Monday, October 27, 2014

MENGENAL MANFAAT CHLORELLA DAN PERKEMBANGANYA

October 27, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Klasifikasi dan Morfologi
Nama Chlorella berasal dari zat bewarna hijau (chlorophyll) yang juga berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Steenblock 2000). Chlorella sp. (Gambar 1) oleh Bold dan Wynne (1985) dikategorikan ke dalam kelompok alga hijau yang memiliki jumlah genera sekitar 450 dan jumlah spesies lebih dari 7500.
Nama alga hijau diberikan karena kandungan zat hijau (chlorophyll)  yang dimilikinya sangat tinggi, bahkan melebihi jumlah yang dimiliki oleh beberapa tumbuhan tingkat tinggi. Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi    : Chlorophyta
Kelas    : Chlorophyceae
Ordo    : Chlorococcales
Famili    : Oocystaceae
Genus    : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
Bentuk umum sel-sel Chlorella adalah bulat atau elips (bulat telur), termasuk fitoplankton bersel tunggal (unicellular) yang soliter, namun juga dapat dijumpai hidup dalam koloni atau bergerombol. Diamater sel umumnya berkisar antara 2-12  mikron, warna hijau karena pigmen yang mendominasi adalah klorofil (Bold 1980). Chlorella sp. merupakan organisme eukariotik (memiliki inti sel) dengan dinding sel yang tersusun dari komponen selulosa dan pektin sedangkan protoplasmanya berbentuk cawan (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
2.1.2   Habitat dan Ekologi
Berdasarkan habitat hidupnya Chlorella dapat dibedakan menjadi Chlorella air tawar dan Chlorella air laut. Chlorella air tawar dapat hidup dengan kadar salinitas hingga 5 ppt. Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah Chlorella vulgaris, Chlorella pyrenoidosa, Chlorella virginica dan lain-lain (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Umumnya Chlorella bersifat planktonis yang melayang di dalam perairan, namun beberapa jenis Chlorella juga ditemukan mampu bersimbiosis dengan hewan lain misalnya Hydra dan beberapa Ciliata air tawar seperti Paramecium bursaria ( Dolan  1992).
2.1.3  Reproduksi
Reproduksi Chlorella adalah aseksual dengan pembentukan autospora yang merupakan bentuk miniatur dari sel induk. Tiap satu sel induk (parrent cell) akan membelah menjadi 4, 8, atau 16 autospora yang kelak akan menjadi sel-sel anak (daughter cell) dan melepaskan diri dari induknya (Bold dan Wynne 1985).
Proses reproduksi Chlorella dapat dibagi menjadi 4 tahap (Kumar dan Singh 1979 ) yaitu:
Tahap pertumbuhan, pada tahap ini sel Chlorella tumbuh membesar. Tahap pemasakan awal saat terjadi peningkatan aktivitas sintesa yang merupakan persiapan awal pembentukan autospora. Tahap pemasakan akhir, pada tahap ini autospora terbentuk.
Tahap pelepasan autospora, dinding sel induk akan pecah dan diikuti oleh pelepasan autospora yang akan tumbuh menjadi sel induk muda.
2.2 Kultur Chlorella sp.
2.2.1  Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangbiakan Chlorella sp.
Menurut Bold dan Wynne (1985), perkembangbiakan Chlorella sp. dalam kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: media, nutrien atau unsur hara, cahaya, suhu, serta salinitas. Media merupakan tempat hidup bagi kultur Chlorella yang pemilihannya ditentukan pada jenis Chlorella yang akan dibudidayakan. Bahan dasar untuk preservasi media yang dapat digunakan adalah agar-agar.
Nutrien terdiri atas unsur-unsur hara makro (macronutrients) dan unsur hara mikro (micronutrients) . Contoh unsur hara makro untuk perkembangbiakan Chlorella adalah senyawa anorganik seperti N, K, Mg, S dan P. Unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo (Basmi 1995). Unsur hara tersebut diperoleh dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain (Bold 1980). Tiap unsur hara memiliki fungsi-fungsi khusus (Tabel 1) yang tercermin pada perkembangbiakan dan kepadatan yang dicapai oleh organisme Chlorella yang dikultur tanpa mengesampingkan pengaruh dari lingkungan.
Kebutuhan nutrien untuk tujuan kultur fitoplankton harus tetap terpenuhi melalui penambahan media pemupukan guna menunjang perkembangbiakan fitoplankton. Unsur N, P, dan S penting untuk sintesa protein. Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Unsur Cl dimanfaatkan untuk aktivitas kloroplas, unsur Fe dan unsur Na berperan dalam pembentukan klorofil (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995; Oh hama dan Miyachi 1988).
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton di kultur terbuka antara lain: cahaya, suhu, tekanan osmosis, pH air, kandungan O2 dan aerasi (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Cahaya merupakan sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Cahaya matahari yang diperlukan oleh fitoplankton dapat digantikan dengan lampu TL atau tungsten. Oh hama dan Miyachi (1988) menyatakan bahwa intensitas cahaya saturasi untuk Chlorella berada pada intensitas 4000 lux. Hal ini menunjukkan bahwa setelah titik intensitas tersebut dicapai, maka fotosintesis tidak lagi meningkat sehubungan dengan peningkatan porsi intensitas cahaya (Basmi 1995).
Tabel 1. Fungsi Fisiologis Umum Unsur Makro dan Mikro
Karbon    Unsur pokok bahan sel organik.
Nitrogen    Unsur pokok protein, asam nukleat dan koenzim.
Belerang    Unsur pokok protein (seperti: asam amino sistein dan metionin), Unsur pokok beberapa koenzim (koenzim-A, karboksilase).
Fosfor    Unsur pokok asam nukleat, fosfolipid, koenzim.
Kalium    Berfungsi dalam proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.
Magnesium    Kation penting untuk sel, kofaktor anorganik untuk berbagai reaksi enzimatik termasuk melibatkan ATP, berfungsi dalam pengikatan enzim pada substrat dan unsur pokok klorofil.
Mangan    Kofaktor anorganik untuk beberapa enzim, kadang-kadang menggantikan Mg.
Kalsium    Kation penting untuk sel, kofaktor untuk beberapa enzim ( misalnya proteinase ).
Besi    Unsur pokok sitokrom dari protein heme dan non heme yang lain, kofaktor untuk sejumlah enzim.
Kobalt    Unsur pokok vitamin B12 dan turunan koenzim.
Tembaga    Metabolisme protein dan karbohidrat serta berperan terhadap fiksasi N
Molibdenum    Unsur pokok anorganik enzim-enzim yang khusus.
Seng    Unsur pokok anorganik enzim-enzim yang khusus.
Sumber : Stainer et al. (1982)
Kisaran suhu optimal bagi perkembangbiakan Chlorella adalah antara 25-300C (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Menurut Taw (1990) untuk kultur Chlorella diperlukan suhu antara 25-350C. Penelitian lain menunjukkan bahwa untuk jenis Chlorella vulgaris dapat beradaptasi pada media kultur dengan suhu serendah 50C (Maxwell et al. 1994). Suhu mempengaruhi proses-proses fisika, kimia, biologi yang berlangsung dalam sel fitoplankton. Peningkatan suhu hingga batas tertentu akan merangsang aktifitas molekul, meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis (Sachlan 1982). Suhu di bawah 160C dapat menyebabkan kecepatan perkembangbiakan Chlorella sp. turun, sedangkan suhu diatas 360C dapat menyebabkan kematian (Taw 1990).
Nilai pH media kultur merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan biologis fitoplankton dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH yang terlalu tinggi misalnya, akan mengurangi aktifitas fotosintesis fitoplankton (De La Noue dan De Pauw 1988). Nielsen (1955) menyatakan bahwa pH yang sesuai untuk perkembangbiakan Chlorella berkisar antara 4,5-9,3 dan kisaran optimum untuk Chlorella laut berkisar antara 7,8-8 ,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur Chlorella adalah antara 7-9.
Karbondioksida (CO2) diperlukan oleh fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar CO2 yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangbiakan fitoplankton (Taw 1990).
Aerasi dalam kultur fitoplankton digunakan dalam proses pengadukan media kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga fitoplankton dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw 1990).
2.2.2  Fase Perkembangbiakan Chlorella sp.
Perkembangbiakan fitoplankton dalam media kultur dapat diamati dengan melihat pertambahan besar ukuran sel fitoplankton atau dengan mengamati pertambahan jumlah sel dalam satuan tertentu. Cara kedua lebih sering digunakan untuk mengetahui perkembangbiakan fitoplankton dalam media kultur, yaitu dengan menghitung kelimpahan atau kepadatan sel fitoplankton dari waktu ke waktu. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) ada dua cara penghitungan kepadatan fitoplankton yaitu menggunakan sedgwich rafter dan menggunakan haemocytometer. Penggunaan haemocytometer untuk menghitung kepadatan sel fitoplankton lebih sering digunakan dibandingkan sedgwich rafter karena faktor kemudahannya. Selama pertumbuhannya fitoplankton dapat mengalami beberapa fase pertumbuhan (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995), yaitu :
a.  Fase Lag (Fase Istirahat)
Dimulai setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur hingga beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran sel karena secara fisiologis fitoplankton menjadi sangat aktif. Proses sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini. Metabolisme berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena fitoplankton masih beradaptasi dengan lingkungan barunya. b.  Fase Logaritmik (Fase Eksponensial)
Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan pola laju pertumbuhan dapat digambarkan dengan kurva logaritmik. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam waktu 5-7  hari. c.  Fase Penurunan Laju Pertumbuhan
Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya.
d.  Fase Stasioner
Pada fase ini laju reproduksi dan laju kematian relatif sama. Penambahan dan pengurangan jumlah fitoplankton seimbang sehingga kepadatannya relatif tetap ( stasioner ).
e.  Fase Kematian
Fase ini ditandai dengan laju kematian yang lebih besar daripada laju reproduksi sehingga jumlah sel mengalami penurunan secara geometrik. Penurunan kepadatan sel fitoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh suhu, cahaya, pH media, ketersediaan hara, dan beberapa faktor lain yang saling terkait satu sama lain.
Secara skematis pola perkembangbiakan dari fitoplankton, khususnya Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 2.
2.3   Pupuk
Pemupukan biasanya yang digunakan dalam kultur Chlorella sp. yakni pupuk urea, pupuk ZA dan pupuk TSP sebagai unsur hara makro dan unsur mikro bagi perkembangbiakan Chlorella sp.
Pengertian pupuk secara umum adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan kedalam tanah atau tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Nitrogen merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif. Saat fase ini terjadi tiga proses penting yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel dan tahap diferensiasi sel (Hladka 1971). Shelf dan Soeder (1980) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bagian penting dari protein, protoplasma, klorofil, dan asam nukleat. Vegetasi tingkat rendah maupun tinggi menyerap N dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-).
Organisme berklorofil yang kekurangan nitrogen akan berubah warna selnya menjadi kekuningan karena adanya penghambatan síntesis klorofil. Pemupukan nitrogen yang berlebihan akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Kekurangan N juga akan membatasi pertumbuhan karena tidak ada pembentukan protoplasma baru. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan N tanaman (mengatur nisbah C/N) dengan memberikan pupuk N ke tanah.
Chlorella sp. tidak dapat membedakan dan tidak bisa memilih unsur hara yang diserap berasal dari pupuk organik atau pupuk kimia. Chlorella sp. menyerap unsur hara (N, P, K, dan sebagainya) melalui mekanisme pertukaran ion, dan dalam bentuk ion-ion anorganik. Agar dapat diserap oleh Chlorella sp., pupuk organik harus melalui serangkaian proses perombakan oleh mikroba dalam tanah menjadi ion-ion anorganik/kimia. Jadi yang diserap Chlorella sp. pada akhirnya tetap saja berupa ion-ion anorganik / kimia (Hardjowigeno 2007).
2.3.1   Pupuk Urea
Pupuk urea (Gambar 3) yang dikenal dengan nama rumus kimianya NH2CONH2 pertama kali dibuat secara sintetis oleh Wohler (1928) dengan mereaksikan garam cianat dengan ammonium hidroksida.
Pupuk urea yang dibuat merupakan reaksi antara karbon dioksida (CO2) dan ammonia (NH3). Kedua senyawa ini berasal dari bahan gas bumi, air dan udara. Ketiga bahan baku tersebut merupakan kekayaan alam yang terdapat di Sumatera Selatan (Hardjowigeno 2007).
Untuk mendapatkan konsentrasi urea yang lebih tinggi maka dilakukan pemekatan dengan cara:
Penguapan larutan urea di bawah vacuum (ruang hampa udara, tekanan 0,1 atmosfir mutlak), sehingga larutan menjadi jenuh dan mengkristal.
Memisahkan kristal dari cairan induknya dengan centrifuge.
Penyaringan kristal dengan udara panas.
(Sumber : http://www.canadianagri.ca, 10 Februari 2013)
2.3.2  Pupuk ZA (Zwavelzuur Amonia)
Pupuk ZA (Gambar 4) mendapatkan nama panjangnya, Zwavelzuur Amonia dari bahasa Belanda. Nama kimia ZA adalah amonium sulfat dengan rumus kimia (NH4)2SO4. Senyawa garam anorganik ini memiliki memiliki kandungan nitrogen sekitar 20% dan sulfur sekitar 24% sehingga tujuan produksinya adalah sebagai pupuk pertanian (George dan Sussot 1971).
Gambar 4. Pupuk ZA
(Sumber : http://www.trivenichemical.com, 10 Februari 2013)
Bentuk pupuk ZA yang dapat dijumpai di pasaran adalah seperti bubuk kasar atau bongkahan-bongkahan kecil bewarna putih seperti gula pasir dan mudah larut dalam air. Penggunaan pupuk ZA dalam bidang pertanian yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya pH tanah.
2.3.3  Pupuk TSP (Triple Super Phospate)
Fosfor (P)  merupakan salah satu unsur makro primer yang dibutuhkan oleh tanaman (Tisdale dan Nelson 1975). Kekurangan unsur P dapat diamati dari adanya gejala tertundanya pematangan sel. Bold and Wynne (1985) menyatakan gejala kekurangan P juga biasanya tampak pada fase awal pertumbuhan. Pada tumbuhan tingkat tinggi, tanaman yang kekurangan P gejalanya dapat terlihat pada daun tua dimana warna daun menjadi keunguan, perakaran menjadi dangkal dan sempit penyebarannya, batang menjadi lemah.
Menurut Bold dan Wynne (1985)  fosfor merupakan salah satu unsur yang berperan dalam proses penyusunan karbohidrat dan senyawa kaya nitrogen. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis. Fosforilasi adenosin menghasilkan adenosine monofosfat, difosfat, trifosfat (AMP, ADP dan ATP) dimana tanaman menyimpan energinya untuk kelangsungan proses kimia lainnya. Menurut Buckman dan Brady (1982), fosfor berpengaruh baik pada proses pembelahan sel dan pembentukan lemak pada organisme. Salah satu pupuk fosfor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pupuk TSP (Gambar 5).
Gambar 5. Pupuk TSP
( Sumber : http ://www.jhbunn.co.uk, 1 Juni  2009)
Bentuk umum yang dapat dijumpai berupa butiran kecil kasar dengan warna kecoklatan, abu-abu, atau kekuningan dan bahan penyusunnya seperti tanah yang mengering (Havlin et al. 2005).
2.3.4  Komposisi Pupuk Untuk Perkembangbiakan Chlorella sp.
Adapun pupuk yang digunakan untuk skala massal berbeda dengan pupuk yang digunakan dalam skala laboratorium. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan faktor ekonomis. Adapun pupuk yang digunakan dalam skala massal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai Kombinasi Pupuk Untuk Media Chlorella sp.
Konsentrasi (mg/l media) Pupuk
    A    B    C
Urea    80    40    12-15
ZA    40    80    -
TSP    15    15    -
FeCl3    2    1,5    -
EDTA    5    1,0    -
N:P:K (14:14:14)    -    -    30
Sumber : Jusadi (2003)
2.4  Bayam (Amaranthus sp.)
Bayam (Gambar 6) ini berasal dari Amerika tropik, namun sekarang tersebar ke seluruh dunia. Di Indonesia hanya dikenal dua jenis bayam budidaya, yaitu Amaranthus tricolor dan Amaranthus hybridus. Jenis Amaranthus tricolor biasa ditanam sebagai bayam cabut dan terdiri dari dua varietas, yaitu bayam hijau (bayam putih, bayam sekul atau bayam Cina). Dan bayam merah karena tanamannya berwarna merah. Amaranthus hybridus sering disebut bayam kakap, bayam tahun, atau bayam bathok dan di tanam sebagai bayam petik. Di luar dari jenis bayam tersebut merupakan bayam liar.
Gambar 6. Bentuk Tanaman Bayam
Kandungan gizi yang baik bagi tubuh yang terkandung dalam bayam antara lain vitamin A, vitamin B, asam folat, besi dan magnesium. Salah satu zat gizi yang baik pada bayam yaitu glutathione, yang berfungsi sebagai pembentuk enzim-enzim dan membantu sistem kekebalan tubuh. Kandungan besi pada bayam relatif lebih tinggi daripada sayuran lain (unsur besi merupakan penyusun sitokrom dan protein yang terlibat dalam fotosintesis).
Daunnya berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing mempunyai urat- urat daun yang jelas. Warna daun variasi, mulai dari hijau muda, hijau tua, hijau keputih- putihan, sampai berwarna merah. Daun bayam liar umumnya kasap ( kasar) dan kadang berduri.
Batang tumbuh tegak, tebal, berdaging dan banyak mengandung air, tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Bayam tahunan mempunyai batang keras berkayu dan bercabang banyak.
Bunga bayam berukuran kecil, berjumlah banyak, terdiri dari daun bunga 1-5, dan bakal buah 2-3 buah. Bunga keluar dari ujung-ujung tanaman ketiak daun yang tersusun seperti malai yang tumbuh tegak.
Perkembangbiakan tanaman bayam umumya generatif, biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna coklat tua mengkilap seperti hitam kelam. Setiap tanaman dapat menghasilkan biji kira-kira 1200-3000 biji/gram.
2.4.1   Kandungan Senyawa Kimia Bayam
Bayam juga mengandung zat nitrit (NO2) . Kalau teroksidasi oleh udara, maka akan menjadi NO3 ( nitrat). Kandungan nutrisinya yang tinggi, bayam sering disebut sebagai ‘King of Vegetables’. Kandungan asam folat dan asam oksalat membuat bayam bisa dipakai untuk mengatasi berbagai macam masalah kesehatan. Misalnya menurunkan kadar kolesterol, mencegah sakit gusi, mengobati eksim, asma, untuk perawatan kulit muka, kulit kepala, rambut, mengobati rasa lesu, kurang darah, mencegah hilangnya penglihatan saat tua dan kanker.
Menurut Wishnok (1998), bayam segar yang baru dicabut dari persemaiannya telah mengandung senyawa nitrit kira-kira sebanyak 5 mg/kg. Bila bayam disimpan di lemari es selama 2 minggu, kadar nitrit akan meningkat sampai 300 mg/kg.  Berdasarkan data dari USDA Nutrient database, dalam 100 g bayam, mengandung komposisi senyawa organik, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Senyawa Organik Dalam 100 g Bayam
Air    11000  mg
Protein    14000  mg
Lemak    7000  mg
Karbohidrat    65000  mg
Kalsium    90  mg
Abu    1400  mg
Fosfor    557  mg
Besi    7600  mg
Natrium    131  mg
Kalium    385  mg
Vitamin B1 (Thiamin)    0 ,08 mg
Vitamin B2 (Riboflavin)    0 ,15 mg
Vitamin B3 (Niacin)    0 ,9 mg
Vitamin B7 (Biotin)    1 ,5 mg
Vitamin B12 (Kobalamin)
Vitamin C    0 ,6 mg
0 ,8 mg
Vitamin E
Tembaga    1 ,89 mg
0 ,13 mg
Zinc    2 ,9 mg
Magnesium    248  mg
Mangan    3 ,4 mg
Nitrat    426  mg
Nitrit    72  mg
Sumber : USDA Nutrient database (2003)
2.4.2   Senyawa Fitokimia Pada Bayam
Golongan senyawa kimia dalam fitokimia mempunyai beberapa manfaat dan karakterisasi tersendiri. Dari berbagai tanaman, biasanya terdapat lebih dari satu golongan senyawa kimia, sehingga dari berbagai tanaman mempunyai manfaat masing-masing sebagai pengobatan baik secara tradisional maupun berdasarkan penelitian. Berikut adalah beberapa golongan kimia secara luas: a.  Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit dan biasanya tanpa warna (Harborne 1987). Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion. b. Flavonoid
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Flavonoid biasanya terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan (Hahlbrock 1981). c.  Saponin
Saponin merupakan glikosida triterpen yang sifatnya menyerupai sabun, merupakan senyawa aktif permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis pada sel darah merah. Saponin berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman dan termasuk ke dalam kelompok besar molekul pelindung tanaman yang disebut phytoanticipans atau phytoprotectans. Saponin diketahui mempunyai efek sebagai anti mikroba, menghambat jamur dan melindungi tanaman dari serangan serangga.

Sunday, October 26, 2014

CARA MELAKSANAKAN BIMBINGAN TEKNIS MEDIA TERCETAK

October 26, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ada beberapa media penyuluhan yang sangat seering di gunakan sebagai sarana publikasi dalam penyuluhan. Secara awam penggunaan metode dengan menyebar informasi dikatakan menggunakan brosur, tetapi ini tidak benar bagi seorang penyuluh karena semua ada namanya sendiri-sendiri.
Dari berbagai media penyuluhan dari yang tertayang, terdengar dan tercetak ternyata semua mempunyai kelebihan masing-masing dan daya efektifitas penyuluhan. Kegiatan penyuluhan perikanan memilikik berbagai kemajuan di antaranya memanfaatkan Teknologi Informasi, Twitter, MCFE. Untuk lebih jellasnya di awali dengan pembahasan media cetak dahulu.
Leaflet, Folder, Brosur dan Bulletin dapat digunakan untuk membuat media informasi penyuluhan perikanan secara tercetak. Pendampingan teknologi tidak cukup hanya dilakukan penyuluh perikanan melalui kunjungan, pertemuan kelompok pembudidaya dengan penyampaian materi secara lisan, tetapi juga diperlukan adanya dukungan materi teknologi tercetak yang akan berguna sebagai dokumentasi bagi pembudidaya / pelaku utama perikanan. Beberapa unsur kegiatan yang dapat dilakukan oleh penyuluh perikanan dalam menyampaikan materi informasi perikanan meliputi pembuatan materi informasi perikanan yang dikemas dalam bentuk media informasi penyuluhan perikanan berupa leaflet/liptan, folder, peta singkap, poster kartu kilat dan brosur serta tuntutan kemampuan penyuluh perikanan untuk menulis karya tulis ilmiah melalu media massa.
 Penyampaian informasi penyuluhan perikanan yang dikemas dalam media cetak majalah, bulletin dan surat kabar informasi yang dikabarkan harus dikemas dalam bentuk tulisan feature pengetahuan atau feature perjalanan yang merupakan bentuk tulisan penyuluhan perikanan dan biasa dikenal sebagai penulisan ilmiah popular. Dengan penyuluhan perikanan mau dan mampu membuat materi informasi perikanan yang dikemas dalam bentuk media informasi penyuluhan perikanan secara mandiri artinya penyuluh perikanan ikut membantu memecahkan permasalahan kurangnya dukungan media informasi perikanan secara tercetak, beberapa acuan atau pengertian dibawah ini dapat dijadikan pedoman pembuatan media informasi penyuluhan perikanan secara tercetak :

(1)      LEAFLET / LIPTAN adalah jenis salah satu media informasi penyuluhan perikanan dalam bentuk lembaran informasi perikanan yang disajikan dalam selembar kertas berisikan uraian materi informasi perikanan, penampilan lembar leaflet/liptan tanpa ada pelipatan kertas. Pada bagian muka lembar leaflet berisikan judul tulisan dan uraian tulisan pembuka materi informasi yang akan disampaiakan dan pada bagian lembar belakang leaflet berisikan muatan isi materi lanjutan dari lembar depan leaflet. Isi materi informasi perikanan yang disampaikan melalui leaflet/liptan harus singkat jelas dan padat berupa pokok – pokok uraian yang penting saja dengan menggunakan kalimat yang sederhana. Untuk menarik minat sasaran pembaca leaflet/liptan sangat dianjurkan pembuatannya dilengkapi dengan pemberian gambar sederhana dan terfokus yang akan memperjelas materi tulisan. Leaflet/liptan dapat disampaikan kepada pembudidaya / pelaku utama perikanan saat kegiatan penyuluhan, pelatihan, demonstrasi, dan sebagainya.
(2)      FOLDER adalah media informasi penyuluh perikanan yang disajikan secara lembaran informasi perikanan dengan bentuk lembaran kertas yang dilipat – lipat secara teratur mulai dari dua lipatan kertas sampai pada belasan lipatan kertas tergantung dari lebar kertas yang digunakan. Umumnya folder yang digunakan untuk penyuluhan perikanan terdiri dari 3 lipatan kertas, dengan penyajian uraian materi yang berkesinambungan dari masing – masing lipatan kertas. Materi informasi perikanan yang disampaikan melalui folder harus berupa tulisan yang berisikan uraian singkat sistematis tentang suatu masalah, penulisan folder pada prinsipnya tidak berbeda dengan penulisan leaflet/liptan yang agak berbeda adalah cara penyajian pokok-pokok pembahasan yang pada folder disajikan lebih mendetail dan sistematis dibandingkan leaflet/ liptan dengan penyajian disesuaikan dengan kebutuhan. Penyajian ilustrasi gambar pada folder sangat dianjurkan dengan gambar yang sederhana dan di berikan warna. Penyampaian folder kepada sasaran dapat dilakukan pada saat kegiatan penyuluhan, pelatihan, demonstrasi, dan dapat juga digunakan sebagai bahan diskusi kelompok pada saat kegiatan pertemuan kelompok.

(3)      BROSUR adalah salah satu media informasi penyuluhan perikanan yang disampaikan dalam bentuk kemasan buku tipis dengan jumlah lembaran maximal 60 halaman, berisikan uraian singkat padat dan merupakan pedoman praktis  yang dapat menjadi acuan petunjuk untuk melaksanakan suatu kegiatan. Tulisan pada brosur harus sistematis dan berisikan uraian yang tuntas, jelas, singkat dan padat. Penyajian brosur yang menarik harus dilengkapi dengan foto dan gambar. Brosur selain dapat dimanfaatkan untuk keperluan pribadi pembaca brosur juga dapat digunakan sebagai sumber bacaan pada kegiatan penyuluhan, pelatihan, demonstrasi, dan pertemuan kelompok perikanan.


(4)      GAMBAR LIPAT adalah gambar berangkai dari suatu bahasan materi pembelajaran, yang setiap gambarnya ditempel pada karton yang berukuran lebih kurang 25 x 25 cm dan dirangkaikan satu sama lain sehingga membentuk satu seri gambar lipat untuk diproyeksikan dengan opaque projector. Jumlah gambar tergantung dari keperluan visual yang dibutuhkan untuk satu bahasan materi pembelajaran. Gambar yang digunakan dapat berasal dari pemotretan (foto), menggunting dari majalah, surat kabar, digambar, ditulis secara langsung.

(5)      PETA SINGKAP (FLIP CHART) adalah lembaran-lembaran kertas berisi gambar atau tulisan yang disusun secara berurutan, bagian atasnya disatukan sehingga mudah disingkap.
Tujuan : Menjelaskan suatu proses atau rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan bidang perikanan secara sistematis.
Sasaran : Sekelompok pembudidaya, pengolah, nelayan (pelaku utama perikanan)
Keunggulan: Dapat menjelaskan kepada sasaran tanpa membelakangi, bisa membangun cerita melalui gambar, bisa menampilkan proses/kegiatan secara terpisah-pisah, mudah digunakan tanpa bantuan peralatan lain.
Kelemahan: Efektifitas penyajian tergantung dari kemampuan penyaji berimprovisasi penjelasan-penjelasan yang ada dibelakang gambar, biaya relatif mahal dibanding media cetak lainnya seperti folder, leaflet, tidak dapat diguakan untuk belajar mandiri.

(6)      POSTER Lembaran kertas yang berisi pesan penyuluhan dalam bentuk gambar dan tulisan. Tujuan : untuk menyampaikan informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan perikanan, agar tumbuh perhatian dan minat pada sasaran.
Sasaran : Para pelaku utama perikanan.
Keunggulan : Citra visualnya mampu menyampaikan pesan secara cepat dan langsung, mampu menjangkau sasaran lebih banyak, dapat ditempel di tempat yang strategis dimana saja, mudah dan cepat dimengerti.
Kelemahan : Untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam, memerlukan media lain, tidak dapat menjamin tumbuhnya satu pengertian yang sama diantara sasaran, mudah rusak, robek, dan hilang.
Materi : Berisi satu pesan, berupa pemberitahuan, ajakan, peringatan.
Isi pesan : Gambar lebih besar daripada tulisan, gambar terlihat jelas dari jarak 5 meter, menggunakan susunan kata yang menarik dan sederhana agar mudah dimengerti, pesan utama tidak lebih dari 7 kata.
Penggunaan :
1.      Ditempelkan pada tempat strategi yang mudah dilihat dan dilalui sasaran.
2.      Dibagikan kepada audiens atau pelaku utama dan usaha.
3.      Sebagai media sarana informasi bagi kegiatan penyuluhan.

Saturday, October 25, 2014

MENGENAL KEHIDUPAN IKAN KAKAP MERAH

October 25, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ketajaman penglihatan ikan tergantung dari dua faktor yaitu diameter lensa dan kapadatan sel kon pada retina. Diameter lensa mata ikan berbanding lurus dengan ukuran panjang tubuh ikan yang artinya semakin panjang tubuh ikan maka diameter lensa mata ikan akan bertambah pula. Hal ini terjadi karena diameter lensa mata ikan yang ikut bertambah mengakibatkan gambar suatu objek yang melalui lensa mata menuju retina akan semakin cepat, karena nilai sudut pembeda terkecil semakin kecil (Giovani, 2003). Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran panjang tubuh ikan maka kepadatan sel konnya akan semakin menurun (Purbayanto 1999).
Jarak pandang maksimum yang dimiliki ikan akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran diameter objek benda yang dilihat dan semakin meningkatnya ukuran panjang tubuh ikan. Artinya bahwa dengan ukuran panjang tubuh yang semakin besar maka kemampuan ikan untuk dapat mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh.
 Sumbu penglihatan dapat ditentukan setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata ikan diketahui, yaitu dengan cara menarik garis lurus melalui lensa mata. Lensa mata ikan mengikuti aturan dasar fisik pembengkokan cahaya sampai benda yang diketahuinya memberi strategi untuk selanjutnya dianalisis. Bentuk lensa mata ikan bulat dan pergerakkannya mirip dengan prinsip kerja dari lensa kamera (Razak et al, 2005). 
Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan sel kon dan konfigurasi kontur  pada peta kontur diketahui bahwa kontur kepadatan sel kon  terletak pada daerah dorso-temporal untuk ikan beronang dan ikan kakap ventro-temporal sehingga arah pandang ikan menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun untuk beronang, ke arah depan naik untuk kakap. Menurut Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang memperoleh makanannya dengan terlebih dahulu memburu mangsanya, maka pada umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian dorso-temporal atapun ventro-temporal retina matanya.  Kepadatan sel kon pada bagian ventro-temporal retina mata ikan ikan kakap sama halnya dengan kepadatan sel kon ikan gulamah (Argyrosomus emoyensisi) (Agustini, 2005) yang juga merupakan jenis ikan pemangsa (predator). Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan bulat putih memanjang dengan sirip punggung dapat mencapai 20 cm. Umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-giginya halus. Ikan kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi.Bagian punggung warnanya mendekati keabuan, putih perak bagian bawah dan dengan sirip-sirip berwarna abu-abu gelap.Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea.Ikan kakap merah hidup di perairan pantai, muara sungai,Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin 1968) adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Subkelas          : Teleostei
Ordo              : Percomorphi
Subordo          : Percoidea
Famili              : Lutjanidae
Genus              : Lutjanus
Spesies            : Lutjanus sp.Menurut Barus et al. (1991), produktivitas nelayan yang rendah umumnya disebabkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat penangkapan maupun perahu yang masih sederhana, sehingga efektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya belum optimal. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh nelayan dan akhirnya berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraannya.
KAKAP MERAH
NAMA LAIN             : Red Snapper, North American, Genuine Red, Pargo Colorado
JENIS                         : Lutjanus Campechanus
UKURAN                  : Rata-rata 4-10 kg, dapat mencapai 20 kg lebih
REKOR DUNIA        : 50 pounds
KARAKTER
Ikan petarung yang gigih dengan menggunakan kekuatannya, taktik dengan menggoyangkan kepalanya daripada berenang terus menerus.Agar pemanfaatan sumberdaya ikan dengan alat tangkap memperoleh hasil yang optimum, maka perlu diperhatikan beberapa aspek, seperti aspek biologi, teknis maupun ekonomi. Aspek biologi terkait dengan sumberdaya ikan, termasuk faktor lingkungan. Aspek teknis menyangkut peralatan dan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya ikan, berupa alat tangkap, armada penangkapan, alat pendeteksi ikan dan sarana penangkapan lain, sedangkan aspek ekonomi menyangkut modal yang dikeluarkan dalam upaya pengembangan perikanan tersebut (Kurniawati, 2005). 
Menurut Dahuri (2000), tingkat pemanfaatan ikan demersal di wilayah Laut Cina Selatan yang berbatasan langsung dengan Propinsi Kalimantan Barat baru mencapai 42,8% dengan peluang pengembangan sebesar 47,2% dari potensi sebesar 655,65 ribu ton/tahun. Hal ini berarti bahwa Propinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah perairan yang termasuk kategori masih potensial untuk ditingkatkan produksinya (Widodo et al., 1998).
Ikan kakap merah atau red snapper merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting dan tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Pontianak. Ikan ini telah cukup lama dimanfaatkan sebagai salah satu produk perikanan dan sejak tahun 1999/2000 merupakan ikan kelas 1 (satu) di Kabupaten Pontianak karena pangsa pasar yang luas namun produksinya kecil sehingga pemanfaatannya akan terus ditingkatkan untuk mendukung ekspor maupun kebutuhan lokal. 
Keragaan alat tangkap dalam memanfaatkan ikan kakap merah di Kabupaten
Pontianak cukup beragam, terdiri dari rawai hanyut, rawai tetap dan bubu (Dinas
Perikanan dan Kelautan, 2006). Kecamatan Mempawah Hilir merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Pontianak yang melakukan penangkapan ikan kakap merah dengan menggunakan bubu, baik bubu bambu maupun bubu jaring. Dahulu, pengoperasian kedua jenis alat tangkap ini menggunakan pecahan piring berwarna putih susu sebagai pemikat ikan untuk masuk ke dalam bubu. Namun sekarang, pecahan piring tersebut sudah tidak digunakan lagi, sehingga pengoperasian kedua jenis alat tangkap ini tanpa menggunakan umpan. Meskipun demikian, ikan yang tertangkap cukup beragam dan merupakan ikan ekonomis penting, seperti Lutjanus sp, Lutjanus johni, Pomadasys sp, Plectropoma leopardus, Panulirus sp, Cheilinus undulatus, dan lain-lain.
Selain itu, pada pengoperasian untuk menangkap ikan kakap merah, bubu bambu direndam selama empat hari sedangkan bubu jaring direndam selama tiga hari. Hingga saat ini, belum diketahui berapa lama perendaman yang efektif untuk menangkap ikan kakap merah diantara kedua jenis bubu dan apakah usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir masih memberikan keuntungan atau telah mengalami kerugian. Hal ini perlu diketahui, karena selama ini usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir dijalankan lebih kepada tradisi, belum memperhitungkan faktor ekonomi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dihitung nilai Return-Cost Ratio untuk menentukan usaha perikanan bubu yang menguntungkan di Mempawah Hilir.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Bennet (1974) dalam Krouse (1988), menjelaskan bahwa ada hubungan antara durasi waktu saat setting dimulai sampai hauling, dan hal ini sangat berkaitan dengan pengaruh lama perendaman alat tangkap terhadap hasil tangkapan rata-rata dari spesies yang menjadi target tangkapan. Penelitian Anung dan Barus (2000), pada bubu dengan mulut dua yang di rendam selama satu hari di Selat Sunda memberikan hasil tangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan bubu dengan mulut satu dan dua yang di rendam selama tiga hari, dengan umpan ikan pelagis (banyar) dan ikan demersal (remang).
Ikan kakap merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok menempati karang, tandes atau rumpon Bentuk tubuhnyanya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung.Di bawah perut juga

terdapat sirip.Di bagian dekat anal juga terdapat sirip analnya.Sebagai ikan penguasa karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk mengkoyak mangsanya.Karakternya dalam menyergap mangsanya, ikan kakap biasanya bersembunyi di balik karang atau rumpon dan mengambil lokasi tepat di muka arus. Ketika ada makanan apa saja yang hanyut langsung disergapnya untuk mengisi perutnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasanya selalu berada paling depan untuk memburu makanan, sedangan yang ukuran sedang memilih ‘sisa-sisa’ setelah yang besar puas makan. Maka janganlah heran bila memancing ikan kakap merah, bila pertama kali pancingan putus, ikan kakap yang besar akan kabur dan panik lantas diikuti dengan kawan ikan yang lebih kecil untuk bersembunyi. Kejadian ini oleh mania mancing sering disebut dengan cara guyonan si kakap manggil ‘kodim’ alias ‘komandan distrik-nya’ untuk kabur.Karakternya yang suka menyergap mangsa dari balik batu karang tempat persembunyiannya lalu kembali bersembunyi itulah, membuat ada ungkapan peribahasa soal penjahat kelas kakap, alias memangsanya tidak tanggung-tanggung. Ikan kembung, como, tembang, cumi utuh bisa dicaploknya sekaligus. Cara makannya pun tergolong unik.Ikan ini tidak menyergap namun menghisap dengan mulut lebarnya.Penelitian-penelitian tentang alat tangkap bubu dalam operasi penangkapan yang telah dilakukan, antara lain: pengaruh kedalaman dan kontur dasar perairan terhadap hasil tangkapan kakap merah (Lutjanus malabaricus) (Urbinas, 2004); pengaruh kedalaman pemasangan bubu terhadap hasil tangkapan kakap merah (Lujanus sanguineus) (Nurhidayat, 2002); selektivitas ukuran ikan kakap (Lutjanus sp.) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (Tirtana, 2003); uji coba alat tangkap bubu dengan ukuran mesh size berbeda (Ariefandi, 2005); pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu (traps) (Mawardi, 2001); pengoperasian bubu dengan umpan dan konstruksi funnel yang berbeda terhadap hasil tangkapan ikan laut dalam (Susanto, 2006) dan studi tentang pengaruh pemasangan leader net terhadap hasil tangkapan dan tinjauan tingkah laku ikan karang pada alat tangkap bubu sayap (Mawardi, 1998).

Thursday, October 23, 2014

MEMILIH BAHAN BAKU PAKAN IKAN BUATAN (PELLET IKAN) YANG SPESIFIK LOKASI

October 23, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Kebutuhan Gizi Ikan
Ikan dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan yang cukup dan gizi seimbang.  Zat gizi bagi ikan diperlukan untuk menghasilkan tenaga, mengganti sel-sel rusak dan untuk pertumbuhan. Zat-zat gizi yang dibutuhkan antara lain : Protein, Lemak, Karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Pakan merupakan salah satu faktor penunjang perkembangan budidaya ikan (baik ikan air tawar, ikan air payau, maupun ikan laut). Pakan sangat dibutuhkan oleh ikan sejak awal (mulai hidup) dari ukuran larva (burayak), dewasa sampai ukuran induk.
Pakan yang memiliki keseimbangan protein, lemak, dan serat untuk kebutuhan ikan tertentu akan memacu pertumbuhan ikan yang cepat besar, akan tetapi bila nutrisi yang dibutuhkan ikan kurang maka pertumbuhan ikan akan lambat berakibat pada biaya dan waktu panen yang cukup lama.
Kebutuhan gizi bagi ikan adalah untuk kelangsungan hidup ikan, kemudian untuk pertumbuhannya. Dalam meningkatkan hasil produksi ikan secara sangat perlu diberikan pakan yang berkualitas tinggi, artinya pakan ikan yang diberikan mencukupi kebutuhan nutrisi (gizi) ikan dan bermutu baik. Mengenal kebutuhan nutrisi ikan merupakan landasan dalam pembuatan pakan ikan, setiap ikan membutuhkan nilai gizi  (protein, lemak, dan serat) yang berbeda.
  1. Protein : merupakan sumber tenaga dan pertumbuhan paling utama bagi ikan. Kebutuhan protein 20-60%, optimum 30-36% dan kurang dari 6 % tidak tumbuh).
  2. Lemak : sumber tenaga (kebutuhan 4-18%)
  3. Karbohidrat : sumber tenaga
  4. Vitamin : sebagai katalisator/pemacu terjadinya metabolisme, jumlahnya sedikit tapi jika kekurangan akan terjadi gangguan dan penyakit.

Bahan Baku Pilihan
Pada kegiatan usaha budidaya ikan, kebutuhan pakan ikan adalah hal mutlak yang harus dipenuhi, namun demikian factor pakan menjadi hal yang sangat membebani pembudidaya, karena harga pakan ikan buatan atau pellet ikan yang begitu mahal.  Oleh karena itu, membuat pakan ikan/pellet ikan sendiri adalah keputusan yang sangat baik untuk menekan modal usaha budidaya ikan.  Pakan Buatan (pellet) adalah makanan yang di ramu dari beberapa macam bahan yang diolah dan menjadi bentuk khusus sesuai standar gizi yg dibutuhkan ikan.  
Pada kegiatan pembuatan pakan ikan/pellet ikan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan  bahan baku.  Pada proses pembuatan pakan ikan/pellet ikan yang terpenting yaitu bahwa bahan-bahan pakan ikan haruslah:
  • Bergizi tinggi
  • Mudah didapat
  • Mudah dibuat
  • Harga relatif murah
  • Tidak menagandung racun
  • Bukan merupakan makanan pokok manusia
Nilai nutrisi bahan-bahan hewani lebih baik dibandingkan dengan bahan nabati, karena selain kandungan proteinnya lebih tinggi, juga lebih mudah dicerna oleh ikan.  Bahan pakan ikan sebagai sumber protein nabati kebanyakan berasal dari biji-bijian dan daun-daunan yang banyak mengandung serat kasar, diantaranya adalah tepung jagung, dedak, tepung tapioka, tepung sagu, tepung biji-bijian dan tepung daun-daunan. Sedangkan sebagai sumber protein hewani biasanya berasal dari : tepung ikan, tepung tulang, tepung darah, dan tepung bekicot.
Berikut beberapa informasi nilai gizi penting dari bahan-bahan baku yang banyak terdapat dilingkungan sekitar kita (spesifik lokasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan (pellet ikan) dan memiliki nilai gizi yang cukup baik.  Untuk mengetahui nilai gizinya, kita harus melakukan pemeriksaan kimia dan laboratorium, tapi bagi para pekerja praktek dilapangan/pembudidaya tidak perlu melakukan pemeriksaan, melainkan cukup dengan melihat daftar komposisinya yang merupakan hasil penelitian para ahli, meskipun tidak tepat benar namun sudah cukup dijadikan bahan acuan.
Bahan baku sumber hewani.
1. Tepung Ikan
Protein                   22,65%
Lemak                   15,38%
Karbohidrat                -
Abu                       26,65%
Serat                       1,80%
2. Tepung Rebon
Protein                     59,4%
Lemak                       3,6%
Karbohidrat                3,2%
Abu                           -
Serat                         -
3. Tepung Benawa/anak kepiting laut
Protein                   23,38%
Lemak                   25,33%
Karbohidrat             0,06%
Abu                       31,41%
Serat                     11,82%
4. Tepung Kepala Udang
Protein                   53,74%
Lemak                     6,65%
Karbohidrat                   0%
Abu                         7,72%
Serat                       14,61%
5. Tepung Darah
Protein                   71,45%
Lemak                     0,42%
Karbohidrat           13,12%
Abu                          5,45%
Serat                         7.95
6. Tepung Kepompong Ulat Sutera
Protein                   46,74%
Lemak                   29,75%
Karbohidrat                 -
Abu                          4,86%
Serat                         8,89%
7. Tepung Anak Ayam
Protein                    61,56%
Lemak                    27,30%
Karbohidrat                -
Abu                          2,34%
Serat                        -
8. Tepung Tulang
Protein                   25,54%
Lemak                     3,80%
Karbohidrat               -
Abu                       61,60%
Serat                         1,80%
9. Tepung Bekicot
Protein                   54,29%
Lemak                     4,18%
Karbohidrat             30,45%
Abu                          4,07%
Kapur                         8,3%
Fosfor                       20,3%
10. Tepung Cacing Tanah
Protein            berkisar 72%
Asam amino esensial cukup lengkap
11. Tepung Artemia
Protein            berkisar 42%
Lemak            berkisar 20%
Asam amino esensial cukup lengkap
12. Ampas minyak hati ikan
Protein                   25,08%
Lemak                   56,75%
Karbohidrat                 -
Abu                         6,60%
Serat                          -
13. Telur Ayam/Itik
Protein                   12,8%
Lemak                   11,5%
Karbohidrat              0,7%
Abu                          -
Serat                        -
14. Tepung Susu Tak berlemak/Skim
Protein                   35,6%
Lemak                     1,0%
Karbohidrat             52,0%
Abu                          -
Serat                        -
15. Silase Ikan
Protein                   18-20%
Lemak                      1-2%
Karbohidrat                 -
Abu                           4-6%
Serat                          -
Kapur                        1-3%
Fosfor                    0,3-09%

Bahan Baku Sumber Nabati
1. Dedak
Protein                   11,35%
Lemak                   12,15%
Karbohidrat            28,62%
Abu                        10,5%
Serat                     24,46%
2. Dedak Gandum
Protein                   11,99%
Lemak                     1,48%
Karbohidrat            64,75%
Abu                        0,64%
Serat                       3,79%
3. Cantel atau Sorgum
Protein                     13,0%
Lemak                     2,05%
Karbohidrat             47,85%
Abu                         12,6%
Serat                       13,5%
4. Ampas Tahu
Protein                    23,55%
Lemak                      5,54%
Karbohidrat             26,92%
Abu                        17,03%
Serat                      16,53%
5. Bungkil Kelapa
Protein                   17,09%
Lemak                     9,44%
Karbohidrat             23,77%
Abu                         5,92%
Serat                       30,4%
6. Bungkil Kacang Tanah
Protein                    47,99%
Lemak                      10,9%
Karbohidrat               25,0%
Abu                            4,8%
Serat                          3,6%
7. Biji Kapuk atau Randu
Protein                     27,4%
Lemak                       5,6%
Karbohidrat               18,6%
Abu                            7,3%
Serat                         25,3%
8. Biji Kapas
Protein                     19,4%
Lemak                     19,5%
9. Tepung Terigu
Protein                        8,9%
Lemak                        1,3%
Karbohidrat                77,3%
Abu                          0,06%
Serat                          -
10. Tepung Kedelai
Protein                      39,6%
Lemak                      14,3%
Karbohidrat                29,5%
Abu                            5,4%
Serat                           2,8%
11. Tepung Daun Lamtoro
Protein                     36,82%
Lemak                        5,4%
Karbohidrat              16,08%
Abu                           1,31%
Serat                        18,14%
12. Tepung Daun Turi
Protein                    27,54%
Lemak                      4,73%
Karbohidrat             21,30%
Abu                         20,45%
Serat                       14,01%
13. Tepung Daun Ketela Pohon
Protein                   34,21%
Lemak                       4,6%
Karbohidrat             14,69%
Abu                            -
Serat                          -
Hal yang perlu diperhatikan dari bahan-bahan baku pakan buatan yang dapat dipilih tersebut, ada beberapa bahan baku yang secara alami memang mengandung racun. Contohnya biji kapas yang mengandung racun gosipol, biji kedelai dan juga kacang tanah mengandung lektin, atau daun lamtoro yang mengandung mimison, namun kondisi pada bahan tersebut dapat dihilangkan melalui pemerasan, pemasakan dan juga dengan membatasi jumlah pemakainnya. Selamat mencoba, memilih dan memanfaatkan bahan-bahan baku yang ada disekitar kita, semoga bermanfaat.