras tanah tanaman jagung yang di perlakukan nitrobacter dengan tanah yang sering digunakan herbisida (anti rumput) dan pemupukan kimia
Nitrobacter adalah Produk dengan Pendampingan Hingga Panen Berhasil, sehingga diharapkan
pemakai mempelajari sungguh-sungguh teknik-teknik yang tepat agar hasilnya memuaskan.
Penggunaan bahan lain termasuk tambahan pemupukan kimia lain harus dikonsultasikan dulu
Penambahan bahan lain (kimia maupun organik) bisa merusak sistem nitrobacter keseluruhan
Cara untuk pemesanan Nitrobacter untuk anda yang  di luar kota
KOLAM LELE TIDAK BAU
Kalau ada kebutuhan untuk pertanian, peternakan dan perikanan silahkan kami akan susun kebutuhan minimal (untuk mencoba dulu produk nitrobacter kami).

SISTEM HORMONAL PADA IKAN

January 07, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Latar Belakang makalah sistem hormon pada hewan ini adalah sebagai berikut : Hormon merupakan zat kimia yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu yang mempunyai efek tertentu pada aktivitas organ – organ lain dalam tubuh. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah. Apabila sampai pada suatu organ maka hormone akan merangsang terjadinya perubahan.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin vertebrata, walaupun demikian, hormone dihasilkan oleh hampir semua system organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormone dilepaskan langsung ke aliran darah. Walaupun demkian, ada juga hormon yang disebut ektohormon yaitu hormone yang tidak langsung dialirkan dalam darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
A.    Latar Belakang
Hormon adalah zat kimia yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu yang mempunyai efek tertentu pada aktivitas organ – organ lain dalam tubuh. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah. Apabila sampai pada suatu organ maka hormone akan merangsang terjadinya perubahan.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin vertebrata, walaupun demikian, hormone dihasilkan oleh hampir semua system organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormone dilepaskan langsung ke aliran darah. Walaupun demkian, ada juga hormon yang disebut ektohormon yaitu hormone yang tidak langsung dialirkan dalam darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
Pada pembahasan kali ini akan di bahan system hormon pada ikan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab berikutnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana system hormon pada ikan?
C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui system hormone pada ikan.
PEMBAHASAN
Hormon adalah zat kimia yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu yang mempunyai efek tertentu pada aktivitas organ – organ lain dalam tubuh.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin vertebrata, walaupun demikian, hormone dihasilkan oleh hampir semua system organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormone dilepaskan langsung ke aliran darah. Walaupun demkian, ada juga hormon yang disebut ektohormon yaitu hormone yang tidak langsung dialirkan dalam darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
  Sistem Hormon Pada Ikan
Ikan memiliki beberapa kelenjar endokrin yang menghasilhan hormon, antara lain pituitari, tiroid, ginjal, gonad, pankreas dan urophisis.
Gambar 1. Diagram lokasi kelenjar endokrin pada ikan; (A). Pitiutari, (B). Tiroid, (C).  Pankreas, (D). Gonad, (E). Ginjal, (F). Urofisis.
1.      Pituitari
Kelenjar pituitari atau hipofisa terletak pada lekukan tulang di dasar otak (sela tursika), terdiri atas dua bagian utama, yakni adenohipofisa dan neurohipofisa, adeno hipofisa terdiri atas pars distalis dan pars intermedia, sedangkan, neurohipofisa hanya terdiri atas pars  nervosa yang berfungsi mensekresikan ocytoxin, arginin vasotocin dan isotocin. Pars distalis merupakan bagian utama adenohipofisa yang menghasilkan sel-sel pesekresi hormon prolaktin, hormon adrenocorticotropic (ACTH), hormon pelepas tiroid (Thyroid Stimulating Hormone), hormon pertumbuhan (STH-Somatotropin), dan gonadotropin serta pars intermedia mensekresi hormon pelepas melanosit (Melanocyte Stimulating Hormone), yang mana, pelepasan hormonnya diatur oleh faktor-faktor yang berasal dari hipotalamus.
Tabel. Hormon-Hrmon yang Mengatur Pelepasan Hormon Pituitari
HORMON HIPOTALAMUS    SINGKATAN
Corticotropin (ACTH) releasing hormonThyrotrpin (TSH) releasing hormon    GnRH, GnRF
Gonadotropin –releasing hornon    GnRIH, GnRIF
Gonadotropin –release-inhibiting hormon    SRH, SRF
Somatostatin hormon (STH) –releasing hormon    SRIH,  SRIF
Somatostatin hormon (STH) –release-innhibiting hormon
Prolaktin –releasing hormon    PRH,  PRF
Prolaktin  release-inhibiting hormon    PRIH, PRIF
Melancyte –stimulating hormon (MSH) releasing hormon    MRH,  MRF
Melanocyte stimulaitng hormon (MSH) –release –innhibiting hormon CRH,  CRFTRH,  TRF  
2.      Tiroid
Tirotrofin pituitari merupakan faktor utama yang mengontrol fungsi tiroid dibawah kondisi normal, fungsi tiroid adalah membuat, menyimpan dan mengeluarkan sekresi yang terutama berhubungan dengan pengaturan laju metabolisme.  Sintesis dan pengeluaran hormon tiroid secara otomatis diatur untuk memenuhi tuntutan kadar hormon dalam darah lewat mekanisme feedback hipotalamik.
Gambar 2. Lokasi Kelenjar tiroid pada ikan herring (Clupea Harengus).  av, aorta ventralis; bs, Bagian dasar dienchepalon; j, infundibulun; hg, akar saraf tigeminus (V); hy, hipofisis; oe, tulang entoglessum; pr, rhombencephalon; ps, sinus posterior; th, folikel kelenjar tiroid; vj, vena jugularis; I, II, III, arteri insang.(sumber: Harder, 1975, hlm. 82, dalam  Fujaya, 2004)
Bila kadar hormon tiroid yang beredar dalam darah tinggi maka akan menekan output TSH pituitari, sedangkan kadar rendah menaikkannya Hormon tiroid yang penting adalah tetraiodotironin (T4) dan triiodotironin (T3). Hormon ini penting dalam pertumbuhan, metamorfosis dan reprooduksi. Secara spesifik tiroksin menambah produksi energi dan konsumsi oksigen pada jaringan yang normal, mempunyai pengaruh anabolik dan katabolik terhadap protein, meningkatkan proses oksidasi dalam tubuh, mempercepat laju penyerapan monosakarida dari saluran pencernaan, meningkatkan glikogenolisis hati, dan diduga mengontrol pelepasan somatotropin, kortikotropin dan gonadotropin dari hipofisis (Fujaya, 2004).
3.      Gonad
Gonad merupakan kelenjar endokrin yang dipengaruhi oleh gonadotropin hormon (GtH) yang disekresikan kelenjar pituitari. Meskipun gonadotropin tidak secara langsung mempengaruhi perkembangan telur atau seperma ikan, namun mempengaruhi sekresi estrogen oleh sel folikel telur dan androgen oleh jaringan testis.  Estrogen  yang umum didapatkan dalam cairan ovarium teleostei adalah estradiol -17β yang merupan derivat dari 17αhydroxyprogesterone, sedangkan androgen yang umum disintesis adalah testosteron.
4.      Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki sel-sel endokrin, antara lain jaringan internal, sel-sel kromaffin, juxtaglomerulus, dan korpuskel stanius.  Fungsi kelenjar ini dikontrol oleh pituitari melalui ACTH.
5.      Kelenjar Ultimobranchial
Pada teleostei, kelenjar ultimobranchial terletak pada septum pemisah antara rongga abdomen dan sinus venosus, tampak sebagai pita berwarna putih pada septum. Kelenjar ini serupa dengan paratiroid pada vertebrata tingkat tinggi, tetapi tidak berupa folikel, malainkan menyebar pada septum.
Kalsitonin merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar ultimobranchial.  Hormon ini berperanan menurunkan kadar kalsium darah.  Beberapa kajian juga menunjukkan bahwa kalsitonin dapat melakukan peranan dalam membuat ikan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidromineral yang berubah-ubah.
6.      Urofisis
Urofisis, nama lain the caudal neurosekretori sistem, merupakan neurosekretori yang terletak pada bagian belakang spinal cord. Urofisis didapatkan pada setiap spesies ikan, namun fungsi hormon yang dihasilkannya masih menimbulkan kontrofersi, walaupun secara umu, sekresi urofisis berhubungan dengan fungsi osmoregulasi, dimana pengaruh terbesarnya adalah pada ginjal.
Ada empat jenis hormon yang diidentifikasi dari urofisis, yakni urotensin I, II, III dan IV. Pada ikan, urotensin I belum diketahui efeknya secara pasti, namun pada vertebrata darat, berperanan dalam penurunan tekanan darah. Urotensin II berperan dalam kontradiksi otot licin, misalnya otot rektum dan kandung kemih Urotensis III menstimulasi peningkatan penyerapan NA+ oleh insang dan pelepasan NA+ oleh ginjal. Urotensin Iv diduga adalah arginine vasotocin, tetapi hanya teridentifikasi pada rainbow trout Jepang. Pada ikan karper, urofisis memproduksi sejumlah besar acetilcholine.
PENUTUP
  Kesimpulan
Hormon adalah zat kimia yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu yang mempunyai efek tertentu pada aktivitas organ – organ lain dalam tubuh.
Ikan memiliki beberapa kelenjar endokrin yang menghasilhan hormon, antara lain :
•         Pituitari
•         Tiroid
•         Ginjal
•         Gonad,
•         Pankreas
•         Urophisis
Pada masing masing kelenjar endokrin akan menghasilkan hormon yang sesuai dengan fungsi organ masing – masing, sehingga sistem hormon berkeja secara berkesinambungan untuk mendukung proses kehidupan ikan.

Friday, January 5, 2018

BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sebae)

January 05, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
I. PENDAHULUAN
Ikan kakap merah merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi. Pada ukuran konsumsi, harga ikan kakap merah di pasar internasional 5,50-18,10 US$ (Sugama dan Priono, 2003). Di pasar lokal harganya cukup bervariasi antar daerah. Di Jawa barat, misalnya, harga ikan kakap merah mencapai Rp 35.000/kg (Yasad, 2011) sedangkan di Lampung dapat mencapai Rp 40.000-50.000/kg
(berita.manadotoday.com, 2011). Ikan ini dapat dipasarkan dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk fillet (Sarwono et al., 1999). Tingginya permintaan pasar berimbas terhadap peningkatan penangkapan ikan kakap merah dari tahun ke tahun (Marzuki dan Djamal, 1992). Jenis ikan kakap merah yang umum tertangkap adalah Lutjanus malabaricus, L.johni, L. sanguineus, dan L.sebae (Badrudin dan Barus, 1989).
Lutjanus sebae merupakan ikan kakap merah yang memiliki habitat luas. Ikan ini dapat hidup di perairan tropis dan subtropis, pada kedalaman sekitar 100 meter dengan habitat terumbu karang dan juga dasar perairan berpasir (fishindex.blogspot.com , 2011). Juvenilnya dapat ditemui pada perairan teluk yang dangkal, laguna atau terumbu karang dan kadang-kadang dapat pula ditemui pada perairan payau. Ikan yang sudah dewasa, yang sudah lebih dari 18 inchi (45,72 cm), akan beruaya ke perairan yang lebih dalam selama musim panas dan beruaya kembali ke perairan yang lebih dangkal pada musim dingin. Ikan dewasa tersebut dapat bersifat soliter maupun berkelompok dengan yang seukuran (Scott, 2007).
L. sebae yang dewasa berwarna merah gelap sedangkan juvenilnya berwarna merah muda dengan band berwarna merah gelap. Bagian sirip punggung, sirip, dubur, dan bagian atas sirip ekor berwarna gelap. Ikan kakap merah L.sebae yang masih kecil atau pada ukuran juvenil memiliki bentuk yang indah sehingga juga laku sebagai ikan hias dan harganya dapat mencapai 2,25 dollar per ekor (Sukarno et al., 1981).
Ikan ini termasuk jenis karnivor dan makanan utamanya meliputi jenis ikan kecil,              udang   dan        cumi-cumi
(marinedepotlive.com, 2006). Di alam ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai ukuran maksimum panjang 116 cm, berat 32,7 kg dan berumur maksimal 35 tahun (www.fishbase.org, 2011; Scott, 2007). Pemijahannya dapat berlangsung sepanjang tahun (hobiikan.blogspot.com, 2011).
Untuk mereduksi kegiatan penangkapan ikan kakap merah di alam namun tetap dapat memenuhi permintaan pasar maka usaha budidaya perlu dikembangkan. Ikan kakap merah sebenarnya memiliki beberapa sifat yang menguntungkan untuk usaha budidaya, diantaranya adalah memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, toleran terhadap kekeruhan dan salinitas, sifat kanibalismenya rendah, relatif tahan terhadap penyakit, dapat dipelihara dalam kepadatan yang tinggi serta memiliki respon baik terhadap pakan buatan (empangku.blogspot.com. , 2011). Namun hingga saat ini belum banyak informasi teknis untuk mendukung usaha budidayanya. Jenis ikan kakap merah yang telah berhasil dibudidayakan secara luas adalah L.argentimaculatus, yang di beberapa tempat disebut sebagai kakap tambak dan L.johni, yang sering disebut kakap jenaha (Sunyoto dan  Mustahal, 1997).
Ikan kakap merah L.sebae juga sudah mulai dirintis usaha budidayanya sejak tahun 2001 di Gondol Bali. (Imanto et al., 2001; Suastika et al., 20011,2; Suastika et al., 2002). Kegiatan budidaya sendiri meliputi pemeliharaan induk, larva dan benih. Telur yang dihasilkan oleh induk yang sudah terdomestikasi dalam bak pemeliharaan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan budidaya. Larva yang baru menetas memiliki pakan endogen berupa kuning telur dan butir minyak. Pakan endogen tersebut merupakan sumber energi larva sebelum larva mengkonsumsi pakan yang berasal dari luar tubuhnya (Slamet et al., 1996). Ketepatan waktu pemberian pakan dengan jenis pakan yang sesuai bagi larva, juga merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya. Pakan awal yang umum digunakan bagi larva ikan laut adalah pakan alami berupa zooplankton rotifer Brachionus rotundiformis antara lain karena ukurannya relatif kecil, gerakan renangnya relatif lambat sehingga mudah dimangsa larva, mudah dicerna, mudah dikembangbiakkan dan mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi
(Lubzens et al., 1989). Pemeliharaan larva berlangsung hingga larva telah mengalami metamorphosis menjadi juvenil atau bentuk ikan muda.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan teknologi budidaya ikan kakap merah L.sebae yang dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Bali. Dengan mengetahui teknologi budidaya yang telah ada maka diharapkan adanya pengembangan budidaya tersebut secara lebih luas.
 II. METODE PENELITIAN
 2.1. Telur
Telur yang digunakan berasal dari hasil pemijahan secara alami induk ikan kakap merah L.sebae yang dipelihara dalam tangki beton bervolume 100 m3 dengan sistem sirkulasi. Telur yang sudah terkumpul dalam kantong telur (egg collector) diambil secara hati-hati menggunakan serok telur kemudian dimasukkan dalam bak fiberglass volume 200 L untuk dilakukan seleksi antara telur yang fertil dan infertil. Telur yang fertil kemudian ditetaskan dalam tangki inkubator dan suhu penetasan diatur pada kisaran 28-29oC. Larva yang menetas selanjutnya dipindahkan ke dalam tangki pemeliharaan larva yang terbuat dari polyethylene bervolume 500 liter.
 2.2.  Tangki Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva dilakukan di dalam hatchery yang tertutup (indoor hatchery). Bak pemeliharaan larva bervolume 500 liter, terbuat dari bahan polietylene, berwarna hitam, berbentuk bulat dan mengerucut pada bagian dasarnya. Pencahayaan untuk setiap bak pemeliharaan larva berasal dari dua buah lampu TL 40 watt dan satu buah lampu halogen 100 watt. Pencahayaan buatan tersebut dipertahankan pada intensitas 400 lux selama 24 jam. Media pemeliharaan dilengkapi pula dengan aerasi kecepatan lemah.
 2.3.  Pakan dan Pergantian Air
Selama pemeliharaan larva, digunakan fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton Nannochloropsis ocullata mulai ditambahkan ke dalam media pemeliharaan pada saat larva berumur 2 hari. Pada umur 2 hari sore hari larva mulai diberi pakan alami berupa rotifer Brachionus rotundiformis dengan kepadatan 10-15 individu/ml dan copepod Tisbe holuthuriae stadia naupli dan copepodit dengan kepadatan 1-2 individu/ml. Pemberian rotifer ini kemudian meningkat setelah larva mencapai umur 10 hari keatas. Pemberian kedua jenis pakan tersebut dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pada pukul  08:00, 13:00 dan 19:00. Naupli artemia dengan kepadatan 2 individu/ml mulai diberikan pada saat larva telah berumur 16-18 hari. Pemberian naupli artemia ini dilakukan dua kali dalam sehari. Disamping pakan alami, larva juga diberi pakan buatan berupa mikro pellet komersial mulai umur 12-15 hari.  Waktu pemberian artemia dan pakan buatan disesuaikan dengan kondisi dan pertumbuhan larva.
Pergantian air dilakukan mulai hari ketujuh dan diatur sebanyak 20% per hari. Persentase pergantian air semakin ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya umur larva. Pada saat dilakukan pemberian pakan, pergantian air dihentikan sementara selama kurang lebih satu jam dan setelah itu dilakukan pergantian air kembali dengan pengaturan debit yang sama seperti sebelumnya.
 2.4.  Parameter
Beberapa parameter yang diamati meliputi penyerapan pakan endogen, pemilihan jenis pakan alami, pertumbuhan larva serta sintasan larva dan benih. Penyerapan pakan endogen diamati dengan cara mengambil 5 ekor ikan kakap merah sebagai sampel, kemudian dilakukan pengukuran terhadap panjang dan lebar kuning telur serta diameter butir minyak yang ada pada larva tersebut. Pertumbuhan larva diamati dengan cara mengambil 5 ekor ikan kakap merah sebagai sampel, kemudian dilakukan pengukuran terhadap panjang totalnya. Setelah diukur, kemudian dilakukan pembedahan pada saluran pencernaan larva untuk mengamati jenis pakan alami yang dipilih oleh larva. Semua pengamatan tersebut dilakukan dengan stereoskopis mikroskop Olympus yang telah dilengkapi dengan micrometer sebagai alat ukur. Volume kuning telur dan volume butir minyak dihitung berdasarkan rumus yang diuraikan oleh Blaxter dan Hempel (1963) dalam Kohno et al. (1986).
 III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
 3.1.  Penyerapan Pakan Endogen
Larva kakap merah, L. sebae yang baru menetas memiliki pakan endogen berupa kuning telur sebesar 179x10-3- 183 x10-3 mm3  dan butir minyak  0,66x10-3- 0,67x10-3 mm3. Pakan endogen tersebut merupakan satu-satunya sumber energi bagi larva sebelum larva mampu mengkonsumsi pakan yang berasal dari luar tubuhnya. Volume kuning telur larva kakap merah tersebut relatif lebih besar dibandingkan volume kuning telur larva kakap merah, L.argentimaculatus yang berkisar 0,149-0,182 x 10-4 mm3, (Doi dan Singhagraiawan, 1993).
Volume kuning telur larva berkurang cepat selama 20 jam setelah penetasan karena pada saat itu terjadi penyerapan sebesar 90,2% terhadap kuning telur. Setelah waktu tersebut, penyerapan kuning telur berlangsung lambat. Kuning telur habis dalam waktu 60 jam setelah penetasan. Penyerapan butir minyak berlangsung lebih lambat daripada penyerapan kuning telur. Pada 20 jam setelah penetasan penyerapan butir minyak sebesar 36,2%. Penyerapan baru berlangsung cepat antara 20-30 jam setelah menetas yaitu sebesar 30,1%. Butir minyak hampir habis dalam waktu 80 jam setelah penetasan (Gambar 1). Pola penyerapan pakan endogen pada larva kakap merah L.sebae ini hampir sama dengan pola yang terjadi pada larva kakap merah L.argentimaculatus. Pada larva L. argentimaculatus, penyerapan kuning telur juga terjadi lebih cepat dibandingkan penyerapan butir minyaknya dan kuning telur habis terserap pada 72,5 jam setelah penetasan (Imanto et al., 2001).
Apabila pakan endogen telah habis terserap, menandakan bahwa pada saat itu larva telah memerlukan pakan eksogen. Ketersediaan jenis pakan alami yang sesuai dengan ukuran lebar mulut larva dalam jumlah yang memadai pada periode waktu tersebut merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup larva selanjutnya. Dalam pemeliharaan ini, larva diberi pakan eksogen berupa pakan alami yang terdiri dari zooplankton rotifer dan copepod stadia naupli dan copepodit. Berdasarkan hasil observasi yang mengkaitkan antara penyerapan pakan endogen dan kelengkapan morfologis larva seperti telah sempurnanya pigmentasi mata dan bukaan mulut larva, maka pemberian pakan awal untuk larva kakap merah L.sebae sebaiknya dilakukan mulai 35 jam setelah larva menetas karena pada saat tersebut pakan endogen larva sudah sangat terbatas jumlahnya dan larva sudah mampu untuk mencari pakan dari luar tubuhnya (Imanto dan Melianawati, 2003).
 3.2.  Pemilihan Jenis Pakan Alami
Larva kakap merah L.sebae nampak memiliki sifat memilih terhadap jenis zooplankton yang diberikan sebagai pakan alaminya (Gambar 2). Larva cenderung memilih naupli copepod dan rotifer sebagai pakannya hingga larva berumur 8 hari. Pemilihan terhadap kedua jenis pakan alami tersebut antara lain disebabkan karena ukurannya yang relatif lebih kecil. Rotifer yang digunakan pada pengamatan ini berukuran 70-120 µm dan Komposisi pakan alami yang cenderung dipilih larva adalah 89-93% rotifer dan 11-7% naupli copepod. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ketersediaan masing-masing jenis pakan alami itu sendiri dalam media pemeliharaan. Dalam pemeliharaan ini ketersediaan rotifer dalam media pemeliharaan larva lebih banyak dibandingkan copepod. Akibatnya persentase pemilihan terhadap rotifer juga lebih tinggi dibandingkan terhadap copepod.
sebae.
 Disamping itu, pola gerakan dan sebaran pakan alami diduga juga mempengaruhi larva dalam memilihnya. Rotifer cenderung berenang lambat dengan gerakan spiral dan menyebar ke seluruh bagian media pemeliharaan, sebaliknya naupli copepod cenderung berenang lebih aktif namun lebih banyak terdistribusi di lapisan permukaan saja. Kemampuan renang larva hingga berumur 8 hari masih cenderung pasif karena masih terbatasnya kelengkapan morfologis larva itu sendiri dan hal ini mengakibatkan kemampuan daya jelajah larva untuk mencari pakan juga masih terbatas.
Akibatnya kecenderungan larva untuk memilih rotifer sebagai pakannya lebih besar dibandingkan memilih copepod karena distribusi rotifer lebih merata di semua bagian media pemeliharaan larva dan lebih mudah dimangsa oleh larva karena gerakan renangnya yang lebih lambat.
Setelah larva berumur 12 hari, disamping rotifer dan naupli copepod, larva juga mulai memilih copepodit copepod sebagai pakannya. Copepodit berukuran lebih besar daripada naupli copepod dan bersifat benthic dengan menempel pada dinding tangki pemeliharaan. Larva yang berumur 16 hari sudah tidak memilih rotifer lagi namun cenderung memilih naupli artemia sebagai pakannya, disamping naupli dan copepodit copepod. Naupli artemia yang baru menetas panjang dan lebarnya masing-masing 630 dan 186 µm (Moretti et al., 1999). Naupli ini aktif berenang. Meskipun berukuran lebih kecil dari rotifer namun naupli copepod masih tetap dipilih larva sebagai pakannya. Pada larva umur 20 hari terlihat hanya copepodit dan naupli artemia saja yang dipilih dikonsumsi oleh larva. Naupli artemia cenderung lebih banyak dipilih oleh larva.
3.3.  Pertumbuhan Larva
Larva ikan kakap merah, L.sebae yang baru menetas memiliki ukuran panjang    total       2,44-2,64 mm.
Dibandingkan dengan larva kakap merah L.argentimaculatus, ukuran larva L.sebae tersebut relatif lebih besar karena larva L.argentimaculatus yang baru menetas  berukuran  panjang total 2,17-2,44 mm (Imanto et al., 2001), di Lampung 1,15 mm (Hartanti, 2000), sedangkan di Thailand 1,56 - 1,87 mm  (Doi dan  Singhagraiwan, 1993).
Selama masa pemeliharaan larva kakap merah menunjukkan pola pertumbuhan exponensial mulai dari menetas hingga menjadi juvenil. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan ukuran panjang total larva sejalan dengan pertambahan umurnya dan lama waktu pemeliharaan (Gambar 3).
Pemeliharaan larva umumnya berlangsung selama 25-30 hari.  Periode larva akan berakhir apabila larva telah mengalami metamorfosis menjadi bentuk juvenil. Lama waktu pemeliharaan larva antara lain dipengaruhi oleh kondisi biologis larva itu sendiri dan kondisi lingkungan.
 3.4.  Sintasan Larva dan Benih
Larva kakap merah L.sebae memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam proses pemeliharaannya. Belum diketahui pasti faktor penyebabnya namun larva ini nampak lebih sensitif dibandingkan dengan larva kakap merah  L.argentimaculatus. Oleh karenanya, sintasan benih yang dihasilkan masih relatif rendah dan berfluktuasi. Dalam beberapa kali pemeliharaan diperoleh sintasan 0,41-2,10% (Imanto et al., 2002); 0,39-1,56% (Melianawati et al., 2006) dan
0,42-2,00% (Asliantia, 2008). Peningkatan sintasan pernah dilakukan dengan penambahan bahan pengkaya seperti emulsi kuning telur dan gonad kerang melalui proses bioenkapsulasi kepada zooplankton rotifer. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan penambahan emulsi kuning telur dan gonad tiram, sintasan larva mencapai 1,61% dan 1,92%. Sedangkan sintasan larva yang tidak diberi penambahan bahan pengkaya tersebut hanya 0,51% (Asliantib, 2008).
Sintasan kakap merah L. sebae pada stadia benih sudah cukup tinggi. Pada beberapa kali pemeliharaan, diperoleh sintasan 84-96% (Melianawati et al., 2005), 84,5-94% (Aslianti et al., 2009) dan 94-100% (Aslianti et al., 2011).
 IV. KESIMPULAN
 Penyerapan pakan endogen larva kakap merah Lutjanus sebae yang berupa kuning telur dan butir minyak, masingmasing berlangsung selama 60 dan 80 jam setelah penetasan.Jenis pakan alami yang cenderung dipilih oleh larva mulai umur 4 hingga 20 hari berturut-turut adalah rotifer, copepod dan naupli artemia.
Pola       pertumbuhan    larva      hingga menjadi benih adalah eksponensial.
Sintasan               larva      yang      dihasilkan berkisar 0,39-2,10%, sedangkan sintasan benih 84-100%.
 DAFTAR PUSTAKA
 Aslianti, T. 2008a. Produksi benih ikan kakap merah Lutjanus sebae secara terkontrol. Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, Universitas Brawijaya. I:249-253.
Aslianti, T. 2008b. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan kakap merah, Lutjanus sebae berdasarkan jenis pakan yang diberikan pada stadia awal. Prosiding Seminar Nasional
Biodiversitas II, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Hlm.:187-192.
Aslianti, T., Afifah, dan M. Suastika. 2009. Pemanfaatan minyak buah merah, Pandanus cocoideus Lam dan carophyll pink dalam ransum pakan yuwana ikan kakap merah, Lutjanus sebae. J. Riset Akuakultur, 4(2):191-200.
Aslianti, T., Afifah, dan A. Priyono. 2011. Ekspresi beberapa jenis bahan karotenoid dalam pakan pada performansi warna benih ikan kakap merah (Lutjanus sebae). Berkala Penelitian Hayati (Edisi Khusus), 4B:51-57.
Badrudin, M. dan H.R. Barus. 1989. Stok ikan bambangan (Lutjanidae) di perairan Pantai Utara Rembang, Jawa Timur. J. Penelitian Perikanan Laut, 53:61-68.
Berita.manadotoday.com. Cuaca buruk, tangkapan kakap merah nelayan Lampung minim. Diakses 06-092011.
Doi, M. and Singhagraiwan. 1993. Biology and culture of the red snapper, Lutjanus argentimaculatus. The research project of fishery resource development in the kingdom of Thailand. The Eastern marine fisheries development center (EMDEC), Department of fisheries, ministry of agriculture and cooperatives, Thailand. 51p.
Empangku.blogspot.com. Budidaya kakap merah. Penebar swadaya dalam empangku.blogspot.com. Diakses 21-09-2011.
Fishindex.blogspot.com.              Emperor              red snapper (Lutjanus sebae). Diakses 23-08-2011.
Hartanti, D.F. 2000. Teknik pembenihan dan cara pemeliharaan larva kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) sampai umur 9 hari di Balai Budidaya Laut Lampung. Laporan praktek kerja lapangan. Universitas Diponegoro. Semarang. 52hlm.
Hobiikan.blogspot.com.                Kakap    merah. Diakses 23-08-2011.
Imanto, P.T., R. Melianawati, M. Suastika, dan J.H. Hutapea. 2001. Pola pemangsaan larva ikan kakap merah (Lutjanus sp.) menunjang managemen pemeliharaan larva. Laporan teknis proyek inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya kelautan. Gondol-Bali. Tahun Anggaran 2001. Hlm.:9-26. Tidak dipublikasi.
Imanto, P.T., R. Melianawati, M. Suastika, D.F. Hartanti, dan R.W. Aryati. 2002. Produksi massal larva ikan kakap merah. Laporan teknis proyek inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya kelautan. Gondol-Bali. Tahun Anggaran 2002. Hlm.:340-345. Tidak dipublikasi.
Imanto, P.T. dan R. Melianawati. 2003. Perkembangan awal larva kakap merah  Lutjanus sebae. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 9(1):11-20.
Kohno, H., S. Hara, and Y. Taki. 1986. Early larval development of the seabass Lates calcarifer with emphasis on the transition of energy sources. Bulletin of the Japanese Society of Scientific Fisheries, 52(10):1719-1725.
Lubzen, E., A. Tandler, and G. Minkoff.
1989. Rotifer as food in aquaculture. Hydrobiologia, 186/187:399-400.
Marinedepotlive.com.   Emperor              red snapper. Diakses 15-05-2006.
Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992. Penelitian penyebaran, kepadatan stok dan beberapa parameter biologi induk kakap merah dan kerapu di perairan Laut Jawa dan Kepulauan Riau. J. Penelitian Perikanan Laut, 68:49-65.
Melianawati, R., R. Andamari, P.T. Imanto, dan M. Suastika. 2005. Pertumbuhan benih kakap merah Lutjanus sebae dalam skala budidaya. Prosiding pertemuan ilmiah tahunan ISOI, Surabaya. Hlm.:101-105.
Melianawati, R., P.T. Imanto, R.W. Aryati, dan M. Suastika. 2006.
Pemeliharaan larva kakap merah
Lutjanus sebae dan L. argentimaculatus pada hatchery tertutup sebagai upaya konservasi sumberdaya hayati laut. Prosiding pertemuan ilmiah tahunan III Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia. Hlm.:141-148.
Moretti, A., M.P. Fernandez-Criado, G. Cittolin, and R. Guidastri. 1999. Manual on hatchery production of seabass and gilthead seabream. Volume I. Rome. FAO. 194p.
Sarwono, H.A., H. Minjoyo, dan Sudjiharno. 1999. Penerapan rekayasa teknologi pemeliharaan larva ikan kakap merah, Lutjanus johni secara massal di bak terkendali. Bulletin budidaya laut 12, Lampung. Hlm.:9-14.
Scott, B.M. 2007. Keeping the Emperor
Snapper               Lutjanus               sebae.
www.tfhmagazine.com. Diakses 2308-2011.
Slamet, B., Tridjoko, A. Prijono, T. Setiadharma, dan K. Sugama. 1996. Penyerapan nutrisi endogen, tabiat makan dan perkembangan morfologi larva kerapu bebek (Cromileptes altivelis). J. Penelitian Perikanan Indonesia, 2(2):13-21.
Suastika, M., P.T. Imanto, R. Melianawati, dan Yunus. 2001a. Pemijahan induk kakap merah melalui stimulasi acute hormon gonadotropin. Laporan teknis proyek  inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya kelautan. Gondol-Bali. Tahun  Anggaran
2001. Hlm.:2-8. Tidak dipublikasi.
Suastika, M., Yunus, R. Melianawati, dan P.T. Imanto. 2001b. Pertumbuhan larva ikan     kakap    merah dengan pengaturan pakan, intensitas dan waktu pencahayaan. Laporan teknis proyek inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya kelautan. Gondol-Bali. Tahun Anggaran 2001. Hlm.:27-32. Tidak dipublikasi.
Suastika, M., Yunus, dan P.T. Imanto. 2002. Pengamatan pada parameter lingkungan  dalam kaitannya dengan suksesi pemijahan dan produksi telur ikan kakap merah. Laporan teknis proyek inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya kelautan. Gondol-Bali. Tahun Anggaran 2002.  Hlm.:320-325.
Tidak dipublikasi.
Sugama, K. dan B. Priono. 2003. Pengembangan budidaya ikan kerapu di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan Indonesia edisi akuakultur, 9(3):20-22.
Sukarno, M. Hutomo, M.K. Moosa, dan P. Darsono. 1981. Terumbu karang di Indonesia, sumberdaya, permasalahan dan pengelolaannya. LON-LIPI. Jakarta.  112hlm.
Sunyoto, P. dan Mustahal. 1997. Pembenihan ikan laut ekonomis: kerapu, kakap, beronang. Penebar Swadaya. Jakarta. 84hlm.
www.fishbase.org. Lutjanus sebae
(Cuvier, 1816). Diakses 23-08-2011.
Yasad, A. 2011. Harga ikan basah di Indramayu naik. www.antarajawabarat. com. Diakses 06-092011.

Thursday, January 4, 2018

BUDIDAYA IKAN KOKI (Carrassius auratus)

January 04, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan mas koki (Carrassius auratus) adalah salah satu ikan hias air tawar yang termasuk ke dalam jenis ikan karper. Ikan mas koki dibawa dari China, akan tetapi jenis ikan ini sudah menyebar di berbagai negara termasuk Indonesia.
Pada awal mulanya bentuk tubuh ikan mas koki sama dengan ikan mas biasa (Cyprinus carpio), bedanya hanya pada sepasang sungut yang tidak ada pada ikan mas biasa pada mulutnya. Akhirnya ikan mas koki mengalami mutasi  setelah melewati proses persilangan gen diawali dari warna tubuh, sirip dan ekor.
Ikan hias jenis Koki sangat terkenal di Indonesia. hampir semua orang sudah mengenalnya, termasuk jenis-jenisnya. Karena ikan ini banyak dijual di toko-toko ikan hias dan juga penjual ikan hias di pinggiran jalan, bahkan penjual asongan. Yang perlu diketahui adalah budidayanya. Karena tidak semua orang tahu, terutama pembenihannya.
Beda jantan dan betina
Jantan dan betina ikan koki dapat dibedakan dengan melihat tanda-tanda pada tubuhnya. Jantan dicirikan dengan tubuh lebih langsing dari betina dan memiliki sirip dada yang kasar di bagian belakangnya, dengan bentuk seperti gundukan pasir. Jantan yang matang kelamin akan keluar cairan berwarna putih susu, bila dipijit ke arah lubang kelamin.
Sedangkan betina bertubuh lebih gendut dan memiliki sirip dada yang halus di bagian belakangnya. Kemudian betina yang sudah bertelur dan matang gonad perutnya terasa lembek, bila diraba, berbeda sekali dengan betina yang belum matang gonad. Induk jantan dan betina harus sudah berumur 6 bulan.
Pematangan gonad
Pematangan gonad dilakukan di akuarium. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup selama pematangan gonad; masukan 10 ekor induk; beri pakan berupa pelet kecil atau cacing darah secukupnya (bila telur ingin bagus ditambah jentik nyamuk). Jantan dan betina dipelihara terpisah.
Pematangan gonad bisa juga dilakukan di bak semen. Caranya, siapkan sebuah bak semen ukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 50 cm; keringkan selama 3 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 4 titik aerasi; masukan 40 – 50 ekor induk; beri pakan berupa pelet kecil atau cacing darah secukupnya (bila telur ingin bagus ditambah dengan jentik nyamuk). Jantan dan betina dipelihara terpisah.
Pematangan gonad bisa juga dilakukan di bak fibreglass. Caranya, Caranya, siapkan sebuah bak fibreglass ukuran panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 50 cm; keringkan selama 3 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm dan biarkan mengalir selama pematangan gonad; masukan 20 – 25 ekor induk; beri pakan berupa pelet kecil atau cacing darah secukupnya (bila telur ingin bagus ditambah dengan jentik nyamuk). Jantan dan betina dipelihara terpisah.
Pemijahan
Pemijahan dilakukan di akuarium. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan dua titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; masukan sebuah alat penempel telur berupa ijuk (kakaban kecil) atau 3 rumpun eceng gondok; masukan 1 ekor induk betina; masukan 2 ekor induk jantan; biarkan memijah. Pemijahan biasanya terjadi pada tengah malam hingga pagi hari.
Pemijahan bisa juga dilakukan di bak fibreglass. Caranya, siapkan sebuah fibreglass ukuran panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 50 cm; keringkan selama 3 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 4 titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; pasang hapa halus dengan ukuran yang sama dengan fibreglass; masukan ijuk atau dua buah kakaban kecil; masukan 5 ekor induk betina; masukan juga 10 ekor induk jantan; biarkan memijah dengan sendirinya. Pemijahan ini juga biasanya terjadi pada tengah malam hingga pagi hari.
Penetasan dan pendederan I
Penetasan dilakukan di akuarium pemijahan. Caranya, tangkap induk jantan yang telah memijah dan masukan kembali ke tempat pematangan gonad; tangkap pula induk betina yang telah memijah dan masukan kembali ke tempat pematangan gonad; periksa aerasi dan biarkan hidup selama penetasan; biarkan menetas. Penetasan berlangsung selama 2 – 3 hari. Setelah menetas, kakaban atau tanaman air diangkat.
Pada budidaya ikan koki, penetasan umumnya dilanjutkan dengan pendederan I, dengan perlakuan pemberian pakan. Dua hari setelah menetas atau ketika larva mulai berenang diberi pakan berupa emulsi kuning telur yang sudah direbus (1/4 bagian) hingga umur 9 hari (kuning telur rebus yang disaring dengan kain halus). Setelah umur 10 hari diberi pakan berupa cacing rambut atau dapnia yang sudah disaring. Panen dilakukan setelah satu bulan.
Penetasan bisa dilakukan di bak fibreglass pemijahan. Caranya, tangkap induk jantan yang telah memijah dan masukan kembali ke tempat pematangan gonad; tangkap pula induk betina yang telah memijah dan masukan kembali ke tempat pematangan gonad; periksa aerasi dan biarkan hidup selama penetasan; biarkan menetas. Penetasan berlangsung selama 2 – 3 hari. Pada penetasan di fibreglass juga dilanjutkan dengan pendederan I, dengan perlakuan yang sama.
Pendederan II
Pendederan II dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan dua titik aerasi dan biarkan hidup selama pendederan; masukan 50 ekor benih koki yang berasal dari pendederan I dan sudah diseleksi; beri pakan berupa cacing rambut atau cacing darah atau dapnia yang sudah disaring sesuai dengan kebutuhan; panen setelah satu bulan; seleksi ukurannya.
Pendederan III
Pendederan III dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan dua titik aerasi dan biarkan hidup selama pendederan; masukan 30 ekor benih koki yang berasal dari pendederan II dan sudah diseleksi; beri pakan berupa cacing rambut atau cacing darah atau dapnia yang sudah disaring sesuai dengan kebutuhan; panen setelah satu bulan; seleksi ukurannya.
Pembesaran
Pendederan III dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan dua titik aerasi dan biarkan hidup selama pendederan; masukan 20 ekor benih koki yang berasal dari pendederan III dan sudah diseleksi; beri pakan berupa cacing rambut atau cacing darah atau dapnia yang sudah disaring sesuai dengan kebutuhan; panen setelah dua bulan; seleksi ukurannya. Ikan koki hasil dari pembesaran berukuran 5 – 7 cm dan sudah bisa dijual.

Wednesday, January 3, 2018

BERBUDIDAYA CACING SUTERA

January 03, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di Indonesia cacing sutra dikenal dengan nama cacing rambut yang merupakan cacing kecil seukuran rambut berwarna kemerahan dengan panjang sekitar 1-3 cm. Dewasa ini budidaya ikan semakin berkembang, kebutuhan akan pakan menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian serius dari akuakulturis yang bergerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya adalah pakan alami dan yang paling banyak digunakan maupun diperjual belikan adalah cacing rambut atau cacing sutera.
cacing sutraBagi pembudidaya ikan khususnya yang berkecimpung di bidang pembenihan cacing sutera ini merupakan pakan alami yang sangat dibutuhkan, terutama pada saat kondisi ikan masih sangan kecil yaitu  pada fase awal (larva). Pemberikan pakan alami dengan menggunakan Cacing sutera ini sangat baik karena cacing ini memiliki kandungan nutrisi seperti (protein 57% dan lemak 13%) sehingga untuk pertumbuhan kondisi ikan yang masih kecil dalam bentuk larva ini sangat cocok dan baik mengingat ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, disamping itu harganya lebih murah dibanding artemia.
Pada umumnya para pembudidaya ikan melalui usaha pembenihan ini masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dari parit saluran air yang banyak mengandung bahan organik sisa limbah pasar atau limbah rumah tangga yang mengalir di saluran pembuangan. Permasalahannya adalah cacing sutra di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada saat musim penghujan, dimana pada saat itu kegiatan pembenihan lele/patin/gurame/ikan lainnya banyak dilakukan.
Usaha dengan melakukan Budidaya Cacing sutera sangat baik untuk dilakukan terutama bagi daerah yang berada diluar pulau Jawa seperi Sumatera, Kalimantan atau daerah lainnya yang banyak melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran, tetapi sulit memperoleh cacing sutera, maka budidaya ini perlu menjadi salah satu alternatip dan menjadi solusi yang sudah selayaknya untuk dilakukan.
Cacing sutera ini dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama cacing rambut karena ukurannya memang sangat kecil seukuran rambut dan berwarna kemerahan dengan panjang sekitar 1-3 cm. Hingga sampai saat ini budidaya ikan semakin berkembang dimana mana di seluruh wilyah Indonesia mulai dari pelosok hingga perkotaan, Namun kebutuhan terhadap pakan alami masih menjadi kendala dan merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian secara khusus terutam mereka yang begerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya khususnya pembenihan adalah pakan alami dan yang paling banyak digunakan maupun diperjual belikan adalah cacing rambut atau cacing sutera.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi anda yang memang bergerak dibidang ini perlu melakukanya.
Klasifikasi Cacing Sutra ( Cacing Rambut)
dibawah ini adalah klasifikasi dari cacing sutra :
- Filum     : Annelida
- Kelas     : Oligochaeta
- Ordo      : Haplotaxida
- Famili    : Tubifisidae
- Genus     : Tubifex
- Spesies   : Tubifex sp.
Syarat Hidup Cacing Sutra
Cacing sutera yang dikenal sebagai cacing rambut ini dapat hidup pada subtrat lumpur dengan kedalaman antara 0 – 4 cm. pada prinsipnya Sama dengan hewan air lainnya, namun dalam kehidupannya cacing sutera ini senang dengan air, dan air memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting untuk hidup tumbuh berkembang dengan baik diperlukan kwalitas air yang sesuai yaitu:
1.    pada pH : 5. 5 – 8. 0
2.    Suhu yang baik antara: 25 – 28 c
3.    DO( oksigen terlarut ) : 2, 5 – 7, 0 ppm
4.    Untuk kebutuhan jumlah debit air secukupnya dan tidak terlalu besar mengingat cacing ini sangat kecil.
Cacing sutra tergolong hewan hermaprodit yang berkembang biak melalui telur dengan pembuahan secara eksternal. telur yang dibuahi oleh jantan akan membelah jadi dua sebelum saat menetas.
Langkah Kerja Yang Baik Dalam Teknik Budidaya Cacing Sutra
Persiapan Bibit Cacing Sutra
Bagi anda yang ingin melakukan budidaya ini pengadaannya bibit cacing dapat dibeli di toko ikan hias kalau tidak kita juga bisa mengambilnya dari  alam dengan catatan yaitu bibit cacing tersebut harus di karantinakan terlebih dahulu karena dikhawatirkan bisa membawa bakteri patogen. caranya yaitu Cacing dikarantina 2-3 hari dengan cara dialiri air bersih dengan debit yang kecil dan memiliki kandungan oksigen yang cukup, sehingga dengan sistim ini kondisi kesehatan cacing akan terpelihara dan jauh dari bakteri patogen yang sangat membahayakan bagi ikan yang memakannya.
Persiapan Media Tumbuh Cacing Sutra
Media tumbuh dapat dilakukan dengan cara membuat kubangan lumpur dengan ukuran 1 x 2 meter yang dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Setiap kubangan dibuat petakan petakan kecil ukuran 20 x 20 cm dengan tinggi bedengan atau tanggul 10 cm, antar bedengan diberi lubang dengan diameter 1 cm. Atau wadah budidaya dapat dibuat dari bahan terpal.
Pemupukan
Sama seperti pada budidaya lainnya agar pertumbuhan cacing ini baik dan normal perlu dilakukan pemupukan. caranya yatitu Lahan di pupuk dengan dedak halus atau ampas tahu sebanyak 200 – 250 gr/M2 atau dengan pupuk kandang sebanyak 300 gr/ M2 untuk sumber makanan cacing. Cacing sutra sangat menyukai bahan organik sebagai bahan makanannya.
Cara pembuatan pupuk :
cara yang dilakukan dalam pembuatannya yaitu kita Siapkan kotoran ayam, lalu kotoran tersebut dijemur sekitar 6 jam tujuannya yaitu agar kotoran tersebut itu kering sehingga gas beracun yang ada dalam kotoran yang mungkin berbahaya itu dapat lenyap dan hilang karena menguap.
Sebaiknya Siapkan bakteri EM4 atau fermentor lainnya untuk fermentasi kotoran ayam tersebut. Fermentor ini dapat anda beli dan banyak terdapat di toko Saprodi pertanian, perikanan, dan peternakan.
lalu Aktifkan bakterinya yaitu dengan cara menambahkan ¼ sendok makan gula pasir + 4ml EM4 + dalam 300 ml air setelah itu didiamkan sejenak sekitar kurang lebih 2 jam.
Campur cairan itu ke 10 kg kotoran ayam yang sudah di jemur tadi, aduk hingga rata.
Selanjutnya masukkan ke wadah yang tertutup rapat selama 5 hari maksudnya agar kotoran ayam dapat terfermentasi secara baik dan hasilnya sempurna.
Lakukan Fermentasi
Fermentasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menaikkan kandungan unsur N-organik dan C-organik hingga 2 kali lipat. Caranya adalah lahan direndam dengan air setinggi 5 cm selama 3-4 hari.
Proses Penebaran Bibit
Supaya hasilnya bagus bibit cacing sutera ini ditebarkan secara merata. Diusahakan selama proses budidaya lahan dialiri air dengan debit 2-5 Liter/detik (arus lamban)
Cara Pemeliharaan cacing sutera yang baik.
Budidaya ini bisa saja dilakukan oleh siapa saja namun dengan menggunakan sistim budidaya agar usaha budidaya cacing ini menghasilkan produk yang bermutu dan bagus sehingga jauh dari hama maupun penyakit, dan bebas bakteri patogen maka untuk Lahan perlu ada lahan uji coba.
lahan uji coba berupa kolam tanah/terpal berukuran 8 x 1,5m dengan kedalaman 30 cm.
Dasar kolam uji coba ini hanya diisi dengan sedikit lumpur (gunakan lumpur bebas limbah kimia).
Apabila matahari cukup terik, jemur kolam minimum sehari. Bersamaan dengan itu, kolam dibersihkan dari rumput atau hewan lain yang berpotensi menjadi hama bagi cacing sutra, seperti keong mas atau kijing.
Pipa Air Keluar (Pipa Pengeluaran/Outlet)dicek kekuatannya dan pastikan berfungsi dengan baik.Pipa Pengeluaran ini sebaiknya terbuat dari bahan paralon berdiameter 2 inci dengan panjangsekitar 15 cm.
Usai pengeringan dan penjemuran, usahakan kondisi dasar kolam bebas dari bebatuan danbenda-benda keras lainnya. Hendaknya konstruksi tanah dasar kolam relatif datar atau tidak bergelombang.
Dasar kolam diisi dengan lumpur halus yang berasal dari saluran atau kolam yang dianggap banyak mengandung bahan organik hingga ketebalan dasar lumpur mencapai 10 cm.
Tanah dasar yang sudah ditambahi lumpur diratakan, sehingga benar-benar terlihat rata dantidak terdapat lumpur yang keras.
Untuk memastikannya, gunakan aliran air sebagai pengukur kedataran permukaan lumpur tersebut. Jika kondisinya benar-benar rata, berarti kedalaman air akan terlihat sama di semuabagian.
Masukkan kotoran ayam kering sebanyak tiga karung ukuran kemasan pakan ikan, kemudiansebar secara merata dan selanjutnya bisa diaduk-aduk dengan kaki.
Setelah dianggap datar, genangi kolam tersebut hingga kedalaman air maksimum 5 cm, sesuaipanjang pipa pembuangan.
Pasang atap peneduh untuk mencegah tumbuhnya lumut di kolam.
Kolam yang sudah tergenang air tersebut dibiarkan selama satu minggu agar gas yang dihasilkan dari kotoran ayam hilang. Cirinya, media sudah tidak beraroma busuk lagi.
Tebarkan 0,5 liter gumpalan cacing sutra dengan cara menyiramnya terlebih dahulu di dalambaskom agar gumpalannya buyar.
Cacing sutra yang sudah terurai ini kemudian ditebarkan di kolam budi daya ke seluruhpermukaan kolam secara merata.
Seterusnya atur aliran air dengan pipa paralon berukuran 2/3 inci.
Pakan Cacing Sutra
Karena cacing sutra termasuk makhluk hidup, tentunya cacing sutra tersebut juga membutuhkan makan. Makanannya adalah bahan organik yang bercampur dengan lumpur atau sedimen di dasar perairan. Cara makan cacing sutra adalah dengan cara menelan makanan bersama sedimennya dan karena cacing sutra mempunyai mekanisme yang dapat memisahkan sedimen dan makanan yang mereka butuhkan. Jadi kita juga harus menyediakan makanannya tersebut.
Cara panen yang baik pada Cacing Sutra
waktu diperlukan untuk melakukan panen cacing sutera dalam usaha ini dilakukan setelah budidaya berlangsung beberapa minggu dan berturut-turut bahkan panen bisa dilakukan setiap dua minggu sekali. Cara pemanenan cacing sutera dapat dilakunan dengan menggunakan serok tapi yang bahannya halus/lembut. Cacing sutera yang didapat dan masih bercampur dengan media budidaya dimasukkan kedalam ember atau bak yang diisi air, kira –kira 1 cm diatas media budidaya agar cacing sutera atau cacing rambut naik ke permukaan media budidaya. caranya yatitu Ember ditutup hingga bagian dalam menjadi gelap dan dibiarkan selama enam jam. Setelah enam jam, cacing rambut yang menggerombol diatas media diambil dengan tangan. Dengan cara ini didapat cacing sutera sebanyak 30 – 50 gram/m2 per dua minggu. Kemudian jika anda ingin melakukan sistim panen ini dapatberkesinambungan sebaiknya perlu dirancang sedemikian rupa sehingga panjang parit perlu diatur agar bisa memenuhi keperluan yang diharapkan untuk setiap harinya.
Sumber referensi:
Direktrat Jenderal Perikanan Budidaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Menara 165 Jl. TB Simatupang Kav. 1, Lt. 23, Cilandak - Jakarta Selatan

Tuesday, January 2, 2018

MENGENAL TEKNIK PEMBUATAN MAGGOT

January 02, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ada berbagai pakan ikan alternatif yang cukup bergizi diantaranya maggot atau belatung. Cara Budidaya Maggot Atau Belatung Untuk Pakan Ikan – Sebelum masuk ke cara budidaya maggot/belatung, mari kita terlebih dahulu untuk mengenal apa itu maggot/belatung. Penjelasan arti maggot adalah larva dari lalat yang tumbuh pada bahan organik yang membusuk. Berikut penjelasan lengkap dari wikipedia tentang pengertian maggot/belatung.
Belatung/maggot identik dengan sampah yang kotor. Mereka hidup di tempat-tempat dengan sampah organik. Bukan sampah plastik ya, hehe lalu apa si maggot atau belatung itu?.
Belatung atau bernga/berenga adalah larva dari lalat. Tempayak ini biasa ditemukan pada barang-barang yang membusuk seperti bangkai, buah, atau sayur-mayur yang rusak. Beberapa jenis belatung, seperti belatung lalat buah, bersifat merugikan; namun pada umumnya belatung berguna secara ekologis dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik.
Maggot/belatung memiliki kadar protein tinggi yaitu sekitar 43% jika dalam keadaan utuh, sedangkan jika dijadikan pelet kadar protein antara 30-40%.
demikian penjelasan sederhana tentang maggot/belatung, mari kita mulai untuk memproduksi maggot/belatung.
Apa Bahan Utama Produksi Maggot itu?
Ada dua bahan yang dapat kita manfaatkan, yaitu ampas tahu dan makanan sisa seperti (nasi basi, sayuran basi dan lainya).
# Pertama, Budidaya maggot/belatung dengan bahan dasar ampas tahu
Mengapa ampas tahu? Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan, pada tepung ampas tahu masih terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen).
Cara Budidaya Maggot Atau Belatung Untuk Pakan Ikan
Berikut Langkah – Langkah Budidaya Magot/Belatung dari ampas tahu
Alat Dan Bahan Yang Harus Dipersiapkan :
 Ember/drum atau wadah yang lain
 Ampas tahu 60 kg
 Kotoran ayam, kambing atau sapi 30 kg
 Air secukupnya
 Pengaduk seperti kayu batangan ukuran proposional
Cara pembuatan :
Masukkan ampas tahu sebagai bahan utama kedalam ember, lalu tambahkan air bersih dan aduk hingga rata.
Tambahkan kotoran ayam, lalu tutup permukaannya dengan daun pisang kering agar lalat mau bertelur.
Tempatkan ember ditempat teduh dan terlindung dari air hujan dengan kondisi agak lembab namun tidak basah.
Setelah kira-kira 2-3 minggubelatung sudah siap dipanen.
Cara memanen maggot sangat sederhana, yaitu dengan campurkan air pada media kultur, lalu saring untuk memisahkan media kultur dari belatung. Belatung siap diberikan sebagai pakan lele. Untuk bahan baku media kultur sebanyak 100 kg kira-kira akan dihasilkan belatung 60 -70 kg.
TEKNOLOGI PRODUKSI MAGGOT
Lalat Tentara
Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein yang penting dalam formulasi pakan ikan.  Produksi tepung ikan di dunia saat ini berada pada fase stagnan yaitu kurang lebih 6,1 juta ton pertahun semenjak tahun 90-an.  Indonesia mengimport tepung dan minyak ikan lebih dari USD 200 juta pertahun.  Hal ini menjadi poin khusus dalam akuakultur terutama di Indonesia yaitu upaya mencari pengganti tepung ikan sebagai sumber protein pakan.  Fish Meal Replacement Research Program, merupakan topic penelitian yang sangat penting saat ini.  Salah satu pengganti tepung ikan telah ditemukan oleh Tim IRD (Lembaga Penelitian Perancis untuk pembangunan) dan BPPBIH (Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias) yaitu larva serangga Black Soldier Fly (Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera) yang lebih dikenal dengan istilah manggot.  Kandungan protein dan lemak manggot adalah 50 % dan 25 %.
Siklus Hidup Lalat Tentara
Produksi manggot sinergi dengan program “zero waste” karena organism ini dapat mencerna berbagai jenis sampah organic, salah satunya adalah bungkil kelapa sawit atau Palm Kernel Meal (PKM).  PKM merupakan by product (buangan) dari pabrik kelapa sawit.  Serangga ini tersebar secara luas di seluruh dunia dan belum pernah terdeteksi sebagai agen penyakit.  Soldier fly mengalami 4 stadia perkembangan yaitu :
telur     : berwarna kekuningan dan dapat ditemukan di celah-celah atau tumpukan substrat.
larva        : mempunyai 20-25 instar dalam perkembangannya, dengan ukuran mencapai 2 cm, aktif memakan makanan yang busuk.
pupa         : bermigrasi ke tempat yang lebih lembab .
dewasa     : meletakkan telurnya di dekat sumber makanan larva.
Teknologi Produksi Maggot
Masukkan 3 kg PKM yang telah halus ke dalam tong, kemudian tambahkan 6 liter air, aduk hingga rata.
Tutup bagian atas medium dengan daun pisang.
Tutup tong dengan kawat untuk menghindari pemengsa, seperti : tikus dan burung.
Tempatkan bambu yang telah dibelah di bagian atas kawat untuk sirkulasi udara dalam tong.
Tutup tong dengan plastik terpal untuk melindungi media dari hujan dan evaporasi (penguapan) yang menyebabkan media kering.
Setelah dua minggu pindahkan media kultur ke dalam fiber yang ditutup dengan kain sehingga lalat tentara tidak bisa meletakkan telurnya lagi di media tersebut.
Maggot akan mencapai ukuran yang sama setelah 2 minggu.  Selanjutnya bisa dilakukan pemanenan.
Panen dilakukan dengan cara mencuci medium kultur di air mengalir.
Maggot yang telah bersih siap diberikan kepada ikan sebagai pakan atau disimpan dalam freezer untuk penyimpanan.
Sampai saat ini, pembudidaya perikanan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pakan pabrikan, kondisi ini dipicu oleh tidak adanya pakan alternatif yang dapat menggantikan pakan pabrikan.  kadang kandungan nutrisinya tidak sesuai dengan pakan pabrikan.
salah satu alternatif pakan buatan adalah manggot atau sering disebut belatung, mitra hcs sekarang sudah ada beberapa pembudidaya lele yang menggunakan pakan buatan alami atau probiotik SOC. Probiotik SOC merupakan kumpulan mikroorganisme pendukung pertumbuhan dan kesehatan semua makhluk hidup. Sementara itu, organik berarti pencapaian kumpulan mikroorganisme tersebut dihasilkan dari bahan dasar alami, tanpa melibatkan unsur kimia. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah sehingga seharusnya menjadi salah satu pengembangan produk probiotik.
Probiotik organik adalah teknologi penyeimbang lingkungan hidup yang aman. Keunggulan apa saja yang di dapat pada sistem budi daya probiotik SOC organik? Biaya pakan pada budi daya lele dapat mencapai 60-70% dari keseluruhan total biaya produksi. Karena itu, setiap terjadi kenaikan harga pakan sangat mempengaruhi pembudidaya lele. Cara kerja probiotik SOC? Probiotik SOC bekerja dengan cara mengontrol perkembangan dan populasi mikroorganisme “jahat” sehingga menghasilkan lingkungan tumbuh yang optimal bagi mikroorganisme “baik”. Hingga akhirnya, mikroorganisme “baik” akan mendominasi dan membuat habitat yang nyaman bagi pertumbuhan makhluk hidup di lingkungan tersebut. Kandungan mikroorganisme yang terdapat dalam starterorganik probiotik miracle green diantaranya brachybacterium, basidiomycetes, dan lactobacillus.
Salah satu Bakteri Lactobacillus sama seperti yang terdapat dalam salah satu produk minuman kesehatan, yang sangat berguna untuk membantu pencernaan, dalam tubuh pun ini sangat berguna membantu memperlancar serapan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Lain halnya dengan brachybacterium, bakteri yang berfungsi untuk menetralisir segala jenis polutan dan kemampuannya yang luar biasa sehingga mampu mengangkat unsur logam berat. Basidiomycetes adalah jenis fungi atau jamur yang tidak merugikan bagi host yang ditumpanginya, jamur jenis ini justru membantu ekosistem lingkungan. Kehadiran dan perannya dalam mengolah nutrisi yang diperlukan dan menumbuhkan tunas serta stabilisasi tanah sangat mengagumkan. • Kepadatan kolam lebih tinggi.
Umumnya semakin tinggi kepadatan kolam, semakin lambat laju pertumbuhannya namun, dengan adanya tekhnologi probiotik organik, asupan pakan alami probiotik organik dan azolla microphilla membuat laju pertumbuhannya tetap tinggi dan kondisinya sehat, pakan tersebut memiliki kandungan asam amino esensial yang tinggi • Serangan penyakit menurun dan kematian bibit rendah.
Pemberian pakan kombinasi pakan probiotik SOC, azolla microphylla, dan nutrisi yang terdapat dalam air dapat menjaga ikan tetap sehat serta menurunkan tingkat kematian menjadi sangat rendah (2-3%, bahkan ada yang bisa dibawah 2%) •
membuat pakan ikan
Lele Organik yang dihasilkan berkwalitas. Beberapa keunggulannya adalah bobot lele lebih padat, kesat, kenyal, dan tidak ada penyusutan bobot dan selain itu daging lele lebih gurih dan tidak hancur saat di goreng. Cara membuat pakan organik adalah sebagai berikut:
Alat dan bahan lain yang diperlukan :
Bahan :
-Ember/drum apa sajalah sesuai
-Ampas tahu / kedelai 50 kg
-Tepung ikan /Ikan curah/asin 10 kg
-Kotoran ayam 30 kg ( yang sudah pakai SOC )
–Probiotik SOC
Cara buat :
Caranya masukkan ampas tahu sebagai bahan utama kedalam ember, lalu tambahkan air bersih dan aduk hingga rata.tambah SOC 10 tutup
Kemudian tambahkan Tepung Ikan dan kotoran ayam, lalu tutup permukaannya dengan daun pisang kering agar lalat black soldier fly mau bertelur.
Tempatkan ember ditempat teduh dan terlindung dari air hujan
Setelah kira-kira 2-3 minggu atau bisa saja kurang dari itu, belatung sudah siap dipanen.
Caranya campurkan air pada media kultur, lalu saring untuk memisahkan media kultur dari belatung. Belatung siap diberikan sebagai pakan lele. Untuk bahan baku media kultur sebanyak 100 kg kira-kira akan dihasilkan belatung 60 -70 kg.
Perhatikan, jangan menyimpan belatung segar terlalu lama karena bisa berubah menjadi lalat. Dalam budidaya lele, maggot akan lebih efektif jika dicampur dengan tepung ikan, dengan perbandingan 1:1. Pertumbuhan ikan lele bisa melambung sampai 2.9% per hari. Pakan maggot memberikan percepatan tumbuh 2.5% tiap harinya, kemudian tepung ikan memberikan percepatan pertumbuhan 2% per harinya. Baca Juga : Maggot Dari Kotoran Ayam Sebagai Pakan ikan
# Kedua, Budidaya Maggot Dari Makanan-makanan sisa
Untuk produksi maggot/belatung menggunakan makanan sisa tidak perlu banyak alat yang digunakan. Kita cukup menyediakan wadah seperti baskom dengan permukaan lebar. Masukan setiap sisa makanan yang tersisa kedalam wadah, biarkan wadah tetap terbuka agar lalat bisa masuk dan bertelur.
Budidaya jenis ini biasanya untuk memenuhi konsumsi pakan ikan dengan kolam yang masih sedikit. biasanya hanya dijadikan sampingan, bukan sebagai produksi ikan dalam jumlah besar.
Baca Juga Artikel Terkait : Pembuatan Pakan Buatan Berprotein Tinggi untuk Ikan Air Tawar

Monday, January 1, 2018

PENGOPTIMALAN LAHAN SECARA OPTIMAL DENGAN BUDIDAYA IKAN NILA

January 01, 2018 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Budidaya ikan nila perkembanganya sangat pesat di daerah kabupaten Pati, khususnya di kawasan Pati bagian selatan di desa Talun Kecamatan Kayen kabupaten Pati secara kuantitatif kolam ikan air tawar berkembang sangat pesat. Untuk ikan nila yang dulunya tidak berharga sekarang sangat diminati pembudidaya karena harga jualnya cukup tinggi. Ada berbagai jenis ikan nila yang di budidayakan masyarakat desa Talun, antara lain Nila Gift, Nila Larasati. Jenis ikan Nila GIFT adalah varitas nila hasil persilangan atau hibrid antara beberapa varitas nila dari beberapa negara di dunia.Persilangan itu melahirkan nila unggul yang diberi nama GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapias).
Ikan nila GIFT  memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan nila lain. Pertumbuhan ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina. Nila gift dapat dipijahkan secara massal di perkolaman secara terkontrol, seperti dalam bak-bak beton. Pemijahan secara massal nila gift ternyata lebih efisien, karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva nila gift untuk jumlah yang hampir sama. Lahan atau kolam untuk pembenihan nila gift dibagi dalam dua kelompok yaitu kolam pemijahan nila gift dan kolam pendederan nila gift . Kolam-kolam nila gift sebaiknya dibuat dengan pematang yang kuat, tidak porous ( rembes ), ketinggian pematang aman ( minimal 30 cm dari permukaan air ), sumber pemasukan air yang terjamin kelancarannya, dan luas kolam masing - masing 200 m2. Di samping itu perlu di perhatikan juga keamanan dari hama pemangsa ikan, seperti burung hantu, kucing dan lain-lain. Induk ikan nila gift mempunyai bobot rata-rata 300 g/ekor. perbandingan nila gift betina dan jantan untuk pemijahan adalah 3:1 dengan padat tebar 3 ekor /m2.
Pemberian pakan nila gift berbentuk pellet sebanyak 2% dari bobot biomassa per hari dan diberikan tiga kali dalam sehari. Induk ikan ini sebaiknya didatangkan dari instansi resmi yang melakukan seleksi dan pemuliaan calon induk nila gift , sehingga kualitas kemurnian dan keunggulannya terjamin. Induk nila gift betina dapat matang telur setiap 45 hari. Setiap induk nila gift betina menghasilkan larva pada tahap awal sebanyak 250-300 ekor larva nila gift . Jumlah ini akan meningkat sampai mencapai 900 ekor larva sesuai dengan pertambahan bobot induk betina nila gift ( 900g/ekor ). Larva -larva nila gift tersebut dikumpulkan denga cara diserok memakai serokan yang terbuat dari kain halus dan selanjutnya ditampung dalam happa ukuran 2 x 0,9 x 0,9 m3. Pengumpulan larva nila giftdilakukan beberapa kali dari pagi sampai sore, dan diusahakan larva yang terkumpul satu hari ditampung minimal dalam satu happa. Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus ( 45 hari ), induk-induk betinanila gift diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu dan diberi pakan dengan kandungan protein diatas 35 %,
Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah dilepas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember 2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit.
Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik feminisasi dan uji progeni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY (YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya berkelamin jantan XY (genetically male tilapia).
Ikan nila gesit dengan kromosom YY memiliki keunggulan, yakni 98-100 persen turunannya berkelamin jantan, sedangkan keunggulan secara ekonomis yaitu nila gesit memiliki pertumbuhan yang cepat, yakni lima hingga enam bulan untuk mencapai berat 600 gram. Ikan nila berkelamin jantan tumbuh lebih cepat dibanding betinanya. Dengan demikian, produksi ikan nila dapat diarahkan pada produksi ikan nila berkelamin jantan (monosex male) yang dapat tumbuh lebih cepat untuk meningkatkan efisiensi usaha guna memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor. Ukuran rata-rata ikan nila untuk keperluan ekspor ke Jepang adalah dengan berat 600 gram. Alasan inilah, kemudian BPPT bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan penelitian untuk membuat gen yang bisa membudidayakan nila hanya jantan. Tujuannya agar waktu budidaya lebih efisien dan bisa memenuhi permintaan ekspor. Ikan nila biasa 4-6 bulan 360-400 gram, sedangkan nila gesit 4 bulan beratnya mencapai 600 gram atau 1,6 kali lebih cepat pertumbuhannya dibanding nila biasa dan waktunya lebih cepat. Nila gesit telah diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar Sukabumi dan selanjutnya dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pengujian multilokasi dan multilingkungan juga dilakukan untuk mengetahui performanya pada lokasi dan lingkungan yang berbeda, sebelum diproduksi secara massal untuk kemudian dikembangkan secara luas oleh masyarakat pembudidaya. Ikan nila genetically supermale indonesian tilapia (gesit) sedang dikembangkan penelitiannya untuk menjadi nila genetically enrichman Indonesia tilapian (genit).
Perbedaan dari nila gesit dengan genit adalah dalam hal ukuran pertumbuhannya. Jika nila gesit pertumbuhannya 1,6 kali ikan nila biasa, maka ikan nila genit pertumbuhannya bisa tiga kali lipat dari ikan biasa atau dua kali dari ikan nila gesit. Selain itu, nila genit juga bisa hidup pada dua jenis air, yakni air tawar dan asin, sehingga dapat dibudidayakan di tambak-tambak dekat laut. Sedangkan nila gesit hanya bisa dibudidayakan di kolam atau tambak air tawar. Memang untuk menjadi genit, nila gesit harus melalui beberapa tahap penelitian. Saat ini sedang dikembangkan penelitian mengenai nila gesit menuju tahap nila salim agar bisa hidup di air asin. Kelebihan nila salim bisa hidup di kolam air asin. Pengembangan nila salim menuju nila genit yang ditargetkan selesai pada 2010-2011 mendatang.Pasarnya jangan diragukan, Ikan nila selain pasar lokal, dapat di ekspor ke jepang, hongkong, AS, eropa. Kalau bicara daya beli, bandingkan dengan ikan kerapu yang harganya bisa mencapai Rp. 350.000/kg, udang 50.000/kg, ikan tuna misalnya dapat mencapai Rp. 100.000/kg, ikan nila perkilo insya allah tidak mahal. Dalam bentuk olahan misalnya,berupa filletsegar, filletbeku, ataupun surimi memiliki potensi yang cukup besar di pasar internasional, terutama Amerika Serikat (AS) dan Jepang.