Saturday, September 16, 2017

MENGENAL BUDIDAYA IKAN SEPAT SIAM *Trichogaster pectoralis)

September 16, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan sepat merupakan ikan asli negara Thailand.  Di habitat aslinya, ikan ini hidup di rawa - rawa yang banyak ditumbuhi tanaman airnya, karena ikan ini butuh substrat sebagai tempat melatakkan busa untuk telur - telurnya.
Meskipun ikan ini tidak begitu populer dikalangan masyarakat luas, namun ikan ini cukup dikenal di Indonesia. Meskipun ikan ini adalah ikan untuk konsumsi, tapi pada ukuran kecil ikan ini bisa dijadikan sebagai ikan hias, karena bentuk tubuh dan warnanya sangat menarik. Ikan sepat siam merupakan ikan asli  negara Thailand, dan hidup di rawa-rawa. Ikan ini di datangkan ke Indonesia pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka.
Sistematika
Ordo          : Labyrinthici
Sub Ordo   : Anabantoidae
Famili       : Anabantidae
Genus        : Trichogaster
Species      : Trichogaster pectoralis
Ciri-ciri
Badan memanjang, pipih kesamping (compressed), tinggi badan 2,2 sampai 3 kali panjang standar.  Sirip punggung mempunyai 7 buah duri dan 10-11 jari-jari sirip lemah, sirip dada lebih panjang daripada kepala, mulut sangat kecil dan dapat disembulkan.
Jari-jari sirip perut yang pertama mengalami modifikasi menjadi filamen yang panjang mencapai sirip ekor. Linealateralis (1.1.) terdiri dari 42-47 sisik.  Pada daerah punggung badan hijau kegelapan sedangkan pada bagian badan sebelah sampaing sisik lebih terang.  Pada kepala dan badan terdapat garis-garis yang melintang dan dari mata sampai ke ekor terdapat garis memanjang yang terputus.  Pada sirip dubur terdapat 2-3 garis hitam yang memanjang (longitudinal). Panjang ikan maksimum yang dapat dicapai  ± 250 mm. Rumus jari-jari sirip sebagai berikut : D.VII. 10-11;  A. IX-XII.  33-38;  L.1.  55-63.
Sifat-Sifat
 Sepat siam merupakan ikan sungai dan rawa yang cocok sekali di pelihara di kolam-kolam.  Jenis ikan ini dapat hidup pada perairan yang pH-nya berkisar antara 4 - 9.  Jenis ikan ini mudah dibiakkan di sawah dan kolam.  Kematangan kelamin mulai terjadi pada  umur 7 bulan.  Pembiakan terjadi dengan terlebih dahulu ikan tersebut membuat sarang berupa gelembung-gelembung  (busa) yang bergaris tengah ± 5 cm.  Telur yang dihasilkan akan terapung berada pada sarang tersebut.  Seekor induk yang bertelor dapat menghasilkan 7000-8000 butir telor, sedangkan larva yang hidup biasanya tidak lebih dari 4000 ekor.
 Telur berwarna kuning  atau putih kekuning-kuningan, mengandung globul minyak sehingga mempunyai sifat mengapung, dan embrio menetas setelah 36-48 jam dari pembuahan.  Kantong kuning telur diserap dalam waktu 3-7 hari.  Pemijahan dikolam terjadi sepanjang tahun.  Lava dan benih memakan plankton.  Ikan-ikan dewasa memakan phytoplankton seperti Bacillariphyceae, Cyanophyceae, plagellata, Zooplankaton seperti Cilliata, Rotifera, Cladocera, Copepoda, Cholorophyceaedan tumbuh-tumbuhan tinggi yang membusuk.
Pertumbuhan di kolam dan di sawah mencapai 7-9 cm dalam waktu 3 bulan, 10-12 cm dalam waktu 6 bulan dan 16-18 cm dalam waktu 12 bulan.  Berat ikan yang besar antara 130-160 gram.  Pemeliharaan yang baik adalah di daerah-daerah ketinggian sampai 800 meter dpl.
Penyebaran
 Tempat asal ikan sepat siam adalah Thailand. Indonesian mendatangkan ikan ini pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka. Kemudian jenis ikan ini karena habitat asalnya adalah rawa-rawa, ditebarkan pula didaerah rawa-rawa diperairan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
 Di Sumatera Selatan ikan ini berbiak dengan cepatnya dan kini jenis ikan ini merupakan ikan penting yang mendominasi daerah rawa.  Hasil penangkapan suatu perairan umum di sumatera selatan, 60% adalah sepat siam.  Jenis ikan ini ditangkap dengan macam-macam alat seperti pangilar (sejenis perangkap) dibuat dari kawat atau rotan, pukat (gill net) dan empang - lulung terbuat dari bambu  dengan rotan sebagai pengikatnya.  Demikian pula halnya di perairan Kalimantan, jenis ikan ini mempunyai peranan penting.  Jenis ikan ini telah dibawa pula ke Bali, Lombok, Flores dan Ambon. Pada umumnya jenis ikan ini diolah sebagai ikan asin yang diekspor ke Jawa.
 Pemeliharaan ikan sepat siam di kolam-kolam di Jawa kurang popular, meskipun di daerah daratan rendah banyak pula yang memelihara.
Pemeliharaan
   Pemeliharaan ikan sepat siam dilakukan di kolam atau di sawah, terutama di daerah-daerah dataran rendah atau di rawa-rawa yang pH-nya sedikit asam atau di kolam-kolam tergenang tanpa adanya aliran air sehingga zat asam minimal. Ikan sepat siam adalah ikan yang mempunyai alat labyrinth sehingga kekurangan zat asam tidak merupakan masalah besar.
   Di Kalimantan Selatan pemeliharaan sepat siam dilakukan dalam beje-beje yang dibuat di sawah atau di rawa berupa saluran-saluran berukuran lebar  2 m dan tinggi       1 - 1,5 m sedangkan panjangnya tidak tertentu.  Saluran ini pada musim hujan tergenang air bila air hujan turun pada musim kemarau maka ikan akan berkumpul dan dapat dilakukan penangkapan dengan  mudah.
   Pemeliharaan ikan sepat siam di sawah biasanya dikombinasikan dengan ikan jenis lain atau poli kultur.  Pada pemeliharaan di sawah sebaiknya saluran pinggir atau saluran tengah diperdalam, agar plankton yang dihasilkan cukup tersedia.
Perkembangbiakan
   Untuk membiakan jenis ikan ini tidak diperlukan perlakuan khusus seperti pada halnya ikan-ikan mas, tawes atau gurame.  Ikan sepat dapat berbiak di kolam pemeliharaan dengan sendirinya.  Tumbuh-tumbuhan air seperti Hydrilla persicillata dan air yang cukup zat asam diperlukan.
   Kolam pemijahan hendaknya agak dalam yaitu sekitar 70 - 100 cm, dan pada waktu pemijahan terjadi kolam hendaknya berair diam sehingga pemasukan air cukup untuk mengganti air yang hilang karena penguapan atau merembes. Tumbuh-tumbuhan air yang mengapung baik sekali disediakan untuk menutup sebagian kecil permukaan saja.  Pada waktu pemijahan maka ikan jantan akan membuat sarang terlebih dahulu.
   Pembuatan sarang dilakukan selama 1 - 2 hari.  Gelembung - gelembung udara (buih) yang membentuk sarang tersebut bergaris tengah 1,5 - 3 mm.  Pada waktu pembuatan sarang tersebut ikan - ikan lain tidak diperkenankan mendekat.  Jika ada ikan yang mendekat maka akan dikejarnya sehingga keluar dari daerah territorial tempat  sarang  dibuat.   Sarang  biasa dibuat dari bagian tepi
atau di sudut - sudut.  Setelah sarang siap maka ikan jantan memikat betina dan pemijahan terjadi di bawah sarang.
   Telur yang telah dibuahi tadi mengapung sampai mencapai sarang tersebut.  Telur menetas setelah 2 - 3 hari.  Telur kemudian dijaga oleh jantan, terutama dari gangguan-gangguan lain yang mendekat.
   Untuk mengembangbiakkan ikan sepat siam ini sebaiknya kolam dipersiapkan dengan pengeringan, pemupukan dan sebagainya, agar hama benih dapat hilang dan benih cukup mendapat makanan terutama makanan alami (Zooplankton).

DAFTAR PUSTAKA
Azis D.A. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Sepat Siam Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Daelami, Deden A.S. 2002. “Agar Ikan Sehat” Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimartha, S. 2004. “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Anggota IKAPI, Puspita Swara.
Suyanto, S. Rachmatun. 1995.  “Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasannya”. Jakarta: Yayasan Sosial Tani Membangun.

Thursday, September 14, 2017

MENGENAL BERBUIDAYA IKAN GURAME ( Osphronemus goramy )

September 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Penyebaran dan ekologi
Gurami semula menyebar di pulau-pulau Sunda Besar (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan), namun kini telah dipelihara sebagai ikan konsumsi di berbagai negara di Asia (terutama Asia Tenggara dan Asia Selatan) serta di Australia.
Di alam, gurami hidup di sungai-sungai, rawa dan kolam, termasuk pula di air payau; namun paling menyukai kolam-kolam dangkal dengan banyak tumbuhan. Sesekali ikan ini muncul ke permukaan untuk bernapas langsung dari udara.
Induk gurami, untuk beberapa waktu lamanya, menjaga dan memelihara anak-anaknya. Telurnya dilekatkan di tetumbuhan air atau ditaruh di sarang yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Gurami terutama adalah pemakan tumbuhan, namun mau juga memangsa serangga, ikan lain, dan juga barang-barang yang membusuk di air di kolam-kolam.
Ikan gurami terutama digemari sebagai ikan konsumsi. Dagingnya padat, durinya besar-besar, rasanya enak dan gurih. Gurami hampir selalu tersedia di restoran, untuk dijadikan pelbagai macam masakan terutama gurami bakar dan gurami asam-manis. Ikan ini berharga cukup mahal.
Gurami juga disukai sebagai ikan hias akuarium.
I. PERSIAPAN PEMIJAHAN
Kolam pemijahan dapat berupa kolam tanah atau kolam tembok tetapi dasar kolam diusahakan tetap tanah.  Dasar kolam tanah akan merangsang induk gurami untuk  segera memijah.  Syarat kolam pemijahan yaitu : airnya jernih, tenang dan mengalir kecil sehingga suplai oksigen juga terpenuhi, ada pintu pemasukan dan pengeluaran air dan tidak boleh terlalu banyak mengandung lumpur karena airnya cepat keruh, air yang keruh dapat menutupi permukaan telur, akibatnya akan mempengaruhi keberhasilan penetasan telur.
1. Persiapan Kolam Pemijahan
Persiapan kolam pemijahan bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolam dalam kondisi optimal bagi ikan gurami untuk melakukan pemijahan.  Kolam pemijahan harus dilengkapi dengan saluran pemasukan air dan pengeluaran.  Saluran pemasukan air dibutuhkan untuk mensuplai air baru agar air kolam tetap segar dan ketersediaan oksigen terlarut tetap terjaga.  Aliran air yang masuk ke kolam dapat merangsang ikan untuk memijah.
Ikan Gurami seperti ikan air tawar lainnya juga akan terangsang berpijah bila ada suasana baru dalam kolam, seperti bau ampo yang terbentuk akibat pengeringan tanah kolam kemudian kena air baru.  Hal inilah yang menyebabkan pengeringan dan penjemuran pada dasar kolam pemijahan mutlak dilakukan.  Selain kegiatan pengeringan, pemberian pakan daun talas juga dapat merangsang gurami untuk segera kawin.
Tahapan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menyiapkan kolam pemijahan ikan gurami adalah sebagai berikut :
a. Kolam dikeringkan 3-7 hari, tergantung cuaca dan ketebalan lumpur di kolam.  Tujuan pengeringan kolam yaitu merangsang birahi induk untuk segera kawin, membunuh hama dan penyakit  serta membuang gas-gas yang membahayan ikan (misalnya: amoniak (NH3) dan H2S)
b. Perbaikan pematang, membersihkan kolam dari semua kotoran yang ada dan masuk ke kolam serta membersihkan rumput liar disekitar pematang
c. Jika dasar kolam banyak mengandung lumpur segera dikurangi atau dibuang
d. Setelah pengeringan kolam, dilakukan pengapuran dengan dosis 100gr/m2.  Pemberian kapur selain untuk menaikkan pH tanah juga untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang terdapat di dasar kolam
e. Kolam pemijahan diisi dengan air bersih, jernih dan memenuhi persyaratan untuk kehidupan dan telur nantinya sedalam 80 cm
f. Setelah 3-4 hari dari pengisian air kolam, induk sudah dapat dimasukkan ke kolam pemijahan
Apabila sumber air kurang jernih atau keruh, sebaiknya air diendapkan terlebih dahulu dalam bak pengendapan.  Air kolam yang keruh akan menyebabkan telur terselimuti oleh lumpur sehingga telur-telur membusuk dan tidak menetas.  Disamping itu, air yang keruh kita akan kesulitan untuk mengetahui apakah telah terjadi aktifitas pemijahan dan apakah sarang telah berisi telur atau belum.
2. Mempersiapkan Sarang
Induk gurami membuat sarang terlebih dahulu sebelum melakukan pemijahan. Gurami meletakkan dan menyimpan telurnya didalam sarang.  Di alam, induk gurami jantan membuat sarang yang terbuat dari rumput-rumput kering yang disusun di pojokan kolam.  Agar proses pemijahan gurame dapat berlangsung lebih cepat, pembudidaya perlu menyediakan tempat kerangka sarang (sosog) dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang (seperti ijuk, sabut kelapa).  Keberadaan bahan sarang tersebut juga merangsang induk cepat untuk memijah.
a. Kerangka Sarang (Sosog)
Kerangka sarang dapat berupa sosog, ranting-ranting pohon dan bilah bambu yang cukup ditancapkan di pinggir pematang kolam. Pemakaian dengan bilah bambu lebih praktis, hemat biaya, dan induk gurami lebih fleksibel dalam membuat sarang.  Sedangkan sosog adalah anyaman bambu berbentuk kerucut dengan diameter lingkaran mulut sosog antara 25-30 cm dan dalamnya 30-40 cm.  Pemasangan sosog dilakukan di pematang dengan cara tangkainya ditancapkan ke pematang kolam.  Namun ada juga yang memasang sosog di bagian tengah kolam dengan cara memasang tangkai pada pangkal sosog .  Penempatan sosog di bagian tengah kolam bertujuan untuk mengantisipasi induk yang enggan membuat sarang dipinggir kolam, karena kondisi pinggir kolam yang kurang nyaman dan banyak lalu lalang orang.
Pemasangan sosog disarankan sekitar 15-30 cm di bawah permukaan air kolam. Jarak pemasangan antara sosog yang satu dengan lainnya sekitar 2 – 4 m.  Jumlah sosog yang dipasang di kolam pemijahan disesuaikan dengan jumlah induk betina. Satu ekor induk betina biasanya membutuhkan satu sarang untuk meletakkan telurnya.  Namun, semakin banyak kerangka yang dipasang maka akan semakin baik karena induk gurami akan lebih leluasa memilih tempat yang diperkirakan aman dan nyaman untuk meletakkan telurnya.
b. Bahan Sarang
Bahan sarang untuk pemijahan gurami dapat berupa ijuk, sabut kelapa dan rumput-rumput kering.  Namun , yang paling banyak digunakan adalah ijuk dan sabut kelapa karena lebih praktis, murah, dan mudah didapat.  Pilihlah ijuk yang lembut untuk menghindari pecah atau rusaknya telur akibat gesekan dengan ijuk.  Sebelum digunakan ijuk dan sabut kelapa dicuci hingga bersih dan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur.
Bahan pembuat sarang ini biasanya ditempatkan dipinggir atau di tengah kolam dengan posisi menggantung supaya induk dapat dengan mudah mengambil ijuk atau sabut kelapa.  Agar bisa menggantung, ijuk dan sabut kelapa dijepit secara longgar dengan bilah bambu yang dipasang dipinggiran kolam.  Namun kelemahannya, banyak ijuk yang jatuh ke dasar kolam atau tertimbun lumpur.
Penempatan bahan sarang yang umum dilakukan pembudidaya yaitu diatas para-para yang terbuat dari bambu.  Para-para bambu ini diberi kaki pada keempat sudutnya sehingga mampu menahan ijuk/sabut kelapa yang ditempatkan di atasnya.  Bahan tersebut diletakkan diatas para-para yang terendam air atau rata dengan air supaya mudah diambil induk jantan.  Oleh induk jantan, ijuk/sabut kelapa diambil dan dipindahkan ke sosog atau bilah bambu yang di tancapkan pinggir pematang kolam.
3. Penebaran Induk Kekolam Pemijahan
Induk gurami yang telah matang gonad dan siap mijah dapat segera dipindahkan  ke kolam pemijahan.  Ciri-ciri induk ikan gurame yang baik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki sifat pertumbuhan yang cepat.
b. Bentuk badan normal (perbandingan panjang dan berat badan ideal).
c. Ukuran kepala relatif kecil
d. Susunan sisik teratur,licin, warna cerah dan mengkilap serta tidakluka.
e. Gerakan normal dan lincah.
f. Bentuk bibir indah seperti pisang, bermulut kecil dan tidak berjanggut.
g. Berumur antara 2-5 tahun.
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
a. Betina
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang gelap kehitaman.
- Dagu putih kecoklatan.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor hanya bergerak-gerak.
- Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.
b. Jantan
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang keputihan.
- Dagu kuning.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik.
- Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
Penangkapan dan pelepasan induk yang telah matang gonad dilakukan secara hati-hati agar induk tidak terluka atau stress.  Penangkapan induk sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika cuaca tidak terlampau panas.  Hal ini untuk menghindari stress pada ikan akibat perbedaan suhu yang terlalu tinggi antara di kolam induk dengan suhu di kolam pemijahan.  Pemindahan induk ke kolam pemijahan dilakukan setelah kolam pemijahan sudah siap dan telah diisi air.
Penangkapan induk gurami yaitu dengan cara melokalisir induk dengan menggiringnya disalah satu  sisi kolam dengan menggunakan jarring yang dibentangkan.  Setelah ruang geraknya dipersempit, induk dapat ditangkap dengan menggunakan tangan dan dilakukan dengan hati-hati.  Penangkapan induk harus dilakukan satu demi satu.  Penangkapan induk tidak disarankan menggunakan seser, karena akan mengakibatkan sisik ikan banyak yang terkelupas.
Cara memegang induk gurami ada caranya yaitu induk dipegang dengan tangan dengan posisi badan terbalik.  Induk dipegang pelan dan hati-hati, mata gurami diusahakan tertutup oleh telapak tangan agar tidak berontak.  Bagi yang belum mahir dapat menggunakan kain halus basah yang diselimutkan pada tubuh ikan secara hati-hati.  Selanjutnya induk diangkat secara pelan-pelan dengan posisi terlentang juga.  Induk yang tertangkap dimasukkan ke dalam drum atau ember besar berisi air yang telah dipersiapkan.
Pemasukkan induk ke kolam pemijahan harus dilakukan secara hati-hati. Masukkan induk bersama dengan wadahnya ke kolam pemijahan dan biarkan gurami keluar dan berenang dengan sendirinya.  Pemindahan induk dapat juga dengan cara mempergunakan kain halus basah, kemudian diangkut dan dilepaskan bersama pembungkusnya.  Dengan cara ini kemungkinan induk jatuh karena meronta dapat dikurangi atau dihindari.  Jika induk sampai terjatuh maka akan dapat menyebabkan stress sehingga induk tidak mau memijah.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Saparinto C.,2008.Panduan  Lengkap Gurami.Penebar Swadaya. Jakarta
2.    Sendjaja J.T dan Riski M.H., 2008. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta
3.    Sunarya, U.P.,2008. Gurami Soang. Penebar Swadaya. Jakarta
4.    Mahyuddin K.,2009. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
5.    Wagiran dan Harianto B.,2010. Kiat Sukses Budi daya Gurami di Kolam Terpal. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Monday, September 11, 2017

PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA UDANG ROTRIS

September 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Udang rostris (Litopenaeus stylirostris) berasal dari kawasan Amerika Latin khususnya dari negara Mexico, mempunyai prospek pasar internasional yang cukup baik bagi dunia usaha dan sudah banyak diproduksi secara massal dengan menerapkan teknologi sederhana hingga intensif oleh beberapa negara di Amerikan dan Asia. Informasi yang didapat dari hasil kajian dan hasil produksi di beberapa negara produsen, bahwa udang rostris menunjukkan keunggukan-keunggulan sebagai berikut:
-  Laju pertumbuhan yang menyerupai udang windu (dapat mencapai ukuran 30 gr/4 bulan).
-  Toleran terhadap suhu rendah dan perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi).
-  Toleran terhadap lingkungan yang ekstrim (kindisi tanah gambut dan kondisi lainnya).
Pemicu munculnya penyakit pada udang rostris ada tiga, faktor yakni menurunnya kualitas lingkungan pemeliharaan, adanya jasad patogen, dan kondisi udang yang lemah. Bila udang rostris terserang penyakit dapat dipastikan ditimbulkan oleh beberapa faktor tersebut. Untuk mencegah dan mengobatinya maka harus diketahui faktor penyebabnya.
Klasifikasi
Klasifikasi dari udang rostris (Litopenaeus stylirostris) adalah sebagai berikut :
•  Sub Phyllum    : Crustacea
•  Kelas          : Malacostraca
•  Ordo           : Decapoda
•  Famili         : Penaidae
•  Genus          : Litopenaeus
•  Species        : Litopenaeus stylirostris
Morfologi
Ciri morfologi udang rostris ini tidak berapa beda dengan deskripsi udang pada umumnya. Secara jelas yang tampak adalah udang ini berwarna biru kehitaman, keki renang merah kebiru-biruan, rostrum panjang bergigi 7 pada bagian atas (dorsal) dan 1 gigi lunak yang berkembang di bagian ventral.
Persiapan Air Media
Dalam persiapan air media awal sudah dianggap baik apabila kondisi parameter kualitas air dan kelimpahan plankton tidak mengalami goncangan (fluktuasi) yang mencolok. Tahapan dalam persiapan air media awal adalah sebagai berikut :
- Pengamatan parameter kualitas tanah (pH : 6,5-7,5 ; kandungan bahan organic 8-10 %). Tujuan dari pengamatan parameter kualitas tanah ini adalah untuk mengetahui kondisi tanah tersebut sudah layak atau belum bagi kebutuhan biologis udang yang akan dipelihara.
- Pengisian air seluruh komponen petakan tambak hingga mencapai ketinggian yang optimal (1,2-1,4 m), dilakukan pada saat kondisi air laut sedang pasang tinggi. Kemudian air dibiarkan 2-5 hari dengan tujuan untuk mengetahui tingkat porositas tanah dan tingkat evaporasi (penguapan) air pada petakan tambak yang akan dioperasionalkan.
- Sterilisasi air media dengan kaporit berkisar antara 25-30 ppm dan ditebar merata, kemudian diaerasi (dikincir) yang kuat selama 3-5 jam. Pengadukan dengan kincir bertujuan agar kaporit yang diaplikasikan tersebar secara merata hingga ke dasar tambak, sehingga air media tersebut dapat segera steril.
- Pengamatan parameter kualitas air, seperti pH (7,5-8,5), suhu (28o-31o C), dan salinitas (15-35 ppt), serta parameter air lainnya. Pengukuran parameter kualitas air ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas air secara awal, sehingga pada saat penebaran benur dapat disesuaikan (untuk proses adaptasi penebaran benur).
Pemilihan dan Penebaran Benih
Apabila kondisi air media sudah siap dalam artian baik kondisi parameter kualitas air dan kondisi kelimpahan plankton, maka segera dapat dilakukan penebaran benih.
Pemilihan standar benih udang rostris adalah sebagai berikut :
-  Ukuran diusahakan seragam.
-  Gerakan lincah dan menantang arus.
-  Respon terhadap gerakan.
-  Warna tubuhnya putih transparan.
-  Kaki dan kulit bersih.
-  Isi usus tidak putus, dan
-  Adaptif (tahan) terhadap perubahan salinitas.
Benih udang rostris yang ditebar adalah ukuran PL-15 atau ukuran tokolan (sebesar pentol korek api) dan sudah dalam kondisi bebas virus. Standar baku benih yang baik adalah setelah dipilah dengan formalin, kematiannya maksimal tidak lebih dari 5 %. Benih tersebut diangkut ke tambak dan kemudian sebelum ditebar terlebih dahuludiadaptasikan terhadap parameter kualitas air yaitu suhu, salinitas, pH, dan parameter lainnya secara perlahan-lahan selama 5-15 menit.
Waktu penebaran yang baik diusahakan pagi hari (jam 0500- 0700). Dengan padat penebaran yang optimal pada pembesaran udang rostris dengan teknologi intensif pada system ini adalah berkisar antara 25-50 ekor/m2 (tergantung factor daya dukung lahan dan sarana penunjang lainnya).
Masa Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan udang rostris berlangsung (masa operasional berjalan) perlakuan dan pengamatan sangatlah menentukan tingkat keberhasilan. Untuk itu, dalam kurun waktu tersebut ada beberapa kegiatan, perlakuan, dan pengamatan penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
-  Pengaturan dan pemberian pakan.
-  Manajemen plankton.
-  Pengelolaan air dan lumpur.
-  Pengamatan kondisi dan pertumbuhan udang.
Faktor yang sangat penting selam masa pemeliharaan udang adalah pengamatan mengenai kondisi dan kesehatan udang rostris pada tambak yang dioperasionalkan. Untuk mengetahui kondisi ini dapat diindikatorkan dengan pengamatan secara visual yaitu diantaranya adalah :
-  Udang ditempeli oleh jenis bakteri Zoothamium sp dan jenis lainnya pada insang dan tubuh.
-  Insang kotor.
-  Kepala (karapas) dan kulit (abdomen) berlumut.
-  Ekor geripis.
-  Anthena putus.
-  Daging udang keropos.
-  Warna tubuh dan ekor kemerahan.
Udang yang sehat dicirikan dengan normalnya fungsi fisiologis yang secara fisik dapat terlihat dari nafsu makan, pertumbuhan, kelengkapan organ dan jaringan tubuh. Udang akan tetap dalam kondisi sehat selama lingkungan masih mampu untuk mentolerir beban polusi internal sebagai hasil degradasi input produksi (pupuk, pakan, dan obat-obatan). Penyakit yang pada umumnya mulai terjadi pada bulan kedua pada masa pemeliharaan.
Kemampuan mengendalikan factor penyebab stress dan antisipasi yang tepat terhadap potensi serta gejala sakit  akan menentukan kualitas dan kuantitas pada akhir masa pemeliharaan hingga panen. Hampir semua kunci manajemen kesehatan adalah pencegahan, namun tidak menutup kemungkinan dilakukannya pengobatan. Ada beberapa kegiatan monitoring kesehatan dan perlakuan udang selama masa pemeliharaan, diantaranya :
-  Pengamatan Rutin
-  Pengamatan Visual
-  Pencegahan Penyakit
Penyakit yang biasa menyerang ikan sumatera adalah sebagai berikut :
1. White Spot Syndrom Virus (WSSV)
•  Gejala / Ciri-ciri
-  Udang menempel di pematang/bamboo.
-  Berenang abnormal.
-  Secara mikroskopik terlihat bercak putih dengan bentuk bunga dan inti kehitaman.
-  Timbul bercak putih di kulit.
•  Pengobatan
-  Dengan bahan kimia
Dapat diberikan Vitamin C sebanyak 100 ppm yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan kepada udang yang terserang selama 3 hari, atau dapat juga diberikan Fucoidan (ekstrak rumput laut) sebanyak 60 - 100 mg/ kg udang/ hari selama 15 hari.
-  Dengan bahan alami
Dapat digunakan ekstrak dari daun sambiloto dengan cara diremas, air tersebut dicampur dengan pakan dan dikeringkan, setelah itu baru diberikan pada udang, atau dapat juga menggunakan ekstrak daun Maiyana dengan dosis 0,5 gr/5 liter air.
•  Pengendalian
-  Memilih benih yang telah bebas virus.
-  Aplikasikan air steril dan juga pagar keliling.
2. Bakteri Zoothalium sp
•  Gejala / Ciri-ciri
-  Kulit dan badan berlumut.
-  Karapas dan kulit abdomen.
-  Warna tubuh kemerahan.
•  Pengobatan
-  Dengan bahan kimia
Dapat digunakan Formalin dengan dosis 30 ppm atau kaporit 1 ppm diberikan selama   1 hari.
-  Dengan bahan alami
Menggunakan larutan kunyit atau daun sirih.
•  Pengendalian
-  Membuang lapisan dasar tambak.
-  Pelihara ikan bandeng.
-  Perbaiki dasar tambak.
3.  Lumutan
•   Gejala
-  Kulit seperti berbulu.
-  Tubuh keropos/kusam.
-  Insang kotor.
•   Pengobatan
-  Dengan bahan kimia
Menggunakan Formalin 30 ppm atau larutan kaporit sebanyak 1 ppm, yang dilarukan dengan air tambak.
-   Dengan bahan alami
Dapat menggunakan daun sadah sebanyak 2 gr/liter air, yang dilarutkan selama 15 menit. Atau dapat juga menggunakan daun sirih yang telah diremas, direndam dan disaring airnya, kemudian udang yang terserang penyakit ini direndam selama 15 menit.
•   Pengendalian
Langkah pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan membuang lapisan Lumpur organic dan memberikan pengapuran pada dasar tambak.
DAFTAR PUSTAKA
Kokarkin, C., 2002. “Petunjuk Teknis Budidaya Udang Rostris”. Dirjen Perikanan. Jakarta.
Junaidah, S., 2004. “Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Rostris”. Dirjen Perikanan Budidaya. BBPBAP Jepara.
Basri H. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Udang Rostris Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Sunday, September 10, 2017

SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI IKAN (Materi Ichtyologi)

September 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan tergolong hewan bertulang belakang (termasuk vertebrata) yang berhabitat di dalam perairan. Ikan bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip-sirip. Ikan bersifat poikilotermal. (http://smartsains.blogspot.com/2008/06/anatomi-dan-biologi-ikan.html)
   Alat ekskresi ikan berupa ginjal opistonefros yaitu merupakan tipe ginjal yang paling primitive. Pada ginjal ini, tulbulus-tubulus bagian anterior telah lenyap, beberapa tubulus bagian tengah berhubungan dengan testis serta terdapat konsentrasi dan pelipatgandaan tubulus di bagian posterior. Mekanisme eksresi ikan air tawar berbeda dengan ikan air laut. Ikan air tawar mengeksreksi ammonia dan aktif menyerap ion anorganik melalui insang serta mengeluarkan urine dalam jumlah besar. Sebaliknya pada ikan air laut mengeksresksikan sampah nitrogen berupa trimetilamin oksida (TMO), mengekresikan ion-ion lewat insang dan mengeluarkan urine sedikit. (Buku Biologi unuk SMU, Hartini Etik Widayati, Intan Pariwara, 2009)
   Ikan mempunyai system ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang pengeluaran yang disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya saluran ginjal dan saluran kelamin yang berada tepat dibelakang anus. Ginjal pada umumnya terletak antara columna vertebralis dan gas bladder. Ginjal terdiri dari dua bagian yaitu caput renalis anterior yang tersusun atas jaringan hemapoeitik, limfoid dan endokrin serta trunkus renalis posterior yang tersusun atas nefron-nefron dikelilingi jaringan limfoid interstitial. Sisi kanan dan kiri dari trunkus renalis berfusi dan membentuk lengkungan yang mengisi ruangan diantara kedua gas bladder. Di bagian posterior dari lengkungan ini trunkus renalis menipis menyesuaikan lekukan pada gas bladder. Caput renalis terpisah atas bagian kana dan kiri, terletak di anterior dari lengkungan tersebut memasuki daerah cranium. (http://zaifbio.wordpress.com/category/fisiologi-hewan/)
   Sistem ekskresi ikan menurut pemaparan diatas dapat ditekankan bahwa ikan memiliki sistem ekskresi yang terdiri dari ginjal (terutama) dan suatu lubang yang disebut urogenital sebagai tempat bermuaranya saluran ginjal dan saluran kelamin yang terdapat di belakang anus.
Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi
  Sistem ekskresi adalah sistem pembuangan proses metabolisme tubuh baik berupa gas, cairan, maupun padatan melalui kulit, ginjal, dan saluran pencernaan. Ginjal terletak di atas rongga perut, di luar peritonium, di bawah tulang punggung dan aorta dorsalis, sebanyak satu pasang, berwarna merah, memanjang. Ginjal memiliki fungsi untuk  menyaring sisa-sisa proses metabolisme untuk dibuang, zat-zat yang diperlukan tubuh diedarkan lagi melalui darah dan mengatur kekentalan urin yang dibuang untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh.
  Osmoregulasi adalah sistem pengaturan keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh (air dan darah) dengan tekanan osmotik habitat (perairan). Organ – organ pada sistem osmoregulasi terdiri dari kulit, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan berbeda antara ikan-ikan bertulang sejati (Teleostei) yang hidup di laut dengan yang hidup di perairan tawar, demikian juga dengan ikan-ikan bertulang rawan (Elasmobranchii) sehingga struktur dan jumlah ginjalnya juga berbeda, demikian juga dengan sistem osmoregulasinya.
1.2  Sistem Ekskresi Ikan
        Sistem ekskresi ikan seperti juga pada vertebrata yang lain, yang mempunyai banyak fungsi. Diantara fungsi sistem ekskresi ikan yaitu untuk regulasi kadar air tubuh, menjaga keseimbangan garam dan mengeliminasi sisa nitrogen hasil dari metabolisme protein. Alat pengeluaran ikan terdiri dari:
1.      Insang yang digunakan untuk mengeluarkan CO2 dan H2O
2.      Kulit (kelenjar kulit) untuk mengeluarkan lendir sehingga ubuh ikan senantiasa licin untuk memudahkan bergerak dalan air.
3.      Sepasang ginjal untuk mengeluarkan urine. Pada ikan berkembang dua tipe ginjal, yaitu:
Ø  Pronefros
Ginjal pronefros adalah ginjal primitif. Pada ginjal ini, tubulus – tubulus bagian anterior tidak ada, beberapa tubulus bagian tengah berhubungan dengan testis serta terdapat konsentrasi dan pelipatgandaan tubulus di bagian posterior.  Meskipun terdapat perkembangan embrional sebagian besar ikan, tetapi saat dewasa tidak fungsional. Fungsi ginjal ini akan digantikan oleh ginjal mesonefros. Perkecualian pada ikan Hagfish dan Lamprey.
Ø  Mesonefros
Ginjal bertipe mesonefros berfungsi hampir sam dengan ginjal pronefros, perbedaan prinsip adalah kaitannya dengan sistem peredaran darah, tingkat kompleksitas, dan pada efesiensi kerja.
     Ikan beradaptasi terhadap lingkungannya secara khusus. Terdapat perbedaan adaptasi antara ikan air laut dan ikan air tawar dalam proses ekskresi. Jumlah glomerulus ikan air tawar lebih banyak dan diameternya lebih besar dibandingkan dengan ikan air laut. Keduanya memiliki cara berlawanan dalam mempertahankan keseimbangan kadar garam di dalam tubuhnya.
Sistem Ekskresi Ikan Air Laut
     Air garam pada air laut cenderung menyebabkan tubuh ikan air laut terdehidrasi berbeda dengan kadar garam pada air tawar yang rendah menyebabkan naiknya konsentrasi dalam tubuh. Beberapa ikan laut memiliki kelenjar ekskresi garam pada bagian insang yang berperan dalam mengurangi kelebihan garam. Ginjal berfungsi untuk menyaring sesuatu yang terlarut dalam air dan darah yang hasilnya akan dikeluarkan melalui korpus renalis. Tubulus yang bergulung berperan penting dalam menjaga keseimbangan air. Hasil yang hilang pada bagian tubulus nefron, termasuk air dan yang lain diabsorbsi kembali ke dalam aliran darah.Bagian korpus renalis pada ikan air laut lebih kecil daripada ikan air tawar, sehingga cairan tubuh tidak banyak keluar karena penting untuk menjaga agar cairan tubuh tidak terlalu encer (overdilusi). Elasmobranchii tidak seperti kebanyakan air laut. Elasmobranchii memiliki korpus renalis yang besar dan mengeluarkan air relatif banyak seperti ikan air tawar.
     Ikan air laut memiliki konsentrasi garam yang tinggi didalam darahnya. Ikan air laut cenderung untuk kehilangan air di dalam sel – sel tubuhnya karena proses osmosis. Untuk itu, insang ikan air laut aktif mengeluarkan garam dari tubuhnya.untuk mengatasi kehilangan air, ikan air laut meminum air yang kandungan garam tinggi akan meningkat dalam cairan tubuh. Sebaliknya, dehidrasi dicegah dengan proses osmosis dan kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan air laut mengkondisikan dengan tekanan osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan air tawar. Tubulus ginjal berfungsi sebagai penahan air. Oleh sebab itu, jumlah glomerulus ikan air laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil daripada ikan air tawar.
Sistem Ekskresi Ikan Air Tawar
     Ikan air tawar cenderung menyerap air dari lingkungannya dengan cara osmosis. Insang ikan air tawar secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke dalam tubuh. Ginjal memompa kelebihan air keluar dalam bentuk air seni. Ginjal mempunyai glomerulus dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Hal ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam – garam dalam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak – banyaknya. Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubulus ginjal, glukosa akan diserap kembali oleh tubulus proximalis dan garam – garam diserap kembali pada tubulus distal. Dinding tubulus ginjal bersifat impermeable atau tidak dapat ditembus oleh air. Air seni yang dihasilkan mengandung konsentrasi air yang tinggi.
     Cairan tubuh dari ikan air tawar memiliki konsentrasi ion yang lebih tinggi dibanding dengan lingkungan sekitarnya, kondisi ini disebut dengan hiperosmotik. Untuk mempertahankan gradien konsentrasi tersebut dibutuhkan sistem pembuangan dan konserbasi dari ion-ion disamping adanya proses ekskresi air yang telah difiltrasi oleh ginjal. Proses filtrasi ini dilakukan ginjal yaitu pada bagian nefron glomerulus yang terdiri dari corpus renalis dan tubulus renalis. Corpus renalis terdiri atas glomerulus-glomerulus yang diselubungi oleh capsula Bowman. Epitelia parietalis dan visceralis membentuk “Bowman’s space” yang memisahkan glomerulus dengan bagian-bagian lain dari ginjal. Glomeruli berukuran kecil dan avasculer dengan tubuli renalis yang mempunyai enam regio sitologis yang berbeda.

KEBERLANJUTAN PERIKANAN BUDIDAYA MELALUI STANDARDISASI, MONITORING LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN RESIDU

September 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Untuk menjamin berjalannya sistem pembangunan perikanan budidaya tersebut diperlukan dukungan pengorganisasian dan pengembangan kompetensi sumber daya yang kuat di tingkat pusat maupun daerah. Pengorganisasian meliputi pengorganisasian di tingkat lembaga/instansi maupun kelompok jabatan fungsional terkait.
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan perikanan budidaya sering mengalami kendala. Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pengembangan perikanan budidaya antara lain adanya serangan penyakit ikan, perubahan lingkungan budidaya yang ekstrim, serta produk perikanan budidaya yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Sebagai gambaran dampak ekonomi yang ditimbulkan, beberapa kejadian penyakit, perubahan lingkungan dan  ditolaknya produk perikanan budidaya yang pernah tercatat adalah sebagai berikut :
1.      Kerugian akibat wabah penyakit
2.      Kerugian akibat faktor lingkungan
3.      Kerugian akibat ditolaknya ekspor produk perikanan budidaya
Berbagai persoalan terkait dengan serangan penyakit, perubahan lingkungan budidaya, obat ikan serta residu berbahaya harus segera diatasi dengan pengambilan kebijakan strategis yang dapat segera dilaksanakan di tingkat lapangan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) adalah dengan meningkatkan peran strategis sumber daya manusia yang ada dalam pengendalian konsistensi mutu obat ikan, hama dan penyakit, lingkungan budidaya, serta residu berbahaya. Apabila pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan tidak dapat dijalankan dengan baik, maka ketersediaan sumberdaya alam akuakultur yang sangat besar ini akan menjadi malapetaka di masa depan.
Kegiatan Pengelolaan Kesehatan Ikan dan lingkungan akan tercapai sampai di tingkat teknis yang sangat detail apabila didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi serta jaminan pengembangan karier yang jelas dan terukur. Namun demikian, sampai dengan saat ini belum ada pejabat fungsional yang mempunyai tugas dan fungsi khusus di bidang tersebut di atas, sehingga kegiatan-kegiatan yang terkait dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dengan latar belakang yang cukup bervariasi, antara lain oleh pejabat struktural, Pejabat Fungsional Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (Jabfung PHPI), Perekayasa maupun staf fungsional umum. Akibat langsungnya adalah tidak adanya standar kompetensi yang jelas petugas yang menangani tugas dan fungsi tersebut.
Berdasarkan kondisi yang ada, DJPB mengusulkan terbentuknya sebuah jabatan fungsional baru, yaitu Jabatan Fungsional Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan (PKIL).  Tugas dan fungsi utama jabatan ini adalah kegiatan-kegiatan yang terkait  dengan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, antara lain pengelolaan unit pengelola kesehatan ikan dan lingkungan sesuai standard ISO 17025, pengendalian obat ikan, pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya, survaillans dan monitoring serta penyiapan kebijakan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan.
Perikanan budidaya terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya di samping kuantitasnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penekanan pada peningkatan kualitas produksi perikanan budidaya ini selaras dengan di bukanya Pasar Bebas ASEAN (MEA) yang mendorong perlunya peningkatan daya saing, salah satunya dengan kualitas produk yang meningkat dan aman di konsumsi. “Selain produk perikanan budidaya harus bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, harus di dukung dengan kualitas produk yang mampu bersaing baik di pasar regional maupun pasar global. Untuk itu melalui program pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan, kita harus menerapkan system jaminan mutu dan keamanan mutu hasil perikanan budidaya dari hulu sampai hilir proses produksi perikanan budidaya, baik itu melalui penerapan standardisasi system produksi perikanan budidaya, system monitoring lingkungan maupun pengendalian residu”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat memberikan arahan dalam acara Rapat Koordinasi Standardisasi Perikanan Budidaya, Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya dan Pengendalian Residu di Yogyakarta.
“Persaingan pasar yang semakin terbuka, menuntut kita untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang sesuai standar, baik itu standar system produksi maupun standar mutu hasil perikanan. Standardisasi harus dilakukan di semua lini, baik itu standar pembenihan, standar prasarana dan sarana budidaya, standar produksi maupun standar pakan yang di dukung dengan penerapan standar metode uji di laboratorium, untuk memberikan jaminan keamanan dan jaminan mutu produk perikanan budidaya”, jelas Slamet.
Saat ini, terdapat 250 buah Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang perikanan budidaya (lima diantaranya adalah RSNI) yang digunakan sebagai standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam memasuki persaingan pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Pengendalian Residu
“Disamping penerapan standardisasi perikanan budidaya, diperlukan upaya lain untuk dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan aman dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang dilarang yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional”, terang Slamet.
Slamet menambahkan bahwa Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil melakukan pengendalian residu dan sekaligus melakukan monitoring penggunaan residu pada usaha budidaya sejak tahun 2013, Indonesia telah dimasukkan oleh Direktorat Jenderal Konsumen dan Kesehatan, European Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU, ke dalam daftar negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa. Kondisi ini membuktikan bahwa Sistem Monitoring Residu perikanan budidaya Indonesia telah dinilai setara dengan standard Uni Eropa. Hal ini harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yang berkelanjutan dan semakin baik diantara pihak terkait (stakeholders), baik di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan monitoring residu”, papar Slamet.
Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa setelah di terbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2015 tentang Pengendalian Residu Obat Ikan, Bahan Kimia dan Kontaminan pada kegiatan Pembudidayaan Ikan Konsumsi, membuktikan keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan jaminan keamanan pangan dan mutu produk perikanan budidaya. “Permen ini menjadi acuan dalam monitoring dan pengendalian residu. Ini harus di terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai ke tingkat daerah,” kata Slamet.
Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya
Pembangunan perikanan budidaya berbasis lingkungan atau ekosistem terus di kembangkan dan di gulirkan. Dengan memperhatikan lingkungan atau ekosistem, perikanan budidaya akan menjadi tumpuan dalam pengembangan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang sekaligus memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, agar tetap lestari dan berkelanjutan.
“Untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perlu upaya penerapan pendekatan terhadap lingkungan dalam pengembangan perikanan budidaya atau disebut dengan Ecosystem Approach for Aquaculture (EAA), untuk mengelola perikanan budidaya yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan berdasarkan ekosistem di Indonesia. Program Culture Based Fisheries (CBF) juga sangat sesuai dengan EAA. Ini akan kita coba terapkan di beberapa lokasi, sebagai percontohan”, papar Slamet.
Pengelolaan usaha perikanan budidaya di perairan umum perlu dilakukan. “Usaha perikanan budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum, perlu di tata ulang sehingga memberikan hasil yang positif baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Penggunan teknologi pakan yang efisien dan ramah lingkungan harus terus di dorong, sehingga meminimalisir dampak negative bagi lingkungan”, tutur Slamet.
Usaha perikanan budidaya yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan akan  menghasilkan keberhasilan usaha. Karena perikanan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan baik lingkungan budidaya maupun lingkungan di sekitarnya. “Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, sangat perhatian sekali dengan permasalahan lingkungan ini. Karena ini akan menjadi warisan ke anak cucu kita di masa depan. Dengan membangun perikanan budidaya yang berwawasan lingkungan saat ini, artinya kita juga sedang membangun masa depan”.
Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/378/KEBERLANJUTAN-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-STANDARDISASI-MONITORING-LINGKUNGAN-DAN-PENGENDALIAN-RESIDU/?category_id=12

Saturday, September 9, 2017

HIPOTESIS (Manfaat, Ciri-ciri, Jenis-jenis) Dalam Penelitian

September 09, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
HIPOTESIS
Hipotesis (hypo = sebelum;thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya. Dalam penelitian kita merumuskan suatu hipotesis terhadap masalah yang akan diteliti. Jadi pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan.
Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan tentang; apakah tamatan SMU yang memiliki nilai UN tinggi akan mampu menyelesaikan studi perguruan tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pernyataan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai UN SMA dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu rumusan hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yaitu nilai UN dan prestasi belajar. Dengan demikian, hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:
Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
MANFAAT HIPOTESIS
a. Menunjukkan masalah pada penelitian.
b. Menunjukkan variabel penelitian.
c. Menunjukkan metode analisa data pada penelitian
d. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
JENIS-JENIS HIPOTESIS
1. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Artinya, dalam rumusan hipotesis, yang diuji adalah ketidakbenaran variabel (X) mempengaruhi (Y). Ex: “tidak ada hubungan antara warna baju dengan kecerdasan mahasiswa”.
2. Hipotesis Kerja (H1)
Hipotesis Kerja (H1) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y) yang diteliti. Hasil perhitungan H1 tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data penelitian.
Jenis-jenis Hipotesis :
a) Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya
Dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) hipotesis nihil yang biasa disingkat dengan Ho (2) hipotesis alternatif biasanya disebut hipotesis kerja atau disingkat Ha.
Hipotesis alternatif ada dua macam, yaitu hipotesis terarah dan hipotesis tak terarah.
b) Hipotesis dilihat dari sifat variabel yang akan diuji.
Dilihat dari sifat yang akan diuji, hipotesis penelitian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) hipotesis tentang hubungan dan (2) hipotesis tentang perbedaan.
c) Jenis Hipotesis yang dilihat dari keluasan atau lingkup variabel yang diuji.
Ditinjau dari keluasan dan lingkupnya, hipotesis dapat dibedakan menjadi hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis yang mencakup kaitan seluruh variabel dan seluruh objek penelitian, sedangkan hipotesis minor adalah hipotesis yang terdiri dari bagian-bagian atau sub-sub dari hipotesis mayor (jabaran dari hipotesis mayor).
CIRI-CIRI HIPOTESIS YANG BAIK DAN BENAR
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata. Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
• Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
• Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secaraoperasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independendan variabel dependen.
• Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
• Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensisubyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
• Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
• Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilaharah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teoridijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
• Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Karakteristik
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benarKegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitianMeskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
  Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
  Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
  Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
  Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
  Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
  Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
  Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Sumber :
http://marishaayu.blogspot.co.id/2015/04/hipotesis-manfaatnya-jenis-jenisnya-dan.html

Friday, September 8, 2017

PERSIAPAN PENGERINGAN TAMBAK DENGAN SEKAM PADI BAKAR

September 08, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Persiapan tambak merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga kondisi lingkungan tambak untuk menjamin kelayakan hidup udang. Persiapan tambak yang sering dilakukan oleh petambak ialah mengolah tanah tambak dengan cara menjemur, mengangkat lapisan lumpur dan pemberian kapur (CaCO3). Akan tetapi, cara pengolahan tanah tambak tersebut dinilai kurang maksimal dalam mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida dan amoniak.
Oleh karena itu, diperlukan cara pengolahan tanah tambak lain yang lebih maksimal dalam mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida dan amoniak. Pada percobaan ini dikaji cara pengolahan tanah tambak dengan pengangkatan lapisan lumpur yang selanjutnya disertai pembakaran sekam dan pengangkatan lapisan lumpur yang selanjutnya disertai pencucian air tawar.
Pada percobaan pendahuluan dilakukan pengujian dengan metode HCl dan Zn asetat terhadap tanah dari beberapa cara pengolahan tanah tambak. Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa dengan cara pengangkatan lapisan lumpur yang selanjutnya disertai pembakaran sekam di atas tanah merupakan cara yang mampu menghilangkan hidrogen sulfida paling maksimal. Pada percobaan pendahuluan dengan  metode  pengangkatan lapisan  lumpur  yang selanjutnya disertai pencucian air tawar didapatkan hasil bahwa pengurangan konsentrasi H2S  secara  maksimal terdapat  pada  pergantian air  ke  tiga  dan masing-masing dua kali pengadukan. Percobaan lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui cara  pengolahan tanah  tambak yang  efektif dalam  memperbaiki kualitas tanah tambak yang mendukung kehidupan udang vaname melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidup. 2.1 Biologi Udang Vaname
Udang vaname adalah salah satu spesies udang dan potensial untuk dikembangkan secara komersial. Pada tahun 2008  rata-rata produksi udang mencapai 11,6 % dari seluruh hasil budidaya (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009).
Menurut Boone (1931), udang vaname mempunyai klasifikasi dan tata nama sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum           : Arthropoda
Subfilum        : Crustacea
Kelas           : Malacostraca
Subkelas        : Eumalacostraca
Superordo       : Eucarida
Ordo            : Decapoda
Subordo         : Dendrobrachiata
Famili          : Penaeidae
Genus           : Litopenaeus
Species         : Litopenaeus vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2004), secara morfologi udang vaname memiliki tubuh yang dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Udang  vaname memiliki tubuh  yang  berbuku-buku dan  aktivitas berganti kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting.
1.      Tanah Tambak
Tanah yang digunakan untuk tambak udang sebaiknya jenis tanah liat berpasir untuk menghindari kebocoran air (Haliman dan Adijaya, 2004). Kondisi dasar tambak dapat berubah setiap waktu yang dipengaruhi oleh akumulasi residu bahan organik yang semakin meningkat seperti, ganggang yang mati, feses dan residu makanan yang menyebabkan tingginya konsumsi oksigen dan kurangnya tingkat pertumbuhan (Boyd, 1995 dalam Avnimelech et al., 2003).
Menurut Avnimelech et al. (2003), di kolam dengan kontruksi dasar tanah akan terjadi sedimentasi dari plankton dan residu makanan yang akan menyebabkan kondisi dasar tanah memburuk karena terjadi perubahan bahan di dasar tanah. Akumulasi yang berlebihan dari residu bahan organik akan menyebabkan perkembangan lingkungan anaerob, penurunan perkembangan biota, peningkatan kebutuhan oksigen, penghambatan pertumbuhan biota dan pembusukan dasar  kolam. Residu bahan organik dan nutrien yang ada di dalam kolam cenderung terakumulasi di dalam tanah sehingga beberapa bahan dapat hilang dari dalam air.
Kondisi substrat merupakan faktor kritis untuk udang jika dibandingkan dengan budidaya ikan lainnya sebab udang hidup di dasar perairan (Boyd, 1989; Chien,  1989  dalam  Ritvo  et  al.,  1996).  Pembentukan kondisi  anaerob  juga dipengaruhi oleh faktor produksi dan tingkat intensifikasi budidaya (Avnimelech et al., 2003).
2.      Sulfur
Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuk sulfur adalah non-metal yang tak berasa, tak berbau dan  multivalent.  Sulfur  dalam  bentuk  aslinya  merupakan  sebuah  zat  padat kristalin kuning. Di alam belerang atau sulfur ini dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat (http://id.wikipedia.org. 2008). Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik.
3.      Sulfat
 Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan (Effendi, 2003). Sulfat yang berikatan dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003). Sulfat merupakan sulfur yang paling banyak dioksidasi, dan menjadi salah satu anion utama dalam air laut (Madigan et al., 1996). Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter (Effendi, 2003).
 4.      Hidrogen Sulfida (H2S)
 Hidrogen  sulfida  (H2S)  merupakan  gas  yang  tidak  berwarna,  toksik dengan bau yang sangat busuk. Menurut Wyk dan Scarpa (1999), H2S terjadi karena  dekomposisi bahan  organik  dalam  keadaan  anaerob.  Reduksi  anion sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam.
Sumber  utama  H2S  adalah  dekomposisi  bahan  organik  oleh  bakteri terotrof tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi anaerob.
Pada kondisi aerob, hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri Thiobacillus menjadi sulfat. Beberapa bakteri, misalnya Chlorobactriaceae dan Thiorhordaceae dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Perubahan hidrogen sulfida menjadi sulfur juga dapat terjadi dalam proses sintesis karbohidrat. Dalam reaksi tersebut (persamaan 1.3), hidrogen sulfida digunakan sebagai sumber hidrogen donor untuk membentuk kembali unsur sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis karbohidrat (Effendi, 2003).
Cahaya
CO2 + 2H2S                                    (CH2O) + H2O + 2S
Karbohidrat

Toksisitas H2S akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, H2S juga berdisosiasi ke dalam suatu kesetimbangan campuran dari HS- dan H+, proporsinya ditentukan oleh pH, suhu, dan salinitas. Kadar sulfida total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan kelangsungan  hidup  organisme  akuatik  (Wyk  dan  Scarpa,  1999).  Hidrogen sulfida sangat beracun bagi udang vaname meskipun pada konsentrasi rendah ± 0,05 mg/liter (Hanggono, 2005).
5.      Arang Sekam Sekam Padi
Salah satu bentuk limbah pertanian adalah sekam yang merupakan buangan pengolahan padi. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28% sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).
Sekam  dikategorikan sebagai  biomassa  yang  dapat  digunakan  untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi (Nugraha dan Setyawati, 2001). Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting seperti terlihat pada. Tabel 1. Komposisi kimiawi sekam

Komponen                                                                                                     Kandungan (%) Kadar air                                                                                                                               9,02
Protein kasar                                                                                                                   3,03
Lemak                                                                                                                            1,18
Serat kasar                                                                                                                    35,68
Abu                                                                                                                               17,71
Karbohidrat kasar                                                                                                         33,71
Sumber : Suharno (1979) dalam Nugraha dan Setyawati (2001)

A.    Pembuatan Arang Sekam

Pembuatan  arang  sekam  dimaksudkan  untuk  memperbaiki  sifat  fisik sekam agar lebih mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu kelemahan sekam bila digunakan langsung sebagai sumber energi panas adalah menimbulkan asap dan warna bahan berubah sehingga menurunkan kualitas bahan di samping menimbulkan polusi udara (Nugraha dan Setyawati, 2001). Tabel 2. Komposisi kimia arang sekam
Komponen                                                                                                        Kandungan (%)

Karbon (zat arang)                                                                                                            1,33
Hidrogen                                                                                                                           1,54
Oksigen                                                                                                                           33,64
Silika (SiO2)                                                                                                                   16,98
Sumber : DTC-IPB dalam Nugraha dan Setyawati (2001)

Pembuatan arang sekam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah pembakaran dengan sistem cerobong asap. Cerobong mempunyai diameter 10 cm, tinggi 1 m dan di sepanjang silinder dibuat lubang. Pada bagian bawah cerobong dibuat rumah cerobong berbentuk segi empat. Pembuatan arang sekam dilakukan dengan cara meletakkan bara api di lantai kemudian ditutup dengan sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).

B.     Pencucian Tanah Tambak Menggunakan Air Tawar

Prinsip dari pencucian tanah tambak dengan menggunakan air tawar ini hampir sama dengan prinsip pergantian air di kolam. Penggunaan air tawar ini bertujuan untuk melarutkan kandungan H2S yang konsentrasinya sangat tinggi yang terdapat pada tanah tambak pascapanen.
Air tawar digunakan sebagai media pencucian karena air tawar mempunyai kandungan sulfur yang sangat kecil (5 mg/liter) jika dibandingkan dengan air laut yang kandungan sulfurnya sangat tinggi hingga 900 mg/liter (Boyd, 1990).
C.    Kapur
Kapur yang digunakan di tambak (Tabel 3) berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995). Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat CaCO3  kurang larut dalam air laut.
Kesimpulan
 Pengolahan tanah tambak dengan cara membakar sekam di atas permukaan tanah cenderung menghasilkan nilai amoniak terlarut paling kecil (p<0 span="" style="letter-spacing: .25pt;"> selama 30 hari masa pemeliharaan dibanding dengan dua cara pengolahan tanah lainnya. Demikian juga terhadap kadar total sulfur hingga 20 hari masa pemeliharaan (p<0 span="" style="letter-spacing: -.15pt;">
Kadar total sufur pada ketiga cara pengolahan tanah tambak cenderung naik setelah 30 hari masa pemeliharaan. Ketiga cara pengolahan tanah tambak memberikan frekuensi molting yang sama yaitu 10 hari
sekali.
Cara pengolahan tanah dengan bakar sekam menghasilkan tingkat kelangsungan hidup, biomassa (p<0 sam="" span="" style="letter-spacing: -.05pt;" tertinggi="" yang="">pai 30 hari pemeliharaan, sedangkan laju pertumbuhan bobot harian (p<0 span="" style="letter-spacing: .3pt;">
dan efisiensi pakan (p<0 span="" style="letter-spacing: -.05pt;">,05) yang lebih baik daripada cara pengolahan tanah tambak dengan pengangkatan lapisan lumpur dan pencucian air tawar sampai 20 hari pemeliharaan.

Thursday, September 7, 2017

MENGENAL JENIS IKAN BETUTU

September 07, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
A. Daerah Asal dan Penyebaran Ikan Betutu
Ikan betutu diduga ikan asli Indonesia yang berasal dari pulau Kalimantan. Namun, sementara orang ada juga yang berpendapat bahwa ikan betutu berasal dari Sumatra karena sejak dulu sudah ada di sana, bahkan menjadi maskot Kabupaten Talang Betutu. Mengingat nama betutu menjadi nama tunggal di pulau tersebut, maka ikan betutu diduga berasal dari Sumatra. Sedangkan di Kalimantan ikan ini dinamai ikan bakut atau ikan bakukut yang berarti diam. Di kota Pontianak, ikan ini bemama ikan bodoh atau ikan goblog karena sifatnya yang selalu diam. Ikan ini hanya bergerak bila lapar dan bila ada mangsa yang kebetulan lewat di depannya. Bila sudah kenyang, ikan ini akan diam saja meskipun melihat mangsa yang sudah dikuasai direbut oleh ikan lain.
Ikan betutu saat ini sudah banyak dijumpai di pulau Jawa, antara lain di di sungai Ciliwung, Citarum, waduk Cirata, waduk Gajah Mungkur, dan di tempat-tempat lainnya. Penyebaran ikan betutu di pulau Jawa diduga karena adanya usaha budi daya di daerah tersebut yang kemudian terlepas ke suatu perairan dan masuk ke sungai-sungai kemudian berkembang biak secara alami. Menurut Axelrod, daerah penyebaran ikan betutu meliputi daerah Malaysia, Thailand, Vietnam, Campuchea, Burma, Australia Utara, Filipina, dan Cina Selatan.
B. Taksonomi dan Morfologi
Ikan betutu mempunyai kemiripan dengan ikan gabus (Jw : kutuk), baik bentuk maupun sifatnya. Oleh karena itu, sementara ahli menduga bahwa ikan betutu masuk dalam golongan Goboidae (satu famili dengan ikan gabus). Namun, Axelrod memasukkan ikan betutu ke dalam golongan Percormorphoidei. Adapun sistematika selengkapnya menurut Axelrod (1951) adalah sebagai berikut :
Phylum            : Chordata
Sub-Phylum    : Craniata
Classis             : Osteichthyes
Ordo                : Percomorphodei
Familia             : eleotridae
Genus               : Oxyeleotris
Species             : Oxyeleotris marmorata. Blkr
Tanda-tanda atau ciri-ciri morfologi spesifik yang dimiliki oleh ikan betutu (Oxyeleotris marmorata. Bikr) adalah sebagai berikut :
1.   bentuk badan bulat panjang seperti torpedo
2.   badan bagian depan bundar dan di bagian belakang agak pipih
3.   kepala rendah, mata besar yang dapat bergerak, dan mulut lebar
4.   perut luas dan sirip punggung terdiri atas dua bagian
5.   sisik sangat kecil-kecil, halus, dan lembut sehingga tampak hampir tidak bersisik
6.   warna badan kekuning-kuningan dengan bercak-bercak hitam keabu-abuan seperti di batik;
7.   bagian ventral berwarna putih
8.   panjang maksimum 50 cm dan dapat mencapai berat 7 kg/ekor.
C.  Jenis-Jenis Ikan Betutu
Sampai saat ini ditemukan 7 (tujuh) jenis ikan betutu dan 2 (dua) jenis lagi yang bukan dari spesies Oxyeleotris marmorata. Bikr., tetapi di pasaran sering disebut ikan betutu. Adapun jenis-jenis ikan betutu selengkapnya adalah Oxyeleotris marmorata. Bikr. (yang banyak dicari dan harganya mahal), Oxyeleotris urophthalmus. Bikr, Oxyeleotris urophthalmoides. Bikr, Oxyeleotris sineolatus. Bikr., Oxyeleotris heterodon. Seen, Oxyeleotris fimbriatus. Weber, dan Oxyeleotris ereuntris.E.
Sedangkan ikan betutu yang bukan dari genus Oxyeleotris tetapi sering disebut ikan betutu adalah Belobranchus. Sp. (jenis ini banyak terdapat di Thailand dan Cina) dan Neogobus melanostomus. Pall. (jenis ini banyak dijumpai di Papua hingga Australia Utara).
D.   Daur Hidup dan Pembiakan
Ikan betutu yang hidup di alam bebas memiliki periode pemijahan yang relatif pendek dengan frekuensi lebih dari satu kali dalam setahun, yaitu pada awal dan pada akhir musim hujan. Ikan betutu melakukan pemijahan tidak sendiri-sendiri, tetapi secara berkelompok. Ikan betutu jantan dan ikan betutu betina yang sudah matang kelamin (matang gonad) bersama-sama bermigrasi ke daerah-daerah yang banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan air yang berdaun atau yang berbatang halus sebagai persiapan untuk meletakkan telur-telurnya. Di tempat-tempat tersebut, ikan betutu melakukan pemijahan dan bertelur.
Telur ikan betutu umumnya menempelkan telur-telumya pada substrat berupa tumbuhan air. Namun, ikan betutu kadang-kadang juga menempelkan telur-telurnya pada benda-benda lain yang berada di perairan, misalnya kayu, bebatuan, dan lain-lain. Pada suhu air 24°C, telur-telur ikan betutu akan menetas dalam waktu 7 hari, pada suhu air 26,5°C akan menetas dalam waktu 5 hari, dan pada suhu air 28°C telur tadi akan menetas dalam waktu 2 - 3 hari.
Tan dan Lam pada tahun 1973 mengadakan uji pemijahan ikan betutu dengan sistem hipofysasi dan didapatkan hasil telur yang dibuahi (dalam akuarium) dapat menetas 90 % pada suhu 26°C - 28°C. Ikan betutu melakukan pemijahan secara monogami, yakni satu jantan dengan satu betina.
Menurut Tavarutmaneegul dan Lin (1988), ikan betutu akan produktif pada saat ia mencapai ukuran 250 - 500 g/ekor dengan fekunditas 24.000 butir telur. Widiyati dan kawan-kawannya (1992) melakukan uji lapang pemijahan ikan betutu. Uji coba tersebut memperoleh hasil bahwa ikan betutu betina ukuran 400 g yang diberi pakan buatan dengan kandungan protein 47 % selama 3 bulan akan memiliki fekunditas 40.000 butir telur.
Ikan betutu muda akan dibiarkan induknya untuk mencari makan sendiri. Anak-anak ikan betutu ini akan dewasa pada umur ± 20 - 24 bulan. Setelah dewasa, ikan-ikan betutu ini akan mencari pasangannya untuk mengadakan pemijahan.
E.  Habitat dan Tingkah Laku Ikan Betutu
Ikan betutu di alam aslinya hidup di air tawar, seperti di sungai-sungai, di rawa-rawa, di telaga-telaga, di danau-danau, dan di waduk-waduk. Ikan-ikan betutu yang masih kecil sampai ukuran ± 100 g lebih senang tinggal di perairan yang dangkal, sedangkan yang sudah besar lebih suka tinggal di daerah yang arusnya tidak terlalu deras. Ikan betutu senang tinggal di perairan yang banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), kayu apu (Pistia.Sp), ganggeng (Hydrilla Sp.), kangkung (Ipomoea. Sp.), dan lain-lain.
Di alam bebas, ikan betutu juga banyak dijumpai di perairan yang memiliki derajat kesamaan (pH) air yang agak rendah (5,5 – 6,5). meskipun ia tidak menolak tinggal di air netral dengan pH 7 – 7,5 Ikan betutu dapat hidup dengan baik pada temperatur air berkisarantara 19°C - 29°C, bahkan ia bisa beradaptasi dengan baik sampai pada suhu air 30°C. Berbeda dengan ikan-ikan lain, ikan betutu ini sangat tahan terhadap kadar. Amoniak dan kadar CO2 yang cukup tinggi. Hal ini sangat menguntungkan dalam usaha budidayanya, terutama dalam usaha pembesaran.
Ikan betutu termasuk ikan labirin sehingga ia dapat menyerap O2 langsung dari udara. Dengan demikian, ikan betutu sangat tahan terhadap kondisi air yang kurang baik (kurang oksigen) sehingga sangat menguntungkan dalam hal transportasi/pengiriman ke tempat yangjauh. Ditinjau dari aktivitasnya, ikan betutu golongan ikan nocturnal. Oleh karena itu, ikan betutu aktif mencari makan pada malam hari. Di waktu malam, ikan betutu sangat aktif dan sangat agresifdan banyak dijumpai di dasar-dasar perairan dan sangat jarang dijumpai berenang di permukaan air, kecuali pada saat menderita sakit. Ikan betutu sangat menyukai tempat-tempat yang ada lubang-lubangnya entah berupa timbunan batu atau lubang kayu atau lubang lain seperti potongan plpa pralon, tempayan, atau kaleng yang tenggelam.
Ikan betutu termasuk ikan yang sangat jinak dan jarang bergerak sehingga mudah di tangkap. Walaupun demikian, ikan betutu juga mampu bergerak cepat, terutama pada saat lapar dan melihat mangsa lewat didepannya. Ikan betutu yang lapar akan melesat dengan cepat dengan mulut terbuka dan menyergap mangsanya. Ikan betutujuga sering menjunjukkan kemampuan yang istimewa, yaitu bergerak dengan sangat cepat dan berhenti dengan tiba-tiba sehingga sulit diikuti dengan mata.
F.  Kebiasaan Makan
Ikan betutu sangat menyukai jenis pakan hidup (carnivora) dan dapat memburu mangsanya (predator) jika keadaan memaksanya. Dalam mencari pakan, ikan betutu tidak peduli terhadap buruannya. Jenisnya sendiri yang masih kecil, bahkan anaknya sendiri akan dilahap jika dalam keadaan lapar (kanibal).
Makanan ikan betutu terdiri atas ikan-ikan kecil, udang liar tawar, remis, cacing dan organisme lain yang lebih kecil yang dapat dimangsa. Ikan betutu juga tidak menolakjika diberi pakan yang terdiri atas ikan mati atau bangkai hewan lain. Namunjika masih adajenis pakan hidup dalamjumlah banyak, ikan betutu akan memilih pakan yang hidup tersebut. Ikan betutu yang belum sangat lapar tidak akan keluar untuk memburu mangsanya. Jika mangsa tersebut sudah didahului oleh ikan lain, ikan betutu yang belum lapar tidak akan merebutnya atau meminta belas kasihan untuk mendapatkan sisa makanan. Sisa-sisa makanan dari ikan lain pun tidak pemah diambilnya.
Makanan utama larva ikan betutu adalah plankton seperti rotifera, sufosutoria, dan mikro-plankton lain. Setelah berumur beberapa hari dan sudah lebih besar, anak-anak ikan betutu akan berganti jenis pakan, yaitu berupa zooplankton yang lebih besar seperti Moina.sp., Dapnia. Sp., dan Bosmina Sp. Pada saat ia lebih besar lagi (3 - 7 cm), anak-anak ikan betutu akan Memangsa ArtemiaSp., larva Chironomit, cacing sutera (Tubifex), dan lain-lain. Rupanya, dalam hal pakan, ikan betutu menyesuaikan diri dengan lebar bukaan mulutnya. Pada waktu sudah mencapai ukuran fingerling (di atas 9 cm), ikan betutu sudah mulai memangsa anak-anak ikan yang lebih kecil ataupun cacahan isi perut ikan.
G.  Pertumbuhan Ikan Betutu
Seperti yang telah dikemukakan di depan bahwa ikan betutu memiliki pertumbuhan yang sangat lambat. Untuk mencapai ukuran konsumsi, ikan betutu membutuhkan waktu sekitar 24 - 30 bulan. Oleh karena itu, pembudidayaan ikan betutu disarankan dibagi 3 tahap, yaitu pembenihan sampai ukuran fingerling, kemudian dijual ke pengusaha pendederan sampai ukuran 80 - 120 g. Selanjutnya, benih ikan tersebut dijual ke pengusaha pembesaran. Pengusaha pembesaran akan memelihara dan membesarkan benih ikan ukuran 100 g sampai ukuran konsumsi (± 400 g ke atas). Lamanya pertumbuhan ikan betutu sebenamya sama dengan ikan gurami, yakni untuk mencapai ukuran konsumsi memakan waktu minimal 18 - 24 bulan.
Referensi:
Mulyono D., 1999.  Budi Daya Ikan Betutu. Penerbit Kanisius, Jakarta

MANFAT IKAN CUMI-CUMI (LoligoIndica) BAGI KESEHATAN

September 07, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Deskripsi Cumi-cumi (LoligoIndica) - Habitat, terdapat di air laut
Morfologi,
Cumi-cumi (Loligo indica) memiliki tentakel, lengan alat penghisap siphon, insang, rectum, penis, vena, pembuluh nadi, ginjal dan lain-lain. Masing-masing organ ini memiliki fungsi. Tubuh cumi-cumi dapat dibedakan atas kepala , leher, dan badan. Kepala cumi-cumi besar, matanya berkembang dengan baik karena dapat berfungsi untuk melihat. Mulutnya terdapat di tengah-tengah, dikelilingi oleh 10 tentakel, 2 tentakel panjang dan 8 tentakel lebih pendek. Tentakel panjang berfungsi untuk menangkap mangsa dan berenang. Pada setiap tentakel terdapat alat penghisap atau sucker. Di sisi kiri dan kanan tubuhnya terdapat sirip yang penting untuk keseimbangan tubuh.Pada dinding permukaan dorsal terdapat pen yang penting untuk menyangga tubuh. Seluruh tubuh cumi-cumi terbungkus oleh mantel. Di bagian punggung, mantel melekat pada badan, sedangkan di daerah perut tidak melekat, sehingga terbentuk rongga  disebut rongga mentel. Cumi-cumi dapat bergerak dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan tentakel dan dengan menyemprotkan air dari rongga mantel. Bila rongga mentel penuh air, dan air menyemprot melalui sifon menyebabkan tubuh cumi-cumi terdorong mundur. Semprotan air menimbulkan dorongan yang sangat kuat terhadap tubuh cumi-cumi, sehingga timbul gerakan seperti panah, itulah sebabnya cumi-cumi sering disebut panah laut. Alat pencernaan cumi-cumi terdiri atas mulut, pharynx, kerongkongan, lambung, usus buntu, usus dan anus. Sistem pencernaan cumi-cumi telah dilengkapi kelenjar pencernaan yang meliputi kelenjar ludah, hati, dan pancreas. Makanan cumi-cumi adalah udang-udangan, mollusca lain, dan ikan. Anus cumi cumi bermuara pada rongga mantel. Cumi-cumi hanya dapat berkembang biak secara kewin. Alat kelaminnya terpisah, masing-masing alat kelamin terdapat di dekat ujung rongga mantel dekat saluran yang terbuka kearah corong sifon. Cumi-cumi betina menghasilkan telur yang akan dibuahi di dalam rongga mentel. Kemudian, telur yang sudah dibuahi dibungkus dengan kepsul dari bahan gelatin. Telur yang menetas menghasilkan cumi-cumi muda berukuran kecil (Jasin, 1984)
Anatomi,
Biasanya tidak memiliki cangkok dan kalaupun ada, cangkok tersebut lambat laun akan mereduksi memiliki radula dimana di dalamnya terdapat gigi pada permukaan membrane yang memiliki suatu bagian yang biasanya bersifat kartilagerus dan endosophone. Radula biasanya terdapat dalam kantung yang terletak dibawah mulut. Proses mtabolisme telah berlangsung dengan cara sempurna dengan memiliki organ-organ yang membentuk system pencernaan, sirkulasi, ekskresi, reproduksi.
Fisiologi,
• Sistem pencernaan
Saluran pencernaan makanan terdiri dari rongga mulut, faring, esophagus, lambung, kelenjar pencernaan, kelenjar ludah, rectum, anus. Kelenjar pencernaan terdiri dari kelenjar ludah, pancreas, hati, terletak dibagian akhir faring.
• System reproduksi
Sel kelamin (Loligo indica) terpisah, saluran gonad terletak dirongga mantel dekat anus pada hewan jantan, saattangannya menjalani modif untuk mentransfer kapsul sperma kerongga mantel hewan betina. Alat reproduksi jantan terdiri atas testis, vas deferens, sperma, penis dan lain-lain.
Ciri khas,
1. Kaki terletak di kepala
2. Bisa di konsumsi berupa makanan
Kingdom
:
Animalia
Phylum            
:
Molusca
Class
:
Pisces
Ordo
:
Dibranchia
Family
:
Loligonidae
Genus
:
Loligo
Species
:
Loligo indica
Local name
:
Cumi-cumi
Aneka Jenis Cumi-cumi
Pada umumnya cumi-cumi biasa berukuran sekitar 5,1 cm, namun ada jenis cumi-cumiArchiteuthis princeps atau cumi-cumi raksasa berukuran hingga lebih dari 15 m. Cumi-cumi raksasa ini sering ditemukan terdampar di sepanjang pantai Newfoundland.
Sedangkan cumi-cumi yang biasa dikonsumsi oleh manusia adalah jenis Loligo Pealei"" dan tersebar di perairan Laut Tengah, Asia Timur, serta sepanjang pantai timur Amerika Utara.Ada yang hidup di dekat dengan permukaan air, ada pula yang hidup di tempat yang dalam sekali atau palung laut.
Ada pula jenis cumi-cumi terbang, Ommastrephes bartrami, yang dapat dibandingkan dengan ikan terbang. Hewan ini sering melompat keluar dari air, terutama dalam cuaca buruk, dan kadang - kadang terdampar di atas dek kapal nelayan.
Cumi-cumi jenis kecil tidak mengganggu manusia, namun jenis yang besar dapat menjadi ancaman yang berbahaya untuk manusia ketika menyelam.
Total jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh bagian dunia, terdapat sekitar 300 spesies cumi-cumi yang berbeda.
Anatomi
Semua cumi-cumi memiliki tubuh yang berbentuk pipa, kepala yang berkembang sempurna, dan 10 tangan yang panjang yang bermangkuk penghisap. Tangan-tangan ini berguna untuk menjerat mangsanya kemudian disobek menggunakan rahangnya yang kuat, mirip dengan paruh binatang. Cumi-cumi menghisap air melalui rongga pusat tubuhnya, rongga mantel, dan memaksanya keluar melalui suatu pembuluh yang lentur yang disebut dengan sifon. Sifon terletak tepat di belakang tangan. Oleh karena pancaran air yang mendorong cumi-cumi berenang mundur.
Sirip cumi-cumi merupakan 2 perluasan mantel seperti cuping yang digunakan sebagai kemudi pergerakannya.
Matanya tidak memiliki kelopak mata, namun tampak seperti mata manusia.
Cumi-cumi mempunyai tiga jantung dan berdarah biru. Dua dari jantung mereka berlokasi dekat dengan masing-masing insangnya dan karena hal itu mereka dapat memompa oksigen ke bagian tubuh yang beristirahat dengan mudah. Cumi-cumi memiliki pokok sistem pernapasan senyawa tembaga, berbeda dengan manusia dimana manusia mempunyai pokok sistem pernapasan senyawa besi, yang berakibat jika terlalu tertutup pada permukaan di mana terdapat air panas, cumi-cumi dapat mati dengan mudah karena lemas.
Banyak cumi-cumi yang dapat mengubah warna tubuhnya dari coklat menjadi ungu, merah, atau kuning sebagai kamuflaseagar terhindar dari ancaman pemangsanya.
Makanan
Cumi-cumi hidup sebagai pemangsa ikan dan binatang laut lainnya yang lebih kecil dari ukuran si cumi-cumi.
Cumi-cumi sebagai Komoditas Komersial
Menurut data dari Food and Agricultural Organization atau FAO, jumlah moluska yang ditangkap untuk kepentingan komoditas komersial, pada tahun 2002 adalah 3.173.272 ton dan 75,8% dari jumlah tersebut adalah cumi-cumi yang dimakan.
Bahkan cumi-cumi poligo atau jenis yang biasa kita makan, menurut data US Commercial Fisheri, pada tahun 2008 sudah tercatat sekitar 8 juta ekor cumi-cumi ini telah ditangkap di pesisir pantai California.
Hal ini dikarenakan kandungan gizi dalam cumi-cumi yang baik untuk manusia, yaitu selenium, riboflavin, dan vitamin B 12. Tinta pada cumi-cumi juga dapat mencegah kanker, kalau ini butuh rujukan.
Tinta  cumi-cumi  yang  oleh  sebagian orang dianggap sebagai limbah  tak  berguna,  ternyata dapat dijadikan sebagai obat kanker”
Benarkah?
Baru-baru ini para peneliti menemukan bahwa tinta cumi-cum benar-benar dapat melawan kanker sebagaimana dirilis di ogahrugi.com. Cumi-cumi  merupakan salah satu seafood yang sangat populer di kalangan pecinta makanan laut. Teksturnya kenyal dan lembut cocok untuk berbagai jenis masakan, seperti tepung goreng, bumbu saus padang, saus mentega, goreng hingga kering polos.
Indonesia sendiri  adalah  negara maritim yang sangat akrab dengan cumi-cumi yang cukup berlimpah. Ada peluang terbuka untuk ekspor makanan laut yang satu ini. Semua bagian dari  tubuh  cumi-cumi  relatif  dapat dimakan.  Mungkin  bagi  sebagian orang,  bagian  kaki  (part  growled) perlu dibuang, meskipun banyak juga yang  tidak  menolak.  Satu-satunya bagian dari tubuh cumi-cumi yang bi-asa  dibuang  adalah  tintanya,  karena tidak menambah daya tarik penampilan  bahkan  rasa  jika  ikut  dimasak. Tapi, tak ada yang mengira sebelumnya bahwa tinta cumi yang hitam itu ternyata membawa khasiat luar biasa, setidaknya pada hewan percobaan. Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Hiroki  University  di Jepang,  tinta  cumi dapat mengaktifkan  sel  darah  putih  untuk melawan tumor. Penelitian dilakukan terhadap 15    ekor  tikus  yang  dikembangkan dalam  tubuhnya  penyakit  tumor  ganas. Tikus-tikus  tersebut diberi  suntikan tiga dosis cairan tinta cumi atau sekitar 200 mg tinta cumi.   Ternyata hanya  tiga tikus yang  mati,  sisanya tetap  hidup.  Sebagai  perbandingan, 15 tikus  lainnya yang  juga menderita penyakit  yang  sama  tidak  diberikan suntikan  tinta  cumi dan  semua mati dalam waktu tiga minggu.
Temuan itu merupakan hasil coba coba  Jin’ichi  Sasaki  dan  sejawatnya dari  Universitas  Hirosaki  di  Jepang bagian  utara.  Mereka  memurnikan sebagian tinta cumi itu menjadi suatu campuran yang terutama terdiri atas glusida  (gabungan gula, protein dan lipid).  “Sebenarnya  tak  ada  alasan khusus mengapa  kami  memakai tinta  cumi pada mencit-mencit  yang ditumbuhi  kanker”,  kata  Sasaki.  ’Di daerah  ini, nelayan banyak menangkap cumi dan tintanya dibuang begitu saja. Jadi kami ingin menemukan zat berguna  dalam  tinta  itu  agar  dapat mendaur ulangnya.
Kini  kegiatan  para  ilmuwan  itu adalah mencari  zat  aktif dalam  tinta itu dan mengisolasinya. Diduga zat itu bekerja  dengan  mengaktifkan  komponen  sel  darah  putih  yang  disebut makrofag alias sel pemangsa raksasa, sehingga  meningkatkan  daya  tahan tubuh di sekitar sel tumor khusunya. Siapa  tahu  zat  yang  dapat  menyelamatkan  jiwa  60%  mencit-mencit kanker itu dapat berguna guna untuk melawan kanker pada manusia. Penelitian  ini diakui harus dilanjutkan sehingga hasilnya dapat  lebih valid. Selain  itu, mungkin  ada manfaat lain  selain sebagai obat melawan tumor. Namun yang pasti, bahan yang biasa  dibuang  dan  tidak  dikonsumsi oleh manusia ternyata memiliki manfaat bagi dunia kedokteran.
Kandungan Gizi
Selain  lezat,  ditinjau  dari  nilai gizi,  cumi-cumi  memiliki  kandungan gizi yang luar biasa. Ada protein, mineral, dan macam-macam vitamin. Kandungan protein cumi-cumi cukup tinggi, yaitu 17,9 g/100 g cumi segar. Daging  cumi-cumi  memiliki  kelebihan dibanding dengan hasil laut lain, yaitu tidak ada tulang belakang, mudah dicerna, memiliki rasa dan aroma yang khas, serta mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Asam amino esensial  yang  dominan  adalah  leusin,  lisin, dan fenilalanin. Sementara kadar asam amino nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Kedua  asam  amino  tersebut berkontribusi besar terhadap timbulnya rasa sedap dan gurih. Itu sebabnya, secara alami cumi telah memiliki cita-rasa gurih, sehingga dalam pen-golahannya  tak  perlu  ditambahkan penyedap  (seperti monosodium  glutamat = MSG).
Cumi-cumi  juga mengandung beberapa jenis mineral mikro dan makro dalam  jumlah  yang  sangat  tinggi. Kadar mineral yang terkandung pada cumi-cumi  sangat  bervariasi  walaupun  dalam  satu  spesies  yang  sama. Variasi  ini  tergantung  pada  keadaan lingkungan  tempat  hidup,  ukuran, dan umur. Mineral  penting  pada  cumi-cumi adalah natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan  selenium. Fosfor  dan  kalsium  berguna  untuk  pertumbuhan kerangka tulang, sehingga penting  untuk  pertumbuhan  anak-anak  dan mencegah  osteoporosis  di masa  tua.  Selain  kaya  akan  protein, cumi-cumi  juga  merupakan  sumber vitamin yang baik, seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (ribofavin), B12, niasin, asam folat, serta vitamin larut lemak (A, D, E, K).
Cumi–cumi  juga  mengandung TMAO  (Trimetil Amin Oksida)  yang cukup  tinggi.  TMAO  yang  tinggi  ini memberikan rasa yang khas terhadap daging  cumi-cumi.  Daging  cumi-cumi  juga  banyak mengandung monoamino  nitrogen  yang  menyebabkan cumi-cumi  mempunyai  rasa  manis. Kandungan  sulfur yang  cukup  tinggi pada  cumi–cumi  juga menyebabkan cumi-cumi berbau  amis  ketika men-galami perlakuan pemasakan  seperti direbus. Jadi bila anda menyukainya, tinta hitam  itu  tidak  perlu  dibuang  dari cumi,  tetapi  dapat  dimakan.  Tidak ada  yang  perlu  dikhawatirkan  tentang zat tinta yang pekat itu. Beberapa orang justru menganggap zat tinta tersebut penting untuk peningkat cita rasa.