Sunday, September 25, 2016

CARA PEMBUATAN DAN MANFAAT IKAN ASIN

September 25, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat.
Ikan asin merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat kita, nah salah satu teknik pembuatannya adalah dengan penggaraman basah. Dengan proses penggaraman basah dihasilkan ikan asin yang basah, biasa disimpan dilemari pendingin. Bagaimana cara membuatnya? Berikut ya bunda..
1. Bersihkan ikan, jika ikannya besar sayat dan potong hingga kurang lebih maksimal ketebalannya 1 cm.
2. Campur garam dengan konsentrasi 50% dalam air bersih.
3. Rendam ikan dalam larutan garam tersebut, pastikan benar benar terendam ya bunda. Bilaa perlu gunakan penindih supaya ikan tenggelam.
4. Rendam ikan selama 1 hari jika tidak ingin terlalu asin atau 2 hari jika ingin yang asin.
5. Setelah itu angkat ikan dan cuci dengan air bersih. Jemur ikan hingga agak kering.
Kemas dalam wadah kedap udara lebih baik, simpan dalam lemari pendingin..
Langkah Kerja Pembuatan Ikan Asin
A. Bahan Baku (Ikan) yang Segar
1. Ikan
Pilihlah ikan yang masih segar karena keseragaman ikan sangat menentukan mutu produk hasil yang dihasilkan. Bahan baku untuk pembuatan ikan asin dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian ikan yang berukuran :
- Besar, seperti tenggiri, tongkol, kakap, manyung, dll
- Sedang, seperti kembung, laying, tiga waja, dll
- Kecil ,seperti petek dan teri
Ikan yang berukuran besar perlu disiangi yakni pembersihan dari sisik, insang, isi perut dan dibelah sepanjang garis punggung kearah perut (tetapi tidak sampai terbelah dua). Bagian yang masih tebal disayat miring bagian sampingnya, jika digunakan ikan yang berukuran sedang, dapat dilakukan pembelahan atau tanpa dibelah, sedangkan ikan yang berukuran kecil cukup dicuci dengan air bersih tanpa perlu disiangi
2.Garam
Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan, oleh karena itu , kemurnian garam sangat menentukan. Garam yang dipakai adalah garam dapur (NaCl) murni, artinya garam yang sebanyak mungkin mengandung NaCl dan sekecil mungkin unsur-unsur lainnya.
B. Metode Penggaraman
Penggaraman dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu penggaraman kering   (dry salting), penggaraman basah (wet salting), kench salting
1. Penggaraman kering (dry salting)
Pada penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan ukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk Kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara berlapis-lapis.Setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam
2. Penggaraman basah (wet salting)
Proses penggaraman dengan metode ini menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan
3.Penggaraman kench salting
Penggaraman ini hampir serupa dengan penggaraman kering. Bedanya, cara ini menggunakan kedap air. Ikan hanya ditumpuk dilantai atau menggunakan keranjang
C. Membuat Ikan Asin dengan Cara Penggaraman Kering
1.Lakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar bersih hingga bebas dari sisa-sisa kotoran
2.Sediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan berukuran besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 – 30% dari berat ikan, untuk ikan berukuran sedang 15 – 20%, sedangkan ikan yang berukuran kecil 5%.
3. Taburkan garam ke dalam wadah / bak setebal 1 – 5 cm, tergantung jumlah garam dan ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi sebagai alas pada saat proses penggaraman
4. Susunlah ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian
perut ikan menghadap ke dasar bak. Selanjutnya taburkan kembali garam pada lapisan ikan tersebut, lakukkan penyusunan ikan dan garam secara berlapis-lapis hingga lapisan teratas adalah susunan dengan lapisan lebih banyak/tebal
5.Tutuplah tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang /anyaman bamboo dan beri pemberat di atasnya.
6.Biarkan selama beberapa hari untuk terjadinya proses penggaraman.
Untuk ikan berukuran besar selama 2-3 hari, ikan yang berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil selama 12-24 jam
7.Selanjutnya cucilah dengan air bersih dan tiriskan, susun ikan di atas para-para penjemuran
8.Pada saat penjemuran / pengering, ikan sekali-kali dibalik agar ikan cepat mengering
D. Membuat Ikan Asin dengan Cara Penggaraman Basah
1.Siapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30 – 50%
2.Ikan yang telah disiangi disusun di dalam wadah / bak kedap air,
kemudian tambahkan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan beri pemberat agar tidak terapung
3.Lama perendaman 1 – 2 hari, tergantung dari ukuran / tebal ikan dan derajat keasinan yang diinginkan
4.Setelah penggaraman, bongkar ikan dan cuci dengan air bersih. Susun ikan di atas para-para untul proses pengeringan / penjemuran.
Faktor-faktor yang berpengaruh
 
Menjemur ikan asin di pelataran PHPT Muara Angke
Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya:
•    Konsentrasi garam
Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan, semakin cepat proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan lebih baik apabila digunakan garam kristal untuk mengasinkan.
•    Jenis garam
Garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat penetrasi garam dan merusak rasa ikan.
•    Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan, proses pengasinan akan membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan.
•    Kadar lemak dalam daging
Kadar lemak yang tinggi (di atas 2%) akan memperlambat penetrasi garam ke dalam daging ikan.
•    Kesegaran daging ikan
Ikan yang kurang segar memiliki daging yang lebih lunak dan cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun juga garam yang masuk dapat terlalu banyak sehingga ikan menjadi terlalu asin dan kaku.
•    Suhu daging ikan
Semakin tinggi suhu daging ikan, semakin cepat garam masuk ke dalam tubuh ikan.
Ikan asin dan bahan pengawet berbahaya
Pengolahan ikan asin secara tradisional hampir selalu membutuhkan bantuan sinar matahari untuk mempercepat pengeringan, dan mencegah agar ikan tidak menjadi busuk.
Masalahnya matahari tidak selalu bersinar dengan cukup setiap harinya, terutama di musim hujan di mana awan mendung seringkali menutupi langit. Akibatnya, banyak ikan yang tidak terawetkan dengan baik, menurun kualitasnya, dan bahkan menjadi busuk.
Untuk mengurangi kerugian, sementara pengolah mengambil jalan pintas menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan formalin. Bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan ini digunakan sebagai pengawet tambahan untuk mencegah pembusukan. Formalin juga mencegah pengurangan bobot ikan yang berlebihan akibat menguapnya cairan tubuh ikan yang diasinkan.
Alternatif bahan pengawet tambahan yang aman adalah khitosan. Akan tetapi bahan yang diekstrak dari cangkang udang dan kepiting ini belum populer dan belum diproduksi secara massal di Indonesia.
manfaat ikan asin
LAUT merupakan salah satu karunia Tuhan yang tak terkira dan menakjubkan. Banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan di dalamnya, seperti ikan, rumput laut, bahan tambang serta senyawa kimia dan obat yang dapat diekplorasi dari laut, dan salah satunya adalah garam.
Garam merupakan senyawa kimia yang sejak lama mewarnai kehidupan manusia. Tanpa garam, makanan akan terasa hambar. Tanpa garam tak pernah ada yang namanya ikan asin. Bahkan sekarang dipercaya metabolisme dalam tubuh manusia dipengaruhi keseimbangan kadar garam dalam tubuh. Ringkasnya garam merupakan kebutuhan esensial dalam kehidupan manusia dari masa ke masa.
Garam adalah istilah umum bagi senyawa kimia bernama Natrium Klorida (NaCl). Penggunaannya diperkirakan telah berlangsung sejak 4.700 tahun yang lalu. Sekarang, senyawa kimia ini diproduksi secara besar-besaran dari penguapan air laut, walaupun di beberapa negara lain seperti Australia dan USA garam yang diproduksi lebih banyak bersumber dari penambangan garam.
Total produksi garam di dunia pada tahun 2000 lebih dari 180 juta ton/tahun. Tercatat tiga besar negara produsen garam terbesar dengan kapasitas produksinya berturut-turut adalah AS (42 juta ton), Cina (31 juta ton) dan Kanada (16 juta ton). Sementara Indonesia dengan luas lahan pergaraman sekira 25.000 - 30.000 hektar yang dikelola petani garam dan PT Garam dalam cuaca normal mampu memproduksi garam grade konsumsi sekira 1,8 - 2,0 juta ton/tahun. Pada saat terjadinya curah hujan yang sangat tinggi pada tahun 2000, hanya mampu memproduksi 300.000 ton, sehingga sebagian besar harus dipenuhi dari produk impor. Sedangkan kebutuhan garam industri sekira 1,3 - 1,5 juta ton, di mana hampir seluruh kebutuhan masih dipenuhi produk impor.
Menurut penggunaannya, garam dapat digolongkan menjadi garam pro analisa (p.a) yaitu garam untuk reagent (tester) pengujian dan analisis di laboratorium, lalu garam farmasetis untuk keperluan di industri farmasi, garam industri untuk bahan baku industri kimia dan pengeboran minyak, garam konsumsi untuk keperluan garam konsumsi, dan industri makanan, kemudian garam pengawetan untuk keperluan pengawetan ikan.
Penggolongan garam tersebut juga menunjukkan kualitas garam yang digunakan. Sebagai gambaran, untuk garam p.a dan garam farmasi, memunyai kandungan NaCl > 99%, sedangkan untuk garam konsumsi memunyai kandungan NaCl > 94 % dan garam untuk pengawetan memiliki kandungan NaCl > 90 %.
Semakin besar kandungan NaCl, akan semakin kompleks dan rumit proses produksi dan pemurniannya, serta akan semakin meningkat nilai ekonominya.
Kegunaan bagi kesehatan
Garam ternyata bukan hanya untuk dikonsumsi dan menggarami ikan asin. Sejak beberapa ratus tahun yang lalu garam merupakan bahan yang dapat digunakan untuk keperluan kesehatan dan penggunaannya semakin penting di era modern ini. Beberapa penggunaan garam bagi kesehatan adalah
+ Minuman kesehatan.
Produk minuman kesehatan terutama dirancang sebagai produk minuman untuk mengembalikan kesegaran tubuh dan mengganti mineral-mineral yang keluar bersama keringat dari tubuh selama proses metabolisme atau aktivitas olah raga yang berat. Umumnya produk-produk minuman kesehatan selain mengandung pemanis dan zat aktif, juga mengandung mineral-mineral dalam bentuk ion seperti ion natrium (Na+), kalium (K+), magnesium (Mg++), kalsium (Ca++), karbonat - bikarbonat (CO3 2- dan HCO3 2-), dan klorida (Cl-).
Sumber utama untuk ion natrium dan klorida selain kristal garam juga larutan garam pekat. Laut Mati di Timur Tengah merupakan sumber larutan garam pekat, sedangkan di Indonesia akan mulai dikembangkan PT Garam dengan bahan baku bittern yaitu larutan sisa penguapan dalam produksi garam konsumsi dan garam high grade.
+ Garam mandi.
Dalam buku Harry's Cosmeticology, garam mandi didefinisikan sebagai bahan aditif (tambahan) untuk keperluan mandi yang terdiri dari campuran garam NaCl dengan bahan kimia anorganik lain yang mudah larut, kemudian diberi bahan pewangi (essentials oil), pewarna, dan mungkin juga senyawa enzim.
Garam mandi ini dirancang untuk menimbulkan keharuman, efek pewarnaan air, kebugaran, kesehatan dan juga menurunkan kesadahan air.
Komponen utama garam mandi adalah garam NaCl yaitu sekira 90% - 95%. Berdasarkan definisi di atas, maka jenis garam mandi dapat dibagi berdasarkan komposisi bahan penyusunnya yaitu hanya mengandung garam NaCl dan garam anorganik, mengandung garam NaCl dan garam anorganik plus essentials oils, mengandung garam NaCl, garam anorganik, essentials oil dan pewarna, atau mengandung garam NaCl, garam anorganik, essentials oil, pewarna dan enzim.
Kegunaan garam mandi secara umum sangatlah beraneka ragam, di antaranya adalah untuk membersihkan tubuh saat berendam, menumbuhkan suasana relaks, menurunkan rasa stres, dan sebagai sarana refreshing. Suasana relaks terutama akibat adanya campuran pewangi yang dipercaya dapat memengaruhi emosi serta suasana hati secara signifikan.
Sedangkan fungsi khusus di bidang kesehatan terutama karena adanya garam NaCl adalah untuk melenturkan otot yang tegang, mengurangi rasa nyeri pada otot yang sakit, menurunkan gejala inflamasi (peradangan), serta menyembuhkan infeksi.
Untuk fungsi kecantikan, garam mandi antara lain dapat membantu menghaluskan kulit (cleansing), memacu pertumbuhan sel kulit sekaligus meremajakannya (rejuvenating).
Garam mandi sekarang banyak digunakan di spa dan pusat pengobatan dengan sistem aromaterapi karena adanya kandungan essentials oils.
+ Garam konsumsi.
Garam dapur merupakan media yang telah lama digunakan untuk pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), yaitu dengan proses fortifikasi (penambahan) garam menggunakan garam iodida atau iodat seperti KIO3, KI, NaI, dan lainnya. Pemilihan garam sebagai media iodisasi didasarkan data, garam merupakan bumbu dapur yang pasti digunakan di rumah tangga, serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan, sehingga diharapkan keberhasilan program GAKI akan tinggi.
Selain itu, didukung sifat kelarutan garam yang mudah larut dalam air, yaitu sekira 24 gram/100 mL.
Jenis garam lain yang kurang populer penggunaannya di Indonesia dalah Salt low sodium (garam rendah natrium) merupakan garam dengan kandungan NaCl yang lebih rendah daripada garam konsumsi biasa. Garam ini memunyai komposisi terdiri dari campuran NaCl, MgCl2, dan KCl dengan perbandingan tertentu. Penggunaan garam rendah natrium terutama ditujukan untuk penderita tekanan darah tinggi yang tidak diperbolehkan mengonsumsi garam dapur biasa.
+ Oralit.
Oralit merupakan produk kesehatan yang dikonsumsi saat mengalami diare. Kandungan oralit yang utama adalah campuran antara NaCl dengan gula (glukosa atau sukrosa). Fungsi oralit yang utama adalah menjaga keseimbangan jumlah cairan dan mineral dalam tubuh. Oralit merupakan satu-satunya obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare yang menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh. Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan mengganti cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan.
Sebagai contoh komposisi Oralit 200 antara lain mengandung : glukosa anhidrat 4,0 gram, natrium klorida 0,70 gram, natrium sitrat dihidrat 0,58 gram , kalium klorida 0,30 gram. Sedangkan dalam keadaan darurat, kita bisa membuat air minum yang diberi campuran gula putih (sukrosa) dengan garam dapur.
Kombinasi gula dan garam dapat diserap baik oleh usus penderita diare, karena ion natrium merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain). Sleain itu, garam mampu meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air pada dinding usus secara kuat (sekira 25 kali lebih banyak dari biasanya), sehingga proses dehidrasi tubuh dapat dikurangi/diatasi.
+ Cairan infus.
Dikenal beberapa jenis cairan infus yaitu cairan infus glukosa 5%, cairan infus NaCl 0,9 % + KCl 0,3% atau KCl 0,6%, cairan infus natrium karbonat dan cairan infus natrium laktat.
Cairan infus NaCl adalah campuran aquabidest dan garam grade farmasetis yang berguna untuk memasok nutrisi dan mineral bagi pasen yang dirawat di rumah sakit.
+ Sabun dan sampo.
Sabun dan sampo merupakan bahan kosmetik yang digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci rambut. Dan garam NaCl merupakan satu bahan kimia di antara beberapa komposisi bahan dalam pembuatan sabun dan sampo.
+ Cairan dialisat.
Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit (antara lain garam NaCl) dan glukosa grade farmasi yang membantu dalam proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal. Seperti diketahui pasen gagal ginjal diharuskan mengganti darah atau proses cuci darah dalam periode tertentu.
Dalam proses pencucian darah tersebut darah yang akan 'dibersihkan' akan dilewatkan pada suatu alat membran (hemodialisis) dalam media cairan dialisat. Dalam dialiser ini darah dibersihkan, 'sampah-sampah' metabolisme secara kontinyu menembus membran dan menyeberang ke kompartemen dialisat.

Thursday, September 22, 2016

MENGENAL PENGASAPAN IKAN

September 22, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
I. Pengawetan Ikan
Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Seperti halnya dengan metode-metode pengawetan tradisional,asal mula penemuan pengawetan ikan dengan cara pengasapan mungkin secara kebetulan aja di mana sewaktu ikan dikeringkan di atas nyala api yang berasap ternyata selain menjadi lebih awet ikan juga mempunyai rasa dan aroma yang sedap
Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Di beberapa negara Eropa, ikan asap merupakan makanan yang biasa disantap pada waktu sarapan pagi. Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
II. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
III. Macam-Macam Cara Pangasapan Dan Peralatan
Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah Pengasapan Dingin (cold smoking) dan Pengasapan Panas (hot smoking), pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 400C, kelembaban nisbi (R.H) yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses pengeringan berlangsung sangat lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering terlalu cepat, kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah, sehingga pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas).
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 1200C atau lebih dan suhu pada daging ikan bagian dalam dapat mencapai 600C. Kadar air ikan asap yang dihasilkan relatif masih tinggi, sehingga daya awetnya lebih rendah daripada yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin. Pengasapan panas biasanya menghasilkan ikan asap yang mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh rasa ikan asap yang diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan perlakuan-perlakuan pendahuluannya
Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan pengasapan dingin ialah kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional sangat sederhana dan ikan hanya di gantungkan di atas api yang berasal dari serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan asap yang dihasilkan sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses pengasapan telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap mekanik ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik dan mudah.
IV. Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kecil ( dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.
B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan uang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hamper tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan
D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada ikan. sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.
V. Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap.Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara
D. Rasa Ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu
VI. Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya,pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik
B. Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%.Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol.Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.
C. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu criteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram
VII. Kesimpulan
1. Ikan yang diawetkan dengan pengasapn hanya mempunyai daya awet yang relative singkat,tergantung kepada kesegaran ikan yang dipakai,lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan kadar air pada produk akhir. Untuk memperpanjang daya awet dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikannya dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya menggunakan zat-zat pengawet ( preservative), penggalengan atau penyimpanan pada suhu renda. Menurut hasil percobaan yang dilakukan di Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan, ikan bandeng yang diasap dengan cara kombinasi pengasapan panas dan dinginbila disimpan pada suhu kamar hanya tahan sampai 7 hari, sedangkan bila disimpan pada suhu rendah (+30C) dapat tahan lebih dari 150 hari. Kadar garam dan kadar air bandeng asap tersebut masing-masing 4% – 57%.
2. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, maka hal-hal yang harus diperhatikan ialah :
a. Kesegaran dan kondisi ikan yang akan diasap
b. Konsentrasi dan kebersihan larutan garam
c. Jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap dan
d. Kontrol terhadap suhu dan jumlah asap dalam kamar pengasap.
3.Untuk membuat (praktik) ikan asap, dapat dipelajari pada : “Paket Ketrampilan Teknologi Pengolahan Hasil Laut”, materi pokok Membuat ikan Pindang dan Ikan Asap,Seri: B-2 (2)
sumber gambar: //cdn.bisnisukm.com/2007/09/teknologi-pengasapan-ikan2.jpg

Wednesday, September 21, 2016

APLIKASI TEKNIK PENDINGINAN

September 21, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Teknik Pendinginan untuk pengkondisian udara, penyimpanan dingin dan pembekuan. Pokok bahasan ini mencakup sejarah singkat perkembangan sistem refrigerasi, yang meliputi jenis kompresi uap maupun jenis lainnya, hingga pada penerapannya khususnya dalam bidang pertanian dan tantangan yang dihadapi oleh industry pendinginan/pembekuan produk pertanian/pangan dewasa ini.
A. Sejarah Teknik Pendinginan
Sejarah teknik pendinginan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia di wilayah sub-tropik. Secara alamiah, manusia yang tinggal di wilayah sub-tropik menyadari bahwa bahan pangan yang mudah rusak ternyata dapat disimpan lebih lama dan lebih baik pada saat musim dingin dibandingkan dengan pada saat musim panas. Kesadaran inilah yang memandu manusia pada saat itu mulai memanfaatkan “es alam” untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yang mudah rusak.
Penggunaan es alam ini bahkan masih dilakukan hingga abad ke-20, dan bahkan menurut catatan IIR (Intenational Institute of Refrigeration) hingga awal abad ke-20 penggunaan es alam masih lebih banyak dibandingkan “es buatan”. Es alam adalah es yang dihasilkan tanpa peralatan refrigerasi, baik yang diperoleh dari sungai atau danau yang membeku pada musim dingin atau yang sengaja dibekukan secara alamiah akibat radiasi termal dari permukaan air ke langit.
Di wilayah dengan kelembaban udara yang rendah, seperti Timur Tengah, sejarah pendinginan dimulai dengan pendinginan evaporatif, yaitu dengan menggantungkan tikar basah di depan pintu yang terbuka untuk mengurangi panasnya udara dalam ruangan. Pada abad ke-15, Leonardo da Vinci telah merancang suatu mesin pendingin evaporatif ukuran besar. Konon, mesin ini dipersembahkan untuk Beatrice d’Este, istri Duke of Milan (Pita, 1981). Mesin ini mempunyai roda besar, yang diletakkan di luar istana, dan digerakkan oleh air (sekali-sekali dibantu oleh budak) dengan katup-katup yang terbuka-tutup secara otomatis untuk menarik udara ke dalam drum di tengah roda. Udara yang telah dibersihkan di dalam roda dipaksa keluar melalui pipa kecil dan dialirkan ke dalam ruangan (Gambar 1-1).
Perkembangan teknik pendinginan selanjutnya masih terjadi secara tidak sengaja, yaitu penggunaan larutan air-garam untuk mendapatkan suhu yang lebih rendah. Menurut catatan Ibn Abi Usaibia, seorang penulis Arab, penggunaan larutan air-garam ini sudah dilakukan di India sekitar abad ke-4. Garam yang digunakan pada larutan tersebut adalah potasium nitrat, sebagaimana dicatat oleh seorang dokter Italia bernama Zimara pada tahun 1530 dan dokter Spanyol bernama Blas Villafranca pada tahun 1550. Fenomena pencampuran garam pada salju untuk mendapatkan suhu lebih rendah baru dapat dijelaskan oleh Battista Porta pada tahun 1589 dan Trancredo pada tahun 1607.
Teknik pendinginan mulai berkembang secara ilmiah sejak abad ke-17, dimulai dari penelitian tentang pemantulan melalui efek panas dan dingin yang dilakukan oleh Robert Boyle (1627-1691) di Inggris dan Mikhail Lomonossov (1711-1765) di Rusia. Selanjutnya, penelitian mengenai termometri yang dimulai oleh Galileo dikembangkan kembali oleh Guillaume Amontons (1663-1705) di Perancis, Isaac Newton (1642-1727) di Inggris, Daniel Fahrenheit (1686-1736) orang German yang bekerja di Inggris dan Belanda, René de Réaumur (1683-1757) di Perancis dan Anders Celsius (1701-1744) di Swedia. Tiga ilmuwan yang disebutkan terakhir merupakan penemu sistem skala pengukuran suhu, dan masing-masing namanya diabadikan pada sistem skala tersebut yaitu Fahrenheit, Reaumur dan Celsius. Setelah Anders Celsius menemukan termometer skala centesimal pada tahun 1742 di Swedia, disepakati bahwa sistem skala yang digunakan pada Sistem Internasional adalah Celsius.
Pada awal abad ke-18, William Cullen (1710-1790) menemukan terjadinya penurunan suhu pada saat ethyl ether menguap. Cullen, bahkan, pada tahun 1755 berhasil mendapatkan sedikit es dengan cara menguapkan air di labu uap. Murid dan penerus Cullen, yaitu seorang Scotland yang bernama Joseph Black (1728-1799) berhasil menjelaskan pengertian panas dan suhu, sehingga sering dianggap sebagai penemu kalorimetri. Bidang ini akhirnya dikembangkan dengan sangat baik oleh para ilmuwan Perancis, seperti Pierre Simon de Laplace (1749-1827), Pierre Dulong (1785-1838), Alexis Petit (1791-1820), Nicolas Clément-Desormes (1778-1841) dan Victor Regnault (1810-1878).
B. Perkembangan Mesin Pendingin Sistem Kompresi Uap
Tulisan Sadi Carnot (1796-1832), seorang Perancis, yang sangat terkenal pada tahun 1824 menjadi inspirasi bagi banyak penelitian yang dilakukan mengenai berbagai konsep termodinamika dan sistem pendinginan, termasuk James Prescot Joule (Inggris, 1818-1889), Julios von Mayer (Jerman, 1814-1878), Herman von Helmholtz (Jerman, 1821-1894), Rudolph Clausius (Jerman, 1822-1888), Ludwig Boltzmann (Austria, 1844-1906), dan William Thomson (Lord Kelvin, Inggris, 1824-1907).
Penemuan-penemuan di atas menjadi awal yang sangat berharga dalam sejarah penemuan mesin-mesin pendinginan dan zat-zat pendinginnya. Perkembangan ini dimulai dengan mesin pendingin mekanis, setelah seorang Amerika bernama Oliver Evans (1755-1819) mampu menjelaskan siklus refrigerasi kompresi uap. Pada tahun 1835, seorang Amerika lainnya yang bekerja di Inggris yaitu Jacob Perkins (1766-1849) berhasil mendapatkan paten untuk mesin pendingin temuannya yang bekerja berdasarkan siklus kompresi uap tersebut.
Fluida kerja (refrigeran) yang digunakan Perkins pada mesin pendinginnya tersebut adalah ethyl ether. James Harrison (1816-1893), seorang Skotlandia yang pindah ke Australia, berhasil membuat mesin pendingin yang dapat bekerja dengan baik pada skala industrial. Mesin tersebut dipatenkan oleh Harrison pada tahun 1855, 1856, dan 1857. Mesin pendingin Harrison, yang diproduksi di Inggris, masih menggunakan ethyl ether sebagai fluida kerja, dan mampu menghasilkan es maupun larutan pendingin (refrigeran sekunder).
Dengan ditemukannya mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi perkembangan yang cepat dalam penemuan zat-zat pendingin (refrigeran). Charles Tellier (1828-1913), seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter sebagai refigeran. Pada tahun 1862, Tellier juga meneliti penggunaan amonia (NH3) sebagai refrigeran, meskipun penggunaannya secara luas pada skala industrial baru dapat dilakukan oleh seorang Jerman Carl von Linde (1842-1934). Refrigeran amonia masih banyak digunakan hingga sekarang, khususnya pada industri pembekuan pangan.
Thaddeus Lowe (1832-1913) mulai menggunakan karbon-dioksida (CO2) sebagai refrigeran. Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan karbon-dioksida belakangan ini kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. Sulfur-dioksida (SO2) pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh ahli fisika Swiss Raoul Pierre Pictet (1846-1929), tetapi akhirnya tidak digunakan lagi sesaat sebelum perang dunia II. Metil-klorida (Ch3Cl) juga digunakan oleh orang Perancis C. Vincent sebagai refrigeran pada tahun 1878, meskipun akhirnya hilang dari peredaran pada tahnun 1960-an.
Didasarkan pada hasil penelitian Swarts yang dilakukan selama kurun 1893-1907 di Ghent, suatu tim peneliti Frigidaire Corporation di Amerika, yang dipimpin oleh Thomas Midgley berhasil mengembangkan refrigeran fluoro-carbon pertama pada tahun 1930. Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran yang aman karena tidak bersifat toksik dan tidak mudah terbakar. Refrigeran CFC (chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R12 (CF2Cl2) mulai dilepas ke pasar pada tahun 1931, diikuti dengan refrigeran HCFC (hidro-chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R22 (CHF2Cl) pada tahun 1934. Pada tahun 1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 (R22/R115), diperkenalkan ke pasar sebagai refrigeran.
Refrigeran CFC, khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat istimewa sebagai fluida kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga pemenang Nobel dari Amerika (F.S. Rowland dan M.J. Molina) mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1974. Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa klorin yang dilepaskan oleh zat halogenasi hidrokarbon menyebabkan terjadinya perusakan lapisan ozon di angkasa. Untuk menganggapi temuan ini, pada tahun 1987 telah disepakati Protokol Montreal mengenai pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat merusak lapisan ozon.
Refrigeran CFC dan HCFC termasuk pada kategori zat perusak ozon, sehingga penggunaannya sebagai refrigeran juga dilarang. Sebagai gantinya, disarankan penggunaan HFC (hidro-fluoro-carbon), yaitu refrigeran yang dihalogenasi tapi tidak diklorinasi. Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni (R134a) maupun campurannya (R410A, R407A, R404A, dll), juga menimbulkan efek lingkungan yaitu pemanasan global. Pada Protokol Kyoto, yang ditanda-tangani pada 11 Desember 1997, refrigeran HFC termasuk zat yang dilarang peredarannya karena menyebabkan pemanasan global. Indonesia, sebagai negara yang ikut meratifikasi Protokol Montreal maupun Protokol Kyoto, berkewajiban untuk melaksanakan setiap fasal dalam protokol yang disepakati tersebut.
Perkembangan lain dalam sistem kompresi uap adalah pada komponen peralatannya. Pada awalnya mesin pendingin sistem kompresi uap menggunakan kompresor dengan piston yang besar dan lambat, tetapi sejak akhir abad ke-19 berubah menjadi lebih ringan dan cepat. Pada tahun 1934 A. Lysholm berhasil mengembangkan kompresor ulir dengan rotor ganda di Swedia, sedangkan pada tahun 1967 B. Zimmern mengembangkan kompresor ulir rotor tunggal di Perancis.
Kompresor scroll sebenarnya telah dipatenkan oleh seorang Perancis bernama Leon Creux pada tahun 1905, tetapi baru dapat dikembangkan pada tahun 1970-an. Kompresor sentrifugal dikembangkan atas dasar penelitian seorang Perancis bernama Auguste Rateau tahun 1890 dan orang Amerika bernama Willis Carrier tahun 1911. Kompresor hermetik dikembangkan untuk mengatasi kebocoran refrigeran oleh Father Audiffren pada tahun 1905 di Perancis, dan digunakan sangat banyak saat ini.
C. Perkembangan Sistem Pendingin Lainnya
Perkembangan sistem pendingin selain sistem kompresi uap dipicu oleh kemajuan yang dicapai dalam bidang termodinamika yang sangat pesat pada abad ke-19. Kemajuan ini dimulai dari penelitian mengenai gas oleh ahli fisika Inggris Boyle, disusul oleh Edme Mariotte (1620-1684), Jacques Charles (1746-1823) dan Louis Joseph Gay-Lussac (1778-1850), hingga penelitian mengenai mesin uap yang dilakukan oleh orang Skotlandia bernama James Watt (1736-1819). Ilmuwan Perancis Sadi Carnot (1796-1832) akhirnya mempublikasikan hasil karyanya yang menjadi inti Hukum Termodinamika Kedua pada tahun 1824. Berbagai penelitian mengenai teknik pendinginan sangat banyak dilakukan sebagai dampak dari kemajuan termodinamika ini.
Disamping mesin pendingin sistem kompresi uap, sebagaimana dijelaskan di atas, berbagai sistem pendingin lain juga ditemukan selama abad ke-19. Salah satu diantaranya adalah sistem pendingin siklus gas yang muncul akibat penemuan ”mesin udara” siklus terbuka oleh John Gorrie (1803-1855), seorang dokter Amerika. Gorrie mematenkan penemuan tersebut setelah berhasil mendiningkan brine ke suhu -7 oC pada tahun 1850 dan 1851. Alexander Kirk (1830-1892) berhasil mengembangkan mesin siklus tertutup yang dapat mendinginkan hingga suhu -13 oC pada tahun 1864. Mesin ini didasarkan pada motor udara panas yang dikembangkan oleh pastor Skotlandia Robert Stirling pada tahun 1837.
Pada tahun 1834, Ahli fisika Perancis Jean Charles Peltier (1785-1845) menemukan bahwa aliran arus searah yang melalui jembatan dua logam dapat menyebabkan pendinginan pada salah satu logam dan pemanasan pada logam lainnya. Sampai tahun 1940-an, sistem termoelektrik hanya dianggap sebagai keingin-tahuan ilmiah, hingga berkembangnya pengetahuan mengenai semi-konduktor. Akan tetapi, hingga sekarang penggunaan sistem pendingin termoelektrik secara komersial relatif sangat kecil.
Salah satu sistem pendingin yang berkembang dengan baik, disamping sistem kompresi uap, adalah sistem absorbsi. Mesin pendingin sistem absorbsi kontinyu yang pertama ditemukan pada tahun 1859 oleh seorang Perancis bernama Ferdinand Carré (1824-1900). Mesin temuan Carré ini menggunakan air sebagai absorber dan amonia sebagai refrigeran. Sistem absorbsi tak-kontinyu sebenarnya lebih dulu dikembangkan (hasil temuan saudara Ferdinand Carré yang bernama Edmond Carré pada tahun 1866), tetapi tidak terlalu berhasil. Pada tahun 1913, seorang Jerman bernama Edmund Altenkirch berhasil mempelajari dan menjelaskan sifat termodinamik sistem ini dengan rinci. Pada tahun 1940-an, sistem absorbsi dengan litium-bromida sebagai absorber dan air sebagai refrigeran berhasil dikembangkan di Amerika, sebagai modifikasi dari sistem yang dikembangkan oleh Carré. Sistem absorbsi litium-bromida-air ini banyak digunakan dalam bidang pengkondisian udara.
D. Aplikasi Teknik Pendinginan
Refrigerasi (pendinginan) adalah suatu sistem yang mengambil panas dari suatu benda atau ruangan yang bersuhu lebih rendah dari lingkungan alamiahnya. Bangsa Romawi dan Cina mengambil es dan salju untuk digunakan sebagai penyejuk udara saat musim panas. Bangsa Mesir meletakkan bejana air di atap rumah pada malam hari untuk mendinginkannya. Terlihat bahwa usaha untuk mendinginkan bahan atau udara telah ada sejak dahulu. Peradaban yang maju membuat teknik pendinginan semakin berkembang
Terdapat dua bidang pendinginan yang saling terkait dalam pendinginan yaitu bidang refrigerasi dan pengkondisian udara. Aplikasi teknik pendinginan dapat dijumpai di berbagai bidang. Di bidang industri, pengkondisian udara digunakan untuk mendapatkan suhu dan kelembaban yang nyaman bagi pekerja.
Beberapa sistem dirancang untuk mendapatkan kondisi udara dimana debu hampir tidak ada (ruang steril) seperti pada industri elektronika. Industri percetakan perlu udara dengan tingkat kelembaban tertentu sehingga kertas tidak menggumpal dan tinta cepat kering. Kelembaban yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya korsleting. Perkantoran dan perumahan saat ini umum menggunakan AC untuk menambah kenyamanan ruangan.
Di negara sub-tropis, pengkondisian juga meliputi pemanasan ruangan saat musim dingin. Keinginan manusia untuk berkendara dengan nyaman membuat sistem pendinginan juga dijumpai di mobil dan kendaran angkutan lainnya. Industri pertanian saat ini umum menggunakan sistem cold chain untuk menjaga mutu produk. Sistem pendinginan ini biasanya digunakan untuk produk yang mudah busuk dan banyak mengandung air, seperti daging, sayur dan buah. Untuk mendapatkan umur simpan yang lebih lama, pembekuan digunakan untuk membekukan produk.
Produk yang dibekukan dapat kembali ke keadaan semula umumnya dengan perlakuan panas. Di toko-toko, bahan pertanian ini juga ditampilkan pada rak berpendingin Pendinginan juga dikenal dalam proses pengolahan makanan. Es krim, dibuat dengan membekukan susu setelah proses pasteurisasi dan pencampuran dilakukan.
Produk pangan lain yang membutukan pendinginan antara lain susu, keju, jus buah. Industri roti juga menggunakan pendinginan untuk menyimpan adonan roti sehingga roti lebih cepat disajikan dan mengurangi kerugian toko roti karena adanya adonan yang tidak dibakar. Industri kimia menggunakan teknik pendinginan untuk memisahkan gas, pengembunan gas, penghilangan kalor reaksi, pemisahan zat dari campurannya dan untuk menjaga tekanan. Teknik pendinginan juga digunakan pada bidang lainnya seperti konstruksi, pembuatan es batu, dan arena olahraga
E. Tantangan Industri Pendinginan dan Pembekuan Pangan
Teknik refrigerasi adalah teknik pengambilan panas dari suatu benda atau ruangan yang bersuhu lebih rendah dari lingkungan alamiahnya. Teknik refrigerasi merupakan penerapan termodinamika dan perpindahan panas/massa, yang termasuk dalam cakupan bidang konversi energi. Salah satu jenis mesin refrigerasi yang umum digunakan pada zaman sekarang adalah jenis kompresi uap. Mesin pendingin jenis ini bekerja secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) kemudian ke fase cair kembali secara berulang.
Proses pendinginan merupakan proses yang populer untuk penyimpanan produk-produk pertanian. Dengan menurunkan suhu suatu produk, aktivitas enzim dan mikroba yang ada akan berkurang, sehingga penurunan mutu atau kerusakan dapat dihambat. Pada buah-buahan atau sayur-sayuran, pengendalian proses pendinginan merupakan faktor kritis karena dapat menyebabkan chilling injury bila dibawah suhu tertentu. Pembekuan merupakan pendinginan sampai titik beku air dengan tujuan yang sama. Pada umumnya produk beku akan mempunyai ketahanan yang lebih lama, namun tidak semua produk pertanian cocok dengan proses ini.
Pustaka:
Pita, E.G., 1981, Air Conditioning Principles and Systems – An Energy Approach, John Wiley & Sons, Inc.
Stoecker, W.F., and Jones, J.W., 1987, Refrigeration and Air conditioning, 2nd ed., McGraw-Hill International Edition, Singapore
Tambunan, A.H., Teknik Pendinginan (diktat kuliah)
IIR Thematic File, A Brief History of Refrigeration, http://www.iifiir.org/2endossiers_dossiers_histoire.htm#_ftn

Tuesday, September 20, 2016

PENINGKATAN NILAI TAMBAH DENGAN PEMBUATAN DENDENG IKAN

September 20, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.
Dendeng ikan adalah jenis makanan awetan yang dibuat dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan bahan lain untuk memperoleh rasa yang diinginkan.
A. Prinsip Pembuatan Dendeng Ikan Manis
Dendeng ikan manis merupakan hasil pengolahan dan pengawetan dengan cara penggeringan serta penambahan bumbu-bumbu tertentu, sehingga mempunyai rasa yang khas dengan tekstur yang empuk
Dendeng ikan dapat dibuat dengan rasa manis ataupun asin. Pada pembuatan dendeng ikan manis pemakaian gula pasir / gula merah berkisar antara 15 – 20%
B. Bahan Baku
Jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan dendeng ikan manis benyak sekali, tergantumg dari kondisi perikanan setempat. Hampir semua jenis ikan dari berbagai perairan dapat dibuat menjadi dendeng, kecuali ikan yang terlalu banyak mengandung lemak.
Jenis-jenis ikan tersebut adalah ikan belanak, mujair, kuro, kuniran, japuh, tongkol, tenggiri cucut, udang dan cumi-cumi
Dendeng ikan adalah ikan kering yang telah diberi bumbu, dan kadang-kadang telah mengalami proses proses pemasakan. Dengan demikian, dendeng berbeda dengan daging kering yang tidak diberi bumbu (kecuali garam). Pembuatan dendeng tidak sulit, dan dapat dilakukan dengan alat-alat yang biasa terdapat di rumah tangga.
BAHAN-BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1) Ikan. Dianjurkan menggunakan ikan berukuran sedang yang kurang bernilai ekonomis. Ikan tamban merupakan salah satu jenis ikan berukuran sedang yang dapat diolah menjadi dendeng ikan. Ikan ini mempunyai tekstur daging lunak, dan berduri halus di dalam daging. Adanya duri halus tersebut menyebabkan ikan tamban paling cocok diolah menjadi produk kering seperti dendeng. Rasa dendeng tamban sangat enak dan tidak sulit membuatnya.
2) Bumbu. Setiap 1 kg ikan membutuhkan gula (200 gram), asam jawa (40 gram), bawang merah (50 gram), bubuk ketumbar (20 gram), lengkuas (30 gram), garam (300 gram), bawang putih (100 gram).
PERALATAN YANG DIGUNAKAN :
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan mengiris daging ikan menjadi irisan tipis. Pisau yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan. Pengering dapat berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atau bertenaga cahaya matahari.
3) Keranjang peniris. Alat ini digunakan untuk meniriskan ikan setelah direndam dengan larutan garam.
4) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu dendeng.
5) Panci. Alat ini digunakan untuk merebus bumbu.
6) Kulkas. Alat ini digunakan untuk menyimpan ikan yang direndam di dalam larutan bumbu.
CARA PEMBUATAN :
1) Proses Pendahuluan
a. Penyiangan. Ikan disiangi dan dibelah seperti yang dilakukan terhadap ikan yang akan dikeringkan.
- Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan terpotong.
- Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai jeroannya.
- Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.
- Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa darah.
- Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.
b. Pembelahan. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahah dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
c. Pembuangan tulang belakang. Belahan ikan yang telah dibelah dibuka, kemudian tulang belakang ditarik dengan pinset sampai terlepas.
2) Pembuatan Larutan Bumbu
a. Lengkuas, bawang putih, dan bawang merah digiling halus. Bumbu-bumbu ini dicampur dengan gula, asam jawa dan bubuk ketumbar.
b. Air sebanyak 1 liter direbus sampai mendidih. Kemudian ditambahkan bumbu yang telah disiapkan di atas. Campuran tersebut dididihkan sambil diaduk-aduk selama 30 menit sampai kental. Setelah itu larutan bumbu didinginkan.
3) Perendaman di dalam Larutan Bumbu
a. Ikan direndam di dalam larutan bumbu semalam pada suhu dingin di dalam kulkas.
b. Setelah out, ikan dikeluarkan dari larutan bumbu, dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian plastik ditutup rapat. Kantong plastik tersebut dibiarkan di udara terbuka sampai suhunya tidak dingin lagi (sama dengan suhu kamar).
4) Pengeringan.
Setelah ikan di dalam kantong tidak dingin lagi, ikan dikeluarkan dari kantong, kemudian segera dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 10 %. Selama pengeringan, ikan dibalik-balik agar pengeringan merata dan lebih cepat. Hasil pengeringan disebut dengan dendeng mentah ikan.
a. Pengemasan. Dendeng mentah ikan dapat disimpan di dalam kantong plastik.
b. Penggorengan. Dendeng ikan yang telah kering dapat digoreng di dalam minyak panas (1700) selama 30~60 detik sambil dibalik-balik, kemudian cepat-cepat diangkat dan ditiriskan.
C. Membuat bumbu Ekstrak
1. Bahan-bahan
Bahan ekstrak adalah cairan sari / ekstrak yang diperoleh dari hasil saringan bumbu-bumbu yang telah halus. Bumbu-bumbu yang digunakan sebagai berikut :
- Gula pasir / gula merah 20%
- Garam 4%
- Asam 4%
- Ketumbar 5%
- Laos 5%
- Jahe 2%
- Bawang merah 1,5%
- Bawang putih 1%
Persentase bumbu-bumbu tersebut dihitung dari berat ikan
2. Cara membuat bumbu ekstrak
a. Ketumbar, garam, bwang merah,bawang putih dihaluskan
b. Laos dan jahe diparut / ditumbuk halus
c. Asam dicairkan dengan 5 sendok makan air kemudian diaring (diambil airnya)
d. Panaskan gula pasir / gula merah dengan 1 – 1 ½ gelas air hingga mencair, kemudian masukkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan, aduk hingga tercampur, angkat dan saring (ambil ekstraknya)
D. Cara Pembuatan Dendeng Ikan Manis
1. Ikan segar dibuang sisik, sirip, ekor dan isi perutnya
2. Potong kepalanya, kemudian belah ikan hingga membentuk fillet kupu-kupu
3. Cuci hingga bersih
4. Buat larutan garam 15, rendam ikan selama 15 – 20 menit kemudian tiriskan
5. Masukkan ikan dalam wadah yang telah berisi bumbu ekstrak, usahakan semua ikan terendam dalam bumbu ekstrak
6. Biarkan selama 12 – 16 jam
7. Angkat dan keringkan (Jemur di tempat yang bersih)

Monday, September 19, 2016

CARA PENGAWETAN IKAN DENGAN CARA PEMINDANGAN

September 19, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
I. Pengawetan
Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk oleh sebab itu agar sampai di tangan konsumen masih dalam keadaan baik,diperlukan cara-cara penanganan yang baik,dari sekian banyak upaya manusia untuk mempertahankan mutu ikan yang umum dilakukan adalah pengolahan secara tradisional yang memegang andil 50% dari pengawetan hasil ikan yang ditangkap diantaranya dengan cara pemindangan. Secara nasional penghasil utama pindang adalah Jawa Tengah 4,11%,Jawa Timur 3,39%, dan Jawa Barat 1,40% dari hasil total produksi perikanan laut Indonesia.
Berbeda dengan pembuat ikan asin walaupun pindang diolah dengan mempergunakan garam namun yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada pengolahan pindang selain penggaraman juga dikombinasikan dengan proses pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri.
Dari segi taknologi pengawetan produk pindang dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah awet (semi preserved), dibandingkan dengan ikan segar pindang masih mungkin sampai mencapai pelosok desa, meningat masih kurang tersedianya fasilitas pendingin ikan. Dengan demikian upaya untuk memasyarakatkan makan ikan memperoleh jangkauan yang lebih luas.
II.Teknik Pemindang
Pemindang adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan dalam susana bergaram selama waktu tertentu. Setelah selesai pemasakan, biasanya wadah di mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan.
Berdasarkan cara perebusan ikan dalam suasana bergaram maka teknik penggaraman dapat dibedakan atas 2 kategori yaitu pemindangan garam dan pemindangan air garam.
A. Pemindangan Garam
Pada teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun berlapis-lapis di dalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso tanah (belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang cukup lama (sekitar 4 - 6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan selembar kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam.
B. Pemindangan Air Garam (brine boiling)
Ada teknik ini ikan ditaburi garam disusun diatas keranjang atau rak bambu disebut “naya”. Beberapa naya diisi ikan dan disusun vertikal pada suatu kerangka lalu dicelupkan kedalam air garam mendidih di dalam wadah yang terbuka dan lama pembuatan relatif jauh lebih singkat daripada teknik pemindangan garam. Setelah proses perebusan selesai, wadah di mana ikan tersusun diangkat, kemudian direndam atau disiram dan didinginkan untuk siap didistribusikan dan dipisahkan.
III. Cara Pengolahan
Jenis ikan yang dapat di pindang banyak sekali macamnya, tergantung dari kondisi perikanan setempat dan kebanyakan terdiri dari ikan pelaja seperti laying, selar, japu, kembung, kemuru, tembang, tuna cakalang bahkan kadang-kadang organ tubuh dari ikan pun dipindang. Untuk ikan kecil dipindang dalam keadaan utuh sedangkan ikan besar dipindang dalam bentuk potongan. Beberapa yang sering dilakukan oleh daerah yang membuatnya dikenal dengan cara Bawean, cara Muncar dan Pemindangan Gaya Baru.
A.Cara Bawean
- Alat dan bahan yang harus disediakan adalah pendil atau paso, daun pisang kering dan garam sebanyak 20 – 30% dari berat ikan. Gunakan garam yang kemurniannya tinggi kemudian ikan dicuci bersih setelah dibuang isi perut dan insangnya lalu ditaburi garam secukupnya.
-Perlakuan untuk cara ini, ikan dimasukkan kedalam pendil diatur berlapis-lapis serapat mungkin. Di antara lapisan diberikan garam,setelah pendil/paso penuh ikan ditambahkan air sampai ikan terendam. Pendil/paso dipanaskan diatas api sampai ikannya masak, yaitu apabila daging dekat ekor dan kepala susah retak-retak, air yang tersisa dikeluarkan. Setelah selesai pendil dibingkus dengan daun jati kemudian diikat supaya tidak pecah selama penyimpanan dan pengangkutan. Pindang bisa tahan sampai 3 bulan dan biasanya pemindangan dilakukan terhadap ikan layang (Decapterus spp) dan ikan Bandeng (Chanos-chanos).
B.Cara Muncar
-Caranya beda dengan bawean adalah dalam acara pemasakan yaitu tidak direbus tetapi dikukus diatas tungku khusus,sedangkan tempat yang dipakai bukan pendil/paso tanah, tetapi loko yaitu semacam ayakan dari bambu. Pada pemindangan cara ini harus disediakan loko, peti pemasakan, tungku khusus serta belanga atau wajan besar.
- Ikan dicuci bersih,di mana isi perut dan insangnya tidak dibuang, kemudian ikan yang sudah bersih direndam dalam air garam jernih (lk. 25%) selama 15 - 30 menit
- Kemudian ikan diatur/dijajar di atas loko sampai penuh dan ditiriskan ditempat teduh sampai kering. Loko/ayakan bambu dimasukkkan ke dalam peti pemasakan sampai penuh,air dimasak dalam belanga sampai mendidih kemudian peti yang berisi loko/ikan diletakkan diatas belanga sehingga uap air menghembus ikan diatasnya.
- Setiap 15 menit loko/ayakan bambu yang berisi ikan dibagian teratas dipindahkan ke bagian terbawah dan loko-loko lainnya digeser ke rak atasnya. Ikan sekali-kali dibalik supaya masak merata. Ikan akan masak bila dikukus selam + 1 jam, setelah masak ikan bersama lokonya disimpan dalam rak-rak bambu di tempat yang teduh, dibiarkan semalam sehingga kulit ikan menjadi kering dan mengkilap dan pindang ini bertahan selama 7 – 15 hari.
C. Pemindangan Gaya Baru
- Alat dan bahan yang harus disediakan adalah besek bambu, merang atau daun pisang kering dan garam sebanyak 20 – 50% dari berat ikan. Ikan yang telah dicuci bersih, dilumuri denagn garam dan diatur berlapis-lapis dalam besek yang alasnya sudah diberi merang atau daun pisang kering.
- Di atas lapisan merang dan di antara lapisan-lapisan ikan diberi garam, ikan dalam besek dibiarkan selama 1 – 3 jam supaya garam meresap ke dalam daging ikan. Kemudian besek dimasukkan ke dalam belanga yang berisi larutan garam yang mendidih. Setelah + 45 menit besek diangkat dan ditiriskan lalu disimpan. Cara dibandingkan dengan cara Bawea dan Muncar lebih bersih, lebih sedap dan dagingnya lebih padat. Pindang ikan bias tahan sampai 3 bulan.
Dilihat dari daya awet ikan pindang masih memungkinkan dipasarkan lebih luas dengan jangkuan yang lebih jauh dibandingkan dengan ikan segar.
Untuk distribusi ikan segar diperlukan cara-cara penanganan khusus dan tersedianya fasilitas pendinginan yang sekarang ini dirasakan masih kurang dan sulit didapat. Pada pemindangan cara pengolahannya maupun fasilitas yang digunakan cukup sederhana, sehingga para nelayan/petani ataupun pihak lain yang berminat dapat melakukannya. Hal inipun akan dapat lebih memperluas kesempatan kerja.
IV.Cara Membuat Ikan Pindang
A. Jenis Pindang
Macam-macam ikan pindang umumnya menurut kebiasaan daerah, jenis ikan yang dipindang dan selera yang diinginkan serta cara pemindangan yang dilaksanakan.
Adapun jenis-jenis ikan pindang antara lain:
1.Pindang Bawean.
2.Pindang Muncar
3.Pindang Gaya Baru
4.Pindang Cue
1.Pindang Bawean
Bahan-bahan :
- Ikan layang atau bandeng
- Garam hancuran
Peralatan :
- Pendil
- Tungku pemanas
Tahapan Pengolahan :
- Ikan dicuci bersih,usahakan pada air yang mengalir
- Sediakan garam sebanyak 2 – 3 kg untuk setiap 10 kg ikan
- Dasar pendil bagian dalam dilapisi dengan merang atau daun kering lalu ditaburi garam secukupnya
- Masukkan ikan yang telah dicampur dengan garam ke dalam pendil, tapi sisakan garam ( sebagian kecil) untuk perebusan yang kedua
- Kemudian pendil diairi secukupnya hingga ikan dalam pendil terbenam oleh air, terus ditutup bagian atas diberi pemberat
- Selanjutnya pendil dipanaskan diatas tungku pemanas selama 4 – 6 jam
- Setelah selesai perebusan air yang tersisa harus dikeluarkan dan air tersisa tersebut dapat digunakan untuk pembuatan petis
- Kemudian garam yang disisakan tadi, taburkan ke atas lapisan teratas dari ikan dalam pendil yang telah direbus lalu diairi sedikit dan direbus kembali pada tungku pemanas yang apinya kecil selama kurang lebih + 30 menit
- Setelah selesai pemanas yang kedua, simpan pendil-pendil tersebut di tempat yang terlindung dan bersih serta berventilasi udara yang cukup untuk kemudian dipasarkan
2. Pindang Muncar
Bahan-bahan :
- Ikan lemuru
- Garam yang dihancurkan/ditumbuk
Tahapan Pengolahan :
- Ikan dicuci sampai bersih, buat larutan garam + 2,5%. Caranya garam sebanyak 25 kg dilarutkan kedalam 100 liter air lalu rendam ikan yang telah dicuci kedalam larutan garam 25% selama 20 – 30 menit.
- Susunlah ikan-ikan kedalam loko lalu ditiriskan sebentar kemudian loko disusun di dalam peti pemasak
- Wajan/paso yang berisi air bersih di panaskan di atas tungku pemanas sampai airnya mendidih
- Masukan peti pemasakan yang telah berisis loko kedalam wajan yang berisi air telah mendidih
- Setiap 15 menit sekali, setiap loko yang teratas dari peti pemasak harus dipindahkan kelapisan/bagian bawah
- Lamanya pemanasan/perebusan + 1 jam
- Setelah pemasakan selesai loko-loko yang berisi ikan tersebut disimpan di tempat yang terlindung dan bersih selama 1 malam agar kulit ikan menjadi kering dan mengkilap
- Sebelum dipanaskan susunlah loko-loko lalu diikat menjadi satu ikatan baru kemudian dibungkus dan siap dipasarkan
3.Pindang Gaya Baru
Bahan-bahan :
- Ikan bandeng
- Garam yang dihancurkan/ditumbuk
Peralatan :
- Besek bambou,merang atau daun pisang yang telah kering
- Periuk/belanga
- Wajan/paso/badeng besar dengan garis tengah + 75 cm
- Peti pemasakan dari kayu
- Loko dengan ukuran 50 x 100 cm terbuat dari anyaman bamboo yang diberi bingkai
Tahapan Pengolahan :
- Ikan dibuang insang dan isi perutnya kemudian dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan
- Lapisi besek bagian dalam dengan merang atau daun pisang yang telah kering
- Susunlah ikan bersama garam kedalam besek lalu dibiarkan besek tersebut selama ½ - 3 jam
- Belanga/periuk diisi garam dan air lalu dipanaskan distas tungku pemanas sampai mendidih, sehingga terjadi larutan garam jenuh yang mendidih. Maksud dari larutan garam jenuh yaitu apabila pada larutan garam yang mendidih bagian bawah atau dasar dari belanga terlihat ada endapan garam.
- Kemudian masukkan besek yang telah berisi larutan garam jenuh yang mendidih tadi selama 45 menit, setelah periuk/belanga yang diisi besek mendidih kembali, barulah besek-besek tersebut diangkat dari dalam periuk/belanga.
- Lalu besek-besek tersebut ditiriskan
- Sebelum dipasarkan/ dibawa kepasaran,simpan besek-besek tersebut di tempat yang terlindung dan bersih.
4.Pindang Cue
Bahan-bahan :
- Ikan tongkol ukuran besar, sedang dan kecil
- Garam yang sudah ditumbuk
Tahapan Pengolahan :
- Ikan dicuci sampai bersih : untuk yang berukuran besar ikan dipotong menjadi 3 potongan atau 4 potongan umumnya disesuaikan dengan kebiasaan daerah setempat
- Lapisi bagian dasar dari paso/badeng dengan anyaman bamboo
- Taburkan garam setebal 2 – 3 cm pada bagian bawah/dasar dari paso tersebut
- Kemudian susunlah ikan kedalam paso tadi dengan susunan garam-ikan-garam di mana lapisan yang paing atas adalah garam
- Lalu paso yang telah berisi ikan dan garam tersebut diairi secukupnya, sehingga ikan dan garam dalam paso tersebut terendam air
- Selanjutnya dipanaskan/direbus pakai tungku pemanas, lamanya perebusan 3 4 jam dan selama perebusan sebagian air dibuang
- Setelah selesai perebusan kemudian bagian atas dari paso ditutup dengan kertas atau daun waru lalu di atasnya ditutup dengan garam, kemudian paso/badeng ditutup dengan tampah dan terus diikat dengan kuat
- Sebelum dipasarkan simpanlah paso/badeng yang berisi ikan di tempat yang terlindung dengan ventilasi udara yang baik.

Sunday, September 18, 2016

PEMBUATAN TEKNOLOGI PASCA PANEN HASIL PERIKANAN

September 18, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
TEKNOLOGI PASCA PANEN 
Definisi 
Adalah suatu proses pengolahan hasil panen untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan. 
Fumigasi 
Adalah pengendalian hama/serangga yang merupakan penyebab kerusakan bahan pangan. Fumigasi dari kata dasar dalam bahasa Inggris, fume yang berarti asap, adalah sebuah proses anti serangga atau anti jamur. Dalam proses ini ruangan atau benda yang perlu difumigasi, disemproti dengan semacam gas atau asap yang mengandung bahan-bahan kimia. 
A. PENDAHULUAN
Secara naluriah telah diketahui bahwa pangan adalah kebutuhan pokok prioritas pertama bagi hidup manusia dan kemudian diikuti kebutuhan pokok lainnya seperti sandang dan papan. Pengetahuan tentang pangan telah dikembangkan secara alamiah (turun menurun) maupun ilmiah oleh para pendahulu kita sebagai upaya mempertahankan dan menikmati kehidupan, yaitu dengan (1) mempermudah dalam memperoleh (panen), (2) mempertahankan mutu, (3) mempermudah distribusi dan (4) mempermudah, menjaga manfaat, aman dan menarik jika disantap. Sebagai hasil dari upaya-upaya tersebut telah berkembang teknik pascapanen bahan pangan yang meliputi :cara panen, cara penanganan dan pengolahan setelah panen, cara pengemasan (membungkus), cara menyalur-kannya sampai dengan cara menyajikannya.
Hasil perikanan adalah salah satu jenis bahan pangan yang telah sangat dikenal oleh masyarakat pantai di Indonesia yang diperoleh dengan cara menangkap dan membudidayakannya di perairan. Bahan ini telah diketahui terutama sebagai sumber protein hewani (jenis-jenis binatang air), vitamin, mineral dan serat kasar (jenis-jenis binatang maupun tumbuhan air) yang memiliki kadar air tinggi sehingga sangat mudah dan cepat rusak apabila tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu sebagian dari anggota kelompok masyarakat ini (nelayan, petani ikan, pedagang dan pengolah ikan ) telah dan selalu berusaha meperlakukan bahan pangan ini sebaik-baiknya sesuai dengan tingkat pengetahuan teknik yang dimilikinya untuk memperbaiki kesejahteraan.
Fakta telah menunjukkan bahwa kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakat pantai masih jauh dari memadai oleh keterbatasan pengetahuan dan dana. Oleh karena itu selama lima tahun terakhir ini, melalui Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (COFISH Project), ADB Loan Nos. 1570/1571 (SF)-INO Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mencoba membantu mengatasi keterbatasan tersebut.

 APLIKASI TEKNOLOGI PASCAPANEN HASIL PERIKANAN
1. Memenuhi Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan bahan utama yang diperlukan untuk mengolah ikan, karena digunakan sebagai bahan tambahan dan bahan pembantu saat pengolahan. Selain itu juga digunakan sebagai bahan untuk mencuci peralatan dan membersihkan ruang pengolahan. Secara umum kebutuhan air untuk mengolah atau menangani ikan minimum 3-4 kali dari volume (berat) ikan yang diolah/ditangani. Secara ideal syarat baku air untuk mengolah ikan adalah sama dengan air bahan baku untuk minum yang mencakup syarat fisika, kimia biologi dan radioaktif sebagai berikut :

- STANDAR MUTU KUALITAS AIR MINUM (PERMEN KESRI No. 1,1975)       
*) +++ zat kimia beracun **) martabat 6 ***) T = Tid ak TerDeteksi
No.
Un su r-un su r
Satuan
Minimum diijinkan
Rata-rata
Per 24 jam
Maksimum yang diijinkan
I
Fisika




1
suhu
C


suhu udara
2
warna (skalaPt.Co)
Unit +

5
50
3
bau




4
rasa




5
Keruh (skala Silika)
Un it++

5
25
I I
K im ia




1
Derajat asam (pH)

6.5

9.2
2
Zat padat /jumlah
mg/l

500
1500
3
Zat organik (KMn O 4)
mg/l


10
4
Karbon dioksida agresif (sbg CO2 )
mg/l


0
5
Kesadahan jumlah kalsium (Ca )
C
mg/l
5
75
10
200
6
Magnesium (sbg . mg)
mg/l

30
150
7
Besi (Fe )
mg/l

0.1

8
Mangan (Mn )
mg/l

0.05
0.5
9
Tembaga (Cu)
mg/l

0.05
1.5
10
Zink (Zn )
mg/l

1
15
11
Klorida (Cl)
mg/l

200
600
12
Sulfat (SO4)
mg/l

200
400
13
Sulfida (H2S)
mg/l


0
14
Fluorida (F)
mg/l
1,0

2
15
Amonia (NH3 )
mg/l


2 0
16
Nitra t (NO3)
mg/l


20
17
Nitrit (NO2)*)
mg/l


0
18
Fenolik+++(fenol)
mg/l

0.001
0.002
19
Arsen +++(As)
mg/l


0 .0 5
20
Timbal+++(Pb)
mg/l


0.1
21
Se+++ (Se).**)
mg/l


0.05
22
Kromium+++ (Cr)
mg/l


0.05
23
Sia n id a +++(Cn)
mg/l


0.05
24
Ka d mium+++(Cd )
mg/l


0.05
25
Air raksa (Hg )
mg/l


0.001
III.
Radioaktifitas




1
Sinar alfa
mg/l


109
2
Sinar beta
mg /l


108
IV.
Mikrobiologik




1
Kuman parasitik



0
2
Kuman patogenik



0
3
Perkiraan terdekat jumlah bakteri Coli dalam 100 ml contoh



0
4
Hitung Total Bakteri



5 x 105

Menilai mutu air secara teliti harus mengujinya di laboratorium. Pengujian ini selain mahal juga memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu disajikan disini cara pengujian yang praktis dan sederhana. Fakta lapangan telah menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih merupakan kendala dalam melakukan pengolahan ikan di lokasi proyek. Terutama pada saat musim kemarau yang tersedia di lapangan adalah air sumur atau air sungai yang keruh dan mungkin payau.
1.1. Cara menilai mutu air
Syarat fisik air yang berkualitas adalah : jernih atau tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau, suhunya normal (20-26 °) dan tidak mengandung zat padatan. Untuk menilainya dengan cara dicium baunya, dicicip dan dilihat dengan mata secara seksama seperti berikut ini :
-    Disediakan botol kecil, gelas, corong, serta air yang akan dianalisis (air contoh)
-    Segelas air contoh dimasukkan kedalam botol setelah dicium baunya, dicicip rasanya serta dilihat kekeruhannya terlebih dahulu (gambar skema) :
-    Segelas air bersih (aqua) ditambahkan kedalam botol dan dikocok merata. Apabila tidak berwarna, berasa netral, tidak keruh dan tidak berbau lagi berarti baik mutunya.
-    Jika masih berbau, ditambahkan lagi dua gelas air aqua. Apabila tidak berwarna, berasa netral, tidak keruh dan tidak berbau lagi berarti mutunya sedang.
-    Demikian seterusnya, dengan pengertian semakin banyak air aqua yang digunakan untuk mencapai kondisi tidak berwarna, berasa netral, tidak keruh dan tidak berbau lagi berarti semakin kurang baik mutunya. Syarat kimiawi air yang baik mutunya adalah : tidak berasa asam atau basa (pH netral disekitar 7 dan dapat diperiksa dengan bantuan kertas lakmus yang mudah diperoleh di toko-toko kimia), tidak mengandung bahan kimia beracun (sianida, sulfida dan fenolik), tidak mengandung garam atau ion-ion logam (Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, Cl, Cr dsb.), kesadahannya rendah (tidak mengandung garam Ca atau Mg terlarut) dan tidak mengandung bahan organik (NH4, H2S, SO4 2-, dan NO3 - ).

Untuk menilainya dapat dilakukan sebagai berikut :
-    Setengah gelas air contoh dicampur dengan setengah gelas air the tawar jernih.
-    Selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka selama satu malam.
-    Keesokan harinya diperiksa. Apabila ada perubahan warna,lendir dan lapisan seperti minyak di permukaan berarti airnya kurang baik. Syarat biologis (mikrobiologis) air yang baik mutunya adalah : tidak mengandung bakteri patogen (berbahaya bagi kesehatan manusia seperti golongan Coli, salmonellatyphi, vibrio kolera dsb, yang mudah tersebar melalui air) dan non patogen (actinomycetes, phytoplankton coliform, cladocera dsb.).

Pemeriksaannya dapat dilakukan sebagai berikut :
-      Air contoh dimasukkan kedalam gelas kemudian ditutup.
-      Didiamkan/disimpan pada suhu kamar selama lima hari.
-      Setelah lima hari diperiksa. Apabila perubahan warna ataugumpalan warna atau gumpalan-gumpalan putih, hitam atau hijau, maka air tersebut kurang baik secara biologis. Air yang baik akan tetap jernih meskipun disimpan selama lima hari.

1.2. Teknologi pengolahan air kotor dengan saringan pasir, prinsip aerasi dan filtrasi
a. Gambaran Umum
Untuk menjernihkan/mengolah air yang keruh dan banyak mengandung kation terlarut terutama besi (Fe), mangan (Mg) dan Aluminium (Al). Prinsip pengolahan ada dua tahap yaitu :
- Pertama, kation-kation logam terlarut dioksidasi dengan sistim aerasi
- Kedua partikel-partikel penyebab kekeruhan dipisahkan dengan penyaringan (filtrasi)
b. Air bahan baku
Air bahan baku yang diolah dapat berasal dari air sungai, air rawa atau air sumur/sumur artesis
c. Pembuatan unit pengolah air dengan sistim aerasi dan filtrasi skala rumah tangga
- Bahan :
No.
Komponen
Ukuran
Jumlah
1
Drum/ tong plastik
200 liter
2 buah
2
Keran untuk keluar
ؽ’’
1 buah
3
Keran sambung
ؽ’’
1 buah
4
Pipa PVC
Ø1’’
1 buah
5
Sambungan pipa PVC siku (knee)
Ø1’’
5 buah
6
Pasir hakus
Ø 0,25 – 0.1mm
secukupnya
7
Kerikil
Ø10 – 20mm
secukupnya
8
Seng dibentuk kerucut
Tebal 0.3 mm
1 lembar
- Cara Pembuatan :
•   Drum dicat atau dilapisi semen dengan cara melaburkannya.
•   Bagian bawah drum pertama (drum yang diatas) dilubangi kecil-kecil dan dindingnya diberi ventilasi di bagian tengah dinding drum.
•   Dinding bagian atas drum kedua (drum yang dibawah) diberi ventilasi dan diberi lubang tempat air keluar. Pemasangan pipa masuk dan pipa keluar dari drum ini dapat dilihat pada gambar kontruksi.
•   Pasir dan kerikil dicuci bersih. Agar steril pasir dan kerikil ini dapat direbus terlebih dahulu atau dicuci dengan air panas.
•   Kerikil dimasukkan dalam drum pertama hingga sepertiga (1/3) dari tinggi drum.
•   Pasir dimasukkan dalam drum kedua hingga sepertiga dari tinggi drum.
•   Drum-drum disusun seperti dalam gambar kontruksi.
•   Sebagai alas kedua drum yang disusun dibuat alas plesteran yang ditinggikan dari permukaan lantai/tanah disekelilingnya.
•   Bagian dalam sebelah atas drum pertama dipasang kerucut dari bahan seng yang telah dilubangi kecil-kecil dengan alas kerucut menutup seluruh diameter drum.
• Penting ! Saringan pasir pada drum kedua (bagian bawah) harus selalu dalam keadaan terendam air walaupun alat sedang tidak digunakan.
d. Cara pemakaian
Prosedur operasi penngolahan air ini sebagai berikut,
-    Keran pemasukan dibuka, sedangkan keran pengeluaran ditutup sehingga seluruh bagian pasir penyaringan Air gambut sebanyak 200 liter dimasukkan kedalam tong/drum, semua keran dalam keadaan tertutup.
-    Larutkan ¼ kg atau 40 sendok makan bahan koagulan dengan 2 liter air didalam ember.
-    Larutan yang telah dibuat ditambahkan kedalam air didalam drum, sambil disaring dengan ayakan/penyaring saat memasukkannya. Selanjutnya dilakukan pengadukan hingga merata selama 5-10 menit. Akan terjadi/terbentuk gumpalan-gunpalan jika airnya kotor.
-    Air didalam drum yang sudah diaduk dibiarkan selama 45-60 menit agar gumpalan-gumpalan yang terbentuk mengendap.
-    Kemudian air yang telah mengendap dialirkan ke instalasi penyaringan dengan membuka keran pertama (1).
-    Selanjutnya keran air bersih/keran kedua (2) dibuka, dan bersih yang diharapkan (layak untuk dimasak sebagai air minum) mengalir keluar dari keran ini.
-    Penting ! : Instalasi/unit bagian penyaring air harus selalu dalam keadaan terendam air saat dioperasikan maupun saat tidak dioperasikan.
e. Petunjuk Pemeliharaan
Untuk menjaga keawetan alat dan agar selalu dapat dioperasikan secara efektif, kegiatan pemeliharaan berikut ini harus selalu dilakukan, yaitu :
- Setelah digunakan untuk pengolahan, drum dibersihkan (dikosongkan dan dibersihkan) dengan cara pengaturan keran. Keran 1 dan keran 2 ditutup, sedangkan keran 4 (keran penguras) dibuka. Selanjutnya drum dibilas dengan air bahan baku sampai seluruh endapannya bersih. - Pembersihan unit filter paling lambat (lama) seminggu sekali, atau jika air yang keluar dari keran 3 sudah mulai keruh.
-    Cara menguras filter sebagai berikut :
• Keran 2 dibuka, sedangkan keran 1 dan keran 3 ditutup.
•   Air bersih (hasil pengolahan) dituangkan dari bagian atas tabung filter perlahan-lahan sampai air yang keluar dari pipa pembuangan jernih (cuci balik / back wash).
•   Pencucian yang lebih sempurna dapat dilakukan dengan mengeluarkan pasir dari dalam tabung dan dicuci atau dibilas dengan air bersih (hasil olahan) didalam ember ber ulang-ulang.

2. Mengawetkan Ikan dengan Es
Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar/basah diperlukan penanganan dengan prinsip “rantai dingin (cold-chain)”. Lebih lanjut berdasarkan kondisi sosial ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan
segar menunjukkan, bahwa penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai atau atau dicampur dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal perbandingan es minimal yang digunakan dan ikan selama penanganan adalah dijaga agar selalu satu dibanding satu.
Fakta juga menunjukkan bahwa ketersediaan es di pangkalan pendaratan ikan (PPI-Fish Landing Center /FLC) jauh dari memadai sehingga harus didatangkan dari luar untuk perbekalan nelayan maupun memenuhi kebutuhan di PPI. Dengan demikian wadah berupa peti es (es+ikan) dengan isolasi yang memadai (cool- box) menjadi faktor penentu dari efektitas dan efesiensi pemakaian es dalam menjaga mutu ikan. Dalam hal ini Proyek COFISH telah mengadakan beberapa paket pabrik es dan cool-box
di lokasi proyek Agar dapat menggunakan es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat fisik es dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara menghitung keperluan es
dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam cool box. Selain itu juga diperlukan beberapa peralatan bantu minimal termometer (untuk mengukur suhu), meteran (untuk mengukur dimensi), timbangan (untuk mengukur berat).
2.1. Sifat fisik  es
Sifat fisik es penting yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara lain adalah :
- Panas jenis (PJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 ° C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ °C/ kg es
- Panas lebur (PL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es menjadi 1 kg air pada suhu 0 °C, nilainya adalah 80 kalori / kg es.
- PJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar   1 ° C per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air
- Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair.
- Volume jenis (VJ) es, adalah jumlah ruang yang diperlukan untuk menampung 1 kg es. Apabila berat jenis es 0.9,maka volume jenis es (dalam keadaan padat-masif) adalah 1,11 liter (dm 3 ) per kg es.

2.2. Dasar perhitungan kebutuhan es.
Dalam menghitung kebutuhan es untuk kegiatan penanganan ikan, selain sifat fisik es juga harus diketahui kondisi fisik lingkungan, sifat fisik wadah (cool box), sifat fisik ikan dan lama penyimpanan, karena fakta ini diperlukan dalam menghitung jumlah panas (H) yang harus diambil oleh es yang digunakan untuk mendinginkan.  Kondisi fisik lingkungan yang harus diketahui adalah suhu air laut atau media pemeliharaan ikan (untuk memperkirakan suhu ikan yang dipanen), suhu udara, dan suhu air yang digunakan untuk penanganan.
Wadah ikan segar disini adalah meliputi palkah kapal ikan, cool box, maupun box berisolasi dari truk pengangkut ikan. Sifat fisik wadah yang perlu diketahui adalah :
- Dimensi (untuk menghitung luas permukaan, volume dan ketebalan dinding wadah). Untuk mempermudah perhitungan umumnya cukup diperhitungkan ukuran dan ketebalan struktur isolasinya.
- Bahan wadah dan koefisien rambat panas (K) yang dinyatakan dalam kalori/satuan luas (m 2 )/ satuan tebal (cm)/ °C/ jam. Untuk perkiraan beban panas penetrasi cukup memperhitungkan struktur isolasinya saja. Sifat fisik ikan penting yang perlu diketahui untuk keperluan mendinginkannya adalah :
- PJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan komposisi kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah = 0.85-0.90 kalori/ °C/kg..
- VJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan bentuknya dan komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8, oleh karena itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm 3 ) per kg.
Lama penyimpanan perlu diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas dari luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akan diperhitungkan terhadap kebutuhan es harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap dingin.
Koefisien rambat panas (K) beberapa bahan isolator untuk keperluan chilling

Bahan
Nilai K
Polystyrene
0.00275
Styrofoam FR
0.00273
Polyurethane
0.00278
Cork (gabus)
0.00270
Volume Jenis (VJ) dari berbagai bentuk es
Bentuk es
VJ liter (dm3)/ kg
Serpihan (flake )
2.2 - 2.3
Potongan pipa (tube )
1.6 - 2.0
Pecahan balok (crushed block )
1.4 - 1.5
Lempengan (plate )
1.7 - 1.8

2.3. Menghitung kebutuhan es
Urutan menghitung kebutuhan es (berat bukan volume) dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut
- Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap = 0 °C (T0) apabila suhu diluar wadah = Tl :
•Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L
•Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien pindah panasnya = K, maka jumlah penetrasi panas yang masuk kedalam wadah dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1-T0)xK kalori per jam.
•Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80 kg es per jam….. (1)
- Menghitung kapasitas (volume) wadah dan jumlah ikan yang dapat disimpan dalam wadah:
•Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah), dimana produk hasil perikanan segar-basah akan disimpan, misal-nya diperoleh = V1.
•Dengan demikian jika digunakan perbandingan es : ikan = 1: 1, maka volume ikan =0,5 V1 dengan berat = 0,5V1 / VJ ikan = 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es = 0,5V1 dengan berat = 0,5V1 / 1,11 kg………………….(2)
- Menghitung jumlah es untuk mendinginkan (chilling) ikan
dari suhunya saat ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau air tambak) menjadi 0°C (T0) dalam wadah :
•Jumlah panas yang harus dibuang untuk mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x (T2-T0) x PJ ikan = (0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori.
•Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan = {(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85} / 80 kg ……… .(3)
- Jumlah es yang dibutuhkan total = {(1) x jam penyimpanan}
+ (2) + (3) kg.
- Apabila chilling telah dilakukan diluar wadah, sehingga saat ikan dimasukkan suhunya sudah = 0 °C, maka total es yang dibutuhkan untuk penyimpanan akan berkurang menjadi = {(1) x jam penyimpanan} + (2) kg.

3. Penanganan hasil perikanan saat panen
Penanganan hasil perikanan pertama kali dilakukan oleh nelayan ABK kapal ikan saat penangkapan di laut atau diperairan umum, dan oleh petani ikan saat panen di tambak atau di karamba. Berdasarkan pemahaman bahwa mutu hasil perikanan yang terbaik adalah saat di panen, maka cara penanganan pertama adalah sangat penting karena akan menentukan kondisi mutu ikan pada tahapan distribusi lanjutannya.
Cara penanganan yang dipilih umumnya sesuai kondisi yang dikehendaki pasar dengan prinsip yang sama yaitu menjaga mutu ikan agar tetap segar, sehat, aman dan menarik saatdisajikan sehingga harganya mampu bersaing saat dipasarkan dan dapat menguntungkan bagi produsennya. Seperti yang telah dijelaskan terdahulu mengawet hasil perikanan dengan es merupakan cara yang lebih mudah, murah dan terjangkau oleh kondisi para nelayan dan petani ikan saat ini.
Selain itu prinsip penanganan ikan lainnya juga harus dilakukan, yaitu : menjaganya dari benturan atau tekanan fisik yang dapat melukai tubuh ikan atau membuat dagingnya memar, melindungi dari panas sinar matahari langsung dan mencegahnya dari kontaminasi bahan-bahan yang kotor dan berbahaya.
3.1. Diatas kapal ikan
Keberhasilan penanganan ikan diatas kapal untuk menjaga mutunya sangat ditentukan oleh :
- Kesadaran dan pengetahuan semua ABK untuk melaksanakan cara penanganan ikan dengan es secara benar.
- Kelengkapan sarana penyimpanan diatas kapal yang memadai, seperti : palkah atau peti wadah ikan yang berisolasi dengan kapasitas yang cukup sesuai dengan ukuran kapal.
- Kecukupan jumlah es yang dibawa saat berangkat menangkap ikan di laut.
Prinsip penanganan ikan diatas kapal untuk ikan ukuran kecil (kurang dari 10 kg per ekor) :
- Ikan harus segera di es segera setelah dilepas dari alat tangkap dengan mencucinya (dicelup) dalam air laut bersih dan dingin yang telah diberi es.
- Ikan yang telah dicuci, kalau memungkinkan langsung diseleksi menurut jenis-ukuran dan ditempatkan dalam wadah keranjang plastik berkapasitas 30-40 kg ikan per keranjang dan disusun berlapis berselang-seling antara ikan dan es curai (jumlah es : ikan lk = 1:1). Kontruksi keranjang ikan harus sedemikian rupa sehingga saat ditumpuk tidak menekan atau membebani isi keranjang.
- Keranjang dapat disusun dengan ditumpuk didalam palkah, dimana sebelumnya palkah sudah diisi es curai secukupnya sehingga sudah cukup dingin saat ikan dimasukkan kedalamnya.
- Sistim pembuangan air lelehan es harus cukup lancar sehingga mencegah terendamnya ikan oleh air yang kotor.
- Penambahan es selama penyimpanan di palkah dapat dilakukan jika jumlahnya telah berkurang. Waktunya sangat ditentukan oleh kekedapan konstruksi palkah terhadap penetrasi panas dari luar.
- Selama proses penanganan lindungi ikan dari cahaya (panas) matahari langsung maupun benturan fisik yang dapat membuat ikan luka atau memar.
- Hasil tangkapan yang melimpah tidak selalu menguntungkan, usahakan untuk menangkap ikan dari jenis dan ukuran komersial dengan jumlah yang sesuai dengan kapasitas palkah agar semua hasil tangkapan dapat ditangani dengan baik. Mutu ikan yang baik serta jenis-ukuran ikan yang laku di pasar lebih menjamin keuntungan dari pada volume hasil tangkap yang berlebihan.
Prinsip penanganan ikan diatas kapal untuk ikan ukuran besar (kurang dari 10 kg per ekor) :
- Prinsip penanganannya sama dengan ikan ukuran kecil, dengan beberapa perlakuan khusus sebagai berikut ini.
- Ikan-ikan ukuran besar umumnya ditangkap dengan alat pancing dan biasanya masih dalam keadaan hidup saat diangkat dari air, untuk ini ikan harus segera dibunuh dengan memukul kepalanya atau dengan cara lain yang tidak merusak fisik ikan.
- Segera mendinginkannya dengan mencelupkan ikan di bak chilling yang telah diisi air es (dingin) sambil menunggu saat penyiangannya. Suhu air akan selalu terjaga pada suhu 0 °C selama masih ada es.
- Melakukan penyiangan (buang insang dan isi perut, dan untuk ikan-ikan besar juga mengiris sebagian operculum dan membuang sirip) dan membuang darahnya (bleeding). Pembersihan dilakukan dengan mencucinya memakai air dingin yang telah didinginkan dengan es.
- Selanjutnya ikan disusun secara curah bercampur dan berselang seling dengan es curai.
3.2. Saat panen di karamba dan kolam air tawar
Jenis ikan yang dipanen di karamba air laut (kerapu dan lobster) dan di kolam air tawar (mas, gurame, nila, lele dan patin) biasanya dipasarkan dalam keadaan hidup. Karena itu penanganannya saat panen dan selama pengangkutannya harus hati-hati dan memerlukan ruang badan air yang cukup sehingga memakan tempat. Yang perlu diperhatikan saat panen dan pengangkutannya adalah menjaganya dari kerusakan fisik atau cacat akibat benturan dan goncangan. Selain itu selama pengangkutan harus dijaga kesegaran air, kecukupan oksigen dan suhunya (terlindung dari sinar matahari langsung) Untuk pengangkutan lobster hidup telah dapat dilakukan pengemasannya dalam sekam / serbuk gergaji yang didinginkan dengan es.
3.3. Saat panen di tambak
Jenis hasil perikanan yang umum di panen di tambak adalah udang dan ikan bandeng. Pada saat panen udang ditambak biasanya diangkat dari air dengan jaring masih dalam keadaan hidup.
- Setelah dicuci bersih dengan air tambak baru direndam dalam air es untuk proses chilling.
- Setelah cukup dingin dan udang dalam keadaan pingsan, baru dilakukan pengemasan kering dalam cool box berselang-seling es curai-udang dengan lapisan teratas adalah es (perbandingan es : udang lk = 1 : 1). Dan diangkut bersama cool box-nya ketempat pengumpul.
- Ditempat pengumpulan dapat dilakukan sortasi sesuai ukuran dan selanjutnya dikemas basah dalam blong plastik berisolasi dengan perbandingan es (bongkahan) : udang : air dingin = 1 : 1 : 1 dalam pengangkutannya ke pabrik pengolah udang.
Panen bandeng di tambak umumnya dilakukan pada dini hari lepas tengah malam.
- Waktu panen pagi hari dipilih untuk melindungi hasil panen ikan bandeng dari sinar matahari langsung selama ikan diangkat dalam keadaan hidup dari tambak sampai matinya diatas pematang tambak dan pengangkutannya dari tambak ke tempat pengumpulan.
- Hasil panen ditempatkan dalam keranjang rotan atau bamboo berkapasitas lk. 50 kg ikan dan ditutup bagian atasnya untuk dipikul dibawa ketempat pengumpulan.
- Ditempat pengumpulan atau langsung ditempat pelelangan dichilling terlebih dahulu dalam air es.
- Selanjutnya dikemas dengan es sistim kering berseling-seling es-ikan (es : ikan = 1 : 1) dalam cool box untuk disimpan menunggu saat dilelang pagi harinya.