Saturday, October 14, 2017

MENGENAL PERUBAHAN DENSITAS, SUHU DAN SALINITAS AKIBAT BERTAMBAHNYA KEDALAMAN

October 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Survey perubahan densitas, suhu dan salinitas ini dilakukan pada titik-titik koordinat: ST 2: Latitude:  5° 46.830'  Longitude: 95° 21.818' pukul 20:40 dalam cruise setelah tsunami 2006, ST 5: Latitude:  5 42.648'  Longitude: 95 24.644' pukul 14:40 dalam cruise setelah tsunami 2006, ST 8: Latitude :  05 43.519 N Longitude : 95 21.540 E pukul 12:15 dalam  cruise tsunami 2005/ 3 agustus 2005, ST 11: Latitude:  5 39.335'  Longitude: 95 17.989' pukul 06:06 dalam cruise setelah tsunami 2006, ST 18: Latitude :  05 39.3257 N  Longitude : 95 17.801 E pukul 05:30 dalam cruise tsunami2005 /5 agustus 2005.
1. Perubahan Densitas Akibat Bertambahnya Kedalaman
Densitas bervariasi keseimbangan antara penguapan dan presipitasi, serta besarnya pencampuran antara air permukaan dan air di kedalaman. Secara umum, perubahan densitas tidak mempengaruhi proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Dengan pengecualian, terdapat variasi rasio kalsium dan bikarbonat yang relatif kecil karena keterlibatan unsur tersebut dalam proses biologi dengan rasio kalsium dan bikarbonat pada densitas adalah 0,5% dan 10-20% lebih bar dikedalaman dari pada dalam air permukaan.
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal dalam kolom perairan dan perbedaan secara horizontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan pada kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang apabila ada pemanasan, presipitasi, dan aliran sungai, serta dapat meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho).
Pada profil densitas diatas kita bias melihat densitas semakin besar karena bertambahnya kedalaman. Perubahan ini juga berkaitan erat dengan berkurangnya temperature pada kedalaman lautan. Dimana semakin rendah temperaturenya maka densitas akan semakin meningkat. Selain oleh temperature perubahan ini juga disebabkan oleh salinitas. Semakin rendahnya temperature didalam juga menyebabkan rendahnya salinitas sehingga mengakibatkan densitas menjadi naik.
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Perubahan densitas dapat disebabkan oleh proses-proses :
•    Evaporasi di permukaan laut
•    Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan gelombang, sehingga besarnya densitas relatif homogeny
•    Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar (Thermocline) dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola perubahan densitas yang cukup besar (Pynocline)
•    Dibawah Polycline hingga dasar laut mempunyai densitas yang lebih padat
Stabilitas air laut dipengaruhi oleh perbedaan densitasnya, yang disebut dengan Sirkulasi Densitas atau Thermohaline. Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.
2.    Perubahan Temperature Akibat Bertambahnya Kedalaman
    Pada profil perubahan suhu akibat perubahan kedalaman tersebut kita bias melihat suhu akan semakin merunun akibat bertambahnya kedalaman. Lapisan dengan warna yang sama pada profil suhu tersebut menandakan lapisan isotermal. Proses isotermal adalah suatu perubahan dari suatu sistem, di mana suhu tetap konstan: T Δ = 0. Ini biasanya terjadi ketika suatu sistem berada dalam kontak dengan reservoir panas luar ( mandi panas ), dan perubahan terjadi perlahan cukup untuk memungkinkan sistem untuk terus-menerus menyesuaikan diri dengan suhu reservoir melalui panas pertukaran.
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Suhu yang paling tinggi berada di permukaan. Semakin dalam suatu wilayah perairan maka tekanan menuju dasar akan semakin besar. Hal ini mengakibatkan suhu semakin turun. Salah satu faktorya tidak ada cahaya yang dapat menembus. Faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan.
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman laut dalam suhu air relatif konstan dan berkisar. Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman terjadi termoklin suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam.
Lapisan pada profil suhu lautan dapat dibedakan menjadi tiga:
•    Well-mixed surface layer (10- 500 m) merupakan lapisan yang hangat di bagian teratas dimana pada lapisan ini gradient suhu berubah secara perlahan. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan epilimnion.
•    Thermocline, lapisan transisi (500 - 1000 m) merupakan lapisan dimana gradient suhu berubah secara cepat sehingga terjadi perubahan suhu yang sangat mencolok. Pada lapisan termoklin ini memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter.
•    Deep layer (lapisan yang relatif homogen dan dingin (> 1000 m) merupakan lapisan terbawah yaitu lapisan dimana suhu air rendah bahkan relative konstan yaitu sebesar 4oC. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan hipilimnion.
 3.    Perubahan Salinitas Akibat Bertambahnya Kedalaman
     Profil perubahan salinitas diatas kita bisa melihat bahwa salinitas dipermukaan cenderung lebih rendah daripada salinitas pada kedalam 250 m. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.
•    Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
•    Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
•    Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah garam dalam gram yang terkandung dalam satu kilogram air laut dimana iodin dan bromin digantikan nilainya oleh klorin, semua karbonat diubah menjadi oksida dan semua bahan organik teroksidasi dengan sempurna. Salinitas akan mempengaruhi densitas, kelarutan gas, tekanan osmotik dan ionik air. Semakin tinggi salinitas, maka tekanan osmotik air akan semakin tinggi pula. Salinitas merupakan parameter kimia yang penting di laut dan menjadi faktor pembatas karena hampir semua organisme di laut hanya dapat hidup pada daerah yang perubahan salinitasnya sangat kecil, walaupun ada organisme laut yang mampu bertolerasi terhadap perubahan salinitas yang tinggi.
Salinitas di perairan samudera berkisar antara 34o/oo sampai 35 o/oo. Di perairan Indonesia yang termasuk iklim tropis, salinitas meningkat dari arah barat ke timur dengan kisaran antara 30-35 o/oo.
Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970) dalam Rosmawati (2004), sebaran menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara 50-100 m dimana salinitas hampir homogen , lapisan haloklin yaitu lapisan dengan perubahan sangat besar   dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas minimum. Adapun sebaran horizontal salinitas di lautan diketahui bahwa semakin ke arah lintang tinggi maka salinitas akan semakin tinggi. Dengan kata lain salinitas lautan tropis lebih rendah dibanding dengan salinitas di lautan subtropis.

Friday, October 13, 2017

EVALUASI PARTISIPATIF DALAM PENYULUHAN PERIKANAN

October 13, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Di dalam sistem Penyuluhan Perikanan dikenal Sistem Penyuluhan Pertisipatif, belajar dari pengalaman Pelaku Utama dan Usaha Experience Learning Cicle (ELC). Untuk keberhasilan Penyuluhan Perikanan diperlukan evaluasi pelaksanaan, yang sering kali ditafsirkan kata evaluasi sebagai mencari-cari kesalahan, mendiskreditkan, dan memberi penilaian yang buruk.
Oleh karena itu banyak orang dalam sebuah organisasi alergi dengan kegiatan evaluasi. Padahal Evaluasi sebagai bagian dari manajemen yang sering kali dilupakan, dipakai hanya sebagai ”alat cuci piring setelah pesta usai”, dan dianaktirikan, bahkan dihindari. Mungkin disebabkan pengalaman buruk yang sukar dilupakan ketika praktik evaluasi dimaknai dan dilakukan sebagai upaya bukan untuk memperbaiki kinerja dan memberikan yang terbaik untuk organisasi dan kelompok penerima manfaat dari program kerja organisasi. Disamping itu kurangnya informasi peranan evaluasi, tidak tahu manfaat, dan tidak mengenal  cara melaksanakannya.
Mengapa orang enggan melakukan evaluasi, diantaranya:
1. Tidak tahu peranan evaluasi, takut ada kesalahan yang diketemukan, takut akan kegagalan
2. Pengelola kegiatan, program atau proyek tidak terbuka (transparan)
3. Tidak punya skill dalam evaluasi
4. Terlalu sibuk tidak ada waktu
5. Biaya tidak dianggarkan atau anggaran terbatas, rancangan proyek lemah atau buruk
I. APA ITU EVALUASI.
Sudah banyak rumusan evaluasi yang di kemukakan oleh para ahli dan praktisi manajemen dan evaluasi. Ada beberapa definisi evaluasi antara lain :
1. Evaluasi adalah menilai dampak dari serangkaian kerja dan tingkat yang sudah dicapai dalam rentang waktu tertentu. (Toolkits. A Practical Guide to Assessment, Monitoring, Review dan Evaluation. Save the Children: 1999)
2. Berupaya mengukur relevansi, efisiensi dan efektivitas program. Ia mengukur apakah atau seberapakah masukan atau layanan program telah memperbaiki kualitas kehidupan manusia. (Bahan Bacaan Pelatihan Monitoring dan Evaluasi, diselenggarakan oleh CSSP untuk NGO-NGO mitra CSSP-USAID di Jakarta, 2002)
3. Kegiatan yang dibatasi waktu, yang bertujuan untuk menilai sesuatu hal dengan perbandingan pada serangkaian kriteria tertentu (hasil yang diharapkan).(Herizal, Nori, dan Fatima. Manual Pemantauan dan Evaluasi. CSSP: Agustus 2004)
Dari ketiga rumusan di atas dapat dilihat kata kunci evaluasi adalah menilai dan mengukur relevansi, efektivitas, efisiensi, dan dampak suatu program dengan kriteria tertentu. Evaluasi bukanlah menilai kinerja personal atau kapasitas organisasi. Meski keduanya mempengaruhi hasil hasil-hasil program. Untuk menilai kinerja personal (staf) dan organisasi perlukan cara dan alat lain, seperti asesmen.  Istilah evaluasi seringkali dikacaukan dengan istilah asesmen, kajiulang (review), dan monitoring dalam pelaksanaannya.
Apa Beda Evaluasi dengan Asesmen, Review, dan Monitoring? Walaupun ketiganya merupakan alat manajemen untuk menilai dan mengukur, tapi mereka berbeda satu sama lain. Mari kita bandingkan:
Asesmen (assessment) adalah sebuah proses mengidentifikasi dan memahami sebuah masalah dan perencanaan serangkaian tindakan-tindakan untuk dilakukan. Hasil akhirnya adalah memiliki rencana kegiatan yang jelas dan realistik yang dirancang untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Monitoring adalah penilaian (assessment) secara sistematis dan terus-menerus kemajuan kegiatan yang dilaksanakan. Monitoring sebagai alat manajemen dasar dan universal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program. Tujuannya adalah membantu semua orang yang terlibat dalam program membuat keputusan yang tepat pada saat yang tepat dan untuk memperbaiki kualitas pekerjaan. Informasi hasil monitoring digunakan sebagai bahan evaluasi. Hasil evaluasi merupakan bahan untuk perencanaan. Jadi Sukar melakukan evaluasi tanpa melakukan monitoring.

Kaji ulang (review) adalah menilai kemajuan rangkaian pekerjaan dalam rentang waktu tertentu. Tujuan utama (basic pupose) kaji ulang adalah melihat lebih dekat perjalanan suatu program dibandingkan melalui proses monitoring. Review dapat dilaksanakan untuk melihat aspek-aspek yang berbeda dari serangkaian kegiatan, dan dapat menggunakan seperangkat kriteria untuk mengukur kemajuan.

II. Mengapa Evaluasi Penting
Evaluasi adalah penilaian yang sistematis mengenai relevansi, progres, efisiensi, efektivitas, dan dampak dari suatu program penyuluhan perikanan. Evaluasi penting dilakukan dengan banyak alasan, seperti di bawah ini:
1.      Memantau kemajuan dari suatu program
2.      Memperlihatkan efektivitas program, termasuk efisiensi biaya
3.      Menyediakan umpan balik kepada siapa pun yang terlibat dalam program, memastikan komitmen dengan tindakan
4.      Memahami bagaimana sebuah inisiatif (program) berjalan, membangun kerjasama, menilai dampak
5.      Sebagai pedoman bagi pengelola sebuah program

III.   Apa Saja Pendekatan dalam Evaluasi

Pendekatan yang lazim dipakai dalam melakukan evaluasi, antara lain :
1.      Pendekatan konvensional
2.      Pendekatan partisipatif.

Evaluasi  Konvensional
Evaluasi  Partisipatoris
Siapa yang merencanakan dan mengelola proses
Ketua, penasehat
Pengurus kelompok bersama dibantu anggota yang dipilih
Perananstakeholder Utama (Kelompok sasaran)
Pelaku utama hanya memberi informasi, bahkan sering tidak diterlibatkan
Pelaku utama dan usaha mendesain, mengadaptasi metodologi, mengumpulkan dan menganalisis, menyebarluaskan temuan dan mengaitkannya dengan tindakan, partisipasi
Bagaimana sukses diukur
   
Ditentukan dari luar, terutama indikator kuantitatif
   
Indikator ditentukan secara internal, termasuk penilaian yang lebih kualitatif
Pendekatan
   
Ditentukan sebelumnya
   
Adaptif, partisipatif
Fokus
   
Akuntabilitas
   
Pembelajaran
Metode
   
Metode formal
   
Metode partipatif
Outsiders
   
Evaluator
   
Fasilitator

Bagaimana Memulai Evaluasi Partisipatif.
Rencana evaluasi menentukan, antara lain :
1.      Apa (data)
2.      Bagaimana (metode)
3.      Siapa (orang/tim)
4.      Seberapa sering (jadual)

 Apa saja elemen lingkup kerja evaluasi.
Lingkup kerja evaluasi, antara lain :
1.        Memutuskan pendekatan evaluasi partisipatif yang baik.
Evaluasi partisipatif secara khusus bermanfaat ketika ada pertanyaan-pertanyaan tentang kesukaran-kesukaran implementasi atau pengaruh atau akibat program pada mitra-mitra, atau ketika informasi diinginkan tentang pengetahuan pelaku utam dan usaha dari goal program atau pandangan mereka tentang progres diperlukan. 
2.        Aspek yang Dievaluasi: kegiatan, hasil, dan sasaran strategis.
Apa yang akan dievaluasi, mungkin satu kegiatan tunggal atau serangkai kegiatan yang saling berkait untuk mencapai hasil tertentu. Mungkin juga evaluasi dilakukan terhadap strategi lebih luas untuk mencapai sasaran strategis tertentu.
3.      Unsur-unsur yang dievaluasi biasanya meliputi :
Unsur-Unsur Evaluasi
Perencanaan
         Tujuan
         Sasaran
         Kegiatan
         Jadual
         Asumsi
   
Dukungan
         Struktur program atau proyek
         Sistem keuangan
         Ssitem adminsitrasi
         Sistem informasi
         Kepemimpinan
         Keterampilan staf
Implementasi
         Kegiatan
   
Pemantauan
         Pemantauan
Prestasi
         Keluaran (outputs) dan hasil
         Sasaran dan akibat
         Tujuan dan dampak
         Asumsi

Hubungan Eksternal
    Hubungan dengan donatur, jika ada
    Hubungan dengan sakeholder lain.
4.      Latar Belakang
Latar Belakang adalah penjelasan singkat tentang riwayat dan status kegiatan atau program saat ini, organisasi pelaksana kegiatan dan pihak yang terlibat, informasi,  tambahan lain yang membantu tim evaluasi memahami laar belakang dan konteks dari kegiatan yang akan dievaluasi
5.      Sumber informasi yang tersedia
Sebutkan sumber informasi yang tersedia, informasi yang relevan menggambarkan kinerja. Misalnya, sistem pemantauan kinerja atau laporan evaluasi sebelumnya. Jika ada keterangan mengenai jenis data yang tersedia, jadwal kerja, dan uraian tentang mutu dan keterandalan pekerjaan; tim evaluasi akan lebih muda bekerja dengan menggunakan data yang sudah tersedia.
6.        Tujuan Evaluasi
Ada beberapa tujuan umum evaluasi antara lain :
1.      Seberapa besar hasil yang diperoleh sesuai atau tidak sesuai dengan harapan
2.      Melihat apakah kebutuhan dari berbagai kelompok khusus (jender, umur, kelompok etnis, status sosial, dll) sudah terpenuhi?
3.      Mendaftar dan mempelajari dampak-dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan.
4.      Melihat keberlanjutan kegiatan dan hasilnya
5.      Belajar dari pengalaman pelaku lainnya mungkin berguna

Thursday, October 12, 2017

MENGOLAH HASIL PERIKANAN DENGAN MEMBUAT DENDENG IKAN

October 12, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Sifatnya yang mudah membusuk dan rusak dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.
Dengan penanganan hasil pengolahan ikan dapat mencegah kerusakan ikan dan bisa menambah nilai jual ikan, juga dalam penyimpanan bisa lebih lamam.
Dendeng ikan adalah jenis makanan awetan yang dibuat dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan bahan lain untuk memperoleh rasa yang diinginkan.
A. Prinsip Pembuatan Dendeng Ikan Manis
Dendeng ikan manis merupakan hasil pengolahan dan pengawetan dengan cara penggeringan serta penambahan bumbu-bumbu tertentu, sehingga mempunyai rasa yang khas dengan tekstur yang empuk
Dendeng ikan dapat dibuat dengan rasa manis ataupun asin. Pada pembuatan dendeng ikan manis pemakaian gula pasir / gula merah berkisar antara 15 – 20%
B. Bahan Baku
Jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan dendeng ikan manis benyak sekali, tergantumg dari kondisi perikanan setempat. Hampir semua jenis ikan dari berbagai perairan dapat dibuat menjadi dendeng, kecuali ikan yang terlalu banyak mengandung lemak.
Jenis-jenis ikan tersebut adalah ikan belanak, mujair, kuro, kuniran, japuh, tongkol, tenggiri cucut, udang dan cumi-cumi
Dendeng ikan adalah ikan kering yang telah diberi bumbu, dan kadang-kadang telah mengalami proses proses pemasakan. Dengan demikian, dendeng berbeda dengan daging kering yang tidak diberi bumbu (kecuali garam). Pembuatan dendeng tidak sulit, dan dapat dilakukan dengan alat-alat yang biasa terdapat di rumah tangga.
BAHAN-BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1) Ikan. Dianjurkan menggunakan ikan berukuran sedang yang kurang bernilai ekonomis. Ikan tamban merupakan salah satu jenis ikan berukuran sedang yang dapat diolah menjadi dendeng ikan. Ikan ini mempunyai tekstur daging lunak, dan berduri halus di dalam daging. Adanya duri halus tersebut menyebabkan ikan tamban paling cocok diolah menjadi produk kering seperti dendeng. Rasa dendeng tamban sangat enak dan tidak sulit membuatnya.
2) Bumbu. Setiap 1 kg ikan membutuhkan gula (200 gram), asam jawa (40 gram), bawang merah (50 gram), bubuk ketumbar (20 gram), lengkuas (30 gram), garam (300 gram), bawang putih (100 gram).
PERALATAN YANG DIGUNAKAN :
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan mengiris daging ikan menjadi irisan tipis. Pisau yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan. Pengering dapat berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atau bertenaga cahaya matahari.
3) Keranjang peniris. Alat ini digunakan untuk meniriskan ikan setelah direndam dengan larutan garam.
4) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu dendeng.
5) Panci. Alat ini digunakan untuk merebus bumbu.
6) Kulkas. Alat ini digunakan untuk menyimpan ikan yang direndam di dalam larutan bumbu.
CARA PEMBUATAN :
1) Proses Pendahuluan
a. Penyiangan. Ikan disiangi dan dibelah seperti yang dilakukan terhadap ikan yang akan dikeringkan.
- Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan terpotong.
- Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai jeroannya.
- Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.
- Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa darah.
- Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.
b. Pembelahan. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahah dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
c. Pembuangan tulang belakang. Belahan ikan yang telah dibelah dibuka, kemudian tulang belakang ditarik dengan pinset sampai terlepas.
2) Pembuatan Larutan Bumbu
a. Lengkuas, bawang putih, dan bawang merah digiling halus. Bumbu-bumbu ini dicampur dengan gula, asam jawa dan bubuk ketumbar.
b. Air sebanyak 1 liter direbus sampai mendidih. Kemudian ditambahkan bumbu yang telah disiapkan di atas. Campuran tersebut dididihkan sambil diaduk-aduk selama 30 menit sampai kental. Setelah itu larutan bumbu didinginkan.
3) Perendaman di dalam Larutan Bumbu
a. Ikan direndam di dalam larutan bumbu semalam pada suhu dingin di dalam kulkas.
b. Setelah out, ikan dikeluarkan dari larutan bumbu, dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian plastik ditutup rapat. Kantong plastik tersebut dibiarkan di udara terbuka sampai suhunya tidak dingin lagi (sama dengan suhu kamar).
4) Pengeringan.
Setelah ikan di dalam kantong tidak dingin lagi, ikan dikeluarkan dari kantong, kemudian segera dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 10 %. Selama pengeringan, ikan dibalik-balik agar pengeringan merata dan lebih cepat. Hasil pengeringan disebut dengan dendeng mentah ikan.
a. Pengemasan. Dendeng mentah ikan dapat disimpan di dalam kantong plastik.
b. Penggorengan. Dendeng ikan yang telah kering dapat digoreng di dalam minyak panas (1700) selama 30~60 detik sambil dibalik-balik, kemudian cepat-cepat diangkat dan ditiriskan.
C. Membuat bumbu Ekstrak
1. Bahan-bahan
Bahan ekstrak adalah cairan sari / ekstrak yang diperoleh dari hasil saringan bumbu-bumbu yang telah halus. Bumbu-bumbu yang digunakan sebagai berikut :
- Gula pasir / gula merah 20%
- Garam 4%
- Asam 4%
- Ketumbar 5%
- Laos 5%
- Jahe 2%
- Bawang merah 1,5%
- Bawang putih 1%
Persentase bumbu-bumbu tersebut dihitung dari berat ikan
2. Cara membuat bumbu ekstrak
a. Ketumbar, garam, bwang merah,bawang putih dihaluskan
b. Laos dan jahe diparut / ditumbuk halus
c. Asam dicairkan dengan 5 sendok makan air kemudian diaring (diambil airnya)
d. Panaskan gula pasir / gula merah dengan 1 – 1 ½ gelas air hingga mencair, kemudian masukkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan, aduk hingga tercampur, angkat dan saring (ambil ekstraknya)
D. Cara Pembuatan Dendeng Ikan Manis
1. Ikan segar dibuang sisik, sirip, ekor dan isi perutnya
2. Potong kepalanya, kemudian belah ikan hingga membentuk fillet kupu-kupu
3. Cuci hingga bersih
4. Buat larutan garam 15, rendam ikan selama 15 – 20 menit kemudian tiriskan
5. Masukkan ikan dalam wadah yang telah berisi bumbu ekstrak, usahakan semua ikan terendam dalam bumbu ekstrak
6. Biarkan selama 12 – 16 jam
7. Angkat dan keringkan (Jemur di tempat yang bersih)

Wednesday, October 11, 2017

PRINSIP DASAR PENGOLAHAN DENGAN PEMINDANGAN IKAN

October 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan (pemasakan) dan penggaraman. Produk yang dihasilkan merupakan produk awetan ikan dengan kadar garam rendah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pindang memiliki pengertian "ikan yg digarami dan dibumbui kemudian diasapi atau direbus sampai kering agar dapat tahan lama". Setelah selesai pemasakan, biasanya wadah di mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan.
Pindang memiliki penampakan, citarasa, tekstur, dan keawetan yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, dan lama perebusan. Jenis-jenis ikan yang umum diolah dengan cara pemindangan adalah ikan-ikan pelagis seperti ikan layang, selar, japu, ikan tembang, lemuru, ikan kembung, tuna, cakalang, dan tongkol. Produk sampingan dari proses pengolahan pindang ikan adalah petis ikan.
Berbeda dari ikan asin, pengolahan pindang selain menggunakan garam juga dikombinasikan dengan proses pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri. Untuk ikan kecil dipindang dalam keadaan utuh sedangkan ikan besar dipindang dalam bentuk potongan. PRINSIP PEMINDANGAN
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pengasapan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan memanaskan ikan dalam susana bergaram dalam waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama pada bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tektur daging ikan berubah menjadi lebih kompak..Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet ketimbang masih segar.
PRODUKSI DAN POTENSI PEMINDANGAN
Pengolahan ikan menjadi asin memang masih mendominasi pemanfaatan hasil perikanan Indonesia. Suatu jumlah yang sangat besar mengingat pemindangan (menempati urutan kedua) tidak lebih dari 5,8% saja. Dari persentase tersebut menghasilkan 121.204 ton ikan pindang (tahun 1992). Padahal, dalam upaya pencukupan gizi masyarakat, ikan asin bukan pilihan ynag tepat. Produk-produk berkadar garam rendah yang dapat dikonsumsi dalam jumlah besar, seperti pindang, merupakan pilihan yang tepat.
Dilihat dari produksinya, Pulau Jawa dan Bali merupakan sentra produksi sekaligus sentra konsumen ikan pindang. Produksi ikan pindang diluar Jawa relative rendah, padahal produksi ikan asinnya cukup tinggi. Apabila sebagian produksi ikan asin ini dialihkan ke ikan pindang maka diperlukan usaha terpadu dari berbagai pihak untuk mempromosikan komoditas ini. Pemindangan ikan dapat dijadikan usaha yang menarik tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa.
Jenis ikan yang biasa digunakan cukup beragam, mulai dari ikan kecil hingga ikan besar dan dari ikan air tawar sampai ikan laut. Ikan air tawar yang sering dipindang adalah nilem, tawes, gurami, mujair, sepat siam, tambakan dan ikan mas. Untuk ikan laut, jenis yang biasa dipindang adalah ikan laying, kembung, tongkol, bawal, selar, kuro, banding, lemuru, petek, japu, tembang, ekor kuning, dan hiu.
Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk menilai mutu ikan pindang dengan menilai mutu sensorinya. Selain itu, pengujian secara kimia dan mikrobiolagi digunakan untuk melengkapi pengujian mutu sensori. Parameter dalam pengujian sensori ikan pindang :

Parameter
Diskripsi
Rupa dan warna
Ikan utuh tidak patah, mucus tidak terluka atau lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam atau kotoran lain. Warna spisifik untuk tiap jenis, cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir.
Bau
Bau spesifik ikan pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam, basi, atau busuk.
Rasa
Gurih spesifik ikan pindang, enak tidak terlalu asin, ras asin merata, dan tidak ada rasa asin.
Tekstur
Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair atau tidak basah (kesat).
 Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair atau tidak basah (kesat).
Sejauh ini, mutu ikan pindang yang dihasilkan belum memuaskan karena cara pengolahan yang belum baik dan benar. Penampilan fisik kurang menarik, banyak luka, terkelupas, daging retak, warna agak kecoklatan, berbau sedikit tengik, dan sebagainya. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada ikan pindang antara lain :

    penggunaan larutan garam yang tidak bersih
    mutu ikan kurang bagus
    Penggunaan larutan perebus yang berulang-ulang sampai kental dan kecokelatan
    Bau tengik atau tidak sedap
    Sanitasi dan hygiene yang diabaikan

SYARAT KEBERSIHAN PEMINDANGAN
Keberhasilan proses pemindangan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain itu bahan utama pembuatan ikan pindang adalah garam. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:
Ikan Harus Segar
Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang bverbeda-beda dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah membusuksebaiknya tidak digunakan.
Penggunaan ikan dengan kesegaran rendah akan menghasilkan produk akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual rendah. Selain itu penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin. Hal ini terjadi karena proses penetrasi garam ke dalam daging ikan yang kurang segar berlangsung terlalu cepat.
Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya sisik, insang dan perut ikan dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan berkurang. Setelah dibersihkan, ikan dicuci dengan air bersih yang mengalir agar semua kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Ikan yang telah bersih dapat segera diolah menjadi ikan pindang. Bila tidak segera diolah, ikan harus ditaburi es batu agar tetap segar.
Mutu Garam Harus Baik
Mutu garam akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sangat bergantung pada kadar NaCl yang dikandung, makin tinggi kadar NaCl, semakin cepat pula penetrasi berlangsung.Selain ditentukan oleh kadar NaCl, kecepatan penetrasi garam ke dalam tyubuh juga dipengaruhi oleh ukuran partikel (butiran) garam. Semakin hasul butiran garam yang digunakan, semakin cepat pula penetrasi. Bila digunakan garam berukuran besar, proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan menjadi lambat sehinggasering timbul kerusakan pada tubuh ikan yang dipindang.
Kondisi Lingkungan Harus Sehat
Kondisi lingkungan harus benar-benar diperhatikan karena dapat mempengaruhi produk ikan pindang. Agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik dan daya awetnya tinggi, factor-faktor sanitasi harus diperhatikan. Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, demikian pula halnya tempat penyimpanan dan hasil pemindanagan.

CARA PEMINDANGAN
Ikan pindang dapat dibuat dengan berbagai cara, tergantung jenis ikan dan wwadah yang digunakan. Namun demikian, proses pembuatan ikan pindang mempunyai prinsip yang sama, yaitu:

Penyiangan dan Pencucian

Ikan yang akan digunakan sebaiknya dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya. Kemudian ikan disiangi dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain.

Sebagian petani ikan atau nelayan sengaja tidak membuang isi perut ikan, karena hal ini dapat menyebabkan hancurnya daging ikan dan menurunnya harga jual ikan pindang. Namun berdasarkan hasil penelitian, tenyata ikan pindang yang telah dibuang isi perutnya tidak mengalami kerusakan atau pecah-pecah seperti yang dikhawatirkan. Ikan berukuran besar disiangi sisip, sirip. Insang dan isi perutnya serta dibelah tubuhnya untuk memudahkan penetrasi garam dan bumbu yang digunakan. Ikan berukuran sedang cukup disiangi tanpa dibelah, sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci.

Penyusunan Ikan

Setelah ikan disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun secara teratur dalam periuk. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu wadah mempunyai ukuran yang relative seragam, agar diperoleh ikan pindang dengan mutu dab rasa yang seragam pula.

Penimbsngan ikan perlu dilakukan untuk memudahkan penentuan jumlah garam yang harus ditambahkan. Kadang-kadang nelayan atau petani ikan sengaja meletakkan ikan kecil di bagian dasar wadah dan ikan besar di bagian atas untuk mengecoh pembeli. Sebenarnya hal ini sangat merugikan, sebab proses perebusan ikan pindang berukuran besar membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga pada saat ikan berukuran besar belum masak ikan kecil biasanya telah hancur. Dengan demikian konsumen akan merasa tertipu sehingga tidak mau membeli lagi.

Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan untuk membuat ikan pindang adalah periuk yang terbuat dari tanah liat atau alumunium. Sebaiknya wadah yang digunakan terbuat dari tanah liat, sebab wadah semacam ini selain dapat menetralisasi panas secara merata ke seluruh bagian. Besarnya wadah hendaknya disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan diproses. Wadah yang terlalu kecil memperdulit penyusunan ikan, bahan dapat mengakibatkan tubuh ikan menjadi bengkok dan patah sehingga harga jual ikan pindang menurun.

Bagian dalam periuk biasanya dilapisi jerami atau anyaman bambu setebal 1 – 2 cm. alat ini berfungsi untuk mencegah melekatnya ikan ke dasar atau tepi wadah dan mencegah hangusnya ikan pindang. Pada dinding periuk bagian bawah sebaiknya dibuat lubang kecil yang dapar dibuka dan ditutup dengan mudah untuk mengalirkan cairan yang terbentuk akibat proses hidrolisa selama perebusan.

Penggaraman Ikan

Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan di dalam tubuh ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain.

Garam yang digunakan dapat berbentuk kristal atau larutan. Jumlah garam kristal yang digunakan berkisar antara 5-10% dari berat total ikan., ter5gantung selera. Pemberian garam dengan konsentrasi lebih besar dari 40% akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin, sedangkan pemberian garam kurang dari 5% akan menghasilkan produk ikan pindang dengan daya awet yang rendah. Garam ditaburkan di atas lapisan ikan hingga seluruh tubuh ikan tertutup garam. Tebal lapisan garam adalah 0.5 cm. setelah garam selesai ditaburkan, tambahkan 1 liter air bersih untuk setiap 2 kg ikan. Penambahab air dimaksudkan untuk membantu proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.

Proses penggaraman ikan pindang denag menggunakan larutan garam dapat dilakukan dengan cepat, yakni cukup derngan menuangkan larutan garam pada susunan ikan yang ada dalam wadah. Konsentrasi larutan garam yang digunakan dapat dibuat sesuai dengan selera. Seluruh ikan yang ada dalam wadah harus terendam oleh larutan garam, agar dapat diperoleh produk ikan pindang dengan mutu yang relative seragam.

Perebusan Ikan

Setelah proses penyusunan dan penggaraman ikan selesai dilakukan, wadah segera ditutup dengan alat penutup yang dilengkapi dengan pemberat. Alat penutup dapat dibuat dari bahan apa saja asalkan dapat berfungsi sebagai alat untuk mencegah penecmaran yang disebabkan oleh lalat atau mikroorganisme lain.

Proses perebusan yang berlangsung hinggan ikan masak menggunakan kayu baker atau minyka tanah sebagai sumber panas. Kayu baker yang digunakan sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau kurang sedap agar tidak mempengaruhi mutu ikan pindang.

Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya tidak terlalu besar agar seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang dan tidak hangus. Bila api terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagis luar akan menjadi kering, sedangkan bagian dalam masih mentah. Ikan pindang demikian kurang baik, karena proses pembusukan tetap dapat berlangsung di dalam tubuh ikan. Selain itu, suimber api yang terlalu besar juga dapat mengakibatkan periuk tanah menjadi pecah.
Lama perebusan tidak dapat ditentukan secara pasti. Bila terlalu cepat, hasil poemindangan kurang sempurna, tetapi bila terlalu lama sering mengakibatkan tubuh ikan menjadi kering, hangus atau periuk menjadi pecah. Biasanya nelayan atau petani ikan dapat mengetahui berapa lama waktu perebusan yang cukup berdasarkan bunyi air mendidih. Bila air mendidih masih berbunyi halus berarti perebusan belum selesai, tetapi bila terdengan bunyi air menggelegak berarti wadah pemindangan ikan harus segera diangkat. Meskipun demikian, sebagai patokan biasanya waktu perebusan ikan berkisar 2-12 jam, tergantung ukuran ikan yang dipindang. Pada ikan yang telah masak terdapat retakan-retakan, terutama pada bagian daging, kepala dan ekor.
Selam proses perebusan berlangsung, cairan di dalam wadah akan terus bertambah karena terjadi pengeluaran caioran dari dalam tubuh ikan. Jikan wadah tidak mampu menampung cairan yang ada, harus dilakukan pembuangan sebagian cairan dengan jalam membuka sumbat lubang yang terdapat di dinding periuk bagian bawah. Cairan ini sebaiknya ditampung, karena masih dapat diolah menjadi kecap ikan atau petis.
Penyimpanan
Penimpanan produk hasil pemindangan harus mendapat perhatian pula, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan selama ikan pindang dalam penyimpanan. Wadah ikan hasil pemindangna harus ditutup sebaik mungkin agar tidak terkena debu. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan pindang diletakkandi dalam ruangan yang kering dan bertemperatur lingkungna yang cukup rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan di dalam ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri ataupun mikroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan kualitas ikan pindang.

Tuesday, October 10, 2017

PENTINGNYA PENYULUH PERIKANAN MELAKUKAN PENDAMPINGAN USAHA

October 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia sangat luar biasa besarnya, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2, luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59 juta hektar, serta luas perairan umum 5,4 juta ha (data tahun 2009), mampu memberikan manfaat dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 82 miliar per tahun.
Sejalan dengan kondisi di atas, keberadaan penyuluh perikanan memegang peranan yang sangat penting dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan serta pelaku usaha bidang perikanan lainnya. Selanjutnya, diharapkan memberi manfaat yang nyata kepada para pelaku utama dan pelaku usaha tersebut untuk dapat mengelola usahanya secara efektif, efisien, dan menguntungkan, sehingga pada gilirannya berdampak pada meningkatnya kesejahteraannya serta terjaganya sumberdaya laut dan ikan yang lestari.
Peranan penting lain yang dilakukan penyuluh di  perikanan adalah melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan penyuluhan yang efektif. Dalam melaksanakan perannya tersebut, penyuluh perikanan melakukan tugas membina, memfasilitasi dan mendampingi pelaku bisnis perikanan untuk dapat berusaha lebih baik agar dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan yang lebih berdayaguna, berhasilguna, dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sejalan dengan itu, penyuluh  perikanan yang diperlukan adalah penyuluh yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus merupakan ahli penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan perikanan. Hal ini juga amat terkait dengan karakteristik yang khas dari kelautan dan perikanan, yang berbeda dengan kegiatan non kelautan dan perikanan.
Dari berbagai pertimbangan di atas, dalam menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan cakupannya memiliki beberapa kekhasan yang menjadi pembeda dengan bidang lainnya antara lain yaitu:
1 Dari aspek legislasi ada Undang-Undang yang menaungi penyuluhan kelautan dan perikanan, yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun  2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2 Dari aspek kelembagaan, selama 2 kabinet dan juga rencana Undang-Undang kementerian/departemen ke depan, ada departemen yang khusus mengemban dan menaungi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dan menjadi instansi pembina bagi sumber daya manusia yang menjalankan tugas dan fungsi penyuluh  perikanan, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan.
3 Secara biofisik, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatan kelautan dan perikanan sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim sehingga dalam pengelolaan sumberdaya menjadi kompleks dan cukup pelik, yaitu:
a. Kegiatan kelautan dan perikanan berisiko tinggi (risky), sehingga harus dapat menjadi layak kelola (manageable);
b. Kegiatan kelautan dan perikanan relatif membutuhkan investasi tinggi (relatively high investment), sehingga harus menjadi layak akses (accessible); dan
c. Kegiatan kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang spesifik (specific knowledge and technology), sehingga harus adaptif dan aplikatif di tingkat pengguna (adaptable and applicable).
Dengan situasi dan kondisi di atas, maka keberadaan para penyuluh  perikanan amat diperlukan, guna menjalankan fungsi intermediasi antara pelaku utama dan pelaku usaha dengan sumber permodalan, teknologi, dan informasi.
a. Tingginya variabilitas dalam kegiatan kelautan dan perikanan berdampak pada tingginya keberagaman penyebaran penggunaan dan penanganan sumberdaya alam, yang berbeda dengan usaha non kelautan dan perikanan yang relatif seragam.
b. Dalam pengelolaan aspek kelautan, maka penanganannya merupakan bagian yang integral dan tidak dapat dipisah dari aspek perikanan. Di samping itu, secara khusus pengelolaan kelautan sangat terkait dengan aturan internasional, seperti UNCLOS 82-UU No. 17/85 termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), Agenda of Science for Environment and Development into the 21st Century (ASCEND 21/Agenda 21), aturan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU), serta Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), yang didalamnya terdapat isu-isu strategis yang berhubungan dengan kedaulatan bangsa dan negara, antara lain isu batas negara, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam pulau-pulau kecil;
c. Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan yang tersebar di berbagai perguruan tinggi merupakan kecabangan ilmu tersendiri, termasuk fungsi penyuluhan perikanan.
Atas dasar perbedaan: fungsi produksi pada proses budidaya, penangkapan, dan pengolahan hasil ikan; karakteristik yang khas dari nelayan dan masyarakat pesisir, terutama sikap dan perilakunya; tingkat mobilitas yang tinggi para nelayan;  keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat perikanan di berbagai daerah; dan potensi unsur swasta untuk berperan dalam penyuluhan; maka diperlukan Sistem Penyuluhan Perikanan yang spesifik. Untuk itu, karakteristik sistem penyuluhan perikanan yang produktif, efektif, efisien, dinamis dan profesional dalam sektor kelautan dan perikanan mensyaratkan:
1. Bertumpu kepada sumber daya ikan dan bersifat pemanfaatan bersama (open access and common property );
2. Bertumpu kepada sentra-sentra kegiatan kelautan dan perikanan;
3. Bertumpu kepada geografis wilayah negara kepulauan;
4. Keterpaduan program yang berwawasan bisnis kelautan dan perikanan dan kelestarian lingkungan;
5. Didukung oleh profesionalisme penyuluh.
6. Digerakkan oleh kepemimpinan para pelaku utama;
7. Bertumpu pada kekuatan kerja sama;
8. Bertumpu pada otonomi daerah;
9. Diwadahi oleh kekuatan kelembagaan; dan
10. Dilayani oleh kesatuan korps penyuluh perikanan;
Selama ini penyuluh perikanan merupakan bagian dari penyuluh pertanian, dalam jabatan fungsional rumpun ilmu hayat, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menko WASBANGPAN NO 19 TAHUN 1999. Dalam pelaksanaannya para penyuluh yang menangani kelautan dan perikanan tidak fokus di bidangnya, karena harus menangani tugas secara polivalen dan bukan spesialisasi. Hal ini mengakibatkan capaian kegiatannya selama ini menjadi kurang berdaya guna dan berhasil guna serta pelaksanaan tugas penyuluh bidang perikanan menjadi tidak profesional.
Untuk itu, sistem penyuluhan kelautan dan perikanan diarahkan untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh sebagai profesi yang mandiri, melalui pengembangan keahlian dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan, serta meningkatkan citra penyuluhan. Dengan demikian, maka sangat diperlukan keberadaan penyuluh fungsional yang berkualitas dibidangnya, dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan, sehingga efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan. Berdasarkan UU No: 16 tahun 2006 tentang SP2K dan dengan adanya UU terbaru dari Kemendagri UU No.14 Tahun 2014 tentang pembagian pusat dan daerah maka sekarang penyuluh perikanan menjadi satu rumah di pusat, hanya pelaksanaan tugas masih di daerah. Kemajuan teknologi harus diimbangi oleh para penyuluh perikanan dimanapun juga, artinya penyuluh perikanan jangan lagi ketinggalan teknologi.

Monday, October 9, 2017

MENGENAL ALAT TANGKAP PURSE SEINE/ PUKAT CINCIN

October 09, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
PENDAHULUAN
I. Definisi Purse Seine
Purse Seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin untuk mana “tali cincin” atau “tali kerut” di lalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut / tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.
Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan. Ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Fungsi mata jaring dan jaring adalah sebagai dinding penghadang, dan bukan sebagai pengerat ikan.
Di Jepang purse seine dapat dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) One Boat Horse Sardine Purse Seine
2) Two Boat Sardine Purse Seine
3) One Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine
4) Two Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine
5) One Boat Skipjack and Tuna Purse Seine
6) Two Boat skipjack and Tuna Purse Seine
Dari keenam macam purse seine di atas no (2), (3), (5) merupakan purse seine yang banyak digunakan.
Dalam paper ini akan dibahas purse seine dengan menggunakan 1 kapal.
II. Sejarah Purse Seine
Purse seine, pertama kali diperkenalkan di pantai uatara Jawa oleh BPPL (LPPL) pada tahun 1970 dalam rangka kerjasama dengan pengusaha perikanan di Batang (Bpk. Djajuri) dan berhasil dengan baik. Kemudian diaplikasikan di Muncar (1973 / 1974) dan berkembang pesat sampai sekarang. Pada awal pengembangannya di Muncar sempat menimbulakan konflik sosial antara nelayan tradisional nelayan pengusaha yang menggunakan purse seine. Namun akhirnya dapat diterima juga. Purse seine ini memang potensial dan produktivitas hasil tangkapannya tinggi. Dalam perkembangannya terus mengalami penyempurnaan tidak hanya bentuk (kontruksi) tetapi juga bahan dan perahu / kapal yang digunakan untuk usaha perikanannya.
III. Prospektif Purse Seine
Pentingnya pukat cincin dalam rangka usaha penangkapan sudah tidak perlu diragukan untuk pukat cincin besar daerah penangkapannya sudah menjangkau tempat-tempat yang jauh yang kadang melakukan penangkapan mulai laut Jawa sampai selat Malaka dalam 1 trip penangkapan lamanya 30-40 hari diperlukan berkisar antara 23-40 orang. Untuk operasi penangkapannya biasanya menggunakan “rumpon”. Sasaran penangkapan terutama jenis-jenis ikan pelagik kecil (kembung, layang, selat, bentong, dan lain-lain).
Hasil tangkapan terutama lemuru, kembung, slengseng, cumi-cumi.
1. Karakteristik
Dengan menggunakan one boat sistem cara operasi menjadi lebih mudah. Pada operasi malam hari lebih mungkin menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan pada one boat sistem. Dengan one boat sistem memungkinkan pemakaian kapal lebih besar, dengan demikian area operasi menjadi lebih luas dan HP akan lebih besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan tipe one boat akan lebih ekonomis dan efisien jika kapal mekaniser, karena dengan menggunakan sistem mekaniser pekerjaan menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dll pekerjaan di dek menjadi lebih mudah.
5. Bahan dan Spesifikasinya
v Bagian jaring
Nama bagian jaring ini belum mantap tapi ada yang membagi 2 yaitu “bagian tengah” dan “jampang”. Namun yang jelas ia terdiri dari 3 bagian yaitu:
    jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”
    jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”
    jaring kantong, #3/4”
srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata.
v Tali temali
    tali pelampung.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 420m.
    tali ris atas.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 420m.
    tali ris bawah.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 450m.
    tali pemberat.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 450m.
    tali kolor bahan.
Bahan kuralon Ø 26mm, panjang 500m.
    tali slambar
bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 38m dan kiri 15m
v Pelampung
Ada 2 pelampung dengan 2 bahan yang sama yakni synthetic rubber. Pelampung Y-50 dipasang dipinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.
v Pemberat
Terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.
v Cincin
Terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line).
B. Hasil Tangkapan
Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan.
Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah : Layang (Decapterus spp), bentang, kembung (Rastrehinger spp) lemuru (Sardinella spp), slengseng, cumi-cumi dll.
C. Daerah Penangkapan
Purse seine dapat digunakan dari fishing ground dengan kondisi sebagai berikut :
1) A spring layer of water temperature adalah areal permukaan dari laut
2) Jumlah ikan berlimpah dan bergerombol pada area permukaan air
3) Kondisi laut bagus
Purse seine banyak digunakan di pantai utara Jawa / Jakarta, cirebon, Juwana dan pantai Selatan (Cilacap, Prigi, dll).
D. Alat Bantu Penangkapan
I. Lampu
Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, seperti purse seine.Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri).
kan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar / cahaya (phototaxis positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan berkumpul disekitarnya.
II. Rumpon
Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatu tempat ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri dari empat komponen utama, yaitu : pelampung (float), tali panjang (rope) dan atraktor (pemikat) dan pemberat (sinkers / anchor).
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m. Setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.
Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak (skoci, jukung, canoes)
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkapan dibuat rumpon mini yang disebut “pranggoan” (jatim) atau “leret” (Sumut, Sumtim). Pada waktu penangkapan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul disekitar rumpon dipindahkan atau distimulasikan ke rumpon mini. Caranya ada beberapa macam misalnya dengan menggiring dengan menggerak-gerakkan rumpon induk dari atas perahu melalui pelampung-pelampungnya. Cara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau mengangkat separo dari rumpo yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon pindah beralih ke rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slambar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedang ujung tali slambar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang nelayan terjun kedalam air untuk mengusir ikan-ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau engan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
E. Teknik Penangkapan (Sitting dan Moulting)
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) sungguhpun ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
b) Pada operasi malam hari, mengumpulkan / menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
c) Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam. Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok / disedot ke atas kapal.
F. Hal-hal yang Mempengaruhi Keberhasilan Penangkapan
1. Kecerahan Perairan
Transparasi air penting diketahui untuk menentukan kekuatan atau banyak sedikit lampu. Jika kecerahan kecil berarti banyak zat-zat atau partikel-partikel yang menyebar di dalam air, maka sebagian besar pembiasan cahaya akan habis tertahan (diserap) oleh zat-zat tersebut, dan akhirnya tidak akan menarik perhatian atau memberi efek pada ikan yang ada yang letaknya agak berjauhan.
2. Adanya gelombang
Angin dan arus angin. Arus kuat dan gelombang besar jelas akan mempengaruhi kedudukan lampu. Justru adanya faktor-faktor tersebut yang akan merubah sinar-sinar yang semula lurus menjadi bengkok, sinar yang terang menjadi berubah-ubah dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan ikan (flickering light). Makin besar gelombang makin besar pula flickering lightnyadan makin besar hilangnya efisiensi sebagai daya penarik perhatian ikan-ikanmaupun biota lainnya menjadi lebih besar karena ketakutan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan penggunaan lampu yang kontruksinya disempurnakan sedemikian rupa, misalnya dengan memberi reflektor dan kap (tudung) yang baik atau dengan menempatkan under water lamp.
3. Sinar Bulan
Pada waktu purnama sukar sekali untuk diadakan penangkapan dengan menggunakan lampu (ligth fishing) karena cahaya terbagi rata, sedang untuk penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya ;ampu terbias sempurna ke dalam air.
4. Musim
Untuk daerah tertentu bentuk teluk dapatmemberikan dampak positif untuk penangkapan yang menggunakan lampu, misalnya terhadap pengaruh gelombang besar, angin dan arus kuat. Penangkapan dengan lampu dapat dilakukan di daerah mana saja maupun setiap musim asalkan angin dan gelombang tidak begitu kuat.
5. Ikan dan Binatang Buas
Walaupun semua ikan pada prinsipnya tertarik oleh cahaya lampu, namun umumnya lebih didominasi oleh ikan-ikan kecil. Jenis-jenis ikan besar (pemangsa) umumnya berada di lapisan yang lebih dalam sedang binatang-binatang lain seperti ular laut, lumba-lumba berada di tempat-tempat gelap mengelilingi kawanan-kawanan ikan-ikan kecil tersebut. Binatang-binatang tersebut sebentar-sebentar menyerbu (menyerang) ikan-ikan yang bekerumun di bawah lampu dan akhirnya mencerai beraikan kawanan ikan yang akan ditangkap.
6. Panjang dan Kedalaman Jaring
Untuk purse seine yang beroperasi dengan satu kapal digunakan jaring yang tidak terlalu panjang tetapi agak dalam karena gerombolan ikan di bawah lampu tidak bergerak terlalu menyebar . jaring harus cukup dalam untuk menangkap gerombolan ikan mulai permukaan sampai area yang cukup dalam di bawah lampu.
7. Kecepatan kapal pada waktu melingkari gerombolan ikan
Jika kapal dijalankan cepat maka gerombolan ikan dapat segera terkepung.
8. Kecepatan Menarik Purse Line
Purse line harus ditarik cepat agar ikan jangan sampai melarikan diri ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Au. Ayodya. DASEN FAKULTAS PERIKANAN. Cetakan Pertama. Penerbit : Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor.
Waluyo Subani dan H.R Barus.1989.ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN UDANG LAUT DI INDONESIA. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.