Tuesday, May 16, 2017

PERSIAPAN DENGAN CARA PENGERINGAN KOLAM

May 16, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
BAB I
PENDAHULUAN
Budidaya merupakan suatu kegiatan untuk mengembangbiakkan atau memelihara ikan dan memanen hasilnya di dalam suatu lingkungan yang terkontrol.  Didalam Kegiatan budidaya diperlukan wadah sebagai tempat untuk memelihara ataupun mengembangbiakkan ikan. Kolam merupakan salah satu wadah yang sering digunakan dalam kegiatan budidaya ini.
Kolam adalah lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah tertentu sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau hewan air lainnya. Berdasarkan pengertian teknis (Susanto, 1992), kolam merupakan suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya dan target produksinya. Ada beberapa Kolam yang kita kenal, namun pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai “Kolam yang terbuat dari Tanah”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1  Pengertian Kolam Tanah
Kolam tanah merupakan tempat atau wadah budidaya yang paling tua yang digunakan oleh manusia, untuk wadah pembudidayaan ikan hampir di seluruh penjuru dunia.
Kolam tanah adalah kolam yang seluruhnya terbuat dari tanah. Kolam ini merupakan lahan yang dibajak dan kemudian dilakukan proses pengkapuran sampai dimasukannya air, sehingga kolam ini siap untuk digunakan dalam kegiatan budidaya ini.
1.2  Organisme Yang Hidup Dalam Kolam Tanah
Dalam kolam tanah terdabat berbagai organisme yang hidup, yaitu sebagai berikut :
1.      Ikan
2.      Plankton ( FitoPlankton & ZooPlankton)
3.      Cacing
4.      Keong
5.      Lumut
6.      katak, etc.
1.3  Konstruksi kolam
Konstruksi kolam yang akan digunakan untuk budidaya ikan sangat dipengaruhi oleh pemilihan lokasi yang tepat. Untuk membuat kolam maka tanah yang akan dijadikan kolam harus mampu menyimpan air atau kedap air sehingga kolam yang akan di buat tidak bocor.
Bentuk kolam yang akan digunakan untuk membudidayakan ikan ada beberapa macam antara lain adalah kolam berbentuk segi empat/empat persegipanjang, berbentuk bujur sangkar, berbentuk lingkaran atau berbentuk segitiga. Dari berbagai bentuk kolam ini yang harus diperhatikan adalah tentang persyaratan teknis konstruksi kolam.
Persyaratan teknis konstruksi suatu kolam yang akan digunakan untuk membudidayakan ikan sebaiknya mempunyai :
a.       Pematang Kolam.
Langkah-langkah pembuatan pematang sebagai beriku
1.                 Tanah yang akan dipergunakan untuk lokasi perkolaman harus¬lah dibersihkan dari rumput, batuan dan segala macam kotoran organik maupun anorganik.
2.                 Pemasangan propil yaitu rangka bambu untuk mempermudah pembuatan bentuk pematang yang dikehendaki.
3.                 Tanah bagian atas setebal 15-20 cm yang biasanya merupakan lapisan humus digali dan dikumpulkan di suatu tempat. Ini dimaksudkan agar lapisan tanah yang subur dapat dipergunakan sebagai dasar kolam nantinya. Lagipula apabila tanah digali biasanya lapisan tanah yang subur ini justru akan menyebabkan kebocoran kolam apabila ikut tertimbun sebagai pernatang.
4.                 Supaya lebih memberikan jaminan kekuatan kolam, alangkah baiknya di tanah yang akan dijadikan pematang dibuat galian dengan kedalaman 50 cm dan lebar 50 cm sebagai poros atau sumbu pematang.
5.                 Kemudian ditimbun tanah baru dari hasil penggalian tanah yang akan dijadikan kolam.
Agar tanah tidak longsor maka bagian atas pernatang sebaiknya ditanarni rumput. Pematang kolam dibuat untuk menahan massa air didalam kolam agar tidak keluar dari dalam kolam. Oleh karena itu jenis tanah yang akan digunakan untuk membuat pematang kolam harus kompak dan kedap air serta tidak mudah bocor. Jenis tanah yang baik untuk pematang kolam adalah tanah liat atau liat berpasir. Kedua jenis tanah ini dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tanah yang ciricirinya antara lain memiliki sifat lengket, tidak poros, tidak mudah pecah dan mampu menahan air. Ukuran pematang disesuaikan dengan ukuran kolam. Tinggi pematang ditentukan oleh kedalaman air kolam, sebaiknya dasar pematang kolam ini ditanam sedalam  20 cm dari permukaan dasar kolam.
Bentuk pematang yang biasa dibuat dalam kolam budidaya ikan ada dua bentuk yaitu berbentuk trapesium sama kaki dan bentuk trapesium tidak sama kaki. Bentuk pematang trapesium sama kaki artinya perbandingan antara kemiringan pematang sedangkan bentuk pematang trapesium tidak sama kaki artinya perbandingan antara kemiringan  untuk pematang bentuk trapesium sama kaki pada kedalaman kolam 1m, jika kolam tersebut dibuat dengan pematang trapesium tidak sama kaki maka lebar pematang pada bagian atas adalah 1 m maka lebar pematang pada bagian bawahnya adalah 4 m pada kedalaman kolam 1 m.
b.      Dasar Kolam Dan Saluran    
            Dasar kolam untuk budidaya ikan ini dibuat miring ke arah pembuangan air, kemiringan dasar kolam berkisar antara 1-2% yang artinya dalam setiap seratus meter panjang dasar kolam ada perbedaan tinggi sepanjang 1-2 meter (Gambar 2.18).
Cara pengukuran yang mudah untuk mengetahui kemiringan dasar kolam adalah dengan menggunakan selang air yang kecil. Pada masing-masing ujung pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air ditempatkan sebatang kayu atau bambu yang sudah diberi ukuran, yang paling bagus meteran, kemudian selang kecil yang telah berisi air direntangkan dan ditempatkan pada bambu, kayu atau meteran. Perbedaan tinggi air pada ujungujung selang itu menunjukkan perbedaan tinggi tanah/ kemiringan dasar kolam.
Saluran didalam kolam budidaya ada dua macam yaitu saluran keliling atau caren dan saluran tengah atau kemalir. Saluran didalam kolam ini dibuat miring ke arah pintu pengeluaran air. Hal ini untuk memudahkan di dalam pengeringan kolam dan pemanenan ikan.
c.       Pintu Air
Kolam yang baik harus memiliki pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air secara terpisah. Letak pintu pemasukkan dan pengeluaran air sebaiknya berada di tengah-tengah sisi kolam terpendek agar air dalam kolam dapat berganti seluruhnya.
Pada kolam tanah pintu pemasukan dan pengeluaran air dibuat dari bambu atau pipa paralon. Bentuk pintu pemasukan diletakkan sejajar dengan permukaan tanggul sedangkan pintu pengeluaran dapat dibuat dua model yaitu pertama sama dengan pintu pemasukkan dengan ketinggian sesuai dengan tinggi air kolam dan kedua dibuat dengan model huruf L.
1.4  Parameter Kualitas Air
 Dalam kegiatan budidaya, parameter kualitas air sangat penting. begitu pula pada kegiatan budidaya yang menggunakan kolam tanah. Berikut ini parameter kualitas air dalam kolam tanah :
•         pH : 6 – 7 ppt
•         Suhu : 28 – 30 °C
•         Oksigen Terlarut : 30,13 mg/L
•         Salinitas : 1,5
•         Kekeruhan : 2,5 m/L
Selain parameter diatas, ada beberapa parameter juga yang harus diperhatikan, yaitu bau, warna, persaingan, dan lain – lain.
1.2  Rumusan Masalah
Demi mendapatkan pembahasan yang maksimal, adapun rumusan masalah yang mendasari dalam pembuatan makalah ini.
Apa pengertian dari pengapuran ?
Apa pengertian dari pemupukan ?
Bagaimana cara pengapuran pada media kolam ?
Bagaimana cara pemupukan pada media kolam ?
Bagaimana hubungan pengapuran dan pemupukan ?
1.3  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini sekaligus mewakili tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami hubungan dan seberapa pentingnya dilakukan pengapuran dan pemupukan pada awal budidaya.
II.               PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Pengapuran
Pengapuran merupakan persiapan kolam yang digunakan untuk mematikan hama dan parasit ikan, stabilisator pH tanah dan air, menaikkan alkalinitas, kesadahan dan ketersediaan unsur P. kebutuhan kapur CaCo3 pada kolam budidaya dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Rounded Rectangle: pH akhir – pH awal x 0,16 0,1 
2.2  Pengertian Pemupukan
Pemupukan kolam pada prinsipnya adalah untuk menyuburkan air, dengan terbentuknya pakan alami dan pupuk dapat menjaga kesetimbangan air agar fluktuasi komponen perairan tidak besar. Kesuburan perairan ditandai dengan air yang telah berwarna hijau cerah. Kegiatan pemupukan bertujuan antara lain :
1.   Penumbuhan phytoplankton dan zooplankton
2.   Menciptakan suhu, pH yang konstan dengan indikasi perubahan warna air hijau cerah
3.   Menciptakan keseimbangan ekosistem bio aquatic yang berfungsi sebagai penyediaan pakan alami untuk starter maupun bakteri dekomposer.
2.3  Cara Pengapuran
Pengapuran kolam budidaya dilakukan dengan cara disebar merata dipermukaan tanah dasar kolam. Setelah disebar tanah dasar kolam dibalik dengan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar. Pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan dasar terpal di kuas dengan kapur yang telah dicampur air. Kapur yang sering digunakan adalah kapur pertanian atau dolomite dengan dosis 60g/m2. Pengapuran kolam dilakukan untuk menaikkan pH tanah dan membunuh bibit penyakit.
2.4  Cara Pemupukan
Cara pemupukan dengan pupuk kandang dapat dilakukan dengan cara disebar pada dasar kolam maupun dionggokkan di beberapa tepi kolam dengan menggunakan karung.
Cara pemupukan dengan TSP dan Urea dengan cara pupuk ditebar dan disebarkan di tanah dasar kolam, hasil dari pemupukan dapat dilihat pada perubahan warna air kolam hijau dan hijau kecoklatan.
2.5  Hubungan Pengapuran Dan Pemupukan
Hubungan pengapuran dan pemupukan sangat erat dan berkaitan karena kedua aspek tersebut dapat meningkatkan produktivitas budidaya, kedua aspek ini memiliki perbedaan yang sangat siknifikan tetapi tujuan utama dari pengapuran dan pemupukan adalah meningkatkan produktivitas, jika kita melakukan persiapan lahan/kolam budidaya sebaiknnya kita melakukannya dengan baik dan menguasai teori terlebih dahulu, contohnya pada petani yang hanya modal nekad saja mereka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam berbudidaya, untuk itu dalam berbudidaya di dahulukan pengapuran dibanding pemupukan, kita sudah membahas pengapuran itu bertujuan untuk membasmi bibit penyakit bahkan dapat memperbaiki pH dan unsur-unsur yang tidak berguna menjadi berguna, sedangkan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan dan menumbuhkan unsur hara untuk menciptakan pakan alami bagi ikan. Jika dalam berbudidaya didahulukan pemupukan dibanding pengapuran maka hasil nya tidak efektif, bukan berarti keduanya tidak penting bahkan jika salah satu aspek ini di abaikan produktivitas dalam siklus budidaya tidak akan maksimal.
III.           PENUTUP
Penutup
Demikian dengan terlesainya pembuatan makalah ini penulis berharap para pembaca dapat memahami bagaimana pentingnya persiapan kolam budidaya khususnya pengapuran dan pemupukan, dalam pembuatan makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dan memperbaiki sangat diharapkan penulis. Kesimpulan
Setelah menyusun makalah ini, dapat kami simpulkan, bahwa wadah dalam kegiatan budidaya sangat penting. Begitu juga Kolam Tanah, wadah ini sangat membantu dalam kegiatan budidaya karena perawatannya tidak terlalu sulit. Selain itu juga parameter kualitas air juga harus dikelola dengan baik.
1.1  Latar Belakang
Dalam melakukan sesuatu pekerjaan harus adanya dasar atau tujuan pasti yang akan dicapai, dalam suatu pekerjaan harus fokus dan bersungguh-sungguh jika ingin memperoleh hasil yang maksimal.
Ilustrasikan sama hal nya dalam dunia perikanan, dalam dunia perikanan harus mempunyai suatu niat dan pondasi untuk mencapai tujuan yang pasti. Suatu pembudidaya tidak hanya mempunyai bekal teori yang memadai tetapi harus mempunyai suatu system atau manajemen yang baik dalam berbudidaya khususnya budidaya perikanan.
Pada suatu siklus budidaya cukup banyak cara dan tahapan-tahapan yang dapat ditempuh guna memdapatkan hasil yang maksimal, contoh pembersihan kolam budidaya, pengeringan, pengapuran, pemupukan hinga akhir budidaya berlangsung harus memperhatikan tahapan-tahapan tersebut. Pengapuran dan pemupukan itu penting. Untuk itu penulis ingin membahas bagaimana eratnya hubungan pengapuran dan pemupukan dalam mempersiapkan media budidaya.

Sunday, May 14, 2017

PENGOLAHAN HASIL IKAN PEMBUATAN NUGGET

May 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Nuget adalah makanan yang berprotein tinggi yang biasanya terbuat dari daging yang mengandung protein hewani ataupun dari biji-bijian yang mengandung protein nabati. Nuget merupakan makanan yang lezat dengan bahan campuran tepung tapioka dan telur, serta bahan rempah-rempah serta garam sebagai penyedap ( Rehman, 2007).
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengolahan ikan perlu diketahui oleh masyarakat. Untuk mendaptakan hasil olahan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengolahan, seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Manfaat mengkonsumsi ikan sudah banyak diketahui orang karena ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan untuk hidup lebih tinggi dari negara yang lain.
Pengolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak. Nugget ikan adalah jenis makanan yang terbuat dari ikan yang diberi bumbu dan diolah secara modern. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk persegi, bau yang khas, awet dan mengandung protein yang tinggi. Ali Khomsan (2004) menyatakan bahwa keunggulan ikan laut terutama bisa dilihat dari komposisi asam lemak Omega-3 yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit jantung. Ada beberapa fungsi asal Omega-3. Pertama dapat menurunkan kadar kolestrol darah yang berakibat terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Kedua, manfaat lain dari lemak Omega-3 adalah berperan dalam proses tumbuh kembang otak.
Lemak ikan mempunyai keunggulan khusus dibandingkan lemak hewani lainnya. Keunggulan khusus tersebut terutama dilihat dari konsumsi asam lemaknya. Ikan diketahui banyak mengandung asam lemak takjenuh dan beberapa diantaranya esensial bagi tubuh. Asam lemak Omega-3, semua jenis ikan laut, tetapi kandungan asam lemaknya bervariasi antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya. Namun dalam pembuatan nugget dari ikan haruslah pas baik konsentrasi ikan, tepung dan bumbu serta cara pembuatannya agar tidak salah dalam produk akhirnya.
B.     Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pembuatan nugget ikan nila dengan perlakuan jumlah bahan dan lama
A.  Tempat dan Waktu
Proses pengolahan nugget ikan nila ini dilaksanakan pada hari Rabu 29 Maret 2012, di rumah salah satu praktikan yang beralamat di Jalan komplek griya cipta utama, indralaya.
B.  Bahan dan Alat
            Alat yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut : 1) baskom, 2) kompor, 3) kuwali, 4) nampan 5) pengukusan.
            Bahan yang di gunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1) garam, 2) margarin, 3) minyak goreng, 4) lada, 5) tapioka, 6) tepung roti, 7) telur.
C.  Metode
Metode penelitian yang diguna- kan yaitu rancangan acak lengkap. Karena hanya melihat pengaruh dari penambahan konsentrasi tepung dan galat yang dihasilkan. Yaitu terdiri dari 2 perlakuan dengan persentase penggunaan ikan nila 80%,dan 90%. Percobaan ini di ulang sebanyak 2 kali dari masing-masing perlakuan yaitu dengan lama perlakuan 20 menit dan 30 menit.
D. Cara Kerja
Langkah-langkah pemrosesan utama yang terlibat dalam pembuatan nugget tahu yaitu meliputi:
1.      Pengupasan bawang
2.      Penggilingan bawang dan lada serta penghalusan daging ikan nila.
3.      Penimbangan Bahan ( penimbangan tapioka dan ikan nila sesuai dengan perlakuan)
4.      Pencampuran bahan ( seluruh bahan yaitu telur, tapioka, ikan nila, dan bumbu giling)
5.      Pengadonan bahan hingga merata
6.      Cetakan di olesi margarin dan adonan di masukkan
7.      Adonan di kukus selama 30 menit dan 20 menit
8.      Adonan yang telah di kukus di potong memanjang (setelah di dinginkan)
9.      Potongan nuget di lumuri telur
10.  Potongan nuget di gulingkan pada tepung roti
11.  Nuget di goreng hingga kecoklatan dan di tiriskan

E.  Parameter
Parameter yang diamati adalah tekstur nugget.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan nugget ikan nila menggunakan tepung tapioka sebagai bahan utama yang berfungsi sebagai bahan pengikat pada nuget, ia berperan mengikat partikel dari ikan nila dengan menggunakan air bebas yang terkandung di dalamnya. Fungsi pati di sini jelas sekali berfungsi sebagai perekat pada nugget yang di bantu dengan tambahan telur.
Ciri khas produk nugget ini adalah memiliki tekstur yang elastis dan kenyal.  Sifat elastis nugget ikan nila  dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tahu, tingkat kesegaran tahu, pH dan kadar air tahu, pencucian, umur tahu, suhu dan waktu pemanasan serta jenis dan konsentrasi zat tambahan (Anonim, 2008).
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar Ikan nila disukai oleh berbagai masyarakat karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Bappenas, 2000).
Garam yang digunakan dalam proses pembuatan nugget adalah garam dapur (NaCl). Garam berfungsi sebagai pemberi rasa gurih dan memantapkan rasa nugget . Hal ini sesuai dengan Anonim (2009), bahwa garam pada umumnya digunakan untuk memantapkan rasa dalam pembuatan makanan termasuk dalam pembuatan nugget, fungsi garam adalah memberi rasa gurih pada nugget .
Proses terakhir dalam pembuatan nugget ikan nila ini adalah pembekuan. Pembekuan nugget berfungsi untuk mempertahankan mutu nugget dan memperpanjang waktu simpan nugget karena perubahan kimia produk selama pembekuan dapat ditekan seminimum mungkin sehingga masa simpannya lebih lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eddy (1989), bahwa perubahan kimiawi produk makanan selama pembekuan dan penyimpanan dingin dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.
Konsentrasi bahan 90 persen ikan nila pada nuget memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan 80 persen bahan. Pada konsentrasi 90 persen bahan, nuget tahu memiliki tekstur yang lebih lembut di bandingkan perlakuan 80 persen bahan. Hal ini karena pengikat air  pada perlakuan ini tidak sebanding dengan jumlah bahan yang harus di ikat.
            Lama pengukusan pada setiap perlakuan yang di berikan pada pembuatan nuget ikan nila ini tidak terlihat berpengaruh nyata. Semakin lama pengukusan yang di berikan pada nuget ternyata tidak berefek pada sifat fisik nuget baik dari penampakan yaitu warna, maupun tekstur. Tekstur pada nuget memiliki kekenyalan yang sama meskipun lama pengukusan di bedakan, dengan catatan melebihi waktu kematangan minimal yang harus di berikan pada pengukusan nugget ikan nila yaitu 20 menit.
            Pengaruh yang nyata hanya pada jumlah pemberian tepung tapioka pada setiap perlakuan nuget ikan nila. Semakin banyak tepung tapioka yang di berikan maka nuget akan semakin bertekstur kenyal. Hal ini karena kandunga kadar air pada ikan nila tergolong lumayan tinggi sehingga memerlukan pengikat yang lebih banyak di bandingkan bahan yang mengandung sedikit air.
Pengolahan nugget juga menentukan hasil terbaik dari nugget. Proses yang perlu diperhatikan dalam pengolahan diantaranya pencampuran bahan, lama pengukusan, suhu saat pembekuan, dan lama penggorengan. Setelah dikukus selama waktu yang ditentukan, sebelum digoreng nugget terlebih dahulu dimasukkan kedalam freezer hingga suhu -4oC. kemudian setelah didiamkan beberapa saat disuhu ruang, nugget dilumuri tepung roti dan digoreng.  Penurunan kadar protein selama penyimpanan beku pada nugget daging putih dan merah diduga karena adanya denaturasi protein. Karena pada nugget pengamatan tidak memakai anti denaturasi pada pembuatannya, sehingga saat membekuan terjadi denaturasi protein.
Semakin lama waktu penggorengan tentu akan berpengaruh pada penampakan nuget. Nuget yang terlalu lama di goreng akan mengalami reaksi pencoklatan karena adanya reaksi antara protein dan panas yang terjadi selama penggorengan, sehingga nuget akan kehilangan kesan menarik.
Nugget memiliki tingkat protein yang tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan protein pada masyarakat. Protein pada nugget berasal dari bahan yang digunakan yaitu ikan. Protein daging ikan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu protein miofibril, sarkosplasma, dan jaringan ikat (protein stroma). Hasil terbaik untuk tekstur juga A2, karena teksturnya lebih lembut. Hal itu dikarenakan persentase tepung yang hanya 10%.  Konsentrasi tepung tapioka sangat menentukan mutu nugget. Kebanyakan tepung tapioka dapat mengubah tekstur nugget. Semakin banyak tepung, nugget menjadi semakin keras.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Protein daging ikan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu protein miofibril, sarkosplasma, dan jaringan ikat (protein stroma).
2. Jumlah air yang dilepaskan dipengaruhi oleh lama pembekuan, suhu pembekuan dan suhu pencairan.
3. Penurunan kadar protein selama penyimpanan beku pada nugget daging putih dan merah diduga karena adanya denaturasi protein.
4.  Proses yang perlu diperhatikan dalam pengolahan diantaranya pencampuran bahan, lama pengukusan, suhu saat pembekuan, dan lama penggorengan.
5.  Konsentrasi tepung tapioka sangat menentukan mutu nugget.

MENGENAL PENGANTAR KELAUTAN DAN PERIKANAN

May 14, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Setiap orang yang belajar ilmu perikanan tidak akan bisa menghindar dari penggunaan beberapa istilah atau terminology teknis yang sering digunakan pada bidang ilmu tersebut. Sayangnya, istilah-istilah tersebut bisa didefinisikan secara berbeda terkait dengan bidang kajian spesifik. Sebagai contoh, seorang ahli taksonomi akan membuat definisi ikan sesuai dengan klasifikasi nomenklatur ilmiah. Sebaliknya, pengelola perikanan (kementerian Kelautan dan Perikanan) membuat definisi ikan dalam kaitannya sebagai sumber daya yang bisa diambil. Pada teks ini, kita akan membahas beberapa istilah teknis dari dimensi atau kepentingan yang berbeda. 
1. Ikan / Fish
Seperti telah dijelaskan, ikan bisa didefinisikan secara berbeda. Ahli taksonomi (taksonomist) menyatakan IKAN sebagai binatang bertulang belakang (vertebrata) yang bersirip, bernafas dengan insang dan hidup di air. Definisi ini digunakan untuk mempermudah dalam membuat klasifikasi atau membedakan antara ikan dengan kelompok organisme lainnya. Kata tulang belakang (vertebrata) digunakan untuk membedakan ikan dengan kelompok binatang non-vertebrata lainnya, seperti udang atau siput yang sama-sama hidup di air. Kata sirip digunakan untuk membedakan ikan dari binatang tidak bersirip, seperti lingsang, katak atau buaya yang sebagian besar hidupnya di air. Kata kunci bernafas dengan insang ialah juga kata kunci yang sangat khas membedakan kelompok ini dengan binatang lainnya. Sedangkan kata hidup di air digunakan untuk membedakannya dengan binatang vertebrata yang hidup di darat. Definisi ikan seperti tersebut di atas disebut sebagai definisi ikan secara ilmiah dan digunakan dalam kajian biologi perikanan maupun taksonomi.
Pemerintah pada umumnya memandang setiap objek dari dimensi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan masyarakat (public). Pemerintahan yang stabil sering ditentukan dari kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan dasar masyarakat. Untuk memenuhi tujuan tersebut IKAN didefinisikan sebagai binatang atau tanaman air yang bisa diambil atau dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Kata kunci pada definisi ini ialah sumberdaya biologi akuatik dan nilai ekonomis (akuatik = air atau perairan).
Sumberdaya biologi disebut juga sumberdaya hayati atau sumberdaya dapat pulih (renewable resources). Definisi umum dari sumberdaya ialah semua bahan mentah yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan kesejahteraan umat manusia. Sedangkan sumberdaya hayati ialah sumberdaya yang dapat melakukan pemulihan melalui proses reproduksi, sehingga disebut renewable resources. Dengan definisi di atas, ikan disamakan dengan istilah aquatic-renewable resources. Menurut pemerintah, udang ialah termasuk salah satu komoditas perikanan (kategori binatang berkulit keras). Bahkan rumput laut juga dimasukkan dalam kategori perikanan. Budidaya rumput laut, teripang, udang ialah contoh-contoh yang termasuk bidang kajian perikanan sebagai sumberdaya perairan dapat pulih. Pada mata kuliah PIPK, kita akan membahas IKAN dalam definisi yang lebih luas (binatang atau tanaman air yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia).
Pada kuliah lanjutan, mata kuliah Ichthyology secara khusus akan membahas ikan dalam definisi ilmiah seperti tersebut di atas (vertebrata bersirip, bernafas dengan insang dan hidup di air). Dalam scope ikan sebagai sumberdaya, dia akan mencakup ikan (arti sempit) bersama udang dan binatang air lainnya (juga tanaman air). Mata kuliah lanjutan yang membahas jenis sumberdaya ini disebut Avertebrata Air. Dari dua jenis mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang ikan dalam artian sempit maupun ikan sebagai sumberdaya akuatik. 
2. Perikanan / Fisheries
Kata “perikanan” diduga ialah terjemahan dari istilah asing (Bahasa Inggris) “fisheries”. Sedangkan fisheries bisa mempunyai arti luas maupun sempit. Dalam arti luas fisheries diartikan sebagai semua kegiatan penangkapan dan/atau budidaya ikan – sementara, dalam artian sempit, kata fisheries sering diartikan sebagai kegiatan penangkapan saja. Pada beberapa teks, capture fisheries terkadang digunakan untuk menjelaskan perikanan yang terkait dengan usaha penangkapan. Sementara usaha budidaya ikan dinyatakan dengan istilah culture fisheries. Budidaya ikan terkadang diusahakan tidak dalam siklus penuh (full cycle). Sebagai contoh, seorang petani yang memelihara (budidaya) ikan bandeng. Benih ikan bandeng (nener) didapat dari usaha penangkapan dari alam (menggunakan alat tangkap sotok / towed net). Pelaku, pada kasus ini melakukan suatu usaha fisheries secara umum (penangkapan dan budidaya secara bersama).
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perikanan (UU No. 31, 2004) Perikanan dinyatakan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, mulai dari pra-produksi, produksi, pengolaan, sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pada definisi ini perikanan akan mencakup aspek yang sangat kompleks sebagai suatu sistem dari lingkungan (pengelolaan), ekstraksi (penangkapan atau budidaya), teknologi pengolahan dan sistem ekonomi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat (sosial). Kompetensi lulusan pada Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan UB lebih cenderung untuk menganut definisi bidang perikanan yang kedua ini. Oleh karena itu, sebelum mempelajari lebih lanjut tentang mata kuliah keahlian (MKK) pada Program Studi masing-masing, setiap mahasiswa mendapat kuliah dasar keahlian dari Program Studi – Dasar-Dasar Akuakultur, Dasar-Dasar Penangkapan (MPI), Dasar-Dasar Pengawetan, Pengantar Ilmu Ekonomi, Dasar-Dasar Manajemen, Sosiologi Perikanan, Limnologi (lingkungan perairan tawar dan payau) dan Ekologi Laut Tropis (Dasar-Dasar Kelautan) termasuk contohcontoh dari mata kuliah dasar program studi.
4.3. Manajemen Perikanan / Fisheries Management
Manajemen secara konvensional mencakup seluruh urutan: planning, organizing, actuating, controlling dan evaluating. Manajemen dalam bidang perikanan diartikan setara dengan pengelolaan. Dengan demikian, definisi perikanan (secara luas) di atas juga mencakup aspek manajemen. Manajemen perikanan ialah sama dengan mengelola perikanan – mengelola perikanan ialah mengatur ekstraksi sumberdaya ikan (penangkapan atau budidaya) agar bermanfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat namun tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan. Secara analog, mengelola perikanan tangkap diartikan sebagai usaha untuk mengatur penangkapan agar tidak terjadi tangkap lebih (over-exploitation). Pengaturan penangkapan yang dimaksud, paling umum dilakukan melalui pembatasan jumlah atau kapasitas alat tangkap yang boleh beroperasi di suatu perairan. Metode pengaturan yang berkembang akhir-akhir ini ialah dengan melarang usaha penangkapan pada tempat-tempat tertentu yang diharapkan bisa memperbaiki wilayah sekitarnya. Pendekatan ini disebut konservasi kawasan. Selanjutnya, manajemen budidaya bisa diartikan sebagai mengatur aktifitas budidaya agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan dampak negatif pada sistem budidaya.
Tangkap lebih (over-fishing) didefinisikan sebagai kegiatan penangkapan yang dilakukan pada laju atau kecepatan yang melebihi kecepatan sumberdaya ikan melakukan pemulihan secara alami. Sebagai contoh – suatu perairan alami (semi-enclosed bay), pada tahun ini (2012) mempunyai total biomas ikan setara 100 ton. Melalui studi (hipotetik) misalnya diketahui bahwa ikan akan tumbuh 10% per tahun (dari stok awal). Jika semua faktor berjalan secara normal, kita bisa berharap bahwa tahun depan jumlah total biomas ikan akan mencapai 110 ton. Seandainya pada tahun 2012 nelayan mengambil ikan sebanyak 5 ton, maka tahun depan kita berharap mempunyai ikan setara 105 ton (ikan awal = 100 ton; tumbuh selama tahun 2012 – 2013 = 10 ton; diambil selama periode 2012 – 2013 = 5 ton). Pada kondisi ini berlaku bahwa laju penangkapan (5 ton per tahun) lebih rendah dari laju pertumbuhan biomas ikan (10 ton per tahun), atau perikanan disebut tangkap kurang (underfishing).
Pada skenario kedua, misalkan nelayan menangkap ikan pada laju > 10 ton per tahun – sebut saja, selama tahun 2012 – 2013 nelayan menangkap 15 ton, yang artinya tangkap lebih (over-fishing). Pada awal tahun 2013, total biomas ikan akan menjadi 95 ton (100 ton + 10 ton – 15 ton = 95 ton). Jika selama tahun 2013 nelayan menangkap 15 ton, maka sisa ikan pada awal tahun 2014 menjadi 89,5 ton (95 ton + 9,5 ton – 15 ton). Pada perhitungan ini, kita bisa mengambil pembelajaran bahwa tangkap lebih menyebabkan biomas ikan yang semakin kecil. Penurunan biomas ikan akan menyebabkan semakin sulitnya nelayan untuk mendapat ikan dan hasil tangkap akan berkurang. Dengan cara yang sama, tangkap lebih juga menyebabkan kemampuan pemulihan ikan yang semakin menurun. Terakhir, jika tangkap lebih dilakukan secara terus menerus, biomas akan terus berkurang dan menjadi terkuras. Kondisi ini disebut populasi ikan sudah mengalami deplesi.

Friday, May 12, 2017

KAJIAN TEORI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

May 12, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
KAJIAN TEORI
Menurut Suwantoro (1997), pengertian pariwisata berkaitan erat dengan perjalanan wisata, yaitu suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Sedangkan menurut UU Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP 10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu dijelaskan bahwa Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir  tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaanya. Menurut Prasita (1996), Kawasan pesisir merupakan kawasan yang unik karena kawasan tersebut terdiri dari komponen daratan dan lautan. Dalam perencanaan regional kawasan wisata pesisir harus selaras dengan tata ruang yang telah dibuat pada tingkat regional kawasan tersebut. Penataan ruang pesisir akan mencakup penetapan peruntukan lahan yang terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) zona preservasi, 2) zona konservasi, 3) zona pemanfaatan.
Sejarah awal keberadaan lingkungan permukiman nelayan dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu : 1) Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi di pantai, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun-temurun. 2) Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan. Tahapan perkembangan kawasan permukiman nelayan ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat, ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi, intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat, dominasi kawasan perumahan/permukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata, pola perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi,  orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat, bangunan pada permukiman pantai dibedakan atas bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air. Permukiman yang baik dan tertata akan tercipta apabila memenuhi kriteria ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dan binaan, serta sarana dan infrastruktur., aspek non fisik meliputi aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya, Silas (1985).
Menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural atau perubahan budaya dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Sedangkan menurut Wayne Attoe (1979) : yang dapat dikonservasi adalah lingkungan alam (seperti daerah pantai, hutan, lereng pegunungan dan lokasi arkeologi), kawasan kota dan perdesaan, skyline dan pemandangan koridor  wilayah, bagian depan suatu gedung (fasade) dan bangunan serta unsur dari bangunan. Menurut “ Piagam Burra tahun 1981” , Sidharta dan Eko Budihardjo (1989) dapat dijelaskan arti konservasi adalah segenap proses pemeliharaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik, sehingga konservasi merupakan sebuah upaya pelestarian terhadap suatu tempat sehingga tetap memiliki makna.  Mc Harg (1971) dalam memilih daerah – daerah yang secara intrinsik cocok bagi konservasi, maka ada beberapa faktor yang ditentukan yaitu : bentuk – tampilan yang bernilai sejarah, hutan dan rawa- rawa yang berkualitas tinggi, bentuk – tampilan pantai teluk, sungai – sungai, habitat binatang liar, bentuk tampilan geologi dan fisiografi yang unik, tampilan perairan berpemandangan bagus serta bentuk – bentuk langka yang berkaitan ekologis. Lawson dan Bovy (1977) pengembangan kawasan wisata alam harus mengikuti prinsip-prinsip pengembangan dan perencanaan pemanfatan kawasan terdiri dari subsistem tata ruang atau pendaerahan (zoning). Penzoningan tersebut digambarkan dalam  4 (empat) zona  seperti disajikan dalam gambar 2.2.
1.    Peruntukan fasilitas umum, bangunan permanen, rekreasi, pariwisata dan fasilitas olahraga
2.    Peruntukan fasilitas tidak permanen, kemah, memancing, dan sebagainya
3.    Tidak diperbolehkan adanya pembangunan jalan kendaraan umum. Diperuntukan jalan setapak, pendakian, olahraga berkuda & gardu pandang
4.    Tidak ada akses jalan masuk dan tidak boleh ada fasilitas
5.    Tidak ada pencapaian jalan dan fasilitas
     Gambar 2.2: Empat Zona Wisata
     Sumber  : Lawson dan Bovy, 1977

Hambatan fisiografis merupakan gejala alamiah yang membahayakan dalam pembangunan, seperti gempa, banjir dan gelombang tsunami, hal ini terjadi karena adanya pemanasan dunia (global warming). Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, fungsi prasarana dan sarana, gangguan terhadap permukiman penduduk, pengurangan produktivitas lahan pertanian, dan peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit.
Menurut Mc. Harg (1971), diterjemahkan oleh Sugeng Gunadi (2005) keberadaan pantai sangatlah penting bagi manusia. Dikatakan bahwa permukaan bumi yang beraneka ragam tersebut memiliki karakteristik serta fungsi masing – masing yang berkembang secara alamiah. Malbery (1972), Kemiringan lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman adalah pada lereng kelas 0% - 15%. Permukiman penduduk dengan segala fasilitas pendukungnya paling ideal berada pada kemiringan 0% - 18%. Kemiringan di atas 8%-18% masih dapat diterima dengan pembatasan kepadatan bangunan. Sedangkan kemiringan 15%-25% dapat diterima tetapi harus didukung dengan teknologi dan biaya konstruksi yang cukup tinggi untuk menjamin keselamatan dan keamanan baik bagi bangunan maupun tanahnya. Jenis dan pola vegetasi merupakan potensi rekreasi, visual dan ekologis. Jenis vegetasi erat kaitanya dengan kondisi tanah, hidrologi, iklim dan topografi. Menurut Ochse dkk (1961 dalam Seta, A.K, 1991) mengelompokan tanaman penutup menjadi 5 (lima) golongan yaitu :1)Tanaman penutup tanah rendah, jenis rumput-rumputan dan menjalar 2) tanaman penutup tanah sedang, berupa semak, 3) tanaman penutup tanah tinggi, 4) tumbuhan rendah alami, 4) tumbuhan yang tidak sesuai (rumput pengganggu).
A. Budaya Masyarakat Nelayan
Budaya masyarakat nelayan yang unik atau campur dari berbagai jenis budaya – lokal dan asing yang memberi watak/karakter sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi pantai. Dalam  penataan ruang pesisir harus memperhatikan budaya masyarakat setempat serta dapat meningkatkan kondisi masyarakat berdasarkan aspirasi yang ada, sehingga dapat sejahtera, adil dan berkelanjutan DELP, 2000. Sedangkan menurut Cernea, 1991  dalam  Lindberg K and D E, Hawkins, 1995 mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan peluang efektif dalam kegiatan pembangunan, hal ini berarti memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan kontrol pada kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kehidupan sesuai dengan kemampuannya. B. Konsep Pengembangan Kawasan 
Pengembangan wisata pantai di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sangat terkait dengan pengelolaan kawasan tepi air. Defenisi prinsip perancangan kawasan tepi air merupakan dasar – dasar penataan kawasan memasukan aspek yang perlu dipertimbangkan dan komponen penataan di wilayah tepi air (Sastrawati, 2003). Beberapa aspek yang terkait dalam penataan kawasan tepi air adalah : 1) Citra (image), 2) Keteraturan, 3)Bangunan, 4) Keselamatan (safety), 5) Keamanan (security), 6) Pedestrian Way. Menurut Soekadijo, 1997 : Pariwisata sebagai suatu kegiatan yang dilakukan wisatawan, dimana ditunjang dengan menyediakan sarana prasarana angkutan dalam melakukan mobilitas spasial yang merupakan systemic linkage. Gunn, 1994 mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu :1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) Menjamin kepuasan pengunjung, 4) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangan.
Menurut Harvey M. Rubenstein dalam buku A Guide to Site and Environmental Planning (di terjemahkan Sugeng Gunadi, 1989) menyebutkan bahwa pemilihan tapak dan pengembangan tapak dapat mempertimbangkan faktor-faktor alam, kultur dan estetika.

Thursday, May 11, 2017

PEMIJAHAN IKAN MAS DENGAN KAKABAN

May 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan mas (Cyprinus carpio) didatangkan ke Indonesia dari Eropa dan Tiongkok. Menurut catatan sejarah, sejak tahun 1860 masyarakat Ciamis, Jawa Barat, sudah menguasai cara membenihkan ikan mas dengan bantuan kakaban. Suatu alat yang terbuat dari ijuk untuk meletakkan telur hasil pembuahan.
Budidaya ikan mas idealnya dilakukan pada ketinggian 150-1000 meter dpl. Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan mas berada pada rentang 20-25oC dengan pH air berkisar 7-8.
Dewasa ini, usaha budidaya ikan mas terbagi dalam dua segmen, yakni usaha pembenihan dan pembesaran. Usaha pembenihan menghasilkan bibit ikan untuk dibesarkan lebih lanjut. Pangsa pasar usaha pembenihan adalah petani ikan yang menekuni usaha pembesaran. Sedangkan usaha pembesaran menghasilkan ikan ukuran konsumsi, pangsa pasarnya konsumen akhir.
Pembenihan ikan mas
Untuk memulai usaha budidaya ikan mas, hal pertama yanng harus disiapkan adalah memilih bibit atau calon indukan. Calon indukan ini diusahakan harus dari keturunan yang memiliki sifat unggul. Sehingga menghasilkan benih yang memiliki produktivitas tinggi.
Calon indukan ikan mas dipelihara dalam kolam pembibitan, dipisahkan antara indukan jantan dan betina. Pemisahan dilakukan sampai kedua indukan siap memijah. Proses pemijahan atau perkawinan ikan mas dilakukan di kolam khusus. Kolam tersebut harus dilengkapi dengan kakaban, tempat untuk menempelkan telur hasil pembuahan.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai cara membenihkan ikan mas, silahkan baca ulasan kami sebelumnya tentang pembenihan ikan mas.
Pembesaran ikan mas
Benih yang digunakan dalam usaha budidaya ikan mas biasanya berukuran 10-12 cm atau berbobot sekitar 80-100 gram per ekor. Ukuran benih sebesar ini diharapkan sudah cukup kuat untuk dibesarkan. Sehingga risiko kegagalan bisa ditekan. Lama pembesaran ikan mas berkisar 2-3 bulan.
Budidaya ikan mas bisa dilakukan dalam berbagai teknik seperti metode air deras, air tenang atau tumpang sari. Medium atau tempatnya bisa berupa kolam tanah, kolam tembok, kolam terpal, sawah, keramba dan jaring apung.
a. Kolam tanah (air tenang)
Sebagian besar petani melakukan budidaya ikan mas di kolam air tenang dengan lantai tanah. Kolam tanah banyak dipakai karena cara membuatnya mudah dan biaya pembuatannya murah, silahkan lihat cara membuat kolam tanah.
Terdapat dua tipe kolam tanah, yakni kolam tanah dengan tanggul tanah dan kolam tanah dengan tanggul tembok atau batu. Kolam tanah mempunyai keunggulan bisa menyediakan pakan alami bagi ikan. Berbagai organisme selain ikan, seperti cacing atau tumbuhan air bisa tumbuh subur di dasar kolam. Tipe kolam ini membantu mengurangi biaya pakan.
Berikut ini langkah-langkah persiapan untuk budidaya ikan mas di kolam tanah:
    Sebelum kolam digunakan, lakukan terlebih dahulu pembajakan dasar kolam, penjemuran, pegapuran, pemupukan dan penggenangan air. Persiapan ini membutuhkan waktu 1-2 minggu, tergantung cuaca saat penjemuran kolam. Detailnya silahkan baca persiapan kolam tanah untuk budidaya ikan.
    Gunakan benih ikan mas berukuran 100 gram per ekor. Kapasitas kolam tanah untuk budidaya ikan mas sebesar 1-2 ekor/m2.
    Berikan pakan utama berupa pelet dengan kadar protein 25%. Dosis pemberian pakan sebanyak 3-4% dari bobot ikan. Misalnya, untuk ikan dengan bobot 100 gram berikan pakan 3-4 gram pelet per ekor per hari. Bila kita menanam 1000 ekor ikan berarti dibutuhkan pakan 3-4 kg per hari.
    Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari, diberikan pagi, siang dan sore hari.
    Setiap 2 minggu lakukan penimbangan bobot tubuh ikan mas. Ambil beberapa ekor secara acak, timbang. Lalu sesuaikan jumlah pakan yang diberikan.
    Dalam waktu 3 bulan, bobot ikan akan naik menjadi sekitar 300-400 gram per ekor. Dengan ukuran sebesar ini ikan sudah bisa dipanen. Bila terus dipelihara, biaya pakan menjadi tidak ekonomis lagi kecuali harga ada tawaran harga jual ikan yang lebih tinggi.
b. Kolam air deras
Kolam air deras adalah tempat budidaya ikan dengan sirkulasi air yang cepat. Untuk membuat kolam air deras diperlukan debit air besar dan arus yang kuat. Kelebihan budidaya ikan mas di kolam air deras adalah ikan akan terus bergerak sehingga nafsu makannya besar. Selain itu kadar oksigen terlarut dalam kolam air deras relatif lebih tinggi. Sehingga kolam air deras mempunyai kapasitas padat tebar ikan yang lebih besar dibanding kolam air tenang.
Luas kolam air deras biasanya berukuran kecil, tidak sebesar kolam air tenang. Lahan atau areal kolam dipetak-petakkan menjadi ukuran kolam yang kecil-kecil agar aliran air bisa tetap deras. Kedalaman kolam dibuat lebih dalam dibanding kolam air tenang. Dinding kolam terbuat dari tembok untuk mencegah erosi akibat kikisan air.
    Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan mas di kolam air deras:
    Kolam air deras membutuhkan debit air yang besar sekitar 25-100 liter/detik. Pastikan sumber air tetap lancar.
    Gunakan benih ikan dengan bobot 100 gram/ekor. Kapasitas penebaran benih di kolam air deras adalah 30-60 ekor/m2. Semakin deras aliran air, kapasitasnya semakin besar.
    Berikan pakan dengan kandungan protein 25-30%. Pelet yang diberikan harus bisa bertahan dalam air, tidak mudah hancur karena aliran air cukup kencang.
    Dosis pemberian akan adalah 4% dari bobot tubuh ikan. Timbang sebagian ikan setiap dua minggu sekali untuk menyesuaikan jumlah pakan.
    Pemberian pakan bisa dengan cara ditebar atau menggunakan wadah almunium yang diletakan di atas kolam dengan pendulum menjulur ke dalam air. Pakan akan jatuh bila ikan menggerak-gerakkan pendulum.
    Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari, pagi, siang dan sore.
    Budidaya ikan mas bisa dipanen setelah 2,5-3 bulan, dengan hasil 3-4 kali lipat dari bobot awal.
c. Jaring apung
Budidaya ikan mas di jaring apung biasanya dilakukan di waduk-waduk besar dan danau. Jaring terbuat dari bahan polyethylene yang tahan lama. Jaring dibuat menggantung pada kerangka rakit berbentuk segi empat. Kedalaman jaring apung maksimal 3 meter.
Bahan yang digunakan untuk kerangka kolam adalah biasanya bambu atau kayu. Kerangka tersebut mengapung di atas air dengan bantalan dari drum atau jeriken. Agar kerangka tidak terbawa arus air, harus dipasang jangkar yang menambat ke dasar kolam. Jaring apung biasanya dilengkapi dengan saung yang digunakan penunggu atau menyimpan peralatan dan pakan.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan mas di jaring apung:
    Gunakan jaring berukuran 1,5 cm. Kedalaman jaring apung 3 meter.
    Gunakan benih berukuran 100 gram per ekor. Kapasitas padat tebar jaring apung sekitar 30 ekor/m2.
    Pakan berupa pelet dengan kadar protein 25%.
    Jumlah pakan yang dibutuhkan setiap hari adalah 4% dari bobot tubuh ikan. Timbang sebagian ikan setiap dua minggu untuk menyesuaikan jumlah pakan.
    Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.
    Ikan mas bisa dipanen setelah 3 bulan dengan ukuran 300-400 gram/ekor.
Pengendalian hama dan penyakit
Usaha budidaya ikan mas berkembang sangat pesat.  Seiring dengan itu, penyebaran penyakit pun menjadi resiko yang wajib diperhitungkan. Untuk meminimalkan resiko, setiap pembudidaya perlu mengetahui berbagai penyakit yang biasa menyerang ikan mas. Lebih detail, silakan baca hama dan penyakit ikan mas.
Panen budidaya ikan mas
Secara umum tingkat keekonomian pembesaran ikan mas berada pada kisaran 300-400 gram per ekor. Bobot ikan dibawah itu, masih punya potensi untuk dibesarkan. Sedangkan bila melebihi bobot tersebut, ikan mas sudah tidak ekonomis lagi untuk dibesarkan. Porsi pakan yang dikonsumsi ikan sudah tidak sebanding lagi dengan pertumbuhan dan harga jual ikan.
Semakin lama waktu pembesaran semakin besar biaya operasional yang harus dikeluarkan. Biaya pemeliharaan, khususnya untuk pakan akan semakin besar dengan meningkatnya bobot ikan per ekor.
Namun hal tersebut masih tergantung pada kondisi pasar. Bila ada pasar yang mau menerima ikan mas berukuran besar dengan harga per kilogramnya lebih mahal, pembesaran masih layak.
Waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ikan mas dari ukuran 100 gram per ekor, sampai ukuran siap konsumsi 300-400 gram ekor sekitar 2-3 bulan. Dalam kurun waktu tersebut bobot ikan akan tumbuh 3-4 kali lipat.

Wednesday, May 10, 2017

Jumat, Mengenal Transplantasi Terumbu Karang

May 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Transplantasi Terumbu Karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru. Teknik ini semakin populer baik di pihak pemerintah (KKP-red) maupun di kalangan masyarakat.
Transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai tujuan yaitu : (1). Untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak; (2).Untuk pemanfaatan terumbu karangsecara lestari (perdagangan karang hias); (3).Untuk perluasan Terumbu Karang; (4). Untuk tujuan pariwisata;(5). Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan statusterumbu karang; (6). Untuk tujuan perikanan; (7). Terumbu karang buatan; (8.) Untuk tujuan penelitian. Tercatat hampir seluruh dinas perikanan kota maupun provinsi di Indonesia yang memiliki kawasan terumbu karang dan mulai rusak mempunyai program rehabilitasi karang melalui teknik transplantasi karang.
Seiring dengan perjalanan di lapangan, telah muncul beberapa persepsi yang cenderung salah kaprah mengenai teknik transplantasi karang tersebut. Program rehabilitasi yang tidak didukung dengan sosialisasi mengenai pentingnya terumbu karang membuat program rehabilitasi ini diartikan sebagai salah satu cara yang paling efektif atau bahkan sebagai satu-satunya cara yang efektif untuk merehabilitasi karang. Sehingga teknik ini menjadi populer dan muncul persepsi di masyarakat bahwa jika terumbukarang mulai rusak maka saatnya dilakukan transplantasi karang. Beberapa kasus terjadi ketika nelayan sadar bahwa tangkapan ikan karangnya mulai menurun, dan mereka menganggap bahwa transplantasi karang dapat mengembalikan stok ikan karang dengan cepat. Di sisi lain praktik perikanan yang tidak lestari masih terus berlangsung. Padahal kegiatan tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan kerusakan karang yang pada akhirnya stok ikan karang pun menurun. Sehingga usaha-usaha perlindungan kawasan menjadi pilihan yang tidak populer dan menurut mereka cenderung merugikan karena adanya pembatasan mengenai penggunaan alat tangkap maupun pembatasan fishing ground.
1. Pemulihan Terumbu Karang yang Telah Rusak.
Transplantasi karang dengan tujuan pemulihan terumbu karang yang telah rusak dilakukan dengan memindahkan potongan karang hidup dari terumbu karang yang kondisinya masih baik ke lokasi terumbu karang telah rusak. Teknik dan prosedurnya sebagai berikut: (1) Lokasi pengambilan bibit di sekitar terumbu karang yang telah rusak (tidak boleh jauh dari lokasi penanaman) dengan kondisi terumbu karang yang masih baik. (2) Antara lokasi pengambilan bibit dengan lokasi terumbu karang yang telah rusak mempunyai kondisi lingkungan (kedalaman dan keadaan arus) yang mirip. (3) Pengambilan bibit dilakukan dengan memotong cabang karang induk di tempat, dan tidak melakukan pemotongan koloni karang induk yang letaknya saling berdekatan untuk menghindari kerusakan ekosistem secara menyolok. (4) Transportasi bibit dari lokasi pengambilan bibit dengan lokasi transplantasi tidak lebih dari satu jam.
2. Pemanfaatan Terumbu Karang Secara Lestari (Perdagangan Karang Hias).
Transplantasi untuk tujuan perdagangan karang hias, dilakukan dengan memindahkan potongan jenis-jenis karang hias yang diperdagangkan ke substrat buatan yang diletakkan di sekitar habitat terumbu karang alami, yang nantinya akan menjadi induk karang hias yang akan diperdagangkan. Teknik dan prosedurnya sebagai berikut: (1) Dilakukan oleh pengusaha karang hias yang telah mempunyai izin sebagai eksportir karang hias. (2) Jenis-jenis karang hias yang dibiakkan adalah jenis-jenis karang hias yang diperdagangkan untuk pembuatan aquarium dan tidak diperdagangkan sebagai karang mati. (3) Jumlah bibit karang hias yang akan ditanam sebagai induk karang hias sesuai dengan kuota yang telah memperoleh persetujuan dari MA. (4) Pengusaha melaporkan kepada MA tentang waktu kapan penanaman dimulai, lokasi pembiakan, jumlah, dan jenis karang hias yang akan ditanam.
3. Perluasan Terumbu Karang
Transplantasi terumbu karang dengan tujuan perluasan terumbu karang merupakan suatu usaha untuk membuat habitat terumbu karang baru atau merubah habiat lain di luar habitat terumbu karang menjadi habitat terumbu karang.
Persyaratan teknik dan prosedur pengambilan bibit dan tempat pengambilan bibit sama dengan persyaratan pada transplantasi terumbu karang untuk tujuan pemulihan terumbu karang yang rusak.
4. Tujuan Pariwisata
Transplantasi karang untuk tujuan wisata dibedakan dari transplantasi karang untuk tujuan perluasan terumbu karang. Tujuannya adalah untuk membuat habitat terumbu karang yang tinggi keanekaragaman hayatinya. Atau membuat panorama yang indah didasar laut seperti halnya di ekosistem terumbu karang. Untuk itu bibit karang yang akan dipindahkan harus terdiri dari jenis-jenis karang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya.
Substrat dasar buatan harus menggambarkan bentuk dasar yang menarik dan tahan terhadap arus dan air laut. Selain itu, juga harus dibuat peta lokasi trasplantasi karang menurut kelompok atau jenis karang dan kedalamannya. Peta ini sangat berguna bagi para wisatawan maupun kelompok pelestarian terumbu karang.
5. Membangun Kesadaran Masyarakat
Transplantasi karang dengan tujuan membangun kesadaran masyarakat dilakukan oleh masyarakat pesisir yang sudah menyadari dampak negatif akibat kerusakan terumbu karang. Kegiatan pelatihan teknik transplantasi karang, cara penentuan lokasi pembibitan, cara pengambilan bibit dari induknya, cara pengangkutan bibit, cara penempelan bibit pada substratnya, dan selanjutnya cara pemeliharaannya dilaksanakan secara konsisten kepada masyarakat pesisir. Dengan menjaga keutuhan hasil transplantasi terumbu karang, masyarakat nelayan akan dapat merasakan hasilnya.
6. Pengelolaan Perikanan
Transplantasi karang dengan tujuan meningkatkan produksi perikanan sering disebut“Fish Aggregation Device” (FAD), yaitu suatu cara yang digunakan untuk mengubah suatu perairan yang sepi ikan menjadi perairan yang banyak ikan. Terumbu karang buatan dibangun di sekitar terumbu karang, sehingga nelayan tidak lagi menangkap ikan di terumbu karang, tetapi berpindah di terumbu karang buatan.
7. Penelitian
Transplantasi karang untuk tujuan penelitian, dibedakan dari persyaratan yang harus dilakukan oleh pelaksana keenam transplantasi diatas, transplantasi untuk tujuan penelitian ini diberbolehkan mengambil bibit di sekitar lokasi penelitian, dengan teknik pemotongan cabang di tempat, tanpa memindahkan induknya. Karena transplantasi untuk tujuan penelitian biasanya tidak memerlukan banyak specimen, dan dengan biaya dan waktu sangat terbatas.
Tujuan transplantasi terumbu karang yang mempunyai karakteristik masing-masing. Jika sahabat ingin ikut berpartisipasi dalam pelestarian (khususnya transplantasi terumbu karang) bisa dipertimbangkan tujuan pencapaian kegiatan yang diinginkan. Untuk metode dan tahapan transplantasi terumbu karang saya tulis di kesempatan lain.

Monday, May 8, 2017

KANDUNGAN ASAM AMINO HINGGA YODIUM DALAM IKAN

May 08, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Kandungan Nutrisi Ikan Laut Untuk Kesehatan
Ikan laut memiliki kandungan omega 3 yang paling tinggi ketimbang ikan air tawar karena kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya sehinggga lemak tetap cair pada suhu air laut. Meskipun kandungan omega 3 yang tinggi akan tetapi tidak semuanya ikan laut baik untuk kesehatan, apalagi untuk ibu hamil dan menyusui. Ikan laut yang mengandung tinggi merkuri sebaiknya dihindari dalam membantu mempertahankan kesehatan anda dan bayi. (baca: Resep Masakan Ikan)
Berikut adalah kandungan nutrisi ikan laut untuk kesehatan :
1.  Protein
Protein yang terkandung pada daging ikan terdiri dari serat protein yang lebih pendek dari protein daging sapi atau ayam sehingga lebih mudah diserap dan dicerna oleh tubuh. Hal ini  dapat memperlancar proses pencernaan anda. Sangat cocok untuk dikonsumsi oleh seseorang yang mengalami masalah pencernaan atau yang berada pada program diet atau untuk bayi / balita yang belum mendapatkan proses pencernaan yang sempurna. Selain itu kandungan protein dapat merangsang pertumbuhan sel otak balita. Kandungan protein pada ikan bertindak untuk merangsang pertumbuhan sel-sel otak pada bayi  yang disebut dengan taurine.
2.  Lemak
Asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh. Selain itu juga berguna untuk menjaga kesehatan tubuh. Kandungan asam lemak tak jenuh dapat menyimpan Tingkat Kolesterol di dalam darah dan bantuan dari asam lemak omega 3(EPA dan DHA) dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini tentu saja juga sangat bermanfaat bagi orang yang menderita penyakit yang berhubungan dengan kolesterol. Selain itu kandungan dari Asam Lemak Omega 3 dapat membantu meningkatkan pertumbuhan sel-sel otak janin, bayi dan balita dan dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga tidak mudah terserang berbagai penyakit. Bagi anda yang berusia produktif bantuan dari omega 3 dapat membantu mencegah berbagai Penyakit Degeneratif (penyakit yang timbul sebagai proses penuaan/usia)
3.  Vitamin
Kandungan vitamin yang terdapat pada ikan laut dapat menjaga kesehatan mata dan mencegah kebutaan pada anak-anak. Selain itu kandungan vitamin D sangat berperan dalam pertumbuhan dan menjaga kekuatan tulang. Kandungan vitamin yang tidak kalah penting adalah Vitamin B kompleks pada Ikan Laut yang menguntungkan untuk menghasilkan energi, membantu metabolisme karbohidrat, jantung sehat, melindungi terhadap kanker, mencegah migrain, mencegah katarak, menurunkan kolesterol, mengurangi depresi, mengurangi gangguan pada sendi, membantu sistem saraf dan metabolisme, mengurangi alergi dan kelelahan, membantu dalam pembentukan hormon, membantu pembentukan sel darah merah dan mengurangi hipertensi dan asma, untuk membantu perkembangan janin, mencegah anemia, membantu pembentukan hemoglobin dan sel darah merah, serta berbagai manfaat lain dari vitamin B kompleks.
4.  Mineral
Beberapa mineral yang terkandung di dalam ikan laut dapat membantu menjaga kesehatan. Zat besi dapat mencegah anemia sedangkan kandungan yodium dapat mencegah penyakit gondok dan membantu pertumbuhan anak serta meningkatkan kecerdasannya. Kandungan selenium dapat membantu metabolisme tubuh, sebagai anti-oksidan, dan mencegah penyakit degeneratif. Selenium dengan Vitamin E dapat membantu elastisitas jaringan tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya Penuaan Prematur yaitu suatu kondisi di mana seseorang terlihat lebih tua dari usianya. Sedangkan kandungan seng dapat membantu pembentukan enzim dan hormon dalam tubuh. Adapun manfaat Fluor berfungsi untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.Manfaat mengkonsumsi ikan adalah sangat berguna, khususnya bagi anak-anak pada masa pertumbuhan dan perkembangan untuk tubuh. Ikan ternyata memiliki kandungan gizi yang luar biasa. Sejumlah pakar menjelaskan selain omega 3, di dalam ikan terkandung protein asam amino yang lengkap, bermacam-macam Vitamin, mineral, serta yodium.
Dengan sumber daya yang dimiliki sumberdaya kelautan dan perikanan. Perairan lautannya mencapai 5,8 juta km dan potensi lestari ikan laut sebesar 6,4 juta ton per tahun. Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, target tingkat konsumsi ikan nasional saat ini baru mencapai  30,17 kg/kapita/tahun, amat jauh jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan di beberapa Negara Asia lainnya.
Di Jepang misalnya, tingkat konsumsi ikan mencapai 110 kg/kapita/tahun, Korea Selatan 85 kg/kapita/tahun, Malaysia 54 kg/kapita/tahun dan Thailand 35 kg/kapita/tahun.
Singapura mencapai 70 kg/kapita/tahun, Filipina 40 kg/kapita/tahun, sedangkan Hongkong 80 kg/kapita/tahun dan Taiwan 65 kg/kapita/tahun.
Data tersebut membuktikan bahwa selama ini konsumsi ikan di Indonesia bukan sesuatu yang mahal, karena dua per tiga negeri ini terdiri atas laut dan ikan mudah di dapat.
Sementara itu fakta memperlihatkan, produk perikanan nasional lebih banyak di nikmati pasar luar negeri. Padahal Badan Kesehatan Dunia  (WHO) menganjurkan tiap negara memperhatikan tingkat konsumsi ikannya setidaknya 31,4 kilogram per kapita per tahun.
Wakil  Ketua Komisi Tetap Ketahanan Pangan dan Industri Primer Pertanian Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Don P Utoyo, mengutip standar Widya Gizi 2008 yang menyebutkan, pemenuhan protein hewani asal ikan dituntut mengambil porsi lebih besar dibandingkan sumber protein hewani lainnya.
Rendahnya tingkat konsumsi ikan tersebut diakibatkan karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat, bahwa makan ikan kurang bergengsi, atau indentik dengan kemiskinan, bahkan ada anggapan sebagian masyarakat yang menyatakan, mengonsumsi ikan terlalu banyak akan mengakibatkan cacingan atau alergi.
Padahal protein yang terdapat dalam ikan sangat diperlukan manusia karena lebih mudah dicerna, juga mengandung asam amino dengan pola hamper sama dengan asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Selain itu, protein ikan juga terdiri atas asam amino esensial yang tidak mudah rusak selama pemasangan, dan lebih lengkap dibandingkan dengan sumber protein hewan.
Kandungan gizi
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia, R.a Hj. Ning Sudjito, ST mengungkapkan ikan selain rasanya enak juga memiliki kandungan gizi yang sangat berguna bagi manusia.
Manfaat kandungan gizinya dapat menyebabkan terhindar dari penyakit degeranatif seperti jantung koroner, tekanan darah tinggi , stroke dan kanker. Belum lagi, kandungan protein ikan setingkat dengan protein daging , sedikit di bawah telur dan diatas protein serealisa dan kacang-kacangan. Asam amino ikan dapat meningkatkan mutu protein pangan lain.
“Misalnya, nasi memiliki kadar asam amino yang rendah, tetapi ikan mempunyai kadar lisin tinggi. Jadi, mengonsumsi nasi dengan lauk ikan akan saling melengkapi,” tambah ahli gizi dari IPB..
Ahli gizi Institut Pertanian Bogor, Hardiansyah, mengatakan ikan memang menyehatkan dan mencerdaskan. “Ikan adalah sumber protein asam amino yang lengkap yang dibutuhkan tubuh,” ujarnya.
Ikan juga kaya akan vitamin B kompleks, B6, dan B12 serta mineral.” Ikan pun mengandung lemak, tapi tak banyak. Lemakny pun lemak bagus’ ujarnya menambahkan. Ikan laut kaya akan lemak, vitamin dan mineral, sedangkan ikan tawar banyak mengandung karbohidrat.
Ikan laut memiliki kandungan yodium tinggi yang bisa mencapai 830 mikro gram per kilogram. Berbeda dengan daging yang hanya 50 mikro kilogram dan telur 93 mikrogram.
Selain itu, ikan laut mengandung omega-3 yang bermanfaat menurunkan kadar kolestrol dalam darah. Jadi, sering mrngkonsumsi ikan laut dapt membantu mencegah terjadinya atesrosklerosis dan penyakit jantung.
Asam lemak omega-3 dan omega-6 pada ikan dapat meningkatkan kecerdasan anak. Asam lemak ini juga sangat membantu bagi ibu hamil yang dapat membentuk oto janin. Makanya, disarankan ibu hamil banyak mengkonsumsi ikan.
Minyak hati  ikan laut juga menjadi sumber vitamin Adan D. Vitamin A yang ada di dalam minyak ikan termasuk yang mudah diserap. Dengan pemberian ikan minyak hati ikan pada balita bisa mencukupi kebutuhan vitamin A dan D, serta omega-3.
Sekedar tambahan, ikan laut juga banyak mengandung fluor. Pada anak-anak yang cukup mendapat giginya lebih sehat. Makanya, jarang ditemui anak sakit gigi ynag tinggal di pantai karena bnayk mengkonsumsi ikan laut.

Sunday, May 7, 2017

RESPON KEMATANGAN GONAD INDUK PATIN SIAM (Pangasius Hypopthalmus)

May 07, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan patin siam merupakan salah satu spesies ikan introduksi yang memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena ikan patin siam memiliki keunggulan antara lain laju pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi, dapat diproduksi secara massal dan memiliki harga jual yang tinggi dan rasa daging yang digemari oleh masyarakat (Susanto dan Amri, 2001).
Untuk memenuhi permintaan ikan patin yang terus meningkat, maka dilakukan pengelolaan induk. Salah satu tujuan dari pengelolaan induk adalah untuk mendapatkan benih yang berkualitas dalam kuantitas yang memadai. Permasalahan dalam pengelolaan induk ikan patin siam adalah rendahnya derajat tetas telur yang diakibatkan karena tidak sesuainya kualitas pakan induk yang diberikan (Yulfiperius, et al., 2003). Untuk mendapatkan benih yang cukup dan bermutu baik salah satu caranya adalah dengan memperbaiki kualitas telur melalui perbaikan kualitas pakan yang diberikan.
Komposisi pakan yang baik dapat mempercepat perkembangan gonad dan fekunditas ikan (Halver, 1976). Kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan mempengaruhi proses reproduksi ikan terutama menyangkut lama waktu pemijahan dan kualitas telur yang dihasilkan. Kendala utama dalam perbaikan kualitas pakan adalah besarnya alokasi biaya untuk pengadaan pakan sekitar 60-70% dari komponen biaya produksi. Hal ini disebabkan karena bahan baku pembuat pakan yakni tepung ikan merupakan bahan baku impor. Hal ini menjadi sebuah masalah tersendiri dalam budidaya ikan yang dapat berdampak pada menurunnya pendapatan para pembudidaya ikan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi adalah dengan cara mencari bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai campuran pakan buatan, bahan pakan alternatif tersebut harus mengandung kadar nutrisi yang tinggi dan mudah didapat, yaitu dengan menambahkan bahan pakan alami dalam pakan induk. Pakan alami sangat dibutuhkan untuk pengembangan ikan secara menyeluruh, terutama pada saat atau menjelang pemijahan, karena kebutuhan asam amino esensial dan asam lemak esensial dapat dipenuhi oleh pakan alami (Axelrod et al., 1983).
Salah satu pakan alami yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah tepung cacing tanah. Cacing tanah dikenal sebagai umpan dalam kegiatan pemancingan ikan (Chumaidi, 2005). Cacing tanah memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 61,47%, kadar lemak kasar 9,28%, dan karbohidrat 12%. Selain itu, cacing tanah juga mengandung tokoferol dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat digunakan untuk memacu proses reproduksi ikan (www.o-fish.com).
Pemberian kombinasi tepung ikan dan tepung cacing tanah untuk memacu proses reproduksi pada ikan perlu diteliti lebih lanjut. Selain dapat memberikan informasi tentang manfaat tepung cacing tanah terhadap proses reproduksi ikan, sekaligus dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif induk patin siam (Pangasius hypopthalmus).
METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 di Loka Riset Perikanan Air Tawar Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Obyek penelitian ini adalah ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang diberi pakan dari pelet dengan bahan baku campuran tepung cacing tanah.
Metode yang digunakan adalah model eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari empat perlakuan yaitu: a) perlakuan kontrol yaitu perlakuan tanpa penambahan tepung cacing tanah; b) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 10% dari total formulasi bahan pakan; c) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 20% dari total formulasi bahan pakan; dan d) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 30% dari total formulasi bahan pakan. Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak empat kali.
Parameter Yang Diamati
Tingkat Kematangan Gonad dan ukuran telur: Tingkat kematangan gonad dapat diketahui dengan cara mengamati ciri-ciri dari organ seksual induk ikan patin siam betina dengan menggunakan metode kanulasi (Effendi, 1997) dan pengukuran diameter telur dilakukan di bawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer. Ukuran telur ditentukan dengan mengambil contoh telur minimal sebanyak 100 butir telur yang diletakkan di atas obyek glass dan diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer (Effendi, 1978).
Pemberian Pakan Uji: Induk ikan patin siam betina diberi pakan dalam bentuk pelet tenggelam. Pakan kontrol dan pakan uji diformulasikan berdasarkan kadar protein yang dibutuhkan oleh ikan patin siam yaitu pelet dengan kadar protein sebesar ± 38%. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul  16.00 WIB sebanyak 1% perhari dari bobot tubuh total induk.
Penentuan Hewan Uji: Hewan uji yang digunakan adalah induk betina ikan patin siam yang berumur ± 2 tahun dengan bobot ± 2 kilogram yang diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Kabupaten Subang Jawa Barat. Jumlah induk betina yang digunakan sebanyak 16 ekor. Jumlah induk dalam perlakuan digunakan sebagai ulangan. Induk ikan patin siam jantan yang digunakan berumur ± 1 tahun dengan bobot ± 2 kilogram sebanyak 16 ekor.
Seleksi Induk: Induk yang digunakan dalam penelitian adalah induk-induk yang telah di grading berdasarkan tingkat kematangan gonad yang sama. Dasar yang digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad adalah berdasarkan pertimbangan morfologi yaitu warna dan perkembangan diameter telur. Induk-induk sebelum dilakukan penelitian diletakkan di dalam jaring sesuai dengan perlakuan. Setiap induk betina ikan patin siam diberi tagging agar mudah dalam memantau perkembangan tingkat kematangan gonadnya. Pengamatan perkembangan tingkat matang gonad induk betina ikan dapat dilakukan dua minggu sekali dengan cara diperiksa secara morfologi dan dengan menggunakan metode kanulasi. Selain dengan cara kanulasi, perkembangan tingkat kematangan gonad juga dapat dipantau dengan cara mengukur diameter sampel telur di bawah mikroskop binokuler.
Pemijahan: Induk disuntik pada bagian belakang sirip punggung sebelah kiri dengan menggunakan jarum suntik steril. Dosis hormon HCG  yang disuntikkan sebanyak 500 IU/kg induk ikan patin siam betina. Setelah 24 jam, selanjutnya induk betina disuntik dengan menggunakan ovaprim.  Induk disuntik pada bagian belakang sirip punggung sebelah kanan dengan menggunakan jarum suntik steril. Dosis hormon ovaprim yang disuntikkan sebanyak 0,5 ml/kg induk ikan patin siam betina. Setelah disuntik, ikan patin siam betina dicacat nomor tagging (tanda) yang telah disuntikkan ke dalam tubuhnya. Induk patin siam betina yang telah disuntik, dikembalikan ke dalam jaring. Kurang lebih setelah 10 jam dari waktu penyuntikan kedua, dilakukan stripping yaitu mengurut bagian perut dari depan ke arah lubang kelamin untuk mengeluarkan telur.
Telur yang diperoleh ditampung ke dalam baki plastik. Sedangkan sperma yang diperoleh ditampung di dalam mangkok. Kemudian sperma ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan NaCl dan sperma sebesar 4:1. Kemudian diaduk dengan menggunakan bulu ayam selama 1-2 menit. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan sperma yang sudah diencerkan ke dalam telur, Perbandingan induk jantan dan betina adalah 1:1. Selanjutnya sperma yang telah dicampur dengan telur, diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai merata selama ± 3 menit, kemudian telur ditebar pada corong penetasan.
Pemeliharaan Larva: Pemeliharaan larva dilakukan di toples pemeliharaan. Larva yang berumur 30 jam sampai dengan umur dua hari, larva diberi pakan nauplii artemia. Naupli artemia diberikan setiap dua jam sekali.
Analisis Data: Data dianalisis dengan menggunakan analisis komparatif dan analisis asosiatif. Analisis komparatif dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan apabila F hitung lebih besar daripada F tabel, maka dilanjutkan dengan uji LSD.
HASIL
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad pada awal penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan gonad induk patin siam betina berada pada tingkat kematangan gonad (TKG) I yang bercirikan rata-rata diameter telur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,1 – 0,2 mm. Perkembangan diameter telur yang diambil dan diukur sebagai indikator kematangan seksual pada ikan patin siam, yang diamati tingkat kematangan gonad setiap dua minggu sekali sekali, menghasilkan keragaman yang jelas.
Respons tingkat kematangan gonad induk patin betina penambahan tepung cacing tanah dalam pakan yang diberikan dapat dilihat dari kecepatan perkembangan tingkat kematangan gonad pada setiap perlakuan yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan Diameter Telur Perperiode Sampling pada Setiap Perlakuan
Hasil pengamatan menunjukkan keragaman respons sintasan larva terhadap penambahan tepung cacing tanah dalam pakan uji yang diberikan (Gambar 2).
Gambar 2. Nilai Rata-rata Sintasan Larva Ikan Patin Siam
Nilai rata-rata sintasan larva ikan patin siam tertinggi terdapat pada perlakuan pakan yang diberi penambahan cacing tanah sebesar 10% yaitu sebesar 59,57% kemudian diikuti oleh perlakuan pakan yang diberi penambahan cacing tanah sebesar 20%, 30% dan kontrol yang berturut-turut sebesar 59,45%, 59,4% dan 56,58%. Sintasan larva memberikan respons yang signifikan atas tingkat penambahan tepung cacing (Tabel 1).
Tabel 1. Respons Sintasan Larva
Penambahan Tepung Cacing Tanah (%)
  

  
Rata-rata
Kontrol (0%)
  
56.58a
  

10%
  
59.57b
  

20%
  
59.45b
  

30%
  
59.4b
  

Keterangan:  Notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%.
Berdasarkan pada Tabel 1. tampak bahwa sintasan larva dipengaruhi jumlah penambahan tepung cacing tanah. Pakan dengan penambahan tepung cacing tanah sebesar 10% menghasilkan sintasan larva yang tidak berbeda dengan penambahan tepung sebanyak 20% dan 30%, begitu pula dengan pakan dengan penambahan tepung cacing tanah sebesar 20% menghasilkan sintasan larva yang tidak berbeda dengan penambahan tepung sebanyak 30%. Terdapat hubungan kuadratik antara jumlah penambahan tepung cacing dengan sintasan larva yang ditunjukan dengan persamaan Y = -0,008X2 + 0,335X + 56,814 dengan nilai R2 sebesar  0,622 (Gambar 3). Berdasarkan model di atas, titik maksimal sintasan larva 60,32% diperoleh pada penambahan tepung cacing optimal sebesar 21%. Nilai duga titik optimum ini tidak jauh berbeda dengan nilai dugaan sementara pada 20%.

Gambar 3.  Hubungan antara Sintasan Larva dengan Penambahan Tepung Cacing Tanah
Pengukuran kualitas air pada penelitian ini meliputi pengukuran suhu, pH, DO dan kadar ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap seminggu sekali selama penelitian berlangsung. Kisaran parameter kualitas air di kolam pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran Parameter Kualitas Air di Kolam Pemeliharaan
Nomor
  
Keterangan
  
Parameter Kualitas Air
  

  

Suhu ( 0C)      pH
  
DO
(mg/L)
  
Amonia **  ( mg/L)
1.
  
Kisaran yang terukur waktu penelitian
  
6,11
28,4 – 31,3           –
7,95
  
4,1 – 7,91
  
0,05
2.
  
Kisaran yang disarankan*
  
25-30     6,0-8,0
  
>4
  
0,02
Keterangan      : **  Sunarma (2007)
             ** = data tidak berupa kisaran
PEMBAHASAN
Tingkat Kematangan Gonad dan Ukuran Telur
Perlakuan yang diberi penambahan tepung cacing menghasilkan proses pematangan gonad yang lebih cepat bila dibandingkan dengan yang tidak diberi penambahan tepung cacing. Pada periode sampling yang ketiga dan keempat (Gambar 1.) jumlah sel telur rata-rata yang ada pada diameter ukuran 0,6-0,8 (TKG III) maupun diameter 0,9-1,1 mm (TKG IV) pada perlakuan pakan yang diberi penambahan tepung cacing tanah sebesar 10%, 20% dan 30% lebih banyak dibandingkan jumlah sel telur rata-rata pada perlakuan kontrol.
Perbedaan kecepatan perkembangan diameter telur ini diduga disebabkan karena adanya perbedaan kandungan Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) pada pakan uji yang diberikan. Penambahan tepung cacing tanah meningkatkan kandungan HUFA pada pakan uji serta menyebabkan perkembangan diameter telur pada ketiga perlakuan ini menjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Selain itu, kadar protein juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan diameter telur ikan patin siam.
Izqueirdo et al., (2001) menyatakan bahwa HUFA berperan secara langsung maupun tidak langsung proses pematangan gonad dan proses steroidogenesis. Kadar HUFA pada telur gilthead seabream akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar n-3 HUFA pada pakan yang diberikan, terutama peningkatan 18:3Ω-3, 18:4Ω-3 dan 20:5Ω-3 (EPA, asam eicopentaenoik) (Fernandez-Palacios et al.,1995).
Pakan dengan kadar protein yang rendah mempengaruhi komposisi protein pada induk yang kemudian digunakan oleh tubuh sebagai cadangan untuk pembentukan dan pematangan gonad (Gunasekera et al., 1996; Al Hafedh, et al.,1999). Minissery et al.,(2001) melaporkan bahwa tingkat pemberian protein akan berpengaruh terhadap ukuran diameter telur pada common carp.
Selama pengamatan diameter telur, masih banyak telur dengan diameter yang tidak seragam. Hal ini yang menyebabkan minimnya jumlah induk yang dapat berovulasi.
Ketidakseragaman diameter telur ini diduga terkait dengan perkembangan gonad yang kurang optimal. Hal ini disebabkan karena energi dari pakan yang dikonsumsi yang dialokasikan untuk kegiatan reproduksi tidak dapat terserap secara maksimal. Faktor yang mempengaruhi penyerapan energi dari pakan yang dikonsumsi adalah faktor pakan dan lingkungan perairan. Penambahan tepung cacing dalam pakan uji menyebabkan kadar abu yang terukur menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan pakan kontrol. Tingginya kadar abu ini diduga akan menyebabkan terjadinya penurunan penyerapan energi dari pakan yang diberikan (Badruzzaman, 1995).
Selain itu, beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyerapan energi dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan patin siam antara lain kadar amoniak. Kadar amoniak yang melebihi kadar yang dapat ditoleransi oleh induk ikan patin akan menyebabkan penurunan nafsu makan induk ikan patin siam (Sari, 2009). Selama penelitian, kadar amoniak yang terukur di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang melebihi ambang batas yang dapat ditoleransi oleh ikan patin siam, yaitu sebesar 0,05 mg/L sedangkan kadar amoniak di perairan yang dapat ditoleransi oleh patin adalah sekitar 0,02 mg/L.
Menurunnya nafsu makan pada ikan patin siam mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Bila jumlah pakan yang dikonsumsi berkurang, maka alokasi energi untuk kegiatan reproduksi ikan juga berkurang. Lebih jauh berkurangnya alokasi energi untuk kegiatan reproduksi berdampak pada perkembangan gonad ikan patin siam.
Sintasan Larva
Faktor yang mempengaruhi sintasan larva adalah kualitas telur yang dihasilkan. Menurut Laven dan Sorgeloos (1991) ada dua senyawa yang dinilai penting untuk perkembangan larva yaitu Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) dan Vitamin C. Soliman et al. (1986) mengemukakan bahwa vitamin C dalam ransum yang diterima oleh induk dapat ditransfer ke telur, dan disiapkan untuk perkembangan embrio. Vitamin C yang ditransfer dari induk ke material telur berperan dalam mendukung perkembangan embrio (Sandnes, 1991). Selama perkembangan embrio, kandungan vitamin C telur cepat menurun (Sato, Yoshinaka, Kuroshima, Marimoto, dan Ikeda, 1987).
Selama  perkembangan embrio kandungan vitamin C telur cepat menurun (Sato, Yoshinaka, Kuroshima, Marimoto, dan Ikeda, 1987). Ketersediaan vitamin C pada stadium awal ini sangat bergantung pada ransum yang diterima oleh induk. Larva yang berhasil ditetaskan akan bergantung pada cadangan yolksack yang ada sampai memasuki tahap membuka mulut ketika mulai memakan pakan yang berasal dari luar (Watanabe dan Kiron, 1994) dan kemudian larva akan terlepas dari beberapa komponen kimia pada telur (Watanabe et al., 1984c; Verakunpiriya et al., 1996; Bell et al., 1997; Vassallo-Agius et al.,1998; Almansa et al., 1999). Larva ikan patin berkembang setiap saat, mulai dari organ hingga sifat-sifatnya termasuk sifat makannya.
Setelah menetas, organ tubuh larva belum sempurna. Pada saat itu larva tidak makan, tetapi akan menghabiskan kuning telur sebagai makanan cadangannya. Proses ini berlangsung selama kurang lebih dua hari. Habisnya yolksack yang terdapat pada embrio tergantung dari suhu pada saat pemeliharaan. Pada saat cadangan yolksack yang menempel pada embrio habis, embrio akan berada pada fase peralihan makanan dari yolksack ke pakan alami. Pada fase ini, merupakan fase kritis dalam pemeliharan embrio. Embrio banyak mengalami kematian akibat perubahan pola makan ini.
Ikan patin siam tidak mampu mensintesis vitamin C sehingga untuk mempertahankan metabolisme sel, vitamin C mutlak harus diperoleh dari luar tubuh (Faster dalam Sandnes, 1991) yaitu dari penambahan vitamin C dalam pakan yang diberikan. Ketidakmampuan ikan mensintesis vitamin C disebabkan karena tidak adanya enzim L-gulunolakton oksidase yang berperanan penting dalam konversi L-gulunolakton ke bentuk 2-keto-L-gulunolakton sebagai tahap akhir dalam sintesis vitamin C (Chaterje dalam Soliman et al.,1986). Selain itu, vitamin C merupakan senyawa yang labil terhadap panas dan mudah teroksidasi oleh udara (Halver, 1988). Selama proses pembuatan pakan dan perendaman di air, kandungan vitamin C pakan dapat berkurang, bergantung pada tipe vitamin C dan perekat makanan yang digunakan (Sandnes, 1991).
Faktor lain yang mempengaruhi sintasan larva adalah kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor krusial dalam pemeliharaan larva. Kondisi lingkungan yang memegang peranan penting adalah suhu. Pada saat pemeliharaan larva, kisaran suhu yang terukur berkisar antara 28-300C. Kisaran ini sesuai dengan kisaran yang dianjurkan pada saat pemeliharaan larva (Sunarma, 2007).
Kualitas Air
Parameter suhu yang terukur, kisaran suhu di atas kisaran suhu yang disarankan untuk budidaya ikan patin siam. Hal ini diduga disebabkan karena musim kemarau yang berlangsung pada saat pelaksanaan penelitian. Kisaran pH dan DO yang terukur di kolam penelitian masih dalam kisaran yang disarankan. Kadar amoniak yang terukur, nilainya melebihi ambang batas yang disarankan. Hal ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh pemberian pakan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang mengendap di kolam pemeliharaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian pakan dengan kandungan cacing tanah berbeda pada pakan uji induk ikan patin siam menghasilkan respons reproduktif yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian cacing tanah. Pemberian pakan dengan kandungan cacing tanah optimal sebesar 21% menghasilkan respons sintasan larva yang maksimal sebesar 60,32%.
Saran
Penggunaan tepung cacing tanah sebagai bahan pakan dengan penambahan sebanyak 21% dapat dilakukan untuk meningkatkan respons reproduktif induk ikan patin siam dengan sintasan yang maksimal. Perlu penelitian lanjutan tentang penggunaan penggunaan tepung cacing tanah sebagai bahan pakan yang dapat merangsang proses reproduksi ikan patin pada skala indoor.
Serta perlu penelitian yang bertujuan untuk mengurangi kadar abu di dalam tepung cacing tanah.
Hasil karya ilmiah dan telah di publikasikan oleh :
ROMI SUSANTI DAN ARIF MAYUDIN
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak  Jl. Ahmad Yani Pontianak 78124
DAFTAR PUSTAKA
Alava V.R., A. Kanazawa, S. Thesima dan S. Koshio. 1993. Effects Of Dietary Vitamin A, E, And C On The Ovarian Development Of Penaeus Japonicus. Nippon Suisan Gakkaishi. 59 (7): 1235-1241.
Axelrod, H. R., C. Emmens, W. Burges, N. Pronek, G. Axelrod. 1983. Exotic Tropical Fishes
(Expanded Edition). T.F.H. Publications, Inc. 211 West Sylvania Aveneu, Neptune City. 1302p.
Badruzzaman, Z. D. 1995. Pemberian Tepung Cacing Tanah sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Performansi Itik Tegal. Skripsi.
Effendi, M. I. 1978. Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 112p.
Fernandez-Palacios H., Izquierdo, M., Robaina, L., Valencia, A., Salhi, M., D. Montero. 1997. The Effect of Dietary Protein and Lipid From Squid and Fish Meals on Eggs Quality of Broodstock for Gilthead Seabream (Sparus aurata). Aquaculture 148, 233-246.
Ginzburg, A. S. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermy. Israel Program for Scientific Translation, Jerusalem. 366pl.
Halver, J. E. 1976. Fish Nutrition. London and New York: Academic Press. 713p.
Izquierdo. M. S, Fernandez-Palacios H., Tacon, A.G.J. 2001. Effect of Broodstock Nutrition on Reproductive Performance of Fish. Elsivier.
Sadness K., Ulgenes, Y., Braekkan, O.R., F. Utne. 1984. The Effect of Ascorbic Acid Supplementation in Broodstock Feed on Reproduction of Rainbow Trout (Salmo gairdneri). Aquaculture 43, 167-177.
Sunarma, A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Sukabumi: BBPBAT.
Susanto dan Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture. JICA Textbook The General Aquaculture Course. Kanagawa International Fisheries Training Center, Japan International Agency.
Watanabe T., Fujimura, T., Lee, M.J., Fukusho, K., Satoh, S., T. Takeuchi. 1991b. Effect of Polar and Nonpolar Lipids from Krill on Quality of Eggs of Red Seabream Pagrus major. Nippon Suisan Gakkaishi 57 (4), 695-698.
Yulfiperius, Ing Mokoginta, dan D. Jusadi. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E dalam Pakan terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypothalmus). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, Volume 3 Nomor 1, Juni 2003.

MANFAAT HUTAN MANGROVE PADA PENGHIJAUAN PANTAI

May 07, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Mangrove, merupakan jenis tumbuhan yang umumnya hidup di perairan dekat pantai. Mangrove yang umumnya disebut hutan mangrove atau hutan bakau ini tumbuhnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut. Di Indonesia sendiri tanaman ini sangat melimpah jumlahnya, bahakan berdaarkan sumber yang ada disebutkan bahwa luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Mangrove atau tanaman bakau ini sangat dikenal manfaatnya untuk pelindung pantai dari ancaman abrasi. Namun, sebenarnya masih banyak sisi manfaat dari tanaman mangrove sendiri. Mangrove dapat pula digunakan sebagai pengendali pencemaran karena mengrove memiliki sifat mengendapkan polutan yang melaluinya. Sebagai contoh adalah penggunaan mangrove untuk mengendapkan limbah tailing di Teluk Bintuni - Papua Selatan yang berasal dari sisa pertambangan emas daerah dulu. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh para ahli kehutanan Donato, D.; Kauffman, J.B.; Murdiyarso, D.; Kurnianto, S.; Stidham, M.; Kanninen, M yang diterbitkan pda bulan Februari 2012 menjelaskan bahwa hutan bakau (mangrove) merupakan salah satu hutan terkaya karbon dikawasan tropis. Jika dilihat dari sisi manfaat yang lain, ekosistem mangrove juga memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, hl ini dikarenakan mangrove merupakan perpaduan antara ekosistem laut dan darat. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia sekitar 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Soemodihardjo et al, 1993).
Sayangnya, hutan mangrove di Indonesia saat ini terus berkurang. Sejak rentang 1999-2005, hutan bakau sudah berkurang sebanyak 5,58 juta hektar atau sekitar 64 persennya. Saat ini hutan mangrove di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal 3.6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak dan sedang. Ini dipaparkan di dalam diskusi dan workshop Pengmbangan Ekowisata untuk Mendukung Konservasi Mangrove yang digelar Kementrian Kehutanan dan japan International Cooperation Agency (JICA) bulan Mei 2012.
Isu mengenai perubahan iklim dan pemanasan global telah cukup sering menghiasi media. Isu itu dikupas oleh banyak pihak, baik para pakar lingkungan, pemerintah, aktivis, mahasiswa, hingga masyarakat awam.
Global warming terjadi akibat terlalu menumpuknya gas karbondioksida di atmosfer bumi. Gas tersebut menjadikan panas matahari yang terpantul oleh bumi tak bisa terlepas keluar atmosfer. Akibatnya, panas itu terjebak di bawah karbondioksida yang menghalanginya, seperti dalam sebuah rumah kaca. Alhasil, suhu permukaan bumi pun meningkat sedikit demi sedikit. Global warming ini akan diikuti dengan perubahan iklim dunia yang berpotensi mengancam kelangsungan hidup semua makhluk di bumi, yang ditandai dengan hujan terus-menerus di suatu belahan bumi, sementara kekeringan panjang akan terjadi di belahan bumi lainnya.
Kerusakan hutan bakau di Indonesia itu, berdasarkan sebuah sumber yang saya baca di internet, telah mencapai angka 60 persen. Selama kurun waktu enam tahun, hutan bakau Indonesia berkurang dari 7,7 juta hektare pada tahun 2006 menjadi 3,6 juta hektare pada tahun 2011. Di Kabupaten Semarang sendiri, kerusakan yang terjadi telah mencapai 4.500 hektare, atau 90% dari total luasan lahan total, yaitu 5000 hektare.
Apa hubungannya pohon bakau dengan pemanasan global
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kerusakan hutan bakau, padang lamun, dan hutan rawa memberikan dampak tiga kali lebih berbahaya daripada kerusakan hutan tropis. Artinya, biarpun komposisi hutan sepanjang pantai dibandingkan dengan keseluruhan hutan di dunia memang sangat kecil, namun perannya tidak bisa dipandang sebelah mata dalam mencegah terjadinya pemanasan global. Apa yang menjadi penyebabnya?
Komposisi hutan pantai dunia hanya 6% dari hutan tropis. Namun, kenyataannya, emisi karbondioksida yang akan terjadi jika ekosistem pantai itu lenyap adalah sekitar seperlima dari jumlah emisi akibat hilangnya hutan tropis di seluruh dunia. Menghancurkan satu hektare hutan bakau, jumlah emisinya setara dengan menebang tiga hingga lima hektare hutan tropis.
Sayangnya, tidak semua masyarakat memahami mengenai fakta itu. Di kalangan masyarakat bawah sendiri, bahkan tidak sedikit yang masih saja acuh dengan isu global warming dan segala dampak negatif yang ditimbulkannya. Barangkali itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa kerusakan hutan bakau (juga hutan tropis) terus saja terjadi di hampir seluruh belahan bumi. Padahal, melihat hasil penelitian di atas, sesungguhnya hutan bakau menyimpan potensi manfaat yang sungguh besar.
Sebagai pencegah, maka sebagaimana saya sebutkan di atas, hutan bakau berperan penting dalam mencegah emisi karbondioksida yang merupakan senyawa penyebab terjadinya efek rumah kaca. Sebagai penangkal, keberadaan hutan bakau itu dapat mencegah terjadinya rob yang diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut.
Kenaikan permukaan air laut itu, merupakan dampak logis dari pemanasan global yang tengah terjadi. Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang, akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi semakin meningkat.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang akan memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan memprediksi peningkatan lebih lanjut sebesar 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) saja akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Abrasi di pantai pun dengan sendirinya akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Rob yang biasa terjadi di Semarang dan kota-kota rendah lainnya pun akan akan semakin meluas. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Di luar masalah global warming itu, kawasan hutan bakau juga menyimpan potensi ekonomi yang juga besar. Dalam hutan bakau bisa dikembangkan aneka budidaya perairan seperti ikan dan udang oleh masyarakat pantai. Pembudidayaan  ini dapat menjadi alternatif mata pencaharian yang cukup menjanjikan bagi penduduk. Bahkan, kawasan hutan bakau yang eksotis bisa dijadikan objek wisata yang menarik bagi para wisatawan.
Fenomena masyarakat terkait dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim, nyatanya tak hanya datang dari penanaman bakau oleh adik saya dan teman-teman kampusnya itu. Jika saya cermati lebih dalam, ternyata apa yang dilakukan oleh paman saya sendiri adalah juga merupakan sebuah langkah kecil menghadapi pemanasan global.