Sunday, April 24, 2016

MENJAGA AGAR TIDAK TERJADI PENURUNAN KUALITAS IKAN

April 24, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan salmon adalah salah satu ikan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Ikan ini juga istimewa karena menyantap ikan-ikan kecil yang memakan rumput laut.
Rumput laut inilah yang mendorong omega 3 yang ampuh mencegah terjadinya penggumpalan darah, menurunkan kolesterol, dan melindungi sel-sel otak dari penyakit penuaan.
Manfaat ikan salmon juga kaya akan kandungan protein dan antioksidan co-anzyme Q 10 untuk mencegah penyakit jantung, depresi, dan mengoptimalkan kerja otak dan penglihatan pada bayi dan anak-anak.
Omega pada salmon ini juga mampu meningkatkan level serotonin, unsur kimia pada otak yang membuat kita merasa senang dan gembira.
Kandungan antioksidan pada ikan salmon akan membuat vitamin C dan E bekerja lebih lama sehingga mampu meningkatkan kesehatan mata dan kulit.
Sumber protein memang terdapat pada ikan salmon yang dibutuhkan untuk membuat seluruh sel, kulit, rambut, mata, otot dan organ-organ lainnya. Kandungan lemak sehat yaitu omega 3 mampu meningkatkan HDL untuk menurunkan efek negatif dari kolesterol LDL.Kemunduran Mutu Ikan
Ikan adalah suatu bahan makanan yang sangat mudah membusuk (perishable food) sesaat setelah ikan tertangkap, ikan akan segera mati, dan akan mengalami perubahan-perubahan / kerusakan – kerusakan yang mengakibatkan pembusukan.
A. Penyebab Ikan Membusuk
Istilah pembusukan meliputi 2 (dua) macam perubahan yang terjadi pada ikan yaitu :
> Hilangnya secara perlahan-lahan ciri / karakter ikan segar yang diinginkan.
> Timbulnya bau yang tidak diinginkan dan rupa maupun tekstur menjadi jelek / tidak menarik.
Secara umum kerusakan – kerusakan ikan dapat digolongkan menjadi :
Kerusakan biologis
Kerusakan enzimatis :
disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi dan serangga;
disebabkan oleh adanya reaksi kimia (oksigen) misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak;
Kerusakan Fisik :
disebabkan oleh kecerobohan dalam handling / processing, misalnya luka-luka memar pada ikan, patah, kering, dan sebagainya.
Diantara kerusakan tersebut, penyebab utama pembusukan ikan, adalah enzim dan bakteri.
Enzim :
Suatu substansi organik yang terdapat didalam tubuh ikan yaitu didalam daging ikan dan isi perut, terutama pada alat-alat pencernaan. Pada waktu ikan masih hidup enzim berfungsi sebagai katalis-biologi yang membantu proses pencernaan makanan. Setelah ikan mati, enzim tersebut akan berbuat sebaliknya yaitu daging ikan yang dicerna.
Bakteri :
Merupakan jasad renik (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan microscope. Pada ikan, bakteri terdapat pada bagian kulit (lender), insang dan pada makanan didalam perutnya. Selama ikan masih hidup, bakteri tidak berpengaruh buruk terhadap ikan. Setelah ikan mati, maka bakteri segera meningkatkan aktifitasnya untuk perkembangan dan menyerang tubuh.
B. Tahap – Tahap Pembusukan
Proses pembusukan ikan berjalan melalui berapa tahap :
Hyperaemia → Terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjarnya didalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan.
Rigor Mortis → Mengejangnya tubuh ikan setelah mati (rigor = kaku; mortis = mati; rigor mortis keadaan kaku setelah mati). Hal ini disebabkan karena otot-otot yang berkontraksi akibat reaksi-reaksi kimia yang dipengaruhi oleh enzim.
Autolysis → Melemasnya kembali tubuh ikan setelah mengalami rigor. Daging menjadi lembek karena kegiatan enzim meningkat. Penguraian daging ikan oleh enzim menghasilkan bahan yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri sudah mulai merusak ikan dengan mengurangi protein daging.
Bacterial Decomposition → Pada tahapan ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang sangat banyak akibat perkembangbiakan yang sangat banyak terjadi fase-fase sebelaumnya. Aksi bakteri itu dimulai pada saat hamper bersamaan dengan tahap autolysis, kemudian berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari kerusakan yang diakibatkan oleh enzim.
C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan Ikan
Dalam setiap operasi penangkapan, ikan yang tertangkap harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya, karena perlakuan ini merupakan langkah pertama yang sangat menentukan mutu ikan dalam proses berikutnya. Ikan yang ditangkap akan segera membusuk, kecepatan pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
a.    Cara penangkapan
Ikan tertangkap dengan payang, pole and line, dan trawl akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan ditangkap dengan gill net, long line, dan sebagainya.
b.   Reaksi ikan menghadapi kematian
Ikan yang keras menghabiskan banyak tenaganya dalam menghadapi kematiannya, lebih cepat busuk daripada ikan yang mati dengan tenang atau cepat.
c.   Jenis dan ukuran ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada setiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimianya; Ikan yang berukuran kecil cepat membusuk dari pada ikan yang berukuran besar.
d.   Keadaan fisik sebelum ditangkap
Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat ditangkap, perut dan dinding perutnya segera diurai oleh enzim isi perut dan akan mengakibatkan perubahan warna; Ikan yang kondisi fisiknya lemah, misalnya ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur, akan lebih cepat membusuk.
e.   Keadaan cuaca
Udara yang panas, suhu air tinggi, laut yang banyak gelombang, akan mempercepat proses pembusukan.
f.    Cara penanganan dan penyimpanan
Jika ikan dalam keadaan rigor diperlakukan dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, dan sebagainya, proses pembusukannya akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat dicegah atau diperlambat jika ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang cukup rendah
D.   Prinsip Mencegah Pembusukan Ikan
Kita telah mengetahui bahwa pembusukan ikan terutama disebabkan oleh enzim dan bakteri. Oleh karena itu untuk mencegah pembusukan, akan sangat efektif bila kedua penyebab utama itu disingkirkan dar ikan, dibunuh, dan dicegah kedatangan penyebab lain yang berasal dari luar. Pembusukan itu sendiri bagaimana pun tidak dapat dicegah atau dihindari. Sampai saat ini manusia baru berhasil untuk memperlambat atau menunda proses pembusukan itu.
E.   Usaha Mencegah Pembusukan Ikan
Usaha terbaik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan terhadap pembusukan adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan
Bakteri terdapat pada bagian kulit dan terutama sekali pada insang dan isi perutnya sedangkan enzim pada daging dan sebagian besar pada perutnya. Jika setelah ditangkap dibuang isi perutnya dan insangnya serta kemudian dicuci bersih, dihilangkan lendir-lendirnya maka berarti sebagian besar bakteri dan enzim telah dibuang.
b.   Membunuh sisa-sisa bakteri dan enzim atau sekurang-kurangnya menghambat kegiatannya
Bakteri yang tertinggal pada ikan dapat diperangi dengan berbagai cara yang pada dasarnya dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori :
·         Penggunaan suhu rendah;
·         Penggunaan suhu tinggi;
·         Pengeringan (dehidrasi);
·         Penggunaan zat-zat anti septic;
·         Penyinaran atau irradiasi.
Untuk dapat hidup lebih baik, bakteri memerlukan suhu tertentu, tergantung dari jenisnya. Ada tiga macam bakteri berdasarkan pertahanannya terhadap suhu seperti pada table berikut :
Jenis Bakteri
Suhu Minimum
Suhu Optimum
Suhu Maksimum
Thermophylic 25 – 45 ⁰ C 50 – 55 ⁰ C 60 – 80 ⁰ C
Mesophylic 5 – 25 ⁰ C 25 – 37 ⁰ C 43 ⁰ C
Psychropylic 0 ⁰ C 14 – 20 ⁰ C 30 ⁰ C
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya akan berhenti kegiatannya bila suhu ikan diturunkan sampai dibawah 0 ⁰ C atau dinaikan sampai diatas 100 ⁰ . Penggunaan suhu rendah kita lakukan dengan menggunakan es atau dengan cara pendinginan lainnya.
Sedangkan suhu tinggi dipakai misalnya dalam pengalengan atau pemindangan. Ikan asin, ikan asap, ikan asam, dan sebagainya akan lebih awet jika disimpan pada suhu rendah.
Air merupakan kebutuhan yang pokok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri selalu menyerap makanannya dalam bentuk larutan, dan untuk itu diperlukan air. Jadi dalam keadaan kering, bakteri tidak akan dapat makan sehingga akan mati. Atas dasar inilah maka ikan dapat diawetkan dengan mengurangi kadar airnya, yaitu dengan cara :
·  Pengeringan dengan udara (drying);
·  Penggunaan Garam (osmose);
·  Pemasakan (perebusan, pengukusan, dan pengetiman);
·  Pengeringan dengan pembekuan pada ruang hampa (vacuum freeze drying).
Beberapa zat kimia seperti asam cuka, klor (kaporit), Aureonmycin, asam benzoate, natrium benzoate, dll, sangat efektif dipakai untuk membunuh kuman bakteri dan menghentikan enzim. Zat-zat tersebut dapat dipakai untuk mengawetkan ikan dalam batas-batas tertentu.
Irradiasi adalah penyinaran ikan dengan sinar-sinar tertentu, misalnya sinar Cobalt-60 yang sangat efektif untuk mematikan bakteri dan menahan kerja enzim.
c.    Melindungi ikan terhadap kontaminasi bakteri dari luar
Pengawetan tidak akan banyak berarti jika ikan yang telah diawetkan tidak dilindungi dari penyebab kerusakan baru yang dating dari luar ikan. Kerusakan ini bermacam-macam pada ikan olahan dan hasil olahannya, antara lain :
·  Pembusukan akibat pencemaran bakteri dari air, pembungkus, dari ikan lain, dan sebagainya;
·  Oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik;
·  Kerusakan-kerusakan fisik karena serangga, jamur, kecerobohan dalam penanganan, dan sebagainya.
Untuk melindungi ikan terhadap kerusakan-kerusakan ini kita harus menyelenggarakan sanitasi dan higienis yang baik dalam proses penanganan, melakukan pembungkusan / pengepakan yang baik, serta usaha-usaha proteksi yang lain.
Gambar : http://2.bp.blogspot.com/-SkWvCJXv8yY/TapN2ADb_9I/AAAAAAAAAs8/p-z23owBZLE/s1600/images.jpg

Wednesday, April 20, 2016

BERBUDIDAYA CACING SUTERA DAN MANFAATNYA

April 20, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di Indonesia cacing sutra dikenal dengan nama cacing rambut yang merupakan cacing kecil seukuran rambut berwarna kemerahan dengan panjang sekitar 1-3 cm. Dewasa ini budidaya ikan semakin berkembang, kebutuhan akan pakan menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian serius dari akuakulturis yang bergerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya adalah pakan alami dan yang paling banyak digunakan maupun diperjual belikan adalah cacing rambut atau cacing sutera.
cacing sutraBagi pembudidaya ikan khususnya yang berkecimpung di bidang pembenihan cacing sutera ini merupakan pakan alami yang sangat dibutuhkan, terutama pada saat kondisi ikan masih sangan kecil yaitu  pada fase awal (larva). Pemberikan pakan alami dengan menggunakan Cacing sutera ini sangat baik karena cacing ini memiliki kandungan nutrisi seperti (protein 57% dan lemak 13%) sehingga untuk pertumbuhan kondisi ikan yang masih kecil dalam bentuk larva ini sangat cocok dan baik mengingat ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, disamping itu harganya lebih murah dibanding artemia.
Pada umumnya para pembudidaya ikan melalui usaha pembenihan ini masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dari parit saluran air yang banyak mengandung bahan organik sisa limbah pasar atau limbah rumah tangga yang mengalir di saluran pembuangan. Permasalahannya adalah cacing sutra di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada saat musim penghujan, dimana pada saat itu kegiatan pembenihan lele/patin/gurame/ikan lainnya banyak dilakukan.
Usaha dengan melakukan Budidaya Cacing sutera sangat baik untuk dilakukan terutama bagi daerah yang berada diluar pulau Jawa seperi Sumatera, Kalimantan atau daerah lainnya yang banyak melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran, tetapi sulit memperoleh cacing sutera, maka budidaya ini perlu menjadi salah satu alternatip dan menjadi solusi yang sudah selayaknya untuk dilakukan.
Cacing sutera ini dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama cacing rambut karena ukurannya memang sangat kecil seukuran rambut dan berwarna kemerahan dengan panjang sekitar 1-3 cm. Hingga sampai saat ini budidaya ikan semakin berkembang dimana mana di seluruh wilyah Indonesia mulai dari pelosok hingga perkotaan, Namun kebutuhan terhadap pakan alami masih menjadi kendala dan merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian secara khusus terutam mereka yang begerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya khususnya pembenihan adalah pakan alami dan yang paling banyak digunakan maupun diperjual belikan adalah cacing rambut atau cacing sutera.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi anda yang memang bergerak dibidang ini perlu melakukanya.
Klasifikasi Cacing Sutra ( Cacing Rambut)
dibawah ini adalah klasifikasi dari cacing sutra :
- Filum        : Annelida
- Kelas        : Oligochaeta
- Ordo        : Haplotaxida
- Famili    : Tubifisidae
- Genus        : Tubifex
- Spesies    : Tubifex sp.
Syarat Hidup Cacing Sutra
Cacing sutera yang dikenal sebagai cacing rambut ini dapat hidup pada subtrat lumpur dengan kedalaman antara 0 – 4 cm. pada prinsipnya Sama dengan hewan air lainnya, namun dalam kehidupannya cacing sutera ini senang dengan air, dan air memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting untuk hidup tumbuh berkembang dengan baik diperlukan kwalitas air yang sesuai yaitu:
1.    pada pH : 5. 5 – 8. 0
2.    Suhu yang baik antara: 25 – 28 c
3.    DO( oksigen terlarut ) : 2, 5 – 7, 0 ppm
4.    Untuk kebutuhan jumlah debit air secukupnya dan tidak terlalu besar mengingat cacing ini sangat kecil.
Cacing sutra tergolong hewan hermaprodit yang berkembang biak melalui telur dengan pembuahan secara eksternal. telur yang dibuahi oleh jantan akan membelah jadi dua sebelum saat menetas.
Langkah Kerja Yang Baik Dalam Teknik Budidaya Cacing Sutra
Persiapan Bibit Cacing Sutra
Bagi anda yang ingin melakukan budidaya ini pengadaannya bibit cacing dapat dibeli di toko ikan hias kalau tidak kita juga bisa mengambilnya dari  alam dengan catatan yaitu bibit cacing tersebut harus di karantinakan terlebih dahulu karena dikhawatirkan bisa membawa bakteri patogen. caranya yaitu Cacing dikarantina 2-3 hari dengan cara dialiri air bersih dengan debit yang kecil dan memiliki kandungan oksigen yang cukup, sehingga dengan sistim ini kondisi kesehatan cacing akan terpelihara dan jauh dari bakteri patogen yang sangat membahayakan bagi ikan yang memakannya.
Persiapan Media Tumbuh Cacing Sutra
Media tumbuh dapat dilakukan dengan cara membuat kubangan lumpur dengan ukuran 1 x 2 meter yang dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Setiap kubangan dibuat petakan petakan kecil ukuran 20 x 20 cm dengan tinggi bedengan atau tanggul 10 cm, antar bedengan diberi lubang dengan diameter 1 cm. Atau wadah budidaya dapat dibuat dari bahan terpal.
Pemupukan
Sama seperti pada budidaya lainnya agar pertumbuhan cacing ini baik dan normal perlu dilakukan pemupukan. caranya yatitu Lahan di pupuk dengan dedak halus atau ampas tahu sebanyak 200 – 250 gr/M2 atau dengan pupuk kandang sebanyak 300 gr/ M2 untuk sumber makanan cacing. Cacing sutra sangat menyukai bahan organik sebagai bahan makanannya.
Cara pembuatan pupuk :
cara yang dilakukan dalam pembuatannya yaitu kita Siapkan kotoran ayam, lalu kotoran tersebut dijemur sekitar 6 jam tujuannya yaitu agar kotoran tersebut itu kering sehingga gas beracun yang ada dalam kotoran yang mungkin berbahaya itu dapat lenyap dan hilang karena menguap.
Sebaiknya Siapkan bakteri EM4 atau fermentor lainnya untuk fermentasi kotoran ayam tersebut. Fermentor ini dapat anda beli dan banyak terdapat di toko Saprodi pertanian, perikanan, dan peternakan.
lalu Aktifkan bakterinya yaitu dengan cara menambahkan ¼ sendok makan gula pasir + 4ml EM4 + dalam 300 ml air setelah itu didiamkan sejenak sekitar kurang lebih 2 jam.
Campur cairan itu ke 10 kg kotoran ayam yang sudah di jemur tadi, aduk hingga rata.
Selanjutnya masukkan ke wadah yang tertutup rapat selama 5 hari maksudnya agar kotoran ayam dapat terfermentasi secara baik dan hasilnya sempurna.
Lakukan Fermentasi
Fermentasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menaikkan kandungan unsur N-organik dan C-organik hingga 2 kali lipat. Caranya adalah lahan direndam dengan air setinggi 5 cm selama 3-4 hari.
Proses Penebaran Bibit
Supaya hasilnya bagus bibit cacing sutera ini ditebarkan secara merata. Diusahakan selama proses budidaya lahan dialiri air dengan debit 2-5 Liter/detik (arus lamban)
Cara Pemeliharaan cacing sutera yang baik.
Budidaya ini bisa saja dilakukan oleh siapa saja namun dengan menggunakan sistim budidaya agar usaha budidaya cacing ini menghasilkan produk yang bermutu dan bagus sehingga jauh dari hama maupun penyakit, dan bebas bakteri patogen maka untuk Lahan perlu ada lahan uji coba.
lahan uji coba berupa kolam tanah/terpal berukuran 8 x 1,5m dengan kedalaman 30 cm.
Dasar kolam uji coba ini hanya diisi dengan sedikit lumpur (gunakan lumpur bebas limbah kimia).
Apabila matahari cukup terik, jemur kolam minimum sehari. Bersamaan dengan itu, kolam dibersihkan dari rumput atau hewan lain yang berpotensi menjadi hama bagi cacing sutra, seperti keong mas atau kijing.
Pipa Air Keluar (Pipa Pengeluaran/Outlet)dicek kekuatannya dan pastikan berfungsi dengan baik.Pipa Pengeluaran ini sebaiknya terbuat dari bahan paralon berdiameter 2 inci dengan panjangsekitar 15 cm.
Usai pengeringan dan penjemuran, usahakan kondisi dasar kolam bebas dari bebatuan danbenda-benda keras lainnya. Hendaknya konstruksi tanah dasar kolam relatif datar atau tidak bergelombang.
Dasar kolam diisi dengan lumpur halus yang berasal dari saluran atau kolam yang dianggap banyak mengandung bahan organik hingga ketebalan dasar lumpur mencapai 10 cm.
Tanah dasar yang sudah ditambahi lumpur diratakan, sehingga benar-benar terlihat rata dantidak terdapat lumpur yang keras.
Untuk memastikannya, gunakan aliran air sebagai pengukur kedataran permukaan lumpur tersebut. Jika kondisinya benar-benar rata, berarti kedalaman air akan terlihat sama di semuabagian.
Masukkan kotoran ayam kering sebanyak tiga karung ukuran kemasan pakan ikan, kemudiansebar secara merata dan selanjutnya bisa diaduk-aduk dengan kaki.
Setelah dianggap datar, genangi kolam tersebut hingga kedalaman air maksimum 5 cm, sesuaipanjang pipa pembuangan.
Pasang atap peneduh untuk mencegah tumbuhnya lumut di kolam.
Kolam yang sudah tergenang air tersebut dibiarkan selama satu minggu agar gas yang dihasilkan dari kotoran ayam hilang. Cirinya, media sudah tidak beraroma busuk lagi.
Tebarkan 0,5 liter gumpalan cacing sutra dengan cara menyiramnya terlebih dahulu di dalambaskom agar gumpalannya buyar.
Cacing sutra yang sudah terurai ini kemudian ditebarkan di kolam budi daya ke seluruhpermukaan kolam secara merata.
Seterusnya atur aliran air dengan pipa paralon berukuran 2/3 inci.
Pakan Cacing Sutra
Karena cacing sutra termasuk makhluk hidup, tentunya cacing sutra tersebut juga membutuhkan makan. Makanannya adalah bahan organik yang bercampur dengan lumpur atau sedimen di dasar perairan. Cara makan cacing sutra adalah dengan cara menelan makanan bersama sedimennya dan karena cacing sutra mempunyai mekanisme yang dapat memisahkan sedimen dan makanan yang mereka butuhkan. Jadi kita juga harus menyediakan makanannya tersebut.
Cara panen yang baik pada Cacing Sutra
waktu diperlukan untuk melakukan panen cacing sutera dalam usaha ini dilakukan setelah budidaya berlangsung beberapa minggu dan berturut-turut bahkan panen bisa dilakukan setiap dua minggu sekali. Cara pemanenan cacing sutera dapat dilakunan dengan menggunakan serok tapi yang bahannya halus/lembut. Cacing sutera yang didapat dan masih bercampur dengan media budidaya dimasukkan kedalam ember atau bak yang diisi air, kira –kira 1 cm diatas media budidaya agar cacing sutera atau cacing rambut naik ke permukaan media budidaya. caranya yatitu Ember ditutup hingga bagian dalam menjadi gelap dan dibiarkan selama enam jam. Setelah enam jam, cacing rambut yang menggerombol diatas media diambil dengan tangan. Dengan cara ini didapat cacing sutera sebanyak 30 – 50 gram/m2 per dua minggu. Kemudian jika anda ingin melakukan sistim panen ini dapatberkesinambungan sebaiknya perlu dirancang sedemikian rupa sehingga panjang parit perlu diatur agar bisa memenuhi keperluan yang diharapkan untuk setiap harinya.
Sumber referensi:
Direktrat Jenderal Perikanan Budidaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Menara 165 Jl. TB Simatupang Kav. 1, Lt. 23, Cilandak - Jakarta Selata

Tuesday, April 19, 2016

CARA PEMBUATAN PAKAN IKAN MANDIRI YANG MURAH DAN BERKUALITAS

April 19, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Untuk mendapatkan beaya produksi yang lebih efelktitif lebih ekonimis maka dikembangkan pembuatan pakan ikan yang mandiri lebih murah dengan bahan-bahan yang ada disekitar kita serta mudah didapat. Pembuatan pakan ikan ini memerlukan ilmu yang tepat dengan campuran bahan yang cukup lengkap.
Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
A. Bahan Hewani
1. Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis) yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan, bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%; lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–3.
Cara pembuatannya:
a) Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
b) Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
c) Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
2. Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni benda yang terapung.
Cara pembuatan:
a) Bahan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas;
b) Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33% (Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa); Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
3. Tepung Kepala Udang
Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses pengolahan udang untuk ekspor. Cara pembuatannya:
a) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan digiling;
b) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar dan banyak mengandung kitin.
Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat= 0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
4. Tepung Anak Ayam
Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur. Cara pembuatan:
a) Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah masak).
b) Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat langsung digunakan.
c) Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%, Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin, dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
5. Tepung Kepompong Ulat Sutra
Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri pemintalan benang sutra alam. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%, Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
6. Ampas Minyak Hati Ikan
Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya. Cara pembuatannya:
a) digunakan sebagai pasta, karena kandungan lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan.
b) Digiling halus sampai bentuknya seperti pellet.
Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%, Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
7. Tepung Darah
Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatannya:
a) darah beku yang masih mentah dimasak dan dikeringkan
b) kemudian digiling menjadi tepung.
Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat= 13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19. Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan untuk udang < 5%.
8. Silase Ikan
Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
Cara pembuatan:
a) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan, kemudian diperas.
b) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang mengapung di lapisan atas disingkirkan.
c) Cairan yang bebas minyak dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk mencegah tumbuhnya bakteri / cendawan dan menambah daya awet ± 3 bulan dengan pH ± 4,5.
d) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3- 4 kali sehari.
e) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1, dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70- 75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
9. Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100 ° C, kemudian dihancurkan hingga menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu pada suhu 60 ° C selama 4 jam, suhu 70 ° C selama 4 jam, dan 100 ° C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang dikeringkan pada suhu 100 ° C, sampai kadar airnya tinggal 5% dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%, Serat=1,80%, Air=5,52%.
10. Tepung Bekicot
Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk campuran makanan sebesar 5-15%.
Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%, Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
11. Tepung Cacing Tanah
Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
12. Tepung Artemia
Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20% dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
13. Telur Ayam dan Itik
Bahan: telur mentah atau telur rbus. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan sampai membentuk emulsi atau suspensi. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%, Air=74%.
14. Susu
Bahan: tepung susu tak berlemak (skim). Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%, Air=3,5%
B. Bahan Nabati
1. Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar. Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%, Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%, Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
2. Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi: Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
3. Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan, sehingga jarang digunakan.
4. Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan. Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi: Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
5. Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%; Abu=0,06%; Air=13,25%.
6. Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%. Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin, dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein: 39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%, Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
7. Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%, Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
8. Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang. Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%, Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai ubah=2,7-4.
9. Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa. Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi: Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat kasar=30,4%, Air=13,35%.
10.  Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya: Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius. Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%, Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.
11.  Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya harus dimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak oleat=22,9%.
12.  Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein, dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%, Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%, Air=11,97 %.
13.  Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja. Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%, Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
14.  Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%, Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
15. Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan, digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%, Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%, Air=14,9%, Nilai ubah=2.
C.  Bahan Tambahan
1.  Vitamin dan Mineral
Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino tertentu.
Contoh-contoh merek dagang:
§  Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2 asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
§  Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe, Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
§  Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4, KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
§  Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
Penggunaannya : Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
2.  Garam Dapur (NaCl)
Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan. Penggunaannya cukup 2%.
3.  Bahan Perekat
Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu, dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka. Penggunaannya cukup 10%.
4.  Antioksidan
Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA (butylated hydroxyanisole).
Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
5.  Ragi dan Ampas Bir
Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat menjadi alkohol dan CO2.
Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%, Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.
Referensi:
Budidaya Perikanan – Pakan Ikan.Teknologi Tepat Gunawarintek – Menteri Negara Riset dan Teknologi . http://www.iptek.net.id/ind/warintek/3d1c1.html

Monday, April 18, 2016

MENGENAL JEMIS IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii)

April 18, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri berbentuk nyaris bundar atau mengarah cembung ke luar, sementara sirip dadanya yang berjumlah sepasang juga berbentuk nyaris bundar. Di kedua sisi tubuhnya terdapat gurat sisi, pola berupa garis tipis yang berawal dari pangkal celah insangnya sampai pangkal sirip ekornya. Kurang lebih ada sekitar 43-48 sisik yang menyusun gurat sisi tersebut. Ikan tambakan diketahui bisa tumbuh hingga ukuran 30 sentimeter. Klasifikasi ilmiah
Kerajaan    : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas        : Actinopterygii
Ordo        : Perciformes
Upaordo    : Anabantoidei
Famili        : Helostomatidae
Genus        : Helostoma
Spesies    : H. temminckii
Nama binomial : Helostoma temminckii
Salah satu ciri khas dari ikan tambakan adalah mulutnya yang memanjang. Karakteristik mulutnya yang menjulur ke depan membantunya mengambil makanan semisal lumut dari tempatnya melekat. Bibirnya diselimuti oleh semacam gigi bertanduk, namun gigi-gigi tersebut tidak ditemukan di bagian mulut lain seperti faring, premaksila, dentary, dan langit-langit mulut. Ikan tambakan juga memiliki tapis insang (gill raker) yang membantunya menyaring partikel-partikel makanan yang masuk bersama dengan air.[3]
Ada dua jenis ikan tambakan berdasarkan warnanya, namun mereka masih termasuk dalam spesies yang sama: ikan tambakan berwarna hijau dan ikan tambakan berwarna pucat atau merah muda. Belakangan, ada juga jenis ikan tambakan yang ukurannya lebih kecil dari ikan tambakan kebanyakan dan bentuknya bundar nyaris menyerupai balon. Variasi genetis ikan tersebut biasa dikenal dengan nama "gurami pencium kerdil" atau "balon merah muda".[4]
Habitat
Ikan tambakan merupakan ikan air tawar yang bersifat bentopelagik (hidup di antara permukaan dan wilayah dalam perairan). Wilayah asli tempatnya tinggal umumnya adalah wilayah perairan tropis yang dangkal, berarus tenang, dan banyak terdapat tanaman air.[1] Pada awalnya ikan tambakan hanya ditemukan di perairan air tawar Asia Tenggara, namun belakangan mereka menyebar ke seluruh wilayah beriklim hangat sebagai binatang introduksi.[4]
Perilaku
Makanan Ikan tambakan adalah ikan omnivora yang mau memakan hampir segala jenis makanan. Makanannya bervariasi, mulai dari lumut, tanaman air, zooplankton, hingga serangga air. Bibirnya yang dilengkapi gigi-gigi kecil membantunya mengambil makanan dari permukaan benda padat semisal batu.[1] Ikan tambakan juga memiliki tapis insang (gill raker) yang membantunya menyaring partikel plankton dari air. Saat sedang mencabut makanan yang menempel di permukaan benda padat memakai mulutnya itulah, ikan ini bagi manusia terlihat seolah-olah sedang "mencium" benda tersebut.[4]
Reproduksi
Ikan tambakan termasuk ikan yang mudah berkembang biak. Di alam liar, dalam waktu kurang dari 15 bulan, populasi minimum mereka sudah bisa bertambah hingga dua kali lipat populasi awalnya. Reproduksi ikan tambakan sendiri terjadi ketika periode musim kawinnya sudah tiba.[4] Di Thailand misalnya, musim kawin ikan tambakan terjadi antara bulan Mei hingga Oktober.
Perkawinan antara kedua ikan tambakan yang berbeda jenis kelamin terjadi di bawah tanaman air yang mengapung. Ikan tambakan betina selanjutnya akan melepaskan telur-telurnya yang kemudian akan mengapung di antara tanaman air. Tidak seperti anggota subordo Anabantoidei lainnya, ikan tambakan tidak membuat sarang maupun menjaga anak-anaknya sehingga anak ikan tambakan yang baru menetas sudah harus mandiri. Sehari setelah pertama kali dilepaskan ke air, telur-telur tersebut akan menetas dan setelah sekitar dua hari, anak-anak ikan tambakan sudah bisa berenang bebas.[4]
Kebiasaan "Mencium"
Ikan tambakan juga dijuluki sebagai "ikan gurami pencium" karena kebiasaannya dalam memakai bibirnya untuk "mencium" benda-benda lain maupun ikan tambakan lainnya. Sebenarnya ikan tambakan tidak bena-benar mencium. Saat sedang mencium benda-benda padat semisal batu, ikan ini sebenarnya sedang menggerogoti makanan yang menempel pada permukaan benda padat tersebut. Ikan tambakan jantan juga saling beradu mulut satu sama lain untuk menegaskan supremasinya atas pejantan lain saat menjaga wilayah kekuasaannya. Perilaku adu bibir ini tidak pernah berakibat fatal, namun di dalam tangkapan, ikan tambakan jantan yang terus menerus kalah usai duel adu bibir bisa mati akibat stress.[5]
Manfaat bagi manusia
Ikan tambakan sudah sejak lama membawa manfaat bagi manusia. Di wilayah aslinya di Asia Tenggara, ikan ini dibudidayakan untuk diambil dagingnya. Ikan tambakan juga biasa dipancing di alam liar. Belakangan, ikan tambakan menjadi salah satu komoditas ikan hias air tawar karena wujud dan perilakunya yang unik.[1] Sebagai dampak dari popularitasnya sebagai ikan hias, sejumlah besar ikan tambakan yang masih berukuran kecil diekspor ke negara-negara lain seperti Jepang, Eropa, Amerika Utara, dan Australia.[1]Hama Pengganggu dan Pemberantasannya
Hama dikenal sebagai pemangsa (predator) merupakan organisme hidup yang bisa terdiri dari hewan air ataupun hewan darat.  Hama yang umum ditemukan antara lain ular air, bulus (kura-kura), biawak, sero (lingsang), kodok dan burung.
Pemberantasan yang paling efektif yaitu dengan cara mekanik atau dengan membunuhnya secara langsung bila kebetulan ditemukan dilokasi.  Cara lain yaitu dengan memasang perangkap (ranjau) bagi jenis hama tertentu serta memasang umpan yang telah dicampur dengan racun.
Selain hama, terdapat pula sekelompok hewan yang dapat digolongkan kedalam insekta air.  Kelompok hewan ini banyak ditemukan pada areal pembenihan dan pendederan ikan, terutama menyerang serta memangsa telur dan benih ikan yang masih kecil.  Berikut diantara insekta air yang sering ditemukan pada kolam pembenihan atau pendederan ikan tambakan.
a.      Kini-kini
Kini-kini hidup dibawah permukaan air, berasal dari capung (ordonata).  Kemampuan menangkap dan memakan mangsanya sangat tinggi dalam waktu yang sangat singkat.  Cara memangsannya mula-mula ikan ditangkap kemudian menghisap darah dan memakan mangsanya dengan cara bertahap.
Pemberantasan
•      Menghalangi capung agar tidak  bertelur  dipermukaan air
•      Mengurangi padat penebaran
b.      Ucrit
Ucrit (peupeundeuyan) merupakan larva dari Cybister atau kumbang air.  Bentuknya memanjang seperti ulat, berwarna kehijauan, panjangnya 3-5 cm.  Mula-mula ikan ditangkap dan dilumpuhkan dengan ujung ekor yang bercabang dua dan tajam.  Ikan digenggam erat, mangsanya dimakan bagian demi bagian dengan cara digigit.
Pencegahan
•    Gunakan sistem filter pada kolam pembenihan maupun kolam pendederean
•    Hindari penebaran ikan pada kolam yang digenangi lebih dari satu minggu
•    Padat penebaran jangan terlalu tinggi
•    Gunakan sumber air yang kira-kira tidak mengandung bibit parasit dan hama
c.       Notonekta
Bentuk maupun ukuran badan notonekta (bebeasan) persis seperti butiran beras dan seluruh dari bawah badannya (perut) berwarna putih.  Hewan ini membunuh mangsanya dengan alat penusuk sekaligus berfungsi sebagai alat penghisap cairan tubuh ikan yang diserang.
Pencegahan
Pemasangan saringan pada pintu pemasukan air.
Pemberantasan
•    Percikan minyak tanah keseluruh permukaan air kolan sebanyak 0,5 l/50 m2 luas permukaan air
•    Penyemprotan kolam menggunakan insektisida dengan dosis 0,5-1,0 ml/m2 air dan biarkan selama 24 jam.
Parasit Penyebab dan Pemberantasannya  
Penyakit ikan mudah sekali ditularkan dari satu ikan terhadap ikan lainya melalui kulit, insang, dan terutama melalui air sebagai media hidup ikan.  Penurunan produksi dapat diakibatkan oleh adanya wabah penyakit, hama dan pengganggu.  Penyebab penurunan produksi harus
dikendalikan dan diberantas hingga tuntas tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.
Adapun jenis penyakit yang menyerang ikan tambakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini berikut  pengendalian dan pemberantasannya.
abel 1. Penyakit dan gejala
NO    PENYAKIT    SIKLUS HIDUP    GEJALA-GEJALA
1.    Lerneae Sp
    Secara sepintas menyerupai cacing yang menempel pada ikan dan termasuk udang kelas rendah dengan tiga stadium, yaitu : Nauplius, Cepepodid, Cyplopodid. Pada stadium dewasa bagian kepala berbentuk jangkar yang biasanya menghajam kedalam daging ikan, sedang pada bagian posteriornya terdapat dua kantung telur.    •         Adanya binatang renik mirip cacing pada sekujur badannya termasuk sisik dan matanya.
•         Luka-luka dan  pendarahan pada sekujur badan yang ditempeli parasit ini.
•         Ikan yang terserang Lerneae  kurus karena parasit ini menghisap cairan dalam tubuh ikan.
NO    PENYAKIT    SIKLUS HIDUP    GEJALA-GEJALA
2.    Argulus    
Bentuk Argulus bulat pipih dan hidup dengan menghisap darah ikan dan dapat berpindah-pindah dari satu ikan ke ikan yang lain. Organ yang diserang parasit ini adalah permukaan perut, sisik, dan biasanya menimbulkan pendarahan pada permukaan kulit ikan.  Argulus juga dapat menularkan penyakit-penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri dan virus.    •        
19 Terlihat  iritasi berat, berenang tidak normal dengan kecepatan tinggi.
•         Ikan biasanya menggosok-gosokan badannya pada benda-benda keras,
•         mengkonsumsi pakan berkurang sehingga pertumbuhannya menurun karena sel-sel darah dimakan oleh kutu. 
3.    Saprolegnia Sp & Achlya    Keduanya memiliki bentuk hampir sama menyerupai benang-benang yang halus. Perbedaannya Sparogia dari Spralorogenia terbentuk dalam hypae sedangkan Sparogia dari Achlya terjadi diujung-ujung hypae.    Bila telah terkena inveksi dan tidak segera diobati maka ikan akan menjadi kurus dan akhirnya mati. Karena celium cendawan ini dapat menerobos bagian dalam dan lalu masuk ke otot daging bahkan sampai ketulang-tulang ikan.
4.    Ichtyopthirius multifilis
Seluruh tubuhnya diselimuti oleh bulu-bulu halus (cilia) yang dapat digunakan untuk berenang mencari inangnya dengan sebuah nucleus yang bentuknya seperti kacang tanah.    •         Banyak mengeluarkan lendir
•         Terlihat bintik putih pada sirip/ kulit/ insang
•         Sering terdapat pada permukaan air
•         Pertumbuhannya terlambat dan warnanya pucat
Tabel 2. Penyakit, pencegahan dan penanggulangannya
NO    PENYAKIT    PENCEGAHAN    PENGOBATAN    TREATMEN ALAMI
1.    Lerneae S
    Pembuatan filter pada pemasukan air
    Pencelupan dalam larutan Formalin 25 ml/100 lt air selama 10-15 menit, dan pengobatan ini harus dilakukan 2-3 kali dengan selang waktu 2-3 hari sampai ikan benar-benar terbebas dari Lernaea.    Perendaman dengan menggunakan ekstrak daun sirih atau mahkota dewa. Karena kedua jenis itu mempunyai khasiat anti bakteri dan anti septic.
2.    Argulus inducus    Pengeringan kolam selama 2-3 hari, pengeringan kolam dapat menggunakan CaCo3 dengan dosis 25 kg / ha dan biarkan selama 3 minggu.
    -Secara Mekanis
Ikan yang terkena infeksi  Argulusnya dapat diambil dengan pinset.
-Secara kimia
Dengan metoda perendaman, menggunakan :
•         Lysol 1:500 ml selama 15 detik
•         DDT 1:1000 ml selama15 detik
Kemudian ikan dimasukan kedalam bak yang berisi air bersih dan mengalir.
Dengan metoda dimandikan, menggunakan :
•              Diberikan ekstrak daun sirih ke dalam kolam untuk membunuh protozoa tersebut.
3.    Saprolegnia Sp & Achlya    Malacithe Green 0,5 ppm untuk pengangkutan telur-telur dan benih-benih ikan, sedangkan di dalam kolam dapat melakukan penyemprotan kedalam kolam yang terserang cendawan 3 kali ulangan interval 3 hari sekali.
    •         Perendaman dalam larutan Malacithe Green 1:200.000 selama 1½ jam
•         Potassium Permanganate 1:100.000 selama 1½ jam
•         Potassium Bichormate 1 : 25.000 selama 1 minggu    Diberikan ekstrak daun sirih yang berfungsi mengobati luka serta membunuh jamur-jamur yang menyerang.
4.    Ichtyopthirius multifilis
    Ikan-ikan yang baru datang dari luar dikarantinakan terlebih dahulu didalam air mengalir selama 3 minggu.
Kolam yang akan ditebari ikan harus dikeringkan terlabih dahulu selama3 hari.
Pemberian kapur CaCO3nyak 12 ½ kg/ are. Peremdaman dalam NaCl 25 % 10-15 menit    Dilakukan perendaman menggunakan ekstrak sambiloto. Hal ini untuk membunuh parasit tsb karena bersifat anti bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Daelami, D.  2002.  Agar Ikan Sehat.  Penebar Swadaya.  Jakarta
Hardjamulia, A. 1978. Budidaya. Departemen Pertanian Badan Pendidikan dan oenyuluhan Pertanian. SUPM Bogor
Kusumah, H. 1985. Penyakit dan Hama Ikan. Departemen Pertanian Badan pendidikan, Latihan dan penyuluh Pertanian. SUPM Bogor
Susanto, H.  1990.  Budidaya Ikan di Pekarangan. Peenebar Swadaya. Jakarta
Yusmaningsih J. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Tambakan Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Sunday, April 17, 2016

BUDIDAYA IKAN KAKAP

April 17, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Klasifikasi  dan Morfologi
Klasifikasi A. virescens Valenciennes, 1830 menurut Saanin (1968 dan 1984) adalah sebagai berikut:
Filum      : Chordata
Sub filum  : Vertebrata
Kelas      : Pisces
Sub kelas  : Teleostei
Ordo       : Percomorphi
Sub ordo   : Percoidea
Divisi     : Perciformes
Family     : Lutjanidae
Spesies    :Aprion virescens
Sinonim    :Mesoprion m
icrochir, Sparopsis elongates, Sparopsis latifrons, Aprion konekonis
Nama umum        : Green jobfish
Nama lokal       : Kurisi Bali (Indonesia), Gunturu(Makasar), Panakol bedug (Palabuhanratu)
Nama dagang      : Gray Snappers (USA), Uku (Hawai), Aochibiki (Jepang), Vivaneau job (Perancis), Pargo verde (Spanyol).
A. virescens memiliki cirri khusus sirip dada yang pendek, membundar dan sepanjang hidung (Saanin, 1984). Badannya memanjang, kokoh, moncong di bawah lubang hidung dengan alur horizontal, rahang atas dan rahang bawah hamper sama. Rahang atas tidak bersisik, selaput sirip punggung dan sirip dubur tanpa sisik. Terdapat lingkar gigi pada kedua rahang, memiliki gigi taring yang terdapat di depan. Maxilla tanpa sisik dan memanjang vertical melalui garis tepi yang licin. Lengkungan insang pertama berkisar 7-11 buah melekat pada bagian atas dan pada oto bagian bawah 11-15 buah dengan total kisaran 18-26 buah. Sirip punggung keras dan sirip punggung lemah bersambung tetapi terdapat sedikit lekukan yang tidak terlalu dalam. Sirip ekor bercabang dua berbentuk forked (bercagak). Sirip punggung dengan jari-jari keras berkisar 10-2 buah, jari-jari sirip punggung lemah berkisar 6-10 buah, sirip dada berkisar 15-17 buah dan garis rusuk (linea lateralis) berjumlah 50-53 buah. Badan berwarna hijau gelap atau biru abu-abu, sirip-sripnya kuning atau ungu (Allen,2001)
A.virencens hidup menyendiri atau soliter.Makanannya berupa ikan-ikan kecil, udang, kepiting, plankton dan chepalapoda. Ikan ini tersebar pada daerah Indo Pasifik yang meliputi Afrika Timur, Kepulauan Hawai, utara Jepang, selatan Australia, dan Afrika Selatan (Allen,2001). Myers (1999) in Haight (2005) melaporkan A.virescens di Hawai mendiami perairan pada kedalaman 3-180 meter pada substrat yang keras dengan struktur yang kompleks. Haight (1989) in Haight (2005) melaporkan bahwa sebagian besar CPUE untuk A.virescens di Hawai terjadi pada kedalaman 50-100 m sedangkan di perairan barat Indonesia melalui servey kapal-kapal penelitian Bawal Putih 2 dan Jurong pada tahun 1974-1979, sebagian besar A.virescens tertangkap pada kedalaman 20-100 m (Pauly dan Martosubroto, 1996).
Reproduksi
Reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup ikan, yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin keberlangsungan hidupnya (Nikolsky, 1963). Dalam biologi perikanan, analisis siklus hidup
yang berhubungan dengan reproduksi terutama difokuskan pada ikan betina karena produksi keturunan (telur) pada ikan betina sangat terbatas dibandingkan produksi sperma pada ikan jantan (Helfman et al., 1997 in Murua et al.,2003).
Pola reproduksi ikan-ikan laut dalam diperkirakan berlangsung sepanjang tahun berdasarkan stabilitas fisika dan  kimia perairan laut dalam. Waktu dan durasi dari punca pemijahan dan kematangan umur berbeda dengan berbedanya spesies, daerah distribusi masing-masing spesies dan kedalaman dari masing-masing  spesies. Reproduksi musiman pada ikan-ikan di laut dalam tidak dikontrol oleh cahaya dan temperature sebagaimana pada ikan-ikan di perairan yang lebih dangkal tetapi dikontrol oleh ketersediaan makanan, penenggelaman bahan organic, arus laut dalam dan migrasi vertical (Rotllant et al., 2002).
Parameter lingkungan yang konstan sepanjang tahun, diharapkan membuat reproduksi mengikuti suatu pola berkala.Rokop (1974) in Nybakken (1988) melaporkan reproduksi berbagai peghuni dasar laut dalam berlangung konstn sepanjang tahun tanpa adanya puncak musiman.Sedangkan di bagian mesopelagik (perairan tengah) seperti habitat A.virescens, daur reproduksi ikan-ikan terjadi secara musiman misalnya di musim semi dan musim panas.Dilaporkan, ikan kakap memijah pada waktu malam hari dekat perairan terbuka dan bersamaan dengan waktu pasang purnama atau bulan penuh dan dilakukan dalam keadaan dimana kecepatan arus angin minimum (Grimes, 1987 in Herianti dan Djamal, 1993).
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan bulat putih memanjang dengan sirip punggung dapat mencapai 20 cm. Umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-giginya halus. Ikan kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi.Bagian punggung warnanya mendekati keabuan, putih perak bagian bawah dan dengan sirip-sirip berwarna abu-abu gelap.Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea.Ikan kakap merah hidup di perairan pantai, muara sungai,
teluk, dan air payau (Ditjen Perikanan 1990).
Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin 1968) adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Subkelas          : Teleostei
bOrdo              : Percomorphi
Subordo          : Percoidea
Famili              : Lutjanidae
Genus              : Lutjanus
Spesies            : Lutjanus sp.
Kapsul
Kata kapsul berasal dari bahasa Latin yaitu capsula, yang berarti kotak kecil,sedangkan pada pemakaian bahasa Inggris digunakan untuk banyak objek yang berbeda, mulai dari bunga(flowers) hingga pesawat luar angkasa (spacecraft). Kata tersebut dalam farmasi digunakan untuk mendeskripsikan edible package yang terbuat dari gelatin atau material lain yang sesuai yang kemudian diisi dengan obat untuk menghasilkan satuan dosis tertentu, biasanya untuk dimakan.Tipe kapsul ada dua yaitu ‘keras’ dan ‘lunak’; yang terdiri dari dua bagian untuk jenis keras, dan satu bagian untuk jenis lunak. Kapsul keras terdiri dari dua bagian: bagian yang lebih pendek disebut ‘cap’, dan bagian yang lebih panjang disebut ‘body’ (Aulton 2002).
Kapsul kosong dijual berdasarkan ukuran. Kapsul yang biasa digunakan untuk manusia berkisar dari ukuran 0 yang terbesar sampai ukuran 5 yang terkecil. Ukuran 00 kadang-kadang diperlukan karena volume bahan pengisi besar, tetapi ukuran ini tidak dipergunakan secara komersial. Tingkat kelembaban yang bervariasi dapat mempengaruhi perubahan ukuran kapsul sampai batas tertentu. Tabel 3 memberikan perkiraan volume bahan yang mungkin dikandung oleh kapsul, sekaligus dengan berat serbuk yang dapat masuk pada ukuran-ukuran tersebut. Berat serbuk yang tertera hanya berupa perkiraan, dan bervariasi dengan tekanan yang digunakan pada pengisian, atau tipe peralatan yang digunakan pada mesin pengisi (Lachman et al.1994).
Ikan kakap merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok menempati karang, tandes atau rumpon Bentuk tubuhnyanya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung.Di bawah perut juga
terdapat sirip.Di bagian dekat anal juga terdapat sirip analnya.Sebagai ikan penguasa karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk mengkoyak mangsanya.Karakternya dalam menyergap mangsanya, ikan kakap biasanya bersembunyi di balik karang atau rumpon dan mengambil lokasi tepat di muka arus. Ketika ada makanan apa saja yang hanyut langsung disergapnya untuk mengisi perutnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasanya selalu berada paling depan untuk memburu makanan, sedangan yang ukuran sedang memilih ‘sisa-sisa’ setelah yang besar puas makan. Maka janganlah heran bila memancing ikan kakap merah, bila pertama kali pancingan putus, ikan kakap yang besar akan kabur dan panik lantas diikuti dengan kawan ikan yang lebih kecil untuk bersembunyi. Kejadian ini oleh mania mancing sering disebut dengan cara guyonan si kakap manggil ‘kodim’ alias ‘komandan distrik-nya’ untuk kabur.Karakternya yang suka menyergap mangsa dari balik batu karang tempat persembunyiannya lalu kembali bersembunyi itulah, membuat ada ungkapan
peribahasa soal penjahat kelas kakap, alias memangsanya tidak tanggung-tanggung. Ikan kembung, como, tembang, cumi utuh bisa dicaploknya sekaligus. Cara makannya pun tergolong unik.Ikan ini tidak menyergap namun menghisap dengan mulut lebarnya.
KAKAP CUBERA
NAMA LAIN         : Cubera Snapper, Cuban Snapper, Cuban Dog, Snapper
JENIS             : Lutjanus Cyanopterus
UKURAN            : Rata-rata 15-25 kg, dapat mencapai 50 kg lebih
REKOR DUNIA       : 121 pounds
KARAKTER          : Petarun
g sejati yang memanfaatkan ukuran dan kekuatannya serta semua rintangan yang ada disekitarnya demi keuntungan untuk perlawanannya.
KAKAP MERAH
NAMA LAIN             : Red Snapper, North American, Genuine Red, Pargo Colorado
JENIS                 : Lutjanus Campechanus
UKURAN                : Rata-rata 4-10 kg, dapat mencapai 20 kg lebih
REKOR DUNIA        : 50 pounds
KARAKTER              : Ikan petarung yang gigih dengan menggunakan kekuatannya, taktik dengan menggoyangkan kepalanya daripada berenang terus menerus.

KAKAP DOMBA
NAMA LAIN             : Mutton Snapper, Muttonfish, Reef King, Pargo
JENIS                 : Lutjanus Analis
UKURAN                : Rata-rata 2,5-7,5 kg, dapat mencapai 15 kg lebih
REKOR DUNIA        : 28 pounds
KARAKTER              : Jenis ini merupakan petarung yang kuat dikedalam-an, dan dapat menampilkan pesonanya di tempat dangkal atau melarikan diri dipermukaan, lalu turun dengan terus menerus untuk kemudian bertahan dengan memanfaatkan kekuatan dan sisi lebar tubuhnya.

KAKAP ANJING
NAMA LAIN             : Dog Snapper, Yellow Snapper, Jocu
JENIS                 : Lutjanus Jocu
UKURAN                : Rata-rata 1-7, 5 kg, dapat mencapai 15 kg lebih
REKOR DUNIA        : 24 pounds
KARAKTER              : Petarung yang kuat.
KAKAP BATU
NAMA LAIN             : Gray Snapper, Mangrove Snapper, Black Snapper, Mango, Caballerote
JENIS                 : Lutjanus Griseus
UKURAN                : Rata-rata 1-3 kg, dapat mencapai 10 kg lebih
REKOR DUNIA        : 17 pounds
KARAKTER              : Ketika terpancing, Kakap Batu akan melarikan diri dengan cepat, lalu melakukan pertarungan yang hebat hingga ke sisi perahu.

KAKAP SUTERA

NAMA LAIN             : Silk Snapper, Yelloweye
JENIS                         : Lutjanus Vivanus
UKURAN                  : Rata-rata 1,5-2,5 kg, berat maximum tidak diketahui
REKOR DUNIA        : 18 pounds

KARAKTER              : Tidak ada pertarungan yang dapat diharapkan, berkat kedalaman laut dan piranti yang tidak sesuai yang biasanya digunakan.



JENAHA
NAMA LAIN             : Lane Snapper,Spot Snapper,Cady Snapper,Biajaiba
JENIS                         : Lutjanus Synagris
UKURAN                  : Rata-rata 0,5 kg, dapat mencapai 2,5 kg
REKOR DUNIA        : 7 pounds
KARAKTER              : Sambarannya a

gresif pada umpan alami maupun tiruan, jenis ini asyik untuk dipancing namun bukanlah petarung yang istimewa, apalagi jika dilihat ukurannya yang kecil.

KAKAP RATU
NAMA LAIN             : Queen Snapper
JENIS                         : Etelis Oculatus
UKURAN                  : Rata-rata 1,5-2,5 kg, berat maximum tidak diketahui
REKOR DUNIA        : 11 pounds
KARAKTER              : Tidak ada pertarungan yang dapat diharapkan, berkat kedalaman laut dan piranti yang tidak sesuai yang biasanya digunakan.

KAKAP SIRIP HITAM
NAMA LAIN             : Black Snapper, Blackspot, Bahamas Red Snapper
JENIS                         : Lutjanus Buccanella
UKURAN                  : Rata-rata 1,5-2 kg, dapat mencapai 5 kg
REKOR DUNIA        : 7 pounds
KARAKTER              : Petarung yang kuat seperti jensi Kakap lainnya.

EKOR KUNING (Wakung Sawo)
NAMA LAIN             : Yellowtail Snapper, Flag, Tail, Rabirubia
JENIS                         : Ocyurus Chrysurus
UKURAN                  : Rata-rata 0,5-1,5 kg, dapat mencapai 4 kg
REKOR DUNIA        : 8 pounds
KARAKTER              : Petarung yang seru untuk kelas piranti yang berimbang dengan berat ikan, dan merupakan yang terbaik diantara ikan-ikan karang lainnya. Karena kebanyakan terpancing dekat permukaan, jenis ini biasanya akan melarikan diri dengan kuatnya. Ekor Kuning sangat ahli dalam hal memutuskan tali pancing pada pinggir tebing karang, atau pada karang yang menjulang tinggi.
KAKAP VERMILLION
NAMA LAIN             : Vermillion Snapper, Beeliner, Mingo, Cajon
JENIS                 : Rhomboplites Aurorubens
UKURAN                  : Rata-rata dibawah 0,5 kg, bisa mencapai 2,5 kg
REKOR DUNIA        : 7 pounds
KARAKTER              : Bukan gamefish. Kebanyakan terpancing oleh piranti besar pada kedalaman dan bukan merupakan kombinasi yang imbang untuk ikan sekecil ini.
SCHOOL MASTER
NAMA LAIN             : Barred Snapper, Caji
JENIS                         : Lutjanus Apodus
UKURAN                  : Rata-rata dibawah 0,5 kg, bisa mencapai 3-3,5 kg

REKOR DUNIA        : 4 pounds
KARAKTER              : Setara dengan jenis Kakap lainnya untuk ukuran yang sama.
TANDA-TANDA
NAMA LAIN             : Mahogany Snapper, Ojonco
JENIS                         : Lutjanus Mahogoni
UKURAN                  : Hingga 1,5 kg
REKOR DUNIA        : Tidak ada
KARAKTER              : Cukup baik sep

erti halnya Kakap kecil lain.

BUDIDAYA KAKAP

Kakap putih
Indonesia memiliki potensi sumber dayaperairan yang cukup besar untuk usahabudidaya ikan, namun usaha budidaya ikankakap belu
m banyak berkembang, sedangkandi beberapa negara seperti: Malaysia,Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikankakap dalam jaring apung (floating net cage)di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih(Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenaldengan nama seabass/Baramundi merupakanjenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis,baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsidalam negeri maupun ekspor. Produksi ikankakap di indonesia sebagian besar masihdihasilkan daripenangkapan di laut, dan hanya beberapasaja diantarannya yang telah di hasilkan dariusah pemeliharaan (budidaya). Salah satufaktor selama ini yang menghambatperkembangan usaha budidaya ikan kakap diIndonesia adalah masih sulitnya pengadaanbenih secara kontinyu dalam jumlah yangcukup.Untuk mengatasi masalah benih, BalaiBudidaya Laut Lampung bekerja sama denganFAO/UNDP melalui Seafarming DevelopmentProject INS/81/008 d
alam upaya untukmemproduksi benih kakap putih secaramassal. Pada bulan April 1987 kakap putihtelah berhasil dipijahkan ddengan rangsanganhormon, namun demikian belum diikuti dengankeberhasilan dalam pemeliharaan larva. Barupada awal 1989 kakap putih denga
n suksestelah dapat dipelihara larvanya secara massaldi hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalamupaya pengembangan budidaya ikan kakapputih di indonesia, telah dikeluarkan PaketTeknologi Budidaya Kakap Putih di KarambaJaring Apung melalui rekomendasi DitjenPerikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yangdilanjutkan dengan Pembuatan PetunjukTeknis Paket Teknologi. Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyaitoleransi yang cukup besar terhadap kadargaram (Euryhaline) dan merupakan ikankatadromous (dibesarkan di air tawar dankawin di air laut). Sifat-sifat inilah yangmenyebabkan ikan kakap putih dapatdibudidayakan di laut, tambak maupun airtawar. Pada beberapa daerah di Indonesiaikan kakap putih dikenal dengan beberapanama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik(Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong(Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca(Sulawesi). Ikan kakap put
ih termasuk dalamfamili Ce
ntroponidae, secara lengkaptaksonominya adalah sebagai berikut:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer
(Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
 Badan memanjang, gepeng dan batang siripekor lebar.
    Pada waktu masih burayak (umur 1 ~
      bulan)warnanya gelap dan setelah menjadigelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanyaterang dengan bagian punggung berwarnacoklat kebiru-biruan yang selanjutnyaberubah menjadi keabu-abuan dengan siripberwarna abu-abu gelap.
    Mata berwarna merah cemerlang.
    Mulut lebar, sedikit serong dengan geligihalus.
    Bagian atas penutup insang terdapat lubangkuping bergerigi.
    Sirip punggung berjari-jari keras 3 danlema
    h 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekorbulat.



Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:

    Badan memanjang, gepeng dan batang siripekor lebar.
    .Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan)warnanya gelap dan setelah menjadigelondongan (umur 3 ~ 5 b
    ulan) warnanyaterang dengan bagian punggung berwarnacoklat kebiru-biruan yang s
    elanjutnyaberubah menjadi keabu-abuan dengan siripberwarna abu-abu gelap.
    Mata berwarna merah cemerlang.
    Mulut lebar, sedikit serong dengan geligihalus.
    Bagian atas penutup insang terdapat lubangkuping bergerigi.
    Sirip punggung berjari-jari keras 3 danlemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekorbulat.
PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebihdahulu diadakan pemilihan lokasi. Pemilihanlokasi yang tepat akan menentukankeberhasilan usaha budidaya ikan kakapputih. Secara umum lokasi yang baik untukkegiatan usaha budidya ikan di laut adalahdaerah perairan teluk, lagoon dan perairanpantai yang terletak diantara dua buah pulau(selat). Beberapa persyaratan teknis yangharus di penuhi untuk lokasi budidaya ikankakap putih di laut adalah:
    Perairan pantai/ laut yang terlindung dariangin dan gelombang
    Kedalaman air yang baik untuk
     pertumbuhanikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
    Pergerakan air yang cukup baik d
    engankecepatan arus 20-40 cm/detik.
    Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
    Benih mudah diperoleh.
    Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
    Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.

SARANA DAN ALAT BUDIDAYA

    Sarana dan Alat

Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya

    dilakukan dalam keramba jaring apung(floating net cage) dengan metodaoperasional secara mono kultur. Secara garis

besar keramba jaring apung terdiri daribeberapa bagian yaitu:

1. Jaring

Jaring terbuat dari bahan:Jaring PE 210 D/18 dengan ukuranlebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjagajangan sampai ada ikan peliharaan yang loloskeluar.Ukuran: 3x 3 m x 3 m, 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan2 jaring cadangan)

2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsisebagai tempat peletakan kurungan.Bahan: Bambu atau kayuUkuran: 8 m x 8 m

3. Pelampung: Pelampung berpu

    ngsi untukmengapungkan seluruh sarana budidaya atau

barang lain yang diperlukan untukkepentingan pengelolaanJenis: Drum (Volume 120 liter)Jumlah: 9 buah.

4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidakbergeser dari tempatnya akibat pengaruh

angin, gelombang digunakan jangkar.Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg). Jumlah 4 buah. Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dala

    m air

5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75gram/ekor

6. Pakan yang digunakan: ikan rucah

7. Perahu : Jukung

8. Peralatan lain : ember,serok ikan,keranjang, gunting dll

2.   Konstruksi wadah pemeliharaan

Perakitan karamba jaring bisa dilakukan didarat dengan terlebih dahulu dilakukanpembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkanditempatkan di lokasi budidaya yang telahdirentukan dan agartetap pada tempatnya (tidak terbawa arus)diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apungapa yang telah dibuat berbentuk bujursangkar pada kerangka rakit dengan caramengikat keempat sudut kerangka. Untuk membuat jaring agar berbentukbujur sangkar, maka pada sudutbagian bawah jaring diberi pemberat. JaringBerbentuk Bujur SangkarUntuk dapatmengikat bambu/kayu dengan mudah dapat.
OPERASIONAL BUDIDAYA
Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atauhatchery, selanjutnya dipelikara dalamkurungan yang telah
disiapkan. Penebaranbenih ke dalam karamba/jaring apungdilakukan pada kegiatan sore hari denganadaptasi terlebih dahulu. Padat penebaranyang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volumeair. Pemberian pakan dilakukan 2 kali seharipada pagi dan sore hari dengan takaranpakan 8-10% botol total badan perhari. Jenispakan yang diberikan adalah ikan rucah(trash fish). Konversi pakan yang digunakanadlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kgdaging diperlukan pakan 6 kg. Selama periodepemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukanpembersihan kotoran yang menempel padajaring, yang disebabkan oleh teritif, algae,kerang-kerangan dll. Penempelan organismesangat menggangu pertukaran air danmenyebabkan kurungan bertambah berat.Pembersihan kotoran dilakukan secaraperiodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukansecara berkala atau bisa juga tergantungkepada banyak sedikitnya organisme yangmenempel. Penempelan oleh algae dapatditanggulangi dengan memasukkan beberapaekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalamkurungan agar dapat memakan algaetersebut. Pembersihan kurungan dapatdilakukan dengan cara menyikat ataumenyemprot dengan air bertekanan tinggi.Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring,pengelolaan terhadap ikan peliharaan jugatermasuk kegiatan pemeliharaan yang harusdilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolanterhadap ikan peliharaan secara berkala,guna untuk menghindari sifat kanibalismeatau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itujuga untuk menghindari terjadinyapertumbuhan yang tidak seragam karenaadanya persaingan dalam mendapatkanmakanan. Penggolongan ukuran (grading)harus dilakukan bila dari hasil pengontrolanterlihat ukuran ikan yang tidak seragam.Dalam melakukan pengontrolan, perludih
    indari jangan sampai terjadi stress.
    Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaransampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekordiperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkatkelulusan hidup/survival rate sebesar 90%akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budida
ya. Pemanenan dilakukandengan cara mengangkat jaring keluar rakit,kemudian dilakukan
penyerokan.    Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerangikan-ikan yang dibudidayakan di laut sepertiikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikankakap putih ini termasuk diantara jenis-jenisikan teleostei. Ikan jenis ini sering kalidiserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antaralain adalah, kurang nafsu makan, kelainantingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.Tindakan yang dapat dilakukan dalammengantisipasi penyakit ini adalah:

1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikandan menggantinya dengan jenis yang lain;

2. memisahkan ikan yang terserang penyakit,serta mengurangi kepadatan;

3. memberikan obat sesuai dengan dosis yangtelah ditentukan.

Saturday, April 16, 2016

RESPON KEMATANGAN GONAD INDUK PATIN SIAM (Pangasius Hypopthalmus)

April 16, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan patin siam merupakan salah satu spesies ikan introduksi yang memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena ikan patin siam memiliki keunggulan antara lain laju pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi, dapat diproduksi secara massal dan memiliki harga jual yang tinggi dan rasa daging yang digemari oleh masyarakat (Susanto dan Amri, 2001).
Untuk memenuhi permintaan ikan patin yang terus meningkat, maka dilakukan pengelolaan induk. Salah satu tujuan dari pengelolaan induk adalah untuk mendapatkan benih yang berkualitas dalam kuantitas yang memadai. Permasalahan dalam pengelolaan induk ikan patin siam adalah rendahnya derajat tetas telur yang diakibatkan karena tidak sesuainya kualitas pakan induk yang diberikan (Yulfiperius, et al., 2003). Untuk mendapatkan benih yang cukup dan bermutu baik salah satu caranya adalah dengan memperbaiki kualitas telur melalui perbaikan kualitas pakan yang diberikan.
Komposisi pakan yang baik dapat mempercepat perkembangan gonad dan fekunditas ikan (Halver, 1976). Kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan mempengaruhi proses reproduksi ikan terutama menyangkut lama waktu pemijahan dan kualitas telur yang dihasilkan. Kendala utama dalam perbaikan kualitas pakan adalah besarnya alokasi biaya untuk pengadaan pakan sekitar 60-70% dari komponen biaya produksi. Hal ini disebabkan karena bahan baku pembuat pakan yakni tepung ikan merupakan bahan baku impor. Hal ini menjadi sebuah masalah tersendiri dalam budidaya ikan yang dapat berdampak pada menurunnya pendapatan para pembudidaya ikan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi adalah dengan cara mencari bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai campuran pakan buatan, bahan pakan alternatif tersebut harus mengandung kadar nutrisi yang tinggi dan mudah didapat, yaitu dengan menambahkan bahan pakan alami dalam pakan induk. Pakan alami sangat dibutuhkan untuk pengembangan ikan secara menyeluruh, terutama pada saat atau menjelang pemijahan, karena kebutuhan asam amino esensial dan asam lemak esensial dapat dipenuhi oleh pakan alami (Axelrod et al., 1983).
Salah satu pakan alami yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah tepung cacing tanah. Cacing tanah dikenal sebagai umpan dalam kegiatan pemancingan ikan (Chumaidi, 2005). Cacing tanah memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 61,47%, kadar lemak kasar 9,28%, dan karbohidrat 12%. Selain itu, cacing tanah juga mengandung tokoferol dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat digunakan untuk memacu proses reproduksi ikan (www.o-fish.com).
Pemberian kombinasi tepung ikan dan tepung cacing tanah untuk memacu proses reproduksi pada ikan perlu diteliti lebih lanjut. Selain dapat memberikan informasi tentang manfaat tepung cacing tanah terhadap proses reproduksi ikan, sekaligus dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif induk patin siam (Pangasius hypopthalmus).
METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 di Loka Riset Perikanan Air Tawar Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Obyek penelitian ini adalah ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang diberi pakan dari pelet dengan bahan baku campuran tepung cacing tanah.
Metode yang digunakan adalah model eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari empat perlakuan yaitu: a) perlakuan kontrol yaitu perlakuan tanpa penambahan tepung cacing tanah; b) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 10% dari total formulasi bahan pakan; c) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 20% dari total formulasi bahan pakan; dan d) penambahan tepung cacing tanah sebanyak 30% dari total formulasi bahan pakan. Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak empat kali.
Parameter Yang Diamati
Tingkat Kematangan Gonad dan ukuran telur: Tingkat kematangan gonad dapat diketahui dengan cara mengamati ciri-ciri dari organ seksual induk ikan patin siam betina dengan menggunakan metode kanulasi (Effendi, 1997) dan pengukuran diameter telur dilakukan di bawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer. Ukuran telur ditentukan dengan mengambil contoh telur minimal sebanyak 100 butir telur yang diletakkan di atas obyek glass dan diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer (Effendi, 1978).
Pemberian Pakan Uji: Induk ikan patin siam betina diberi pakan dalam bentuk pelet tenggelam. Pakan kontrol dan pakan uji diformulasikan berdasarkan kadar protein yang dibutuhkan oleh ikan patin siam yaitu pelet dengan kadar protein sebesar ± 38%. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul  16.00 WIB sebanyak 1% perhari dari bobot tubuh total induk.
Penentuan Hewan Uji: Hewan uji yang digunakan adalah induk betina ikan patin siam yang berumur ± 2 tahun dengan bobot ± 2 kilogram yang diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Kabupaten Subang Jawa Barat. Jumlah induk betina yang digunakan sebanyak 16 ekor. Jumlah induk dalam perlakuan digunakan sebagai ulangan. Induk ikan patin siam jantan yang digunakan berumur ± 1 tahun dengan bobot ± 2 kilogram sebanyak 16 ekor.
Seleksi Induk: Induk yang digunakan dalam penelitian adalah induk-induk yang telah di grading berdasarkan tingkat kematangan gonad yang sama. Dasar yang digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad adalah berdasarkan pertimbangan morfologi yaitu warna dan perkembangan diameter telur. Induk-induk sebelum dilakukan penelitian diletakkan di dalam jaring sesuai dengan perlakuan. Setiap induk betina ikan patin siam diberi tagging agar mudah dalam memantau perkembangan tingkat kematangan gonadnya. Pengamatan perkembangan tingkat matang gonad induk betina ikan dapat dilakukan dua minggu sekali dengan cara diperiksa secara morfologi dan dengan menggunakan metode kanulasi. Selain dengan cara kanulasi, perkembangan tingkat kematangan gonad juga dapat dipantau dengan cara mengukur diameter sampel telur di bawah mikroskop binokuler.
Pemijahan: Induk disuntik pada bagian belakang sirip punggung sebelah kiri dengan menggunakan jarum suntik steril. Dosis hormon HCG  yang disuntikkan sebanyak 500 IU/kg induk ikan patin siam betina. Setelah 24 jam, selanjutnya induk betina disuntik dengan menggunakan ovaprim.  Induk disuntik pada bagian belakang sirip punggung sebelah kanan dengan menggunakan jarum suntik steril. Dosis hormon ovaprim yang disuntikkan sebanyak 0,5 ml/kg induk ikan patin siam betina. Setelah disuntik, ikan patin siam betina dicacat nomor tagging (tanda) yang telah disuntikkan ke dalam tubuhnya. Induk patin siam betina yang telah disuntik, dikembalikan ke dalam jaring. Kurang lebih setelah 10 jam dari waktu penyuntikan kedua, dilakukan stripping yaitu mengurut bagian perut dari depan ke arah lubang kelamin untuk mengeluarkan telur.
Telur yang diperoleh ditampung ke dalam baki plastik. Sedangkan sperma yang diperoleh ditampung di dalam mangkok. Kemudian sperma ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan NaCl dan sperma sebesar 4:1. Kemudian diaduk dengan menggunakan bulu ayam selama 1-2 menit. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan sperma yang sudah diencerkan ke dalam telur, Perbandingan induk jantan dan betina adalah 1:1. Selanjutnya sperma yang telah dicampur dengan telur, diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai merata selama ± 3 menit, kemudian telur ditebar pada corong penetasan.
Pemeliharaan Larva: Pemeliharaan larva dilakukan di toples pemeliharaan. Larva yang berumur 30 jam sampai dengan umur dua hari, larva diberi pakan nauplii artemia. Naupli artemia diberikan setiap dua jam sekali.
Analisis Data: Data dianalisis dengan menggunakan analisis komparatif dan analisis asosiatif. Analisis komparatif dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan apabila F hitung lebih besar daripada F tabel, maka dilanjutkan dengan uji LSD. 
HASIL
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad pada awal penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan gonad induk patin siam betina berada pada tingkat kematangan gonad (TKG) I yang bercirikan rata-rata diameter telur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,1 – 0,2 mm. Perkembangan diameter telur yang diambil dan diukur sebagai indikator kematangan seksual pada ikan patin siam, yang diamati tingkat kematangan gonad setiap dua minggu sekali sekali, menghasilkan keragaman yang jelas.
Respons tingkat kematangan gonad induk patin betina penambahan tepung cacing tanah dalam pakan yang diberikan dapat dilihat dari kecepatan perkembangan tingkat kematangan gonad pada setiap perlakuan yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan Diameter Telur Perperiode Sampling pada Setiap Perlakuan
Hasil pengamatan menunjukkan keragaman respons sintasan larva terhadap penambahan tepung cacing tanah dalam pakan uji yang diberikan (Gambar 2).
Gambar 2. Nilai Rata-rata Sintasan Larva Ikan Patin Siam
Nilai rata-rata sintasan larva ikan patin siam tertinggi terdapat pada perlakuan pakan yang diberi penambahan cacing tanah sebesar 10% yaitu sebesar 59,57% kemudian diikuti oleh perlakuan pakan yang diberi penambahan cacing tanah sebesar 20%, 30% dan kontrol yang berturut-turut sebesar 59,45%, 59,4% dan 56,58%. Sintasan larva memberikan respons yang signifikan atas tingkat penambahan tepung cacing (Tabel 1).
Tabel 1. Respons Sintasan Larva
Penambahan Tepung Cacing Tanah (%)
   

   
Rata-rata
Kontrol (0%)
   
56.58a
   

10%
   
59.57b
   

20%
   
59.45b
   

30%
   
59.4b
   

Keterangan:  Notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%.
Berdasarkan pada Tabel 1. tampak bahwa sintasan larva dipengaruhi jumlah penambahan tepung cacing tanah. Pakan dengan penambahan tepung cacing tanah sebesar 10% menghasilkan sintasan larva yang tidak berbeda dengan penambahan tepung sebanyak 20% dan 30%, begitu pula dengan pakan dengan penambahan tepung cacing tanah sebesar 20% menghasilkan sintasan larva yang tidak berbeda dengan penambahan tepung sebanyak 30%. Terdapat hubungan kuadratik antara jumlah penambahan tepung cacing dengan sintasan larva yang ditunjukan dengan persamaan Y = -0,008X2 + 0,335X + 56,814 dengan nilai R2 sebesar  0,622 (Gambar 3). Berdasarkan model di atas, titik maksimal sintasan larva 60,32% diperoleh pada penambahan tepung cacing optimal sebesar 21%. Nilai duga titik optimum ini tidak jauh berbeda dengan nilai dugaan sementara pada 20%.

Gambar 3.  Hubungan antara Sintasan Larva dengan Penambahan Tepung Cacing Tanah
Pengukuran kualitas air pada penelitian ini meliputi pengukuran suhu, pH, DO dan kadar ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap seminggu sekali selama penelitian berlangsung. Kisaran parameter kualitas air di kolam pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran Parameter Kualitas Air di Kolam Pemeliharaan
Nomor
   
Keterangan
   
Parameter Kualitas Air
   

   

Suhu ( 0C)      pH
   
DO
(mg/L)
   
Amonia **  ( mg/L)
1.
   
Kisaran yang terukur waktu penelitian
   
6,11
28,4 – 31,3           –
7,95
   
4,1 – 7,91
   
0,05
2.
   
Kisaran yang disarankan*
   
25-30     6,0-8,0
   
>4
   
0,02
Keterangan      : **  Sunarma (2007)
             ** = data tidak berupa kisaran
PEMBAHASAN
Tingkat Kematangan Gonad dan Ukuran Telur
Perlakuan yang diberi penambahan tepung cacing menghasilkan proses pematangan gonad yang lebih cepat bila dibandingkan dengan yang tidak diberi penambahan tepung cacing. Pada periode sampling yang ketiga dan keempat (Gambar 1.) jumlah sel telur rata-rata yang ada pada diameter ukuran 0,6-0,8 (TKG III) maupun diameter 0,9-1,1 mm (TKG IV) pada perlakuan pakan yang diberi penambahan tepung cacing tanah sebesar 10%, 20% dan 30% lebih banyak dibandingkan jumlah sel telur rata-rata pada perlakuan kontrol.
Perbedaan kecepatan perkembangan diameter telur ini diduga disebabkan karena adanya perbedaan kandungan Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) pada pakan uji yang diberikan. Penambahan tepung cacing tanah meningkatkan kandungan HUFA pada pakan uji serta menyebabkan perkembangan diameter telur pada ketiga perlakuan ini menjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Selain itu, kadar protein juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan diameter telur ikan patin siam.
Izqueirdo et al., (2001) menyatakan bahwa HUFA berperan secara langsung maupun tidak langsung proses pematangan gonad dan proses steroidogenesis. Kadar HUFA pada telur gilthead seabream akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar n-3 HUFA pada pakan yang diberikan, terutama peningkatan 18:3Ω-3, 18:4Ω-3 dan 20:5Ω-3 (EPA, asam eicopentaenoik) (Fernandez-Palacios et al.,1995).
Pakan dengan kadar protein yang rendah mempengaruhi komposisi protein pada induk yang kemudian digunakan oleh tubuh sebagai cadangan untuk pembentukan dan pematangan gonad (Gunasekera et al., 1996; Al Hafedh, et al.,1999). Minissery et al.,(2001) melaporkan bahwa tingkat pemberian protein akan berpengaruh terhadap ukuran diameter telur pada common carp.
Selama pengamatan diameter telur, masih banyak telur dengan diameter yang tidak seragam. Hal ini yang menyebabkan minimnya jumlah induk yang dapat berovulasi.
Ketidakseragaman diameter telur ini diduga terkait dengan perkembangan gonad yang kurang optimal. Hal ini disebabkan karena energi dari pakan yang dikonsumsi yang dialokasikan untuk kegiatan reproduksi tidak dapat terserap secara maksimal. Faktor yang mempengaruhi penyerapan energi dari pakan yang dikonsumsi adalah faktor pakan dan lingkungan perairan. Penambahan tepung cacing dalam pakan uji menyebabkan kadar abu yang terukur menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan pakan kontrol. Tingginya kadar abu ini diduga akan menyebabkan terjadinya penurunan penyerapan energi dari pakan yang diberikan (Badruzzaman, 1995).
Selain itu, beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyerapan energi dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan patin siam antara lain kadar amoniak. Kadar amoniak yang melebihi kadar yang dapat ditoleransi oleh induk ikan patin akan menyebabkan penurunan nafsu makan induk ikan patin siam (Sari, 2009). Selama penelitian, kadar amoniak yang terukur di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang melebihi ambang batas yang dapat ditoleransi oleh ikan patin siam, yaitu sebesar 0,05 mg/L sedangkan kadar amoniak di perairan yang dapat ditoleransi oleh patin adalah sekitar 0,02 mg/L.
Menurunnya nafsu makan pada ikan patin siam mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Bila jumlah pakan yang dikonsumsi berkurang, maka alokasi energi untuk kegiatan reproduksi ikan juga berkurang. Lebih jauh berkurangnya alokasi energi untuk kegiatan reproduksi berdampak pada perkembangan gonad ikan patin siam.
Sintasan Larva
Faktor yang mempengaruhi sintasan larva adalah kualitas telur yang dihasilkan. Menurut Laven dan Sorgeloos (1991) ada dua senyawa yang dinilai penting untuk perkembangan larva yaitu Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) dan Vitamin C. Soliman et al. (1986) mengemukakan bahwa vitamin C dalam ransum yang diterima oleh induk dapat ditransfer ke telur, dan disiapkan untuk perkembangan embrio. Vitamin C yang ditransfer dari induk ke material telur berperan dalam mendukung perkembangan embrio (Sandnes, 1991). Selama perkembangan embrio, kandungan vitamin C telur cepat menurun (Sato, Yoshinaka, Kuroshima, Marimoto, dan Ikeda, 1987).
Selama  perkembangan embrio kandungan vitamin C telur cepat menurun (Sato, Yoshinaka, Kuroshima, Marimoto, dan Ikeda, 1987). Ketersediaan vitamin C pada stadium awal ini sangat bergantung pada ransum yang diterima oleh induk. Larva yang berhasil ditetaskan akan bergantung pada cadangan yolksack yang ada sampai memasuki tahap membuka mulut ketika mulai memakan pakan yang berasal dari luar (Watanabe dan Kiron, 1994) dan kemudian larva akan terlepas dari beberapa komponen kimia pada telur (Watanabe et al., 1984c; Verakunpiriya et al., 1996; Bell et al., 1997; Vassallo-Agius et al.,1998; Almansa et al., 1999). Larva ikan patin berkembang setiap saat, mulai dari organ hingga sifat-sifatnya termasuk sifat makannya.
Setelah menetas, organ tubuh larva belum sempurna. Pada saat itu larva tidak makan, tetapi akan menghabiskan kuning telur sebagai makanan cadangannya. Proses ini berlangsung selama kurang lebih dua hari. Habisnya yolksack yang terdapat pada embrio tergantung dari suhu pada saat pemeliharaan. Pada saat cadangan yolksack yang menempel pada embrio habis, embrio akan berada pada fase peralihan makanan dari yolksack ke pakan alami. Pada fase ini, merupakan fase kritis dalam pemeliharan embrio. Embrio banyak mengalami kematian akibat perubahan pola makan ini.
Ikan patin siam tidak mampu mensintesis vitamin C sehingga untuk mempertahankan metabolisme sel, vitamin C mutlak harus diperoleh dari luar tubuh (Faster dalam Sandnes, 1991) yaitu dari penambahan vitamin C dalam pakan yang diberikan. Ketidakmampuan ikan mensintesis vitamin C disebabkan karena tidak adanya enzim L-gulunolakton oksidase yang berperanan penting dalam konversi L-gulunolakton ke bentuk 2-keto-L-gulunolakton sebagai tahap akhir dalam sintesis vitamin C (Chaterje dalam Soliman et al.,1986). Selain itu, vitamin C merupakan senyawa yang labil terhadap panas dan mudah teroksidasi oleh udara (Halver, 1988). Selama proses pembuatan pakan dan perendaman di air, kandungan vitamin C pakan dapat berkurang, bergantung pada tipe vitamin C dan perekat makanan yang digunakan (Sandnes, 1991).
Faktor lain yang mempengaruhi sintasan larva adalah kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor krusial dalam pemeliharaan larva. Kondisi lingkungan yang memegang peranan penting adalah suhu. Pada saat pemeliharaan larva, kisaran suhu yang terukur berkisar antara 28-300C. Kisaran ini sesuai dengan kisaran yang dianjurkan pada saat pemeliharaan larva (Sunarma, 2007).
Kualitas Air
Parameter suhu yang terukur, kisaran suhu di atas kisaran suhu yang disarankan untuk budidaya ikan patin siam. Hal ini diduga disebabkan karena musim kemarau yang berlangsung pada saat pelaksanaan penelitian. Kisaran pH dan DO yang terukur di kolam penelitian masih dalam kisaran yang disarankan. Kadar amoniak yang terukur, nilainya melebihi ambang batas yang disarankan. Hal ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh pemberian pakan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang mengendap di kolam pemeliharaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian pakan dengan kandungan cacing tanah berbeda pada pakan uji induk ikan patin siam menghasilkan respons reproduktif yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian cacing tanah. Pemberian pakan dengan kandungan cacing tanah optimal sebesar 21% menghasilkan respons sintasan larva yang maksimal sebesar 60,32%.
Saran
Penggunaan tepung cacing tanah sebagai bahan pakan dengan penambahan sebanyak 21% dapat dilakukan untuk meningkatkan respons reproduktif induk ikan patin siam dengan sintasan yang maksimal. Perlu penelitian lanjutan tentang penggunaan penggunaan tepung cacing tanah sebagai bahan pakan yang dapat merangsang proses reproduksi ikan patin pada skala indoor.
Serta perlu penelitian yang bertujuan untuk mengurangi kadar abu di dalam tepung cacing tanah.
Hasil karya ilmiah dan telah di publikasikan oleh :
ROMI SUSANTI DAN ARIF MAYUDIN
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak  Jl. Ahmad Yani Pontianak 78124
DAFTAR PUSTAKA
Alava V.R., A. Kanazawa, S. Thesima dan S. Koshio. 1993. Effects Of Dietary Vitamin A, E, And C On The Ovarian Development Of Penaeus Japonicus. Nippon Suisan Gakkaishi. 59 (7): 1235-1241.
Axelrod, H. R., C. Emmens, W. Burges, N. Pronek, G. Axelrod. 1983. Exotic Tropical Fishes
(Expanded Edition). T.F.H. Publications, Inc. 211 West Sylvania Aveneu, Neptune City. 1302p.
Badruzzaman, Z. D. 1995. Pemberian Tepung Cacing Tanah sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Performansi Itik Tegal. Skripsi.
Effendi, M. I. 1978. Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 112p.
Fernandez-Palacios H., Izquierdo, M., Robaina, L., Valencia, A., Salhi, M., D. Montero. 1997. The Effect of Dietary Protein and Lipid From Squid and Fish Meals on Eggs Quality of Broodstock for Gilthead Seabream (Sparus aurata). Aquaculture 148, 233-246.
Ginzburg, A. S. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermy. Israel Program for Scientific Translation, Jerusalem. 366pl.
Halver, J. E. 1976. Fish Nutrition. London and New York: Academic Press. 713p.
Izquierdo. M. S, Fernandez-Palacios H., Tacon, A.G.J. 2001. Effect of Broodstock Nutrition on Reproductive Performance of Fish. Elsivier.
Sadness K., Ulgenes, Y., Braekkan, O.R., F. Utne. 1984. The Effect of Ascorbic Acid Supplementation in Broodstock Feed on Reproduction of Rainbow Trout (Salmo gairdneri). Aquaculture 43, 167-177.
Sunarma, A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Sukabumi: BBPBAT.
Susanto dan Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture. JICA Textbook The General Aquaculture Course. Kanagawa International Fisheries Training Center, Japan International Agency.
Watanabe T., Fujimura, T., Lee, M.J., Fukusho, K., Satoh, S., T. Takeuchi. 1991b. Effect of Polar and Nonpolar Lipids from Krill on Quality of Eggs of Red Seabream Pagrus major. Nippon Suisan Gakkaishi 57 (4), 695-698.
Yulfiperius, Ing Mokoginta, dan D. Jusadi. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E dalam Pakan terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypothalmus). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, Volume 3 Nomor 1, Juni 2003.