Sunday, November 30, 2014

Penyebab Timbulnya Hama Dan Teknik Pengendalian Hama Ikan

November 30, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Lingkungan budidaya yang tertata baik belumlah cukup untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya, karena organisme hama dapat masuk melalui berbagai media seperti air, manusia dan peralatan budidaya.  Sikap pelaku budidaya untuk tidak membuang hama ikan yang sudah mati misalnya ke lingkungan, mensucihamakan peralatan yang akan digunakan serta mengolah limbah sebelum dibuang ke lingkungan adalah hal-hal yang belum sepenuhnya dilakukan secara benar.
            Untuk itu perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan atau kualitas air, penggunaan alat-alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan ikan dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.  
Keberadaan hama ikan di areal  budidaya dapat disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan dilakukannya usaha budidaya ikan, baik pembenihan, pendederan, maupun pembesaran, akan dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi kolam) meliputi proses pengapuran, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit ikan.  Salah satu tujuan pengapuran adalah membunuh bakteri patogen dan organisme hama (eradikasi).  Jika tahapan pemberantasan hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka hama ikan akan bebas hidup dan tumbuh bersama benih ikan yang dibudidayakan, sehingga hama akan menyerang dan menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya, dapat menimbulkan kematian pada ikan yang dibudidayakan. 2. Konstruksi Wadah 
Konstruksi wadah dapat memicu timbulnya hama ikan.  Wadah budidaya yang bersifat terbuka (outdoor) seperti kolam memudahkan hama untuk masuk, seperti melalui pematang, saluran air, pintu masuk air (inlet), atau melalui permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir kolam.  Sedangkan wadah yang bersifat tertutup, seperti akuarium dan hatchery cukup aman dari serangan hama, tetapi si pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada akan keberadaan hama ikan.
3.  Letak Wadah Budidaya
 Wadah budidaya yang berdekatan dengan tempat hidup hama, seperti di luar ruangan, atau tanpa atap, dekat dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke dalam kolam/wadah budidaya.  Contohnya linsang, hal ini dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di dalam kolam, sehingga mereka akan menyerang ikan budidaya.
Keberadaan hama juga dapat masuk bersama-sama dengan tanaman air yang digunakan di wadah budidaya baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan budidaya lainnya.  Untuk itu kebersihan tanaman air harus selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air bersih atau direndam dalam PK (Kalium Permanganat) bila diperlukan.  
Hama ikan sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya.  Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya kegiatan tersebut biasanya dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan ikan dilakukan di ruangan / areal tertutup.
 Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting kegiatan budidaya terutama untuk golongan predator, kompetitor dan segala  jenis hewan perusak. Untuk mengendalikan hama ikan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu pencegahan dan penanggulangan.  Pemberantasan hama dapat dikelompokkan menjadi  2 (dua) cara yaitu :
1.      Mekanis : dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama dengan menggunakan peralatan mekanis seperti jala, jaring, pancing, parang, tombak, dan cangkul. Dalam kondisi serangan hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama.  Sementara itu tindakan pengendalian hama di tambak dilakukan dengan cara seperti :
-          Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan secara total agar semua organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat membantu memperbaiki struktur tanah.
-          Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika terdapat lubang dapat dilakukan penyumbatan.  Cara lain adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik.
-          Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting dan ular.  Cara ini sangat efektif jika dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
-          Air yang ke dalam tambak harus disaring terlebih dahulu, misalnya dengan ijuk atau dengan saringan yang berukuran halus agar hewan-hewan liar tidak dapat masuk ke dalam petakan tambak.
2.      Kimia : menggunakan bahan kimia untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah pestisida organik seperti saponin dan akar tuba.  Dalam keadaan biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan kecil seperti lintah.  
Jika cara fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap harus hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan.  Cara kimiawi lebih menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
Secara detail, beberapa tehnik pengendalian hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
1.      Pengendalian Burung  :  dengan melakukan pengawasan terhadap unit-unit usaha pembenihan (kolam pendederan atau bak benih).  Atau dengan melakukan pengusiran jika melihat kehadiran burung,  membuat penghalang dari bambu dan diberi rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam ikan. Atau  dengan menyingkirkan ranting/dahan pohon mati di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat bertengger burung predator ikan.
2.      Pengendalian Labi-labi : cara mudah adalah dengan menangkap labi-labi dengan serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan kolam, tempat pembenihan dan sekitarnya seperti di lingkungan luar kolam sebagai lokasi persembunyian labi-labi,  walaupun tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan labi-labi di lingkungan budidaya.  Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan patokan untuk keberadaan labi-labi adalah tidak adanya bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling terhadap populasi ikan mengalami penurunan, air kolam menjadi keruh karena labilabi menyelam ke dalam lumpur.
3.      Pengendalian Kodok  : ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan sarana perkolaman, pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur kodok.  
4.      Pengendalian Ular  :  dengan cara menangkap langsung atau dengan cara pemberian pagar sehingga ular tidak dapat masuk ke area perkolaman.
5.      Pengendalian Biawak :  dengan cara menangkap menggunakan jerat atau kail yang dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak.  
6.      Pengendalian Lingsang/Sero :  dengan cara memasang rintangan berupa ranting bambu di kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang yang kuat.  Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di bagian-bagian tertentu sangat efektif juga untuk mencegah keberadaan lingsang.  
7.      Pengendalian Kepiting  :  dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan membunuh atau menangkapi kepiting di luar dan di lubang-lubang tanggul.  Atau dengan cara menaburkan sekam padi ke dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan keluar dan pindah ke tempat lain.
8.      Pengendalian Belut :  dengan cara menangkap menggunakan tangan kosong atau alat khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi umpan ikan kecil/anak kodok atau dengan bubu yang sudah diberi umpan dan dibenamkan ke dalam lumpur pada sore hari.  Ada juga yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh belut pada saat pengeringan kolam.  
9.      Pengendalian Ikan Gabus : dengan cara memasang saringan dari ijuk pada saluran pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak ikan dan ikan gabus dewasa tidak ikut masuk ke kolam bersama aliran air.  Atau dengan cara menangkapnya menggunakan pancing yang sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok.  Pada saat pengolahan lahan untuk mencegah masuknya gabus ke kolam, dasar kolam harus benar-benar kering sampai retak-retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi ikan gabus untuk dapat bertahan hidup.
10.  Pengendalian Kini-kini/Capung :  dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan kimiawi.  Secara mekanis adalah dengan cara mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva capung melalui kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak ataupun perdu.  Sedangkan secara biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan terhadap benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan kini-kini artinya dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini dan kelebihan jenis ikan tertentu.  Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan sebagai alternatif akhir karena menggunakan pestisida/insektisida.  
11.  Pengendalian Ucrit/Larva Cybister :  dengan cara menghindari bahan organik yang menumpuk di sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam.  Penangkapan dengan jumlah banyak dapat dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser.  Pemberantasan ucrit dapat dilakukan dengan penyemprotan bahan kimia, walaupun ini merupakan solusi akhir jika populasi ucrit sulit diberantas secara mekanis.  Bahan kimia yang umumnya digunakan adalah minyak tanah, yang disemprotkan di permukaan air kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak dapat mengambil oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit.  
12.  Pengendalian Notonecta/Bebeasan :  dengan cara memasang saringan berupa filter dari bahan kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air untuk mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air.  Pemberantasan dianjurkan menggunakan minyak tanah dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air sebanyak 500 cc/100 m2  luas permukaan kolam.  Notonecta akan mati karena stigma atau alat pernafasannya kemasukan minyak tanah.  Yang perlu diingat adalah pada saat pemberian minyak tanah, agar mendapatkan hasil yang efektif maka pintu air masuk dan keluar harus ditutup.

Penanganan hama yang paling baik adalah melalui pencegahan di mana hama dicegah untuk bisa masuk dan berkembang di dalam wadah produksi.  Pencegahan dilakukan pada saat dilakukannya persiapan wadah budidaya, melalui proses pengeringan dasar kolam yang baik dan pemberian zat-zat beracun, baik racun alami  seperti saponin, akar tuba, maupun racun buatan seperti brestan.  Pencegahan lainnya melalui pemasangan saringan pada pintu pemasukan air (inlet) dan pembuatan/pemasangan pagar pengaman, penutupan wadah dengan jaring.  Penggunaan perangkap tertentu sering memberikan hasil positif terhadap upaya mengatasi serangan hama pada ikan yang dibudidayakan.  









BAB II
PENYAKIT IKAN


A. Penyebab Timbulnya Penyakit

Kenapa ikan sakit?  Pertanyaan ini muncul ketika kita menemukan kejadian yang berbeda dari kondisi ikan yang sehat.  Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal yang menakutkan bagi petani.  Karena hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih sampai dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan berganti dengan kerugian jika ikan terkena penyakit.  Penyakit ikan terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau berkembang biak.  Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh ikan. 
             Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit.  Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit.  Jika pertahanan tubuh inang lemah dan patogen yang terdapat dalam tubuh inang banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan mendukung untuk meningkatkan ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan muncul karena patogen tidak dapat berkembang biak.
 Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan
penyakit pada ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen tersebut di atas.  Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan di kolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam.  Sebagai contoh, serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp. pada usaha budidaya air tawar di tahun 1980-an yang telah menimbulkan kematian puluhan ton ikan air tawar di Jawa Barat (Rukyani, dkk. 1996). Kasus serangan penyakit yang terbaru adalah timbulnya penyakit Koi Herves Virus (KHV) yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan Ikan mas di Pulau Jawa pada tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan kolam, sehingga keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu.  Infeksi KHV yang bermula terjadi di Pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan Kalimantan Selatan.  Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah menyerang ikan mas pada kegiatan budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya larangan untuk mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan karantina ikan.
             Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit (yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan dalam diagram Venn pada Gambar 5 di bawah ini.
    Gambar 5. Hubungan antara parasit, ikan (host) dan faktor lingkungan terhadap proses                       terjadinya penyakit.

Inang dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : umur dan ukuran, jenis, daya tahan tubuh dan status kesehatan ikan.
Pada kondisi normal, ketiga faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu menjaga keseimbangan.  Ikan yang kita budidayakan akan memanfaatkan makanan yang berasal dari makanan yang bermutu, sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi dalam rangka melanjutkan keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan lingkungan sekitarnya dengan baik.  Terjadinya serangan penyakit pada ikan merupakan akibat adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor di atas.  Jasad patogen biasanya akan menimbulkan gangguan sehingga terjadi perubahan pada kondisi lingkungan yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh ikan (ikan menjadi stress).  Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat menyerang pada semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk.  Penyakit yang biasa menyerang benih ikan biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran yang besar biasanya yang menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan. 
Penjelasan dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut :
1.  Ikan
Ikan merupakan sasaran atau inang dari penyakit.  Ikan sehat memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit dengan adanya mekanisme pertahanan diri.  Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit tergantung pada kesehatan ikan dan lingkungan.  Jika kesehatan ikan menurun atau kondisi lingkungan kurang menunjang, maka ikan akan mengalami stres, sehingga menurunkan kemampuannya mempertahankan diri dari serangan penyakit. 
Stres terjadi jika suatu faktor lingkungan (stressor) meluas atau melewati kisaran toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi fisiologis pada ikan tersebut.  Pengaruh stres terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara hormonal.  Ikan stres mempunyai respon hormonal, contohnya dapat berupa hormon esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak), atau hormon adrenaline dan respon seluler (phagocytic) relatif rendah, sehingga tidak mempunyai ketahanan yang memadai terhadap serangan penyakit.
Penyebab stres pada ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia, lingkungan dan biologis.  Penyebab stres ini dapat langsung mempengaruhi ikan atau secara tidak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang dipelihara atau dibudidayakan.
Stres kimia disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit.  Konsentrasi sublethal dari insektisida, pestisida maupun logam berat juga dapat dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya stres kimia.
Beberapa parameter yang dapat menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain adalah temperatur yang ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya yang berlebihan, fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer.  Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas parasit eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab terjadinya stres biologi. 
Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan. 
2.  Lingkungan
 Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. 
Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor 1) fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air) 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat), 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama) dan 4) prosedural budidaya (penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah, pemanenan).  Ikan yang mengalami stres akan mengalami rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut general adaptive syndrome (GAS).  
             Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan.  Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan kualitas suatu perairan adalah : 2.1.  Oksigen
Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan.  Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm.  Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat.  Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
2.2.  Karbondioksida
Karbondioksida adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara.  Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses penguraian bahan organik.  Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis.  Adanya gas karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan tersebut.  Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat diabaikan. 
2.3.  Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air tempat hidup.  Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan.  Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9.  Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3.

Pada Tabel 2 di bawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel 2. Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
Pengaruh Terhadap Ikan



4-5

4-6,5
6,5-9
> 11
Tingkat keasaman yang mematikan reproduksi
Pertumbuhan lambat
Baik untuk produksi
Tingkat alkalinitas mematikan
dan
tidak
ada
Sumber : Afrianto Edddy dan Evi Liviawaty, 1992.

2.4.  Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup drastis.  Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara.  Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai.  Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis.
2.5.  Ammonia
Pada suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang.  Selain itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati.
Ammonia dengan konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat menyebabkan terjadinya new tank syndrome yaitu kondisi tidak stabil terhadap perubahan lingkungan.  
Konsentrasi ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan.  Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapt mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang.  Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil oksigen dari lingkungannya.  Efek keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air.  
Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah.  Pada umumnya kematian akan terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
2.6.  Temperatur
Temperatur memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO), konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan.  Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal.  Di luar kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal.  Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.

3.  Organisme Parasit
 Penyakit ikan yang disebabkan oleh organisme parasit umumnya menimbulkan kerugian cukup besar. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan yang lain secara langsung dimana organisme parasit sering menyebabkan infeksi sekunder.  Tubuh ikan dapat terluka karena gesekan dengan benda keras atau berhasil meloloskan diri dari serangan hama.  Tetapi jika terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi sekunder yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.  
             Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi.  Jika tidak ditangani segera tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus misalnya melalui luka yang ditimbulkan olehnya.  Dengan demikian, petani tidak akan membuat kesalahan dalam menduga penyebab timbulnya penyakit tersebut.  
             Infeksi sekunder yang disebabkan oleh organisme parasit telah terbukti telah menimbulkan banyak kematian pada ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan tingkat serangan dari parasit.  Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Faktor Biologis meliputi umur, stres, nutrisi dan tingkat kepadatan yang tinggi.
Umur :  Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap penyakit. Ikan yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit dibanding ikan dewasa. Kondisi ini dikarenakan daya tahan tubuh dan  perkembangan sistem kekebalan pada tubuh ikan belum sempurna sehingga belum banyak memproduksi anti bodi). Sebagai contoh benih ikan sangat rentan terhadap parasit protozoa.
Stres  :  kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang mengalami perubahan kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres pada ikan.  Tingkat imunitas pada ikan dapat menurun bila ikan mengalami stres sehingga ikan lebih rentan terhadap penyakit.  Ikan yang lemah akan mengalami serangan parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi serangan sekunder oleh patogen lainnya seperti bakteri atau virus melalui jaringan kulit yang rusak.
Nutrisi :  Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang cukup maka sistem kekebalan akan menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan parasit.  Pakan pada awal hidup ikan sangat penting untuk membantunya selamat dari serangan parasit.
Tingkat Kepadatan Yang Tinggi : Tingkat kepadatan ikan yang tinggi mampu menimbulkan stres dan peluang menyebarnya parasit.  Transmisi langsung dari ikan ke ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda monogenea.  Sangat lebih mudah bagi parasit untuk menemukan inang pada kolam yang padat ikan dan hal ini memungkinkan parasit untuk berkembang secara pesat. 


2. Faktor Lingkungan meliputi salinitas, kualitas air dan jenis sistem akuakultur. 
Salinitas  : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang bersalinitas tinggi (air laut).  Salinitas adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat sebanyak 5 ppt.
KualitasAir : Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi dan keberadaan bakteri akan menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi ikan dan menimbulkan stres.
Jenis sistem akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang berbeda.  Sistem akuakultur seperti karamba yang menampung ikan dengan jumlah yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi ektoparasit yang mempunyai siklus hidup langsung.  Kolam tanah adalah lingkungan yang lebih kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat bereproduksi di sela tanaman air.  Lumpurnya sendiri bisa menjadi reservoir untuk dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang perantara dari Digenea Trematoda.  Semakin besar kolam akan semakin sulit untuk mengatasi populasi parasit.   
Serangan organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan dari daerah lain misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru.  Dalam kondisi lingkungan kolam yang baik, organisme parasit yang ada di kolam maupun di tubuh ikan tidak mampu menyebabkan timbulnya penyakit.  Akan tetapi jika kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan cenderung menurun dan perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik.  Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pada kolam yang kurang terawat sering terjadi wabah penyakit, sebab pada kolam semacam ini kondisi  tubuh ikan menjadi lemah sehingga tidak akan mampu menahan serangan organisme.  Adanya  serangan parasit yang dapat menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.



            Gambar 6. Contoh Ikan yang Terkena Parasit


B.  Penyakit Pada Ikan

Penyakit ikan adalah suatu bentuk abnormalitas dalam struktur atau fungsinya yang disebabkan oleh organisme hidup melalui tanda-tanda yang spesifik.   Sedangkan menurut Sachlan dalam Afrianto (1992), penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengetahuan tentang penyakit ikan dirasakan sangat penting ketika telah menyebabkan kegagalan dan kehilangan yang sangat bermakna pada usaha budidaya ikan.
           Penyakit ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Penyakit Parasiter/Infektif (Infectious disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas organisme parasit.  Organisme yang sering menyerang ikan peliharaan antara lain virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan udang renik.  Bakteri dan virus akan menyebabkan infeksi pada ikan budidaya, sementara yang disebabkan oleh parasit akan mengakibatkan investasi pada ikan budidaya. 
2.      Penyakit Non Parasiter/Non Infektif (Non Infectious disease) adalah penyakit yang disebabkan bukan oleh hama maupun organisme parasit. Penyakit ini dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya.
2.1.  Lingkungan
Penyakit non parasiter yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang  menunjang bagi kehidupan ikan, antara lain pH air terlalu tinggi/rendah, kandungan oksigen terlarut terlalu tinggi/rendah, perubahan temperatur air secara tiba-tiba, adanya gas beracun hasil penguraian bahan organik (gas metan, ammonia atau asam belerang), adanya polusi dari pestisida (insektisida atau herbisida), limbah industri atau limbah rumah tangga. Dalam budidaya laut khususnya, penyebab penyakit non parasiter (non infektif/infectious disease) akibat lingkungan  dapat berupa :
-   faktor kimia dan fisika, antara lain: perubahan salinitas air secara mendadak; pH yang terlalu rendah (air asam), pH yang terlalu tinggi (air basa / alkalis); kekurangan oksigen dalam air; zat beracun, pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya); perubahan suhu air yang mendadak; kerusakan mekanis (luka-luka); perairan terkena polusi.
-   stres : stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikan batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau perlakuan misalnya akibat pengangkutan / transportasi ikan-ikan yang dimasukan kedalam jaring apung di laut dari tempat pengangkutan biasanya akan mengalami shock, berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit.
-   Kepadatan ikan 
Kepadatan ikan yang melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan  menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti ammonia akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stres dan merupakan penyebab timbulnya serangan penyakit.
2.2.  Pakan/ Nutrisi
Salah satu penyakit non parasiter akibat pakan adalah kelaparan.  Kelaparan merupakan kekurangan nutrisi yang bersifat absolut.  Kelaparan pada ikan menunjukkan gejala seperti anemia dan hambatan pertumbuhan.  Contoh lainnya adalah penyakit yang disebabkan karena kualitas pakan yang diberikan kurang baik (malnutrition) antara lain karena kekurangan vitamin, gizinya rendah, bahan pakan yang digunakan telah busuk atau mengandung racun.
2.3.  Turunan
Penyakit yang disebabkan oleh turunan, misalnya bentuk fisik dan kelainan- kelainan tubuh yang sudah ada sejak lahir, seperti tubuh bengkok, larva ikan yang cacat,  sisik tidak lengkap atau sirip melengkung. Bentuk fisik dan kelainan-kelainan tubuh yang disebabkan oleh keturunan, dimana faktor keturunan sangat berpengaruh langsung terhadap penampilan fisik ikan.  Untuk mencegahnya harus dilakukan seleksi induk yang ketat pada saat melakukan breeding. Variasi genetika ini juga dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme, tutup insang yang tidak dapat menutup sempurna, ikan menjadi kerdil dan cacat.
Berdasarkan daerah penyerangannya pada tubuh ikan, penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1) Penyakit pada Kulit dan Sisik

 Kulit dan sisik merupakan pertahanan pertama dan utama terhadap infeksi penyakit, karena bagian ini menghasilkan lendir (mucus) yang berasal dari ikatan antara air dengan glycoprotein yang terletak di bagian epidermis.  Secara khusus, fiungsi kulit dan sisik adalah untuk melindungi jaringan dan organ yang berada di bawahnya dari infeksi penyakit.  Kulit dan sisik menjadi indikator untuk kesehatan ikan. 
             Penyakit atau parasit yang menyerang kulit ikan mudah untuk dideteksi.  Jika organisme penyebabnya berukuran cukup besar, maka dengan mudah langsung diidentifikasi.  Tetapi jika berukuran kecil harus diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop atau dengan mengamati akibat yang ditimbulkan oleh serangan organisme tersebut.  Organisme yang menyerang sisik dan kulit ikan biasanya berasal dari golongan bakteri, virus, jamur atau lainnya.  Jika disebabkan oleh jamur, biasanya akan gterlihat bercak-bercak putih, kelabu atau kehitam-hitaman pada kulit ikan.
Ikan yang terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat (tampak jelas pada ikan yang berwarna gelap), luka, inflamasi (peradangan), pendarahan (haemorrhages) dan perubahan abnormal produksi lendir.  Ikan tersebut biasanya akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke benda-benda yang ada di sekitarnya.  Infeksi Argulus di permukaan tubuh ikan sepat siam sebagai bentuk serangan penyakit pada kulit dan sisik dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.



infeksi penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : insang berhubungan langsung dengan lingkungan luar, mempunyai kemampuan dalam penyerapan nutrisi dari lingkungan luar, mempunyai bentuk dan struktur seragam sehingga kemampuan dalam pencegahan infeksi sangat terbatas.
             Penyakit atau parasit yang menyerang organ insang agak sulit dideteksi secara dini karena menyerang bagian dalam ikan.  Salah satu cara yang dianggap cukup efektif mengetahui adanya serangan penyakit atau parasit pada ikan adalah mengamati pola tingkah laku ikan. Serangan penyakit ini akan menyebabkan ikan sulit bernafas, tutup insang mengembang dan warna insang menjadi pucat.  Pada lembaran insang sering terlihat bintik-bintik merah karena pendarahan kecil (peradangan).  Jika terlihat bintik putih pada insang, kemungkinan besar disebabkan oleh serangan parasit keci yang menempel. Contoh serangan penyakit pada insang



3) Penyakit pada Organ Dalam
 Penyakit yang menyerang organ dalam sering mengakibatkan perut ikan membengkak atau menjadi kurus dengan sisik-sisik yang berdiri (penyakit dropsy).  Jika pada kotoran ikan ditemukan bercak darah, ini berarti usus ikan sudah mengalami pendarahan (peradangan).  Jika serangannya sudah mencapai gelembung renang biasanya keseimbangan badan ikan menjadi terganggu sehingga gerakan berenang ikan menjadi tidak terkendali.  
Secara teori,  diketahui bahwa ikan mempunyai sistem pencernaan yang saling berhubungan dan bersifat causalitas (sebab akibat). Penyakit dropsy merupakan akibat dari infeksi virus, bakteri (contoh bakteri Myxobacter) dan parasit.  Kondisi air akuarium yang tidak bagus (seperti akibat terjadinya akumulasi nitrogen) dapat memicu terjadinya gejala dropsy. Secara alamiah,  bakteri penyebab dropsy kerap dijumpai dalam lingkungan akuarium, tetapi biasanya dalam jumlah normal dan terkendali. Perubahan bakteri ini menjadi patogen, biasa terjadi karena akibat masalah osmoregulator pada ikan, atau karena hal-hal seperti: kondisi lingkungan yang memburuk, menurunnya fungsi kekebalan tubuh ikan, malnutrisi atau karena faktor genetik. Infeksi utama biasanya terjadi melalui mulut, yaitu ikan secara sengaja atau tidak memakan kotoran ikan lain yang terkontaminasi patogen atau akibat kanibalisme terhadap ikan lain yang terinfeksi.
Tiga tingkatan serangan penyakit yang mungkin terjadi adalah :
      Akut : Infeksi terjadi dengan cepat sehingga ikan mati tanpa menunjukan gejala yang jelas.
      Kronis :  infeksi terjadi secara perlahan secara sistemik dan menunjukan berbagai gejala yaitu pembangkakan rongga tubuh, yang biasanya disertai  ulcer dan atau exophthalmia.
      Laten : infeksi terjadi sangat lemah sehingga ikan tampak tidak menunjukan gejala penyakit, tetapi berpotensi sebagai pembawa (carrier)
Jika salah satu organ dalam dari tubuh ikan mulai terinfeksi patogen/penyakit maka kemungkinan besar organ lain akan ikut terinfeksi patogen.  Jika menyerang usus ikan, biasanya akan mengakibatkan peradangan, dan jika menyerang gelembung renang, ikan akan kehilangan keseimbangan pada saat berenang.
Berdasarkan daerah serangannya, ada parasit yang menimbulkan penyakit di bagian luar tubuh ikan disebut ektoparasit, sedangkan yang menyerang bagian dalam tubuh disebut endoparasit.  Ektoparasit biasanya menyerang insang dan permukaan tubuh, sedangkan endoparasit menyerang organ-organ dalam.  Serangan endoparasit dianggap lebih berbahaya  dibandingkan dengan serangan ektoparasit, karena efek serangannya sulit dideteksi secara dini, sehingga petani ikan sering terlambat untuk mencegahnya.  Pada Gambar 9 berikut ini adalah contoh serangan ektoparasit dan endoparasit pada ikan.  Sedangkan salah satu contoh penyakit
tubuh ikan.  Penyakit pada ikan dapat muncul akibat adanya faktor-faktor yang tidak sesuai dengan syarat hidup ikan.  Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi akibat kelalaian manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak harmonis dalam hubungan mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan. Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian
serius maka akan mengganggu kesehatan ikan.  Ikan akan mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian.  Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun.  Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan  akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya (kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri.  Pada intinya, kesehatan ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena fungsinya menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika tidak segera ditangani atau diobati secara tuntas.  
Secara garis besar kondisi ikan sakit atau penyakit digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok penyebab penyakit ikan yang harus selalu diwaspadai oleh para petani ikan dan hobiis (kolektor) ikan, yaitu kelompok penyakit patogen  dan kelompok penyakit non patogen.  Kelompok penyakit patogen diartikan sebagai kelompok penyakit yang disebabkan oleh jasad hidup berupa parasit, jamur, bakteri dan virus dan biasanya menyebabkan infeksi pada ikan yang diserangnya.  Sedangkan kelompok non patogen adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan jasad hidup, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan (oksigen, suhu, pH, salinitas, dsb.), biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb.), polutan, rendahnya mutu pakan, dan lain-lain.
Beberapa hal yang penting untuk diketahui dari kelompok penyakit patogen adalah :
1.      Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit patogen adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan lain secara langsung dan menimbulkan infeksi.  Penularan ini dapat terjadi secara horisontal dan vertikal.  Secara vertikal yaitu penyakit ditransfer oleh induk ke anakan melalui sperma atau sel telur dan secara horisontal  melalui media pemeliharaan, pakan, peralatan, ataupun organisme lainnya yang ada di wadah budidaya. 
2.      Penyakit patogen yang bersifat infektif di atas, dapat dilihat dari adanya gejala klinis (umum) dan gejala khas yang ditimbulkannya.  Gejala klinis adalah gejala akibat gangguan patogen yang ditunjukkan oleh adanya kelainan pada tubuh (seperti luka pada kulit, sirip rontok dan adanya pendarahan) dan kelainan perilaku ikan (seperti ikan memisahkan diri dari kelompoknya, terlihat megap-megap ke permukaan air, tubuh tampak lemah dan gerakan yang lambat).  Sedangkan gejala khas adalah gejala klinis yang sifatnya khas untuk suatu jenis penyakit, seperti penyakit mata menonjol yang disebabkan oleh mycobacterioph.
3.      Pada dasarnya dari berbagai sebab timbulnya infeksi pada ikan ada 2 (dua) penyebab utama, yaitu :
-          Living agent (penyebab hidup) antara lain serangan hama, insekta atau jenisjenis serangga tertentu, berbagai jasad renik seperti virus, bakteri, protozoa dan berbagai jenis cacing.
-          Nonliving agent yaitu infeksi yang bukan disebabkan oleh organisme hidup (penyebab tidak hidup) seperti perubahan temperatur dan kualitas air, keracunan zat kimia akibat pencemaran, keracunan bahan pakan, dan lain – lain.
4.      Untuk kelompok patogen dari golongan parasit (organisme yang menumpang pada  organisme lain) yang mempunyai sifat mengambil bahan makanan dan energi dari organisme yang ditumpanginya (inang) untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.  Akibatnya inang akan sakit akibat pertumbuhannya terhambat oleh parasit. 
Berdasarkan daerah penyerangannya pada tubuh ikan, dikenal external parasites (ektoparasit) dan internal parasites (endoparasit). Ektoparasit menyerang bagian sebelah luar ikan. Walaupun kedua jenis parasit itu sama-sama merugikan, akan tetapi diduga endo-parasit lebih berbahaya dan sulit disembuhkan dibanding ekto-parasit.
5.      Organisme parasit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu patogen asli (true patogen) dan patogen potensial (opportunistic patogen).  Patogen asli adalah organisme parasit yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan ikan.  Patogen potensial adalah organisme parasit yang dalam keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan segera menjadi patogen (penyebab suatu penyakit).  
6.      Kejadian penyakit  akibat parasit pada ikan terkait dengan hubungan antara organisme yang disebut simbiosis (hidup bersama), di mana dikenal 3 (tiga) bentuk simbiosis yaitu :
a.       Simbiosis komensalisme, dimana kedua organisme saling diuntungkan.
b.      Simbiosis mutualisme, terjadi dimana salah satu organisme diuntungkan dan organisme lain tidak dirugikan tetapi memerlukan organisme lain untuk hidup.











BAB III
PERILAKU DAN GEJALA IKAN SAKIT

Kesehatan ikan sangat penting untuk diperhatikan.  Kondisi ikan yang tidak sehat jelas akan berpengaruh terhadap penampilan fisik bahkan dapat mengancam kelangsungan hidupnya.  Ikan yang sakit menunjukkan suatu keadaan pada ikan yang sedang mengalami gangguan atau kelainan, baik fisik maupun perilakunya.  Gangguan fisik dapat berupa luka karena gesekan antar ikan, insang membusuk, sisik tampak kusam, dan lain sebagainya.  Di sisi lain, perilaku yang tampak adalah ikan lebih senang menyendiri, cenderung di permukaan air, gerakan lemah, dan menurunnya nafsu makan ikan.  
Secara umum gejala-gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan  dapat dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a)      Adanya kelainan tingkah laku : misalnya salah satu atau beberapa ikan keluar dari kelompoknya dan cara berenangnya miring atau ”driving” (ikan yang berada dipermukaan langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lain : penyakit insang, penyakit sistem syaraf otak, keracunan bahan kimia logam berat, dan kekurangan vitamin.
b)      Ikan tidak mau makan (perhatikan sudah berapa lama keadaaan ini terjadi), penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxodized fatty), kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena persediaan pakan sedikit.
c)      Adanya kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan dan permukaan tubuh ikan atau mata yang tidak normal disebabkan oleh bakteri dan parasit Trematoda Giganea sp.
Sedangkan untuk organ-organ  ikan bagian dalam, gejala-gejala penyakit dapat terjadi pada:
a)      Insang berupa hilangnya insang dibeberapa bagian, disebabkan karena kekurangan darah dan keracunan, atau adanya parasit berupa ciliata dan monogenik.
b)      Otak dimana terjadi pendarahan disebabkan oleh parasit Mycosporidia, Giganea sp, Streptococcus sp, dan Nocardia sp.
c)      Jantung akan menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri kelas Mycosporidia, membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcus spp.
d)     Hati akan membesar atau mengecil, berwarna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar lemak/LLD= Lipoid Liver Degeneration (fatty change liver desease). Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati mengalami pendarahan, keras, dan mudah pecah.
e)      Lambung dapat menjadi kembung, luka dan berlubang, disebabkan oleh parasit yang termasuk kelas Cestoda.
f)       Usus berupa luka, pendarahan, keluar dari anus yang disebabkan oleh parasit dalam kelas Nematoda, Trematoda, Cestoda, dan Acanthocephala.
g)      Limpa menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh adanya penyakit di bagian lain.
h)      Otot akan memiliki warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nocardia sp. atau serangan parasit Microsporidae.  
Pengamatan visual terhadap kesehatan ikan secara teratur dapat dilakukan terhadap selera makan, tingkah laku, badan, warna, sirip dan mulut.
1.      Selera makan.
Pemberian makan tidak teratur akan membuat ikan datang pada waktunya untuk makan. Jika tidak ada respon pada pakan maka perlu diwaspadai bahwa ikan tidak dalam keadaan baik, begitu pula jika pada hari berikutnya pakan masih dalam keadaan utuh.
2.      Tingkah Laku
Pengamatan terhadap tingkah laku ikan sangat penting karena bersifat individual. Kelakuan yang normal untuk satu jenis ikan belum tentu normal untuk ikan lainnya. Oleh sebab itu, pengenalan tingkah laku setiap jenis ikan perlu pula diketahui. Sebagai contoh, ikan yang lemah atau berdiam saja perlu diperhatikan karena biasanya berenang secara aktif. Ikan yang mengapung dan diam umumnya menunjukkan gejala sakit. Ikan catfish yang biasanya berada didasar akan tidak wajar bila berdiri dengan kepala di atas dan berada di tengah kolam.
3.      Badan.
Badan yang bengkok akibat sakit atau cacat sejak menetas akan menyebabkan ikan berenang tidak stabil. Kembung karena sakit (dropsy) umumnya diikuti dengan warna yang agak pudar, sisik agak berdiri, dan ikan terlihat lemah atau tidak aktif.


4.      Warna.
Warna tubuh ikan tetap atau konstan dan kadang ada perubahan lebih cerah atau terang maupun lebih gelap pada saat berahi. Warna ini dapat pula digunakan sebagai petunjuk mendeteksi kesehatan ikan, khususnya bila diikuti oleh tanda-tanda lain. Warna yang abnormal disertai tanda khusus, seperti ikan bersembunyi, kurang aktif, dan kurang nafsu makan, menandakan ikan dalam kondisi sakit.
5.      Mata.
Jika mata yang tidak bergerak ada kemungkinan ikan dalam keadaan sakit, terutama bila diikuti dengan berenang yang cepat dan gemetaran (tidak stabil atau bergoyanggoyang).
6.      Sirip.
Ikan dengan cacat sirip bawaan seperti sirip bengkok atau pendek (pada ikan berjenis sirip panjang) akibat genetik sebaiknya tidak dipelihara, terutama untuk induk. Karena sirip yang demikian, umumnya akan diturunkan ke anaknya. Apabila cacat pada sirip disebabkan oleh penyakit maka umumnya sirip akan baik(normal) kembali. Namun, bila penyebabnya faktor genetik, sirip yang cacar tidak dapat normal lagi. Sirip dengan bercak merah merupakan tanda ikan terserang penyakit bakteri. Bila sirip melengkung pada ikan yang bersirip panjang, pertanda ikan sudah terlalu tua.
7.      Mulut.
Jika mulut berwarna keputihan, kemungkinan ikan terserang penyakit jamur.
Sungut yang patah atau luka pada beberapa ikan umumnya diakibatkan kerusakan fisik (penanganan yang tidak baik) atau substrat yang tidak cocok. Sungut yang patah atau luka ini ada yang dapat dipulihkan dan dad yang tidak.
Kondisi ikan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada ikan yang tidak menunjukkan adanya kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Sebaliknya ikan yang sakit memperlihatkan suatu keadaan gangguan atau kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Kondisi stres karena kepadatan, malnutrisi, penanganan dan kualitas air yang buruk akan memicu timbulnya penyakit ikan.  Kualitas lingkungan yang buruk dan ikan yang stres mengakibatkan terganggunya sistem imunitas ikan, karena sebagian besar energi hasil mengkonsumsi pakan dialokasikam untuk penanganan stres dibandingkan untuk memproduksi sel-sel pertahanan tubuh.  Selanjutnya kondisi seperti ini menjadi yang dimanfaatkan agen patogen sebagai ”port of entry” (pintu masuk) awal kejadian infeksi penyakit.  Oleh karena itu maka sangatlah penting untukmenciptakan suatu kondisi lingkungan budidaya yang layak dan dapat memberikan kenyamanan hidup organisme kultur.  Ini menunjukkan bahwa bagi para petani ikan hendaknya sebagai langkah awal dalam memulai usahanya adalah dengan sunggung-sungguh mengenali dan memahami biologi ikan/biota akuatiknya.  
Penyakit ikan diartikan sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan fungsi fisiologis (abnormalitas perilaku). Berikut ini beberapa tanda ikan yang dapat menjadi patokan akan adanya serangan penyakit yaitu :
1.      Ikan terlihat pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan tubuhnya sehingga cenderung mengapung di permukaan air.
2.      Nafsu makan menurun, bahkan pada ikan yang sangat lemah tidak ada nafsu makan sama sekali.
3.      Ikan mengalami kesulitan untuk bernafas (megap-megap) dan mempunyai reaksi lambat, sering dijumpai ikan tidak bereaksi sama sekali.
4.      Tubuh ikan tidak licin lagi karena selaput lendir pada kulitnya berkurang atau habis, sehingga ikan menjadi mudah ditangkap.
5.      Pada bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan terlihat pendarahan, terutama di dada, perut dan pangkal sirip.  Pendarahan ini menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit sudah tinggi.
6.      Sisik terlihat menjadi rusak atau rontok.  Pada serangan yang lebih hebat, kulit ikan tampak seperti melepuh.
7.      Sirip punggung, dada dan ekor mengalami rusak dan pecah-pecah.  Sering pula sirip hanya tinggal tulang yang kerasnya saja.  
8.      Insang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi, sehingga ikan sering terlihat mengalami kesulitan untuk bernafas.  Warna insang yang semula merah segar berubah menjadi keputih-putihan atau kebiru-biruan.
9.      Jika bagian perutnya dibelah akan terlihat organ hati menjadi berwarna kekuningkuningan dan ususnya agak rapuh.
10.  Ikan peliharaan yang mengalami kompetisi (persaingan) untuk memperoleh oksigen, pakan dan ruang gerak akan terlihat lambat pertumbuhannya.
11.  Di kolam di mana terdapat organisme predator umumnya sulit dideteksi, karena tubuh ikan yang diserang akan habis dimangsa.  Untuk mengetahui organisme predator perlu dilakukan pengamatan terhadap jenis ikan atau organisme predator lainnya yang ada di kolam.
12.  Penyakit yang disebabkan oleh adanya senyawa beracun di dalam kolam umumnya sulit untuk diidentifikasi, sebab efek dari senyawa beracun ini terhadap ikan relatif cepat, sehingga petani sering terlambat untuk mengatasinya.  
Untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan budidaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Melakukan persiapan lahan yang benar, yaitu pengeringan, pengapuran dan  pemupukan.  Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup penyakit, dilakukan kira-kira selama tiga minggu sampai dasar kolam retak-retak.  Pengapuran digunakan untuk menstabilkan pH tanah dan air serta dapat membunuh bakteri dan parasit.  Pemupukan digunakan  untuk menyuburkan kolam dan menumbuhkan fitoplankton sebagai pakan alami.
2.      Menjaga kualitas air pada saat pemeliharaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara treatment di tambak menggunakan probiotik secara teratur setiap hari.  Probiotik akan mendegradasikan bahan organik, menguraikan gas beracun dan menekan pertumbuhan bakteri merugikan penyebab timbulnya penyakit.
3.      Meningkatkan ketahanan tubuh ikan melalui kekebalan non spesifik dengan aplikasi immunostimulan secara teratur seperti vitamin, betaglukan dan lipopolisacaridae (LPS).









BAB IV
IDENTIFIKASI PENYAKIT IKAN

Penyakit, seperti yang diketahui, dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber penyakit. Sebagai contoh, penyakit yang disebabkan oleh satu faktor tetapi  dibarengi oleh faktor lain, sehingga penyakit yang kedua memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama, inilah yang disebut sebagai infeksi sekunder.
Secara garis besar, cara berjangkit dan penularan penyakit pada ikan adalah  :
1.      Melalui air; jika air yang digunakan telah tercemar oleh penyakit, Biasanya ikan yang dipelihara  akan terserang oleh penyakit tersebut. Jika penggunaan air yang berkualitas rendah atau air yang telah tercemar oleh senyawa racun dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan budidaya.
2.      Melalui  kontak atau gesekan secara langsung dengan ikan yang sudah terserang penyakit.  Gesekan biasanya terjadi pada saat pengangkutan/pemindahan ikan atau jika padat tebar ikan yang dipelihara terlalu tinggi.
3.      Melalui alat-alat yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan yang terserang penyakit.  Sebaiknya peralatan yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan sudah disterilkan terlebih dahulu (didesinfektan) agar organisme penyebab  penyakit yang menempel di peralatan tersebut mati.
4.      Terbawa oleh ikan, pakan hidup atau tumbuhan dari daerah asalnya dan berkembang dengan pesat di daerah (kolam) yang baru.  Mungkin saja organisme penyakit tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah asalnya, sedangkan di daerah yang baru ia dapat tumbuh dengan pesat karena kondisi lingkungannya lebih menunjang.
5.      Konstruksi wadah budidaya yang kurang memenuhi syarat, sehingga memungkinkan sumber penyakit berupa organisme predator atau kompetitor memasuki wadah budidaya.
Untuk itulah maka pemeliharaan dan perawatan lingkungan (areal dan wadah) budidaya mutlak dilakukan secara rutin dan teratur agar didapatkan ikan yang sehat. Pengamatan yang rutin dan seksama akan membantu dalam mengenali tanda-tanda ikan sakit secara dini, sehingga pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan tepat waktu.
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu berkaitan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Karena itu, selain mendiagnosis dan mengendalikan pertumbuhan organisme penyakit, media hidup ikan yaitu air juga harus mendapat perhatian karena dapat menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit.  Artinya pada budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan tetapi sebagai perantara bagi patogen.  Lingkungan perairan tempat ikan dipelihara sebaiknya terus dijaga kualitasnya, antara lain dengan memberikan probiotik, menjaga agar parameter kualitas air seperti oksigen terlarut, salinitas, dan keasaman (pH) dalam batas yang ditolerir oleh ikan. Pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat karakteristik setiap kelompok patogen.

Tabel 3. Karakteristik setiap kelompok patogen
Karakteristik
Virus
Bakteri
Jamur
Parasit
Ukuran
(penyaring 0,45
µm)
23-350 mm
(dapat melalui penyaring)
0,6 – 30 µm (tidak dapat
melalui penyaring)
Besar   dari
beberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring)
Besar   dari
beberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring)
Reproduksi
Transkripsi atau reproduksi pada inang DNA / RNA
Segmentasi 
Produksi spora
Produksi             telur atau spora
Kultur
Pada sel 
Pada media
Pada media
Pada umumnya membutuhkan inang hidup
Deteksi 
      PCR
      Kultur sel
      Secara imunologi
      Mikroskop elektron
     Kultur       pd agar
     Mikroskop 
     Secara imunologi
      Kultur pada agar
      Mikroskop
Mikroskop
Identifikasi  
      Secara
genetik
      Secara morfologi
     Secara biokimia
     Secara morfologi
     Secara genetik
Secara morfologi
Secara morfologi





  Sementara itu pada Tabel 4 dibawah ini dapat dilihat tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta diagnosis penyakit ikan. 

              Tabel 4. Tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta Diagnosis ikan.
TANDA-TANDA                                                      DIAGNOSIS

DAN TINGKAH LAKU IKAN
Kelainan pada tulang belakang ikan, scoliosistau lordosis



Kelainan pada rahang atas/bawah


Rontok sirip      



                                                             
Perut gelembung (dropsy)




Ikan menjadi kurus



Sisik kasar

Mata menonjol




Mata masuk ke dalam

Serabut seperti kapas pada kulit

Pendarahan




a.       Keturunan
b.      Myxosoma cerebralis
c.       Infekfeksi bakteri/virus
d.      d.  Kekurangan vitamin

a.       Myxosoma cerebralis
b.      Kelainan kelenjar thyroid

a.                Infeksi bakteri Flexibacter sp.
b.                Parasit Costia sp
c.                Sifat air terlalu basa
d.               Parasit Gyrodacylus sp.

a.       Bacterial hemorrhagic 
spticaemia
b.      Viral hemorrhagic septicaemia (VHS)

a.       Tuberculosis
b.      Penyakit cacing
c.       Penyakit Octomitus sp

a.       Infeksi bakteri
b.      Air terlalu asam
a.       Tuberculosis
b.      Infeksi cacing
c.       Infeksi virus

a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi Trypanoplasma

a. Penyakit jamur Saprolegnia sp

a.       Sengatan Argulus sp
b.      Infeksi bakteri
c.       Infeksi Trichodina sp
d.      Gigitan lintah
Kulit terasa kasar dan bintik hitam

Insang pucat


Insang rontok



Bintil putih kemerahan pada insang

Frekuensi pernapasan bertambah



Bintik-bintik putih pada kulit

Luka pada daging




Bintil berwarna putih pada hati, limpa, jantung
Dan otak
Bintil berwarna putih pada hati dan jantung


Hati berwarna cokelat kekuning kuningan

Pendarahan dan bengkak pada anus



Pembengkakan dan pendarahan pada gelembung renang
Tonjolan seperti bunga kol pada rahang

Tonjolan kecil di daerah sirip  

Tutup insang selalu terbuka.







a. Ichtyosporidium

a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi virus

a.       bakteri Flexibactersp
b.      Myxobacteria
c.       Parasit Dactylogyrus sp

a. Myxobolus

a.       Myxobacteria
b.      Flexibacter sp
c.       Parasit Dactylogyrus sp

a. Ichtyopthirius sp

a.       Ichthyosporidium
b.      Tuberculosis
c.       Bacterial septiemia
d.      Flexibacter columnaris

a.  Ichtyosporidium

a.     Sporozoasis
b.    Tuberculosis

a.  Infeksi bakteri

a.       Infeksi bakteri
b.      Infeksi virus
c.       Octomus

a.   Infeksi bakteri

a.   Infeksi virus

a.   Infeksi virus

a.       Myxobacter
b.      Columnaris
c.       Parasit Bactylogyrus sp

Beberapa istilah penting penyakit infeksi pada ikan adalah :
a.    Epidemiologi : Ilmu yang memepelajari hubungan berbagai factor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu komonitas.
b.    Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur.
c.    Penyebaran horizontal : penyebaran penyakit dari ikan satu ke ikan yang lain pada kelompok ikan dan waktu yang sama..
d.   Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab penyakit dalam tubuhnya, Namur hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi pembawa atau penyebar infeksi.
e.    Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme penyebab penyakit dari inang yang satu ke inang yang lain. Contoh  siput, burung.
f.     Patogenisitas : kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadi nya penyakit.
g.    Virulensi : derajat patogenisitas statu mikro organisme.
h.    Kisaran inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas hendaknya selalu menjadi perhatian bagi petani ikan sehingga serangan penyakit pada ikan dapat ditanggulangi secepat mungkin.  Untuk itu akan dapat terwujud jika pelaku budidaya memiliki pengetahuan, pemahaman danpenerapan cara budidaya ikan yang baik.
A.  PENYAKIT INFEKSI
Penyakit infeksi pada ikan  berdasarkan jenis penyebabnya dibedakan menjadi 4 (empat) bagian yaitu penyakit akibat infeksi parasit, infeksi  jamur, infeksi bakteri dan infeksi virus.             a.  Penyakit akibat infeksi Parasit.
Parasit  adalah suatu organisme yang menggunakan bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) diambil dari tubuh inangnya. Parasit pada ikan umumnya dapat berupa organisme dari golongan protozoa  yaitu binatang yang bersel tunggal (sporozoa, ciliata dan flagelata), crustacea (golongan udang-udangan) dan helminth (golongan cacing). Pada Gambar 12 terlihat contoh infeksi parasit pada ikan kerapu.
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi.  Jika tidak ditangani dengan segera maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus melalui luka yang ditimbulkannnya.

 
                             Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang.

Gambar 12. Penyakit akibat Infeksi Parasit          

b.    Penyakit akibat infeksi Jamur (Mycosis).
Beberapa jamur dapat menginfeksi ikan, tetapi pada prinsipnya ikan akan terinfeksi jamur jika penanganan yang kurang sempurna atau karena sesuatu hal lainnya.  
Misalnya akibat air yang mengandung bahan kimia atau pestisida sehingga menyebabkan terkikisnya lendir dan kulit ikan (iritasi) dan akhirnya melukai kulit, atau karena perubahan suhu air atau perubahan sifat air yang sangat mendadak. Biasanya ikan yang baru diangkut dari suatu tempat akan banyak terinfeksi penyakit ini, demikian pula dengan ikan yang pada saat mendekati kematangan kelamin/gonad juga mudah terinfeksi oleh jamur dikarenakan pengaruh hormonal.
Salah satu contoh jamur yang sering menyerang ikan budidaya adalah jamur

c.     Penyakit akibat infeksi bakteri
Penyakit bakterial telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan, terutama jika ikan  dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari  perairan  yang kaya bahan organik. Ini dikarenakan sifat bakteri akan lebih subur pertumbuhannya pada tempat bahan organik tinggi.   
Secara umum gejala akibat infeksi bakteri pada ikan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
-   Peracute dimana ikan mengalami kematian tanpa menunjukkan gejala yang jelas,
-   Acute dimana ikan yang terinfeksi menunjukan gejala klinis terutama  pendarahan (haemorrhage) pada insang, anus, organ dalam, pangkal sirip, kembung perut dan lain-lain,
-   Sub acute dimana  ikan yang terinfeksi mengalami gejala agak ringan seperti luka, dan 
-   Kronis dimana ikan yang terinfeksi mengalami gejala di bagian eksternal umumnya dijumpai borok, sedangkan di bagian internal terdapat infeksi Mycobacterium, ditemukan bintil-bintil kecil berwarna putih yang sering disebut dengan  tubercle/granuloma.
Pada Gambar 14 di bawah ini terlihat contoh ikan kerapu yang terkena serangan bakteri.
 

      Gambar 14. Ikan yang terkena bakteri

d.    Penyakit akibat infeksi Virus.  
      Penyakit akibat infeksi virus dilaporkan menginfeksi ikan terlebih-lebih apabila ikan tersebut  dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari  perairan  yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air.  Salah satu contoh adalah penyakit limfosistis, dimana nama penyakit ini berasal dari nama kista berwarna putih yang menyertai serangannya pada ikan.  Kista tersebut bisa dijumpai secara sendiri-sendiri (tunggal) atau bergerombol pada permukaan tubuh ikan.  Kehadiran limfosistis akan sangat mengganggu tampilan ikan.  Contoh serangan virus Limfosistis dan gejala awal serangan virus dapat dilihat pada Gambar 15.
               

Gambar 15.  Penyakit akibat infeksi Virus

















BAB V
PENGAMBILAN SAMPEL HAMA PENYAKIT IKAN

Diagnosa adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering disebut sebagai diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa)  penyakit berdasarkan pada gejala-gejala yang tampak (symptom).
Diagnosa klinik didahului dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih di dalam bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya gerak tak terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan perubahan-perubahan tingkah laku abnormal lainnya.
Ahli penyakit memiliki 2 (dua) tugas utama di lapangan yaitu :
1.  pemeriksaan atau peninjauan lapangan ke daerah yang terserang penyakit 
2.  mengumpulkan sampel yang akan diperiksa di laboratorium untuk menemukan   penyebab kematian.
      Sejarah ikan mempunyai arti penting dalam diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status ikan dan riwayat kejadian penyakit mempunyai arti penting dalam diagnosa penyakit ikan.. Status ikan dapat berupa jenis atau spesies, populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, daerah asal (lokasi) pemeliharaan, serta sistem pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan. Dalam riwayat/sejarah kejadian perlu diketahui inseden (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan kesakitan. Data tersebut diperlukan sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit tertentu (kualitas air, virus, bakteri , parasit, pakan, atau faktor-faktor lain).
     Hal-hal yang perlu diketahui pada saat terjadinya penyakit adalah sebagai berikut :
1.      Mortalitas
              Tanggal mulai terjadinya kematian
              Jumlah ikan mati per hari
2.      Gejala ikan yang diserang
              Tingkat kematian akut/ kronis
              Karakteristik tingkah laku ikan
              Tanda-tanda eksternal dari ikan
              Tanda-tanda internal
3.      Faktor lingkungan
              Suhu air media pemeliharaan
              Kekeruhan air 
              Konsentrasi oksigen terlarut
              Konsentrasi ammonia dan pH media pemeliharaan
4.      Metode pemeliharaan
              Lokasi wadah pemeliharaan
              Tingkat pertukaran air
              Kepadatan ikan
              Jenis obat atau zat kimia yang pernah dipakai Prosedur diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut :
1.      Pengukuran panjang dan berat ikan.
2.      Pengamatan tanda-tanda luar permukaan tubuh dan insang.
3.      Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah mikroskop.
4.      Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
5.      Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur.  Isolasi bakteri dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada insang atau sirip yang membusuk.
6.      Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan Agar TS atau BHI, jika ikan memiliki borok atau ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
7.      Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati tanda-tanda internal.
8.      Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan menggunakan  Agar TS atau BHI.  Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi infeksi bakteri.
9.      Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10% berpenyangga fosfat untuk histopatologi dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
Dalam memulai pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah
terdapat makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea.  Jika parasit telah  diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan seberapa parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan.  Jika ditemui parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak mengganggu proses akuakultur.  Jika jumlah parasit yang menyerang ikan sangat banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada ikan-ikan yang lain.  Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan mengeruk kulit dan insang ikan.  
Ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh
banyak hal.  Untuk ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi pemeriksaan terhadap abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi dan anggota tubuh, warna kulit, keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan anggota gerak dan kemungkinan terdapatnya ektoparasit kulit, perubahan abnormal insang berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing pada ikan, abnormalitas mata.
Semua hasil diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah kartu pemeriksaan atau Kartu Status Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan penyakit sebaiknya ikan hidup atau baru saja mati. 
Sampel untuk setiap pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga
sakit dan baru saja mati. Banyaknya ikan contoh yang diambil tergantung pada kondisi kesehatan ikan. Pada populasi ikan sakit yang menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka jumlah contoh yang diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor). Contoh ikan yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang mewakili kondisi populasinya.
Jika populasi ikan yang tidak sakit tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata dan
tidak seragam, maka dilakukan pengambilan contoh secara sampling. Jumlah contoh ditentukan dari jumlah populasinya serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.



Tabel 5. Jumlah populasi serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya.
JUMLAH 
POPULASI


                                                             
JUMLAH IKAN YANG DISAMPLING
DENGAN ASUMSI TINGKAT PREVALENSI
2%
5%
10%
20%
30%
40%
50%
50
50
35
20
10
7
5
2
100
75
45
23
11
9
7
6
250
110
50
25
10
9
8
7
500
130
55
26
10
9
8
7
1.000
140
55
27
10
9
9
8
1.500
140
55
27
10
9
9
8
2.000
145
60
27
10
9
9
8
4.000
145
60
27
10
9
9
8
10.000
145
60
27
10
9
9
8
≥ 100.000
150
60
30
10
9
9
8
  
 Salah satu hal penting dalam ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan adalah
kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium.  Jika pengambilan contoh tidak dilakukan dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah.  Pengambilan sampel ikan sedapat mungkin diusahakan dari ikan atau sekelompok ikan dengan gejala patogenik. Jumlah sampel ikan untuk pemeriksaan parasitologi diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan virologi 3 – 10 ekor ikan sakit dan untuk pemeriksaan bahan pencemar akibat pencemaran diperlukan sampel sejumlah 2 – 3 ekor.
Jika ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera ke
laboratorium terdekat. Beberapa cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah :
1). Pengiriman Sampel Ikan Hidup (untuk seluruh pemeriksaan).
      Pengepakan ikan sehat dan ikan sakit dipisahkan
      Sampel ikan dengan kantong plastik diangkut dan diberi oksigen, atau dapat pula menggunakan aerasi bila waktu tempuh tidak terlalu lama.
      Apabila kondisi cuaca saat pengangkutan panas, sebaiknya pengangkutan menggunakan kotak styrofoam atau termos yang diisi es(suhu diatur 22 – 24 C)
2). Pengiriman sampel ikan dengan es (untuk pemeriksaan parasit dan bakteri)
      Pisahkan pengepakan ikan sehat dan ikan sakit
      Tiriskan satu persatu disimpan dalam plastik
      Masukan dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan es
Pemeriksaan parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang penting dari manajemen kesehatan ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan secara regular.  Penting sekali untuk mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan menentukan metode pengobatannya kelak.  
         Khususnya dalam pemeliharaan udang, diagnosis merupakan tindakan yang menentukan keberhasilan dalam usaha pengendalian penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat dilakukan melalui dua metode yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
1.      Diagnosis Sementara ( Presumptive )
Diagnosis sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan tingkah laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata. Gejala klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga permasalahan yang sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung, antara lain:
      Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku seperti udang menunjukkan peningkatan nafsu makan kemudian diikuti dengan kehilangan nafsu makan. Perubahan tingkah laku antara lain: mendekat ke aliran air masuk atau permukaan air, menyendiri, mengarah ke pematang tambak dan berenang abnormal.
      Pengamatan kondisi fisik udang. Kegiatan ini dapat dilakukan di petak tambak atau udang ditempatkan dalam wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya bintik putih.
      Pengamatan perubahan kualitas air, terutama terhadap parameter kunci seperti suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.
      Diagnosis lanjut, udang dapat diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih detail secara mikroskopis. Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang dan dikirim ke laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar Minggu, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Balai Budidaya Laut Lampung, dan Balai Budidaya Air Payau Situbondo).
2.      Diagnosis Definitif.
Diagnosis defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium dengan berbagai teknik seperti: 
      Pengamatan karapas udang dengan menggunakan mikroskop.
      Histopatologi.
      Mikroskop elektron.
      Bioassay.
      DNA probes.
      Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari keenam teknik tersebut, sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat dan tepat dalam mendeteksi patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik PCR sudah banyak digunakan oleh masyarakat.



























BAB VI
VIRUS PATOGEN DAN BAKTERI PATOGEN PADA IKAN

A. Virus Patogen pada ikan
Virus adalah organisme bertubuh kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata (patogen yang paling kecil). Untuk melihatnya diperlukan mikroskop elektron yang kepekaannya lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak mempunyai pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk dijadikan inang.  Virus menyerang makhluk hidup, berkembang biak di dalam organisme inang dan pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada organisme inang. Virus dapat memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang sekaligus memproduksi asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh inangnya, virus juga membentuk selubung protein yang disebut capsid yang berguna sebagai media pertahanan diri terhadap serangan organisme lain.  Setiap virus memiliki bentuk capsid yang berbeda-beda. 
Virus mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal. Perbedaan Virus dengan mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada: Diameter virus yang sangat kecil (kurang dari 300 nm) Virus tidak dapat tumbuh pada media mati.
      Sifat-sifat pertumbuhan (siklus hidup) virus didalam hospes (insang).
      Virus hanya mempunyai materi genetik berupa DNA atau RNA saja, tidak pernah keduanya.
      Asam nukleat virus bersifat infektif.
      Virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri.
      Virus tidak peka terhadap antibiotik.
Serangan virus membawa akibat kerusakan jaringan cukup luas dan membawa kematian dalam waktu yang relatif cepat. Infeksi oleh virus sering berlanjut pada infeksi sekunder yang dapat melemahkan tubuh ikan terutama ikan hias. Ada 3 (tiga) jenis virus yang sering ditemukan menyerang ikan, yaitu : a. Epithelioma papulasum
Virus ini sering menyerang ikan mas (C. carpio), Prussian carp (Carassius auratus) dan juga beberapa jenis ikan hias. Serangan virus ini akan menyebabkan penyakit cacar, sehingga pada tubuh ikan timbul bercak-bercak putih seperti susu yang secara perlahanlahan akan membentuk lapisan lebar mirip kaca atau lemak dengan ketebalan antara 1-2 mm. Jika serangannya gencar, maka dalam waktu yang singkat lapisan ini akan menutupi seluruh permukaan tubuh ikan.
Serangan virus ini menimbulkan gejala penyakit cacar. Pada tubuh ikan muncul bercakbercak putih yang secara perlahan-lahan membentuk lapisan lemak yang berlendir dan transparan. Serangan virus ini dapat dikendalikan dengan zat arsenik yang telah dilarutkan ke dalam senyawa arycil. Kemudian suntikan larutan tersebut kedalam tubuh ikan yang berukuran besar.
b.      Hervesvirus
Virus ini sering menyerang ikan hias jenis catfish (berbagai jenis lele) sehingga penyakit yang ditimbulkannya lebih dikenal dengan nama Channel Catfish Virus Disease (CCVD). Infeksi CCVD disebabkan oleh virus Herpervirus, dan termasuk jenis penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian massal pada lele, terutama perioda pemeliharaan benih. Penyebaran penyakit ini dapat melalui induk atau pada saat pengangkutan. Serangannya dapat menimbulkan kematian secara massal. Langkah awal untuk mencegah serangan virus ini adalah memberikan suntikan imunisasi hervesvirus yang telah dilemahkan. Selain itu dapat dilakukan tindakan pencucian kolam dengan menggunakan klorin.
c.       Limfosistis
Limfosistis merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh sejenis virus. Penyakit ini dapat menyerang sejumlah besar ikan, akan tetapi serangannya biasanya terbatas pada jenis-jenis ikan yang telah mengalami evolusi lanjut, seperti keluarga cichlid. Penyakit ini tidak menyerang golongan cyprinid maupun catfish. Virus limfosistis pada dasarnya akan menyerang sel-sel ikan sehingga sel tersebut akan membesar 50 hingga 100000 kali dari ukuran normalnya. Pada saat infeksi berlangsung, sel-sel disekitar sel yang terinfeksi akan dapat pula terserang dan membesar sehingga akan membentuk kumpulan sel-sel berukuran besar yang mengandung banyak virus dan membentuk bintil berwarna putih. Infeksi penyakit pada umumnya diawali dengan munculnya bintil kecil berwarna putih, atau abu-abu atau kadang-kadang merah jambu. Munculnya terutama pada bagian sirip. Tidak tertutup kemungkinan mereka muncul dibagian tubuh lainnya. Penyakit limfosistis disebabkan oleh sejenis iridovirus (kelompok virus DNA). Virus ini memiliki ukuran 180-200 mikron sehingga cukup sulit untuk dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa. Sejauh ini belum diketahui pengobatan yang tepat untuk mengatasi limfosistis. Meskipun demikian, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang berakibat fatal.Ikan yang terserang harus dilolasi untuk mencegah terjadinya penularan, sampai penyakit tersebut hilang. Ikan yang terserang biasanya akan menjadi kebal sehingga tidak akan terinfeksi kembali. Ikan harus tetap dikarantina hingga sekitar 2 bulan setengah penyakit hilang dari ikan yang bersangkutan. Satu-satunya cara agar limfosistis tidak sampai menyerang ikan adalah dengan melakukan karantina yang memadai. Penyakit ini biasanya baru terlihat 10 hari hingga 2 bulan setelah infeksi. Meskipun demikian, karantina bagi limfosistis tidak perlu dilakukan pada ikan-ikan yang tidak dapat terserang seperti ikan dari famili cyprinid. Ikan-ikan yang telah mengalami kontak dengan ikan terinfeksi disarankan untuk dikarantina selama 2 bulan, sampai dipastikan bahwa infeksi tidak terjadi.
      Pada Gambar 16 dapat dilihat contoh virus patogen pada ikan.

           


B.  Bakteri patogen pada ikan
 Bakteri merupakan jasad renik yang kira-kira duapuluh kali lebih kecil dari sel jamur, protozoa atau sel daging ikan. Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain dapat mematikan ikan penyakit ini  dapat mengakibatkan menurunnya kualitas daging ikan yang terinfeksi. Sebagian besar bakteri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri mempunyai mempunyai kemampuan memperbanyak diri sangat cepat, apalagi jika bakteri tersebut berada dalam bagian tubuh hewan. 
Bakteri patogen pada ikan dapat bersifat sebagai infeksi primer atau infeksi sekunder/kedua.
 Dalam suatu kondisi dimana kadar bahan organik pada air sangat tinggi, akan banyak terdapat bakteri patogen. Bahkan beberapa peneliti mengatakan bahwa bakteri mikroflora yang banyak kedapatan pada usus ikan akan sesuai jenisnya dengan bakteri yang ada dalam lingkungan perairan tersebut. Namun  demikian ada beberapa bakteri yang tidak dapat hidup lama di luar tubuh inangnya.
Penyakit akibat infeksi bakteria di Indonesia ternyata dapat mengakibatkan kematian sekitar 50-100%.  Infeksi penyakit yang sering terjadi antara lain pada budidaya ikan lele, ikan mas, ikan hias dan ikan gurame.  Pada usaha pembesaran ikan gurame antara lain dikenal dengan istilah penyakit “tuberculosis”. Penyakit tersebut biasanya ditunjukkan dengan gejala-gejala klinis antara lain luka dan pendarahan pada kulit, mata menonjol, bisul pada tubuh, pendarahan pada pangkal sirip. Salah satu gejala yang sangat spesifik adalah adanya bintil-bintil (tubercle) berwarna putih, biasanya terdapat pada daging, ginjal, hati, limfa dan mata. Penyakit bakteri pada ikan ini cukup banyak menimbulkan kerugian selain menurunkan mutu daging ikan juga akhirnya dalam tingkatan yang akut akan menyebabkan kematian ikan. Kematian yang ditimbulkannya menurut para petani ikan dapat mencapai 50-60%. 
 Bakteri yang  dapat menginfeksi ikan dikenal ada bermacam-macam bentuk  dimana masing-masing bentuk akan memberikan gambaran efek infeksi yang berlainan. Bentuk-bentuk bakteri yang bersifat patogenik bagi ikan adalah : bakteri berbentuk  bulat (coccus),  bentuk bulat bergabung dua sel (diplococcus), bakteri bentuk bulat bergabung seperti rantai  (streptococcus), bakteri bulat berkelompok beberapa sel (staphylococcus), bakteri berbentuk  batang (bacillus), bakteri berbentuk koma (vibrio) 
 Infeksi bakteri biasanya timbul jika menderita stres.  Kematian banyak terjadi pada ikan yang menderita stres karena serangan bakteri yang menyebabkan infeksi.  Gejala akibat infeksi bakteri secara keseluruhan sangat susah untuk dibedakan dengan gejala akibat infeksi virus. Gejala-gejala tersebut pada umumnya tergantung sampai stadium mana tingkat infeksinya dan gejala umum yang sering ditemukan antara lain sbb:
1.      Gerakan ikan lemah.
2.      Produksi lendir berkurang karena setelah ikan terinfeksi akan mengeluarkan lendir yang berlebihan.
3.      Timbul  pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi.
4.      Luka (ulcer) di tempat infeksi.
5.      Beberapa bakteri menyebabkan rontok pada insang dan sirip.
6.      Bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning darah  (dropsy).
7.      Mata menonjol (exophthalmos).
8.      Beberapa bakteri dapat menghasilkan “tubercle” atau “granuloma” pada bagian tubuh yang terinfeksi.
 Bakteri yang biasanya menginfeksi ikan  lebih banyak tergolong pada bakteri  gram negatif. Tetapi bakteri gram positif juga ada yang dapat menginfeksi ikan seperti treptococcus sp. dan Mycobacterium spp. Beberapa contoh bakteri yang biasanya menginfeksi ikan antara lain adalah :
1. Penyakit Columnaris (luka kulit, sirip dan insang)
Penyebab : Flexibacter columnaris (Syn : Flavobacterium columnare).
Bio-Ekologi Patogen : bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang kecil dengan lebar 0.5 m dan panjang 12 m. Bakteri tersebut bergerak secara merayap seperti ulat, bentuk koloninya pipih dengan permukaan koloni yang tidak teratur (irregular), tumbuh pada media campuran pepton yang ditambah 1% media agar. 
Epizootiology: merupakan penyebab dari penyakit Columnaris. Sifat serangannya  bisa kronik, akut atau perakut, dan biasanya terjadi pada level suhu diatas 18oC, dan infeksi jarang terjadi pada keadaan pH rendah dan kandungan bahan organik yang rendah.
Gejala klinis: Lecet (lesi) biasanya terjadi pada kulit badan atau bagian kepala atau pada insang, yang dimulai seperti bintik putih yang kemudian berkembang menjadi pendarahan. Infeksi di sekitar mulut, terlihat seperti diselaputi benang (thread-like), sehingga sering disebut penyakit “jamur mulut”.  Di bagian pinggir luka   tertutup oleh lendir (pigmen) berwarna kuning cerah.   Infeksi pada insang biasanya langsung menimbulkan nekrosa dan kematian akan cepat terjadi akibat insang yang rontok.
Penanggulangan sebaiknya ditujukan lebih pada tindakan pencegahan yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan, mempertahankan kualitas air, mengurangi kandungan bahan organik dalam air dan penambahan oksigen. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotic seperti Oxytetracyclin hydrochlorid (OTC HCl) 5 – 10 mg/ l air dengan cara merendamnya selama 24 jam.
Pada Gambar 17 dapat dilihat satu contoh infeksi  Flexibacter columnaris dan insang ikan yang diserangnya.

       2.   Penyakit merah
Penyebab : Aeromonas hydrophila adalah salah satu spesies bakteri yang terdapat di hampir seluruh lingkungan perairan tawar maupun payau, bahkan pada feces mammalian, katak dan manusia.  Bakteri ini bersifat gram negatif, bentuk batang 0.70.8 mx1.0-1.5 m, bergerak dengan menggunakan polar flagella, cytochrom oksidase positif, fermentative dan oksidatif. Bakteri ini tumbuh pada kondisi air tawar, terutama pada kondisi kandungan bahan organik tinggi.
Epizootiology  : A. hydrophila dikenal dengan penyebab penyakit merah, bersifat septisemik, biasanya sebagai infeksi kedua. Tetapi hasil penelitian Hayes (2000) menunjukkan bahwa A. hydrophila sebagai bakteri patogen pada ikan dapat berperan baik sebagai patogen primer maupun sekunder.  Sifat serangannya sangat bergantung pada spesies inang dan virulensi strain bakteri.  Cara penularan penyakit ini secara horizontal (antar individu-individu dalam satu spesies) atau berbeda spesies dalam suatu populasi dan atau komunitas) tetapi tidak secara vertical (dari induk kepada keturunannya).  Pada umumnya penyakit ini akan timbul pada ikan yang  penanganannya kurang sempurna, pakan yang kurang tepat  baik mutu maupun jumlahnya, banyak terinfeksi oleh  parasit, serta air kolam yang terlalu subur, serta zat asam yang sangat rendah. 
Gejala klinis: warna ikan  menjadi lebih gelap, nafsu makan berkurang atau hilang,  bergerombol dekat saluran pembuangan, dan kadang-kadang  timbul luka pada kulit jadi kemerah-merahan. Jika kita membedah ikan yang  terinfeksi gejala yang ditunjukkannnya adalah hatinya  berwarna pucat, dan pendarahan terjadi pada organ dalam seperti hati, ginjal, limpa dan gelembung udara. 
Penanggulangan: manajemen  budidaya yang baik, mengurangi kesuburan kolam, serta pemberian pakan yang tepat baik jumlah maupun mutunya.
Pengobatan : dapat dilakukan menggunakan antibiotik melalui suntikan, makanan atau perendaman . contoh nya OTC HCl 25-30 mg/kg ikan, diberikan 3 kali penyunikan


       3.   Penyakit Furunculosis
Penyebab: Aeromonas salmonicida adalah bakteri gram negatif, tidak bergerak, dengan ukuran 0.8-1.0 x 1.5-2.0 m. Bakteri memiliki 3 subspecies yaitu A. salmonicida ssp salmonicida yang memproduksi pigmen coklat, A. salmonicida ssp achromogenes tidak memproduksi pigmen coklat dan tidak mereduksi nitrat, A. salmonicida ssp masoucida yang tidak memproduksi pigmen coklat tetapi memproduksi indol dan H2S. 
Habitat: Ikan-ikan air tawar merupakan pembawa penyakit. Bakteri tidak hidup lama diluar tubuh inangnya. Bakteri tersebut dapat menginfeksi ikan salmonid dan nonsalmonid.  
Distribusi: Aeromonas salmonicida, merupakan penyakit yang daerah sebarnya cukup luas hampir seluruh dunia terutama daerah yang banyak memelihara ikan salmon.  
Epizootiology : Ikan yang terinfeksi berat (acute) oleh penyakit ini kebanyakan akan mati dalam waktu 2-3 hari. Patogen dapat hidup pada air tawar sekitar 19 hari, sedangkan pada air payau antara 16 - 25 hari sedangkan pada air laut dapat aktip kembali antara 24 jam sampai 8 hari Efek patologi dari penyakit ini dikatakan karena diproduksinya ekstrak luaran sel (ECP) oleh patogen tersebut yaitu leucocytolytic yang dapat merusak leucocyte yang akan mengakibatkan leucopenia. 
Gejala klinis: Ikan yang terinfeksi akan menunjukkan gejala lecet dan luka serta borok pada kulit  sehingga akan menurunkan mutu daging. Dari organ yang terluka apabila larut kedalam air maka akan dapat menginfeksi inang yang cocok.
Pengobatan :
Ikan yang terserang bakteri jenis ini dapat diobati dengan memberikan 12 gram sulfamerazin dan 6 gram sulfaguanidine untuk setiap 55 kg pakan perhari yang diberikan pada tiga hari partama.


       4.   Penyakit Vibriosis
Penyebab: Vibrio spp., bakteri  ini  memiliki ukuran 0.5 x 1.0-2.0 m, bersifat gram negatif, berbentuk batang bisa lurus maupun bentuk koma, bergerak dengan menggunakan polar flagella, fermentative  dan cytochrom oksidase positif, sensitive terhadap vibriostat 0/129 (pteridine).  Vibriosis merupakan penyakit sekunder, artinya penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit lainnya misalnya protozoa atau penyakit lainnya.   
Habitat: sumber utama adalah species ikan laut sebagai pembawa, namun bakteri ini juga telah ditemukan pada invertebrata dan benthos. Tumbuh hampir disegala media umum yang mengandung NaCl 1-1.5%.
Epizootiology:  Vibriosis merupakan penyakit yang potensial bagi ikan laut, baik yang dibudidayakan maupun bagi ikan liar. Sebetulnya pada keadaan normal bakteri tsb merupakan mikroflora pada usus ikan air laut. Suhu ambang untuk terjadinya wabah tergantung dari species ikan msalnya untuk salmon dan turbot pada level suhu 10-11oC. Kematian yang diakibatkannya dapat mencapai 50% terutama apabila terjadi pada ikan yang berumur muda.  Vibriosis merupakan penyakit sekunder, artinya penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit yang lain misalnya protozoa atau penyakit lainnya.  
Gejala klinis: anorexia, warna tubuh menjadi gelap, warna insang pucat. Pada infeksi akut ikan akan menunjukkan gejala  tubuh membengkak, luka pada kulit yang mengeluarkan nanah. Pada infeksi kronik akan terbentuk granuloma, dan pendarahan pada  rongga perut.
Penanggulangan : lebih ditujukan pada pencegahan yaitu dengan vaksinasi dan seleksi ikan yang tahan terhadap infeksi penyakit.
Pengobatan :
Pemberian antibiotik melalui pakan ataupun suntikan yang sesuai (jenis, dosis, dan lama pemberian disesuaikan dengan peraturan).  Beberapa contoh antara lain :  menggunakan Oxytetracycline sebanyak 0.5 gram per kg pakan ikan selama 7 hari, atau dengan Sulphonamides 0.5 gram per kg pakan ikan selama 7 hari, atau Chlorampenicol sebanyak 0.2 gram per kg berat pakan ikan selama 4 hari.  Jika ikan tidak mau makan, cobalah dengan pengobatan melalui perendaman menggunakan Nitrofurozon 15 ppm selama lebih kurang 4 jam atau dengan Sulphonamides 50 ppm selama lebih kurang 4 jam.  
       5.    Penyakit Edwardsielosis
 Penyebab: Edwardsiela tarda, bakteri bersifat gram negatif berbentuk batang dan bergerak dengan menggunakan flagella, bersifat fermentatif dan  mampu memproduksi H2S.
Sampai saat ini penyakit ini telah dilaporkan dapat menginfeksi hampir semua jenis ikan termasuk salmon, chanel catfis, ikan mas, sidat, tilapia dan flounder.
Gejala infeksi: ikan pucat, gembung perut, pendarahan pada anus, anus tertekan kedalam, dan mata  pudar. Gejala klinis pada organ dalam adanya bintil kecil berwarna putih terdapat pada insang, ginjal, hati dan limfa dan kadang-kadang pada usus.
Hal yang berperan membantu terjadinya wabah diduga karena ular, kotoran manusia dan binatang lainnya.  Namun wabah biasanya terjadi pada suhu tinggi yaitu 30oC dan kandungan bahan organik tinggi. Jumlah kematian akan tergantung pada keadaan lingkungan tetapi dari data yang ada ternyata pada kolam ikan lele biasanya kematian tidak lebih dari 5%. Namun demikian apabila ikan tersebut dipindahkan maka infeksi penyakit tersebut akan bertambah ganas dan dapat menyebabkan kematian sekitar 50% dari populasi.
Ikan yang ternfeksi akan menunjukan gejala terjadinya luka pada kulit dan kemudian meluaskan bagian daging. Luka ini sering mengakibatkan pendarahan. Pengobatan: adalah dengan memberikan sulfamerazin atau OTC melalui penyuntikan atau dicampurkan pada pakan.

6. Penyakit Streptococciosis
Penyebab: Streptococcus iniae. 
Bio-Ekologi Patogen : termasuk bakteri gram positif berbentuk bulat kecil (coccus), bergabung menyerupai rantai, non-motil, koloni transparan dan halus dan mempunyai kemampuan menyerang sel darah merah. Streptococcus merupakan bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik yang secara terus menerus dipergunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang lain. Infeksi : Streptococcus pada ikan dapat berlangsung secara kronik hingga akut.  Kemampuan menyerang sel darah karena species ini miliki dan atau - haemolytic. Seperti misalnya S. agalactiae memiliki  dan  - haemolytic.  Penyakit ini banyak dilaporkan pada ikan yang dipelihara pada lingkungan perairan tenang (stagnant) dan sistem resirkulasi.  Infeksi ini banyak ditemukan di organ otak, sehingga ikan yang terinfeksi sering menunjukkan tingkah laku abnormal seperti kejang atau berputar.  
Gejala Klinis : gejala yang ditimbulkannya meliputi mata menonjol, gembung perut (dropsy), pendarahan pada mata, tutup insang dan pangkal ekor, warna ikan menjadi lebih gelap, dan ikan berenang cepat tidak karuan, pertumbuhan ikan menjadi lambat. Sedangkan ciri pada organ dalam meliputi kerusakan ginjal, hati, limpa dan usus.  Seringkali infeksi Streptococcus tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas kecuali kematian yang terus berlangsung.  Biasanya penyakit ini diamati lewat pemeriksaan laboratories.

Species ikan yang terinfeksi meliputi: ikan ekor kuning, tilapia, sidat, rainbow trout, channel catfish,  golden shiner, lele-lelean (Arius felis) ,silver trout dan mullet.
Efek yang ditimbulkan adalah ikan menjadi sulit bernapas dan hilang kemampuan dalam menentukan arah dan gerak (inkoordinasi). Mata menjadi buram, nekrosis dan dapat menyebabkan kondisi kebutaan. Kerusakan organ-organ internal akan mengakibatkan kematian. 
Pencegahan dan pengendalian : manajemen kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan dan patogen),  ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan, hindari penggunaan air dari kolam yang sedang terinfeksi bakteri tersebut.  menghindari kepadatan tinggi, pakan berlebih dan penanganannya kasar.
Pengobatan  : Erythromycin 50 – 100 mg/kg berat badan ikan / hari melalui pakan selama 21 hari, Oxytetracycline 50 – 75 mg/kg ikan /hari melalui pakan selama 10 hari, Tetracycline 75 – 100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 14 hari.
Pada  Gambar 20. di bawah ini terlihat ikan yang terinfeksi bakteri Streptococcus iniae. 
         Gambar 20. Ikan yang terinfeksi bakteri Streptococcus iniae, serta   gejala spesifik pada hati yang pucat dan teksturnya rapuh

7. Penyakit Mycobacteriosis
Penyakit ini disebabkab oleh bakteri Mycobacterium spp. Species bakteri yang dapat menginfeksi ikan adalah: M. marinum, M. foruitum dan M. chelonei. 
Bio-Ekologi Patogen : Bakteri tersebut berbentuk batang agak bengkok, bersifat acid fast dan gram positif, tumbuh pada media khusus seperti Lowenstein-Jensen, Petragnani dan Ogawa and Sauton.  Tumbuh agak lama sekitar 30 hari. Namun untuk
M. fortuitum dan M. chelonei akan tumbuh  7 hari  dalam medium” Ogawa’s egg”
pada temperatur 25-30oC .  Infeksi Mycobacterium banyak dilaporkan pada ikan yang dipelihara pada lingkungan perairan tenang (stagnant) dan sistem resirkulasi, sehingga jenis ikan seperti gurami dan cupang yang cocok pada kondisi tersebut sering dilaporkan terinfeksi penyakit tersebut.  Kolam tadah hujan dan pekarangan dengan sumber air terbatas lebih rentan terhadap infeksi jenis penyakit ini.    Gejala klinis: Mycobacteriosis merupakan penyakit yang progresif chronik dengan beberapa gejala klinis antara lain lesi seperti cacar, ikan lemah, pembengkakan pada kulit, mata menonjol (exophthalmia) lesi dan borok pada tubuh.  Ikan akan kehilangan nafsu makan, lemah, kurus.  Gejala ini diawali dengan kurang gizi terutama vitamin E.  Jika menginfeksi kulit, timbul bercak-bercak merah dan berkembang menjadi luka, sirip dan ekor geripis.  Pada infeksi lanjut, gejala pada organ dalam biasanya terdapat granuloma yang berwarna putih keabu-abuan atau putih kecoklatan, terutama pada hati, limfa, ginjal dan pada daging ikan (dikenal sebagai penyakit TBC). 
Epizootiology dari penyakit ini sangat sedikit sekali diketahui. Kemungkinan penyebaran penyakit tersebut dengan menelan langsung dari pakan atau kotoran yang terinfeksi oleh Mycobacterium spp tersebut.. Di Indonesia telah ditemukan menginfeksi ikan hias dan ikan gurame (Osphronemus gouramy). Insidensi infeksinya dapat mencapai 60% degan. Kematian yang diakibatkan dapat mencapai 70-80%.  
Diagnosa  berupa isolasi dan identifikasi melalui uji biokimia. 
Pengendalian dan Pengobatan : manajemen kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan dan patogen), ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan, hindari penggunaan air dari kolam yang terinfeksi bakteri tersebut.  Pengobatan paling efektif adalah dengan menyuntikan antibiotik Streptomycin dosis 0,01 – 0,02 mg/g ikan atau dengan merendam ikan di larutan tersebut diatas dengan dosis 10 mg per liter air.  Streptomycin 50 – 75 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 10 hari, Chloramine B atau T 10 ppm melalui perendaman selama 24 jam dan setelah itu dilakukan penggantian air baru.  Pemeliharaan dalam ”air hijau” secara ekstensif akan mengurangi stress.  
Pada Gambar 21. di bawah ini dapat dilihat morfologi Mycobacterium spp. 

8.      Penyakit Nocardiasis
Penyakit ini disebabkan oleh Nocardia spp. adalah organisme bersifat aerob, gram positif dan mungkin “acid fast’ berbentuk batang dan kadang-kadang bercabang.
Dapat menginfeksi baik ikan air tawar maupun ikan air laut. 
Ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala  hilang nafsu makan (anorexia), ikan kurus, pembengkakan terjadi pada daerah mulut dan perut yang menunjukkan adanya bintik putih pada kulit, insang, daging dan organ dalam dan kadang-kadang penyakit ini menimbulkan lesi. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala infeksi tuberkulosis.

9.      Penyakit Enteric Septicaemia of Catfish (ESC)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Edwardsiela ictaluri . Bakteri tsb tergolong bakteri yang mempunyai sifat gram negatif, berbentuk batang, bergerak lamban dengan menggunakan flagella. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 2030oC. Perbedaannya dengan E. tarda adalah bakteri E. ictaluri tidak memproduksi H2S dan indol.
Gejala klinis dari penyakit ini ciri dengan keadaan ikan lemah menggantung arah vertikal, berenang berputar (Spinning) dan kemudian diikuti oleh kematian. Pada ikan yang berukuran panjang diatas 15 cm gejala klinis luar tidak pernah ditemukan. Penyebaran penyakit tersebut meliputi seluruh wilayah Amerika dimana budidaya channel catfish sangat intensif.

10.  Penyakit Pasteurellosis.
Jasad penyebab penyakitnya adalah Pasteurella piscida. Yaitu bakteri gram negatif tidak bergerak, berbentuk batang, fermentatif dengan warna koloni abu-abu sampai kuning.
Pasteurellosis adalah penyakit septicaemia dimana gejala klinis pada infeksi akut hanya menunjukkan gejala yang tidak dapat terdeteksi. Sedangkan gejala pada organ dalam dapat ditemukan granuloma pada ginjal dan limfa yang berwarna putih keabuabuan. Oleh karena itu maka penyakit ini juga sering disebut dengan istilah "pseudotuberculosis"
 Pasteurellosis menyerang baik ikan yang dibudidayakan maupun ikan liar. Penyakit ini hanya menginfeksi ikan laut pada suhu air sekitar 25oC. 

            11.Penyakit Enteric Red Mouth Disease (ERM) 
Penyakit ini disebabkan oleh Yersinia ruckeri, bakteri bersifat gram negatif, berbentuk batang agak lengkung, bergerak dengan menggunakan 7-8 flagella. Ada tiga tipe sel yaitu type 1, type 2 dan type 3 dimana type 1 sangat virulen, diikuti oleh type 2 dan kemudian type 3.
 Red Mouth Disease adalah suatu penyakit dengan gejala klinis warna merah pada mulut dan kerongkongan akibat adanya pendarahan pada lapisan subcutan. Gejala lainnya adalah pembengkakan dan erosi pada rahang, kulit jadi kehitaman, pendarahan pada pangkal sirip, mata menonjol dan ikan lemah (Fuhrman et al., 1983) dalam Hambali (2003). Gejala klinis pada organ dalam meliputi pendarahan pada otot daging,lemak pada usus serta pembengkakakan terjadi pada ginjal dan limfa. Penyebaran penyakit ini meliputi: Amerika Serikat, Canada, Denmark, Inggeris, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia dan Australia.
Penyakit ini terutama menyerang ikan kecil ukuran panjang sekitar 7.5 cm. Lebih jarang menginfeksi ikan besar tetapi lebih bersifat chronik.


BAB VII
TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN

Mencegah lebih baik dari mengobati adalah prinsip yang tepat untuk mengatasi setiap gangguan penyakit ikan. Mencegah penyakit akan jauh lebih baik dari mengobatinya. Pencegahannya berarti melakukan upaya-upaya agar ikan terhindar dari serangan penyakit.
Pada tahap awal, seorang petani ikan hendaknya memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk mengenal tanda-tanda awal dari ikan yang terkena penyakit.  Ini sangat diperlukan agar tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap serangan penyakit tersebut juga dapat dilakukan secara dini.  
                  Kolam dan akuarium dapat dibersihkan secara mekanik, kimia atau biologis. Cara mekanik dilakukan menggunakan peralatan pembersih, seperti alat sirkulasi dan filter. Pembersihan secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan mutilen biru dan PK (Kalium Permanganat). Secara biologis, kolam atau akuarium dibersihkan dengan memanfaatkan organisme lain seperti bakteri pengurai dan tanaman air.
Beberapa kegiatan berikut ini juga bermanfaat untuk mengendalikan serangan
penyakit ikan yaitu:
1.    PENGALIRAN AIR
 Pengaliran air adalah salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di kolam, disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air kolam yang kurang memenuhi syarat.  Pengaliran dimaksudkan untuk mengencerkan senyawa beracun atau menciptakan kondisi lingkungan kolam yang lebih baik, sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
 Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan dan hasil ekskresi, sehingga tidak terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut.  Aliran air juga dapat mempertahankan temperatur dan konsentrasi oksigen di kolam tetap menunjang kehidupan ikan  Jika jumlah ikan yang terserang penyakit cukup besar, pengaliran dapat dilakukan di kolam tersebut.  Akan tetapi, jika hanya beberapa ekor ikan saja yang terserang, maka pengaliran dapat dilakukan dalam bak atau wadah yang lebih kecil. 

2.    PENCUCIAN KOLAM
            Sering dijumpai kematian ikan di kolam disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam kolam, baik disengaja maupun tidak.  Penggunaan insektisida untuk pertanian maupun buangan limbah industri yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan masuknya senyawa beracun tersebut ke dalam kolam dan menimbulkan masalah penyakit.
 Untuk mengatsi kematian ikan secara masal karena keracunan sebaiknya dilakukan penutupan saluran pemasukan air dan memindahkan ikan yang terkena racun secepat mungkin ke kolam lain atau saluran air yang tidak tercemar oleh racun atau limbah industri.  Tindakan selanjutnya adalah mengeringkan kolam selama beberapa hari agar daya racun dari senyawa tersebut menjadi lemah.

3.    PERENDAMAN
 Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit di bagian luar tubuhnya (ektoparasit), sebaiknya dilakukan tindakan perendaman dalam senyawa kimia tertentu.  Bila ikan yang terkena penyakit hanya beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak atau wadah kecil.  Akan tetapi jika jumlah ikan yang terserang cukup banyak, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam kolam.
 Perendaman ikan di dalam bak atau wadah kecil dapat dilakukan dengan membuat larutan senyawa kimia sesuai dengan jenis organisme penyakit yang menyerangnya.  Masukkan ikan yang sakit ke dalam wadah tersebut dan biarkan selama beberapa saat.  Ikan yang telah direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang airnya bersih untuk menghilangkan pengaruh senyawa kimia selama perendaman.  Jika belum sembuh, sebaiknya dilakukan perendaman ulang dalam senyawa kimia, hingga ikan benar-benar sembuh.
 Sebelum menebar senyawa kimia sesuai konsentrasi yang dianjurkan, saluran pemasukan dan pengeluaran air harus ditutup dahulu, agar konsentrasi senyawa kimia tidak berubah.  Agar konsentrasinya seragam, senyawa kimia tersebut dilarutkan dahulu ke dalam beberapa liter air dan kemudian barulah disebarkan secara merata ke seluruh permukaan kolam.  Konsentrasi senyawa kimia di dalam kolam harus lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi senyawa kimia yang digunakan di dalam bak atau wadah kecil.  Dengan demikian, proses perendaman ikan di kolam berlangsung lebih lama.
 Jika sebelum waktu perendaman yang ditetapkan berakhir ikan sudah memperlihatkan tanda-tanda keracunan, sebaiknya segera dialirkan air baru yang segar dengan cara membuka saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air.

4.    MELALUI PAKAN           
 Ikan yang telah terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan melalui pakan, terutama terhadap serangan yang tidak mengakibatkan kematian secara tiba-tiba.  Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada tahap awal terjadinya serangan, sebab pada saat itu ikan masih mempunyai nafsu makan.  Keterlambatan pengobatan akan memberikan hasil kurang memuaskan, karena ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat yang diberikan lebih banyak terbuang percuma.
 Prinsip pengobatan melalui pakan adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui pemberian pakan dan membunuh organisme penyebab penyakit dengan obat yang sengaja dicampurkan ke dalam pakan.  Jenis obat yang umum digunakan melalui pakan antara lain sulfamerazin, sulfadiazin, trisulfa, dan teramisin.  Dosis yang diberikan tergantung pada jenis obat yang digunakan.  Satu gram sulfamerazin yang dicampurkan ke dalam 5 kg pakan sudah cukup efektif untuk mengobati 30-50 kg ikan yang terserang penyakit.  Lamanya pengobatan biasanya berlangsung secara terus-menerus selama 5-10 hari.

5.    PENYUNTIKAN
 Pengobatan melalui penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang penyakit berupa parasit.  Tindakan pengobatan melalui penyuntikan hanya efektif digunakan jika ikan yang terserang jumlahnya relatif sedikit.  Jika jumlahnya banyak, maka dibutuhkan tenaga, waktu dan peralatan yang lebih banyak sehingga dianggap kurang efisien.
             Teknik pengobatan ikan dengan cara penyuntikan biasanya dilakukan untuk induk ikan.  Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan yang sakit, karena mudah dan resiko lebih kecil dibandingkan dengan penyuntikan di bagian lainnya.
Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 (dua) langkah yaitu :
1.        Berdasarkan tehnik budidaya yaitu berupa tindakan-tindakan menghentikan pemberian pakan pada ikan, mengganti pakan dengan jenis lain, mengelompokkan ikan menjadi kelompok yang kepadatan/densitasnya rendah, dan bila tidak memungkinkan lagi maka ikan dapat dipanen daripada menjadi wabah bagi ikan lainnya.
2.        Berdasarkan terapi kimia yaitu berupa pemeriksaan kepekaan dari masing-masing obat yang telah dan akan digunakan, pemeriksaan batas dosis yang aman untuk masingmasing obat agar tidak terjadi over dosis, dan memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
Di bawah ini diuraikan beberapa tindakan penanganan terhadap penyakit ikan  antara lain untuk :
1.      Penyakit Virus  :  jika ikan terinfeksi virus sangatlah sulit untuk diobati,  Ada 2 (dua) tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari lingkungan dan meningkatkan kekebalan ikan terhadap virus.  Tindakan pencegahan pertama adalah dengan melakukan desinfeksi semua wadah dan peralatan, seleksi induk dan telur bebas virus.  Berikutnya adalah melakukan upaya meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin dan immunostimulan atau vitamin.  Diantara tindakan penanganan yang ada, vaksin merupakan tindakan pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit virus, walaupun untuk penyakit virus herpes koi belum dikembangkan.  Untuk pengendalian penyakit virus pada udang, tidak ada jenis antibiotika  dan kemoterapi lain yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit virus.  Pencegahan lebih efektif untuk hal tersebut berupa penyediaan benih bebas virus, pembersihan carrier (pembawa) di lingkungan tambak merupakan alternatif yang paling berhasil untuk program pengendalian penyakit viral, penjagaan kualitas lingkungan dan aplikasi immunostimulan dapat merangsang sistem kekebalan non spesifik udang.
2.      Penyakit Bakterial  :  dapat diobati dengan antibiotika.  Tetapi penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang negatif.  Pemilihan antibiotika yang tepat adalah pekerjaan penting dalam mengatasi masalah infeksi bakteri.  Pemilihan antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensivitas obat.  Antibiotika dapat mengobati dengan cepat ikan yang terinfeksi bakteri, tetapi juga dapat menghasilkan bakteri yang resisten terhadap antibiotika.  Untuk itulah maka pengembangan vaksin sangat penting artinya.
3.      Penyakit Jamur :  sampai sekarang belum dilakukan tindakan penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air.  Jadi pencegahan merupakan tindakan yang dapat dilakukan.  Spora yang berenang di air untuk menemukan inang menunjukkan sensitivitas terhadap beberapa zat kimia.
4.      Penyakit Parasitik :  umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat kimia.  Tetapi telur dan siste memiliki resistensi terhadap zat kimia.  Berdasarkan keberadaan parasit maka pengobatan kedua harus dilakukan setelah spora atau oncomiracidium menetas.  Untuk menentukan jadwal pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus hidup parasit sangatlah penting.   


























BAB VIII
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN


Penyakit pada ikan merupakan gangguan pada fungsi atau struktur organ atau bagian tubuh ikan.  Penyakit pada ikan dapat muncul akibat adanya faktor-faktor yang tidak sesuai dengan syarat hidup ikan.  Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi akibat kelalaian manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak harmonis dalam hubungan mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan. Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian serius maka akan mengganggu kesehatan ikan.  Ikan akan mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian.  Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun.  Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan  akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya (kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri.  Pada intinya, kesehatan ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena fungsinya menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika tidak segera ditangani atau diobati secara tuntas.  
Salah satu kelompok penyebab penyakit pada ikan yang juga harus diwaspadai oleh petani ikan dan hobiis (kolektor) ikan adalah kelompok non-infeksi. Kelompok ini adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan jasad hidup, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan  (oksigen, suhu, ph, salinitas, dsb), biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb), pollutan, rendahnya mutu pakan dan lain-lain.

   Penyakit akibat lingkungan pada ikan  sering terjadi.  Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 3 golongan yaitu akibat faktor abiotik, faktor biotik dan faktor penanganan (handling).
a.   Faktor abiotik, seperti suhu/temperatur, pH,  dan kesadahan. 
Suhu/temperatur
Ikan mempunyai tahap toleransi yang maksimal dan minimal terhadap perubahan suhu.  Jika terjadi perubahan suhu melebihi 5oC secara mendadak, akan mempengaruhi keseimbangan regulasi sistem saraf dan hormonal badan ikan yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan terhadap sistem imunisasi.               

Suhu yang tinggi di daerah tropis merupakan masalah yang sering ditemukan, karena menyebabkan kurangnya kelarutan oksigen dan meningkatnya pertambahan mikroorganisme di dalam sistem akuatik. Suhu rendah menyebabkan kecepatan metabolisme turun dan nafsu makan ikan  menurun. Suhu dingin di bawah suhu optimum akan berpengaruh pada tingkat  kekebalan tubuh ikan, sementara itu sedangkan suhu optimum berbeda-beda bagi masing-masing jenis ikan. ’Heat stress’ menyebabkan kadar metabolisme badan ikan meningkat, akibatnya ikan mengalami penurunan selera makan dan mudah terjangkit penyakit akibat kurangnya ketahanan melawan penyakit.

Cahaya dan Kelarutan Oksigen
Cahaya diperlukan untuk proses fotosintesis dan fotosintesis akan meningkatkan kelarutan oksigen di dalam sistem akuatik.  Banyak faktor yang  berpengaruh dalam proses ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen di dalam air.
CO2 + 2 H2X   ----------- tenaga cahaya ----------- [CH2O] + H2O + 2X
6CO2 + 6H2O ----------- tenaga cahaya ----------- C6H12O6 + 6O2
Tahap kebutuhan oksigen terlarut untuk ikan adalah antara 4 - 10 ppm.  Ikan dapat hidup di bawah 4 ppm, tetapi kadar oksigen yang rendah akan mempengaruhi kadar tumbuh besar ikan secara keseluruhan.  

pH
Bagi ikan, pH air yang dibutuhkan akan bervariasi tergantung jenisnya . Pada umumnya ikan akan toleran terhadap range pH tertentu  misalnya untuk ikan hias jenis Mas Koi dan Mas koki antara 6.2 - 9.2.  Keberadaan pH air yang ekstrim dibawah atau diatas pH optimum akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan ikan.
Efek langsung dari pH rendah dan yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel baik kulit maupun insang, karena akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen terutama bagi ikan yang bernafas menggunakan insang.

Kesadahan
Kesadahan pada lingkungan petani ikan dikenal dengan istilah air lunak dan air yang keras. Nilai kesadahan pada air biasanya ditentukan dengan kandungan kalsium karbonat atau magnesium. Tingkatan nilai kesadahan untuk air dapat dibedakan menjadi air yang lunak (air dengan kesadahan rendah), air yang sedang dan air yang keras (kesadahan tinggi) dan sangat keras.  Pada Tabel 6 di bawah ini dapat dilihat tingkat kesadahan air berdasarkan jumlah kandungan kalsium karbonat.

Tabel 6. Tingkat kesadahan air berdasarkan pada jumlah kandungan kalsium      karbonat
Tingkat kesadahan
Kandungan kalsium karbonat
Nilai kesadahan (dCHo)
Lunak (rendah)
Sedang
Keras  (tinggi)
Sangat keras
0-50
50-150
150-100
> 300
0-3.5
3.5-10
10.5-21
>21

Tiap jenis ikan terutama ikan hias memerlukan kesadahan air yang tidak sama, misalnya ikan neon tetra memerlukan kesadahan air yang rendah jika dibandingkan dengan ikan hias dari golongan siklid lainnya.

Pencemaran
Bahan cemaran berasal dari sumber air pada usaha budidaya ikan, yang menggunakan sumber air dari sungai atau perairan umum lainnya.
Bahan cemaran berasal dari limbah domestik, aliran darat yang dibawa oleh hujan  maupun limbah industri berupa bahan beracun dan logam berat. Bahan cemaran tersebut secara langsung dapat mematikan atau bisa juga melemahkan ikan. 

Oksigen terlarut akan berkurang dikarenakan proses pembongkaran bahan organik  dari bahan cemaran oleh bakteria.  Proses ini juga akan meningkatkan populasi bakteri disamping meningkatkan kandungan sistem akuatik. Bahan cemaran dengan konsentrasi rendah yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan menimbulkan efek yang tidak mematikan ikan tetapi mengganggu proses kehidupan ikan (sublethal) dan hal ini akan mengganggu kesehatan ikan. Pada kondisi demikian ikan akan mudah terinfeksi oleh segala macam penyakit misalnya penyakit akibat infeksi jamur dan bakteri.

b.      Faktor Biotik
Adanya nutrien yang tinggi dari kondisi di atas akan mengakibatkan ‘alga bloom’, yang akan menurunkan kandungan oksigen, meingkatkan karbondioksida dan pH air melalui proses dekomposisi.  Algae yang menutupi permukaan air, menghalangi cahaya yang masuk dan akan mengganggu proses pernafasan ikan. Sementara itu algae yang tumbuh di dalam air berpengaruh terhadap pergerakan ikan karena akan terperangkap oleh algae. Selain itu algae sel tunggal berupa filament, dapat masuk ke dalam lembar insang dan mengganggu proses pernafasan ikan, sehingga ikan lama kelamaan akan mengalami kekurangan oksigen. 

Beberapa algae yang biasanya tumbuh berlebih (blooming) akan berpengaruh pada pengurangan kandungan oksigen dalam air baik dari aktivitas fotosintesa terutama pada waktu malam hari. Akibat dari aktivitas pembusukan algae akan menimbulkan bahan beracun seperti ammoniak. Selain itu beberapa algae akan bersifat racun bagi ikan misalnya dari jenis Mycrocystis aeruginosa.

c.       Faktor Penanganan (Handling)
Beberapa faktor penanganan ikan perlu diperhatikan adalah : pemberian pakan yang tidak seimbang, penanganan ikan secara kasar dan jumlah padat tebar terlalu tinggi.
Pemberian pakan yang tidak seimbang
Pemberian pakan secara berlebihan perlu dihindari, karena pakan yang berlebih akan jatuh ke dasar perairan menjadi substrat pertumbuhan bakteri.  Selain dari itu, bahan organik menyebabkan proses perombakan dan selanjutnya akan meningkatkan persaingan terhadap penggunaan oksigen.

Penanganan ikan secara kasar
Pada saat ikan dijadikan sampel pemeriksaan penyakit, tindakan penanganan ikan secara kasar dapat menyebabkan cidera pada ikan.  Masalah penyakit akibat bakteri dan jamur merupakan masalah utama yang sering dihadapi akibat penanganan ikan secara kasar.

Jumlah padat tebar terlalu tinggi 
Kepadatan ikan yang terlalu tinggi menyebabkan ikan saling berebut oksigen.  Kekurangan oksigen akan menyebabkan ikan stres dan daya tahan tubuhnya menurun sehingga mudah dihinggapi penyakit.  Bagi ikan berduri, badannya akan mudah mendapat luka sehingga penyakit akan mudah menular dari satu ikan ke ikan lainnya. 
Kondisi padat juga akan menyebabkan terjadi ‘krisis sosial’ di mana ikan yang besar akan mendominasi ikan kecil, akibatnya proses tumbuhbesar ikan akan terhambat sehingga ukuran ikan menjadi tidak seragam.














BAB IX
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT NUTRISI)


Seperti halnya manusia, ikan memerlukan nutrisi yang baik, agar bisa hidup dengan sehat. Oleh karena itu ikan perlu diberi makan dengan makanan yang mengandung kadar nutrisi yang memadai. Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin.
Pakan ikan harus mengandung cukup protein, karena protein yang dibutuhkan oleh ikan relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit dan pertumbuhan ikanpun akan terganggu. 
Kekurangan vitamin pada ikan mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh ikan baik kelainan bentuk tubuh ataupun kelainan fungsi faal (fisiologi). Contohnya ikan yang : 
1.      Kekurangan vitamin A mengakibatkan pada pertumbuhan yang lambat, kornea mata menjadi lunak, mata menonjol dan mengakibatkan kebutaan, pendarahan pada kulit dan ginjal.
2.      Ikan yang  kekurangan vitamin B1 (Thiamin) menunjukkan gejala : ikan lemah dan kehilangan nafsu makan, timbulnya pendarahan atau penyumbatan pembuluh darah, abnormalitas gerakan seperti kehilangan keseimbangan, dan warna kulit ikan menjadi pucat.
3.      Kekurangan vitamin B2 (Riboflavin) menunjukkan gejala: mata ikan keruh dan pendarahan pada okuler mata, akibatnya ikan lama kelamaan akan mengalami kebutaan, kulit berwarna gelap, nafsu makan hilang, pertumbuhan lamban dan  timbulnya pendarahan pada kulit dan sirip.
4.      Ikan yang mengalami kekurangan vitamin B6 (Pyridoxine) akan menyebabkan frekuensi pernafasan meningkat, ikan kehilangan nafsu makan, ikan lama kelamaan akan mengalami kekurangan darah.
5.      Vitamin C sangat berperan di dalam pembentukan kekebalan tubuh, karena itu kekurangan vitamin C yang berlangsung dalam periode lama akan mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh.  Kekurangan vitamin C pada ikan akan menunjukkan gejala ikan berwarna lebih gelap, pendarahan terjadi pada kulit, hati dan ginjal.  Kekurangan vitamin C juga akan menyebabkan terjadinya kelainan pada tulang belakang yaitu bengkok arah samping (Scoliosis) dan bengkok arah atas dan bawah (Lordosis).
Pada Tabel 7 di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh kelainan pada tubuh ikan akibat dari kekurangan nutrisi tertentu.
Tabel 7. Beberapa contoh kelainan pada ikan sebagai kekurangan jenis nutrisi tertentu 

Gejala  Kekurangan
Nutrisi
Anemia
Folic Acid, Inositol, Niacin, Pyrodoxine, Rancid Fat, Riboflavin, Vitamin B12, Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K.
Anorexia
Biotin, Folic Acid, Inositol, Niacin, panthothenic Acid, Pyrodoxine, Riboflavin, Thiamin, Vitamin A, Vitamin B12, Vitamin C
Acites
Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, 
Ataxia
Pyrodoxine, Pantothenic acid, Riboflavin
Atrophy of Gills
Panthothenic Acid
Atrophy of Muscle
Biotin, Thiamin
Caclinosis : renal
Magnesium
Cartilage abnormality
Vitamin C, Tryptophan 
Cataracts
Methionine, Riboflavin, Thiamin, Zinc
Ceroid liver
Rancid Fat, Vitamin E
Cloudy lens
Methionine, Riboflavin, Zinc
Clubbed gills
Pantothenic Acid
Clotting blood; slow
Vitamin K
Colouration: dark skin
Biotin, Folic Acid, Pyrodoxine Riboflavin
Convulsions
Biotin, Pyrodoxine, Thiamin
Discolouration of skin
Fatty Acids, Thiamin
Deformations ; bone
Phosphorous
Deformations ; lenss
Vitamin A
Degenerations of gills 
Biotin
Dermatitis
Pantothenis Acid
Diathesis, exudative
Selenium
Distended stomach
Inositol
Distended swimblandder
Pantothenis Acid
Dystrophy, muscular
Selenium, Vitamin E

Untuk menanggulangi akibat kekurangan vitamin maka tentu saja kita harus melengkapi atau menambahkan beberapa vitamin pada pakan ikan.


BAB X
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT GENETIK)


Faktor genetik berpengaruh langsung pada bentuk fisik ikan dan keadaan ini tidak akan bisa diobati dengan menggunakan obat antibiotik ataupun jenis yang lainnya.
Perkawinan kekerabatan pada ikan akan dapat menimbulkan masalah pada penurunan daya tahan tubuh ikan tersebut terhadap infeksi suatu penyakit, karena perkawinan kekerabatan akan mengakibatkan miskinnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri.  Kelainan lain yang sering ditemukan pada ikan hasil perkawinan kekerabatan adalah tutup insang tidak tertutup dengan sempurna. Hal tersebut akan mengganggu proses pernafasan ikan sehingga lama kelamaan ikan akan mengalami kekurangan darah. Ini disebabkan rusaknya sistem pembuat darah akibat dari minimnya oksigen yang  dipasok pada jaringan pembuat darah.
Pencegahan penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit non infeksi adalah sebagai berikut :
1.      Lingkungan, terutama sifat fisika, kimia dan biologi perairan akan sangat  mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan organisme penyebab penyakit.  Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stress dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit non parasit.
2.      Kepadatan ikan yang seimbang karena jika kepadatan ikan melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti amoniak akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stress dan merupakan penyebab timbulnya penyakit.
3.      Pakan yang seimbang karena pemberian pakan yang kurang bermutu dapat menyebabkan kekurangan vitamin sehingga akan diikuti oleh pertumbuhan yang lambat atau menurunnya daya tahan ikan dan memudahkannya untuk diserang penyakit.  Disamping itu juga tingkat pemberian pakan dan kualitas pakan juga akan mempengaruhi sistem kekebalan.
Untuk tindakan pengobatan penyakit non infeksi dapat dilakukan dengan perendaman, penyemprotan dengan tekanan tinggi, melalui pakan dan melalui suntikan menggunakan antibiotika. 

DAFTAR PUSTAKA

Afriantono, E dan Evi Liviawaty.  1992.  Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Dailami. D, A.S. 2002. Agar Ikan Sehat. Swadaya . Jakarta.

Effendi Irzal. 2004. Pengantar Aquakulture. Swadaya. Jakarta

Lesmana, Darti. S, 2003. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Penebar Swadaya.

Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta.

http: // www.fri.gov.my/ppat/culture/ diesease.