Saturday, August 24, 2013

PENDEKATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI RUMPUT LAUT PADA SENTRAL PRODUKSI BUDIDAYA

August 24, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Lebih dari 80% rumputlaut Indonesia hanya diekspor dalam bentuk bahan baku primer (rawmaterial) dengan harga relatif rendah, hanya 20% saja yang diolahdi dalam negeri. Melihatfenomena di atas, sudah saatnya orientasi pengembangan mulai melirik pada industry hilir sebagai upaya dalam menigkatkan nilai tambah produk. Akselerasi industri hulu harus diimbangi dengan industri hilir sehingga merubah orientasi pemasaran dalam bentuk bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi.
Fenomena lain adalah dimana hampir keseluruhan Industri rumput laut nasional terkonsentrasi pada kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, dilain pihak konsentrasi industri hulu tersebar di Indonesia bagian timur (mulai dari Sulawesi, NTT, NTB, dan Maluku). Kondisi inilah saat ini yang menuai permasalahan khususnya rantai pasok (supllychain). Pola rantai distribusi pasar yang melelahkan sangat mempengaruhi posisi tawar produk yang dihasilkan pembudidaya, sehingga nilai tambah produk belum mampu dirasakan oleh produsen di hulu. Dengan adanya konsentrasi industri rumput laut di sentral-sentral produksi melalui pendekatan nilai tambah (addingvalue) produk, diharapkan akan mampu menciptakan pergerakan ekonomi lokal, regional dan nasional.
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG
Aspek Budidaya
Kondisi budidaya di hulu mutlak menjadi pertimbangan utama sebelum menetapkan pembangunan industri rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan harus senantiasa sesuai dengan teknologi anjuran pada setiap rangkaian proses produksi. Pola produksi budidaya harus mampu menjamin kontinyuitas produksi yang berkualitas. Analisis kelayakan budidaya meliputi penerapan teknologi anjuran, profil usaha budidaya, tingkat pendapatan dan margin pemasaran.
Aspek pasar dan pemasaran
Segementasi dan deskripsi produk
Produk intermediate olahan rumput laut memiliki banyak ragam, namun umumnya yang beredar di pasaran meliputi 3 (tiga) produk utama yaitu :
a). ATC (AlkaliTreatedChips)
Produk ini sering pula disebut chip rumput laut. Didapatkan melalui proses pengolahan yang relatif sederhana, dimulai dari pencucian dan pemasakan rumput laut dengan menggunakan larutan alkali (NaOH, KOH, KCl) pada suhu < 80oC selama 2 (dua) jam. Kemudian dicuci dengan air tawar dan dipotong dengan ukuran sekitar 3 – 5 cm.
b). SRC (SemiRefineCarrageenan)
Produk ini sering pula disebut karaginan setengah murni, dikodekan dengan EU407/a. Dikatakan demikian karena pada proses pengolahannya, karaginan di dalam rumput laut diupayakan tidak larut, melalui manipulasi pH dan suhu. Sedangkan komponen yang diupayakan larut adalah selulosa, yang notabene merupakan lapisan luar. Kendati demikian, kandungan selulosa pada produk akhir, umumnya masih tinggi. Hal ini yang menyebabkan produk SRC lebih banyak dipergunakan pada produk non-pangan seperti cat tembok, kosmetik, pengharum ruangan, pelapis keramik, hingga makanan hewan.
c). RC (RefineCarrageenan)
Produk ini sering pula disebut karaginan murni, dikodekan dengan EU407. Perbedaan utama dengan SRC adalah karaginan dan selulosa rumput laut, diproses dalam suhu tinggi sehingga larut dalam larutan alkali, untuk kemudian dipisahkan melalui proses penyaringan. Karena tidak mengandung selulosa, produk RC banyak dipergunakan pada produk pangan seperti susu kental manis, jelly, pasta ikan, kecap, saus dan lain sebagainya.
Nilai Tambah (addingvalue) Produk
Nilai tambah (adding value) dari rumput laut justru berada pada industri hilir (pengolahan). Estimasi nilai tambah produk pada masing-masing segmentasi usaha, sbb :
Produk    Rendemen (%)    Harga (Rp/kg)    Nilai Tambah (%)
Rumput Laut Kering     12% dari rumput laut basah      7.000    -
ATC Chips (IndustrialGrade)    31,5% dari rumput laut kering     60.000    270%
SRC (FoodGrade)    25% dari rumput laut kering     80.000    285%
RC (FoodGrade)    23,6% dari rumput laut kering    200.000    674%
Karaginan kertas    25% dari rumput laut kering     95.000    339%
Aspek Teknis Produksi
Penentuan Lokasi
Faktor Primer
A.     Ketersediaan bahan baku
Bahan baku harus terjamin ketersediaannya secara tepat waktu, jumlah dan kualitas. Ketersediaan bahan baku disini merupakan kemampuan suplly harian dari hulu bagi industri pengolah secara kontinyu.
Estimasi kebutuhan bahan baku, masing-masing menurut segmentasi usaha pengolahan :
  Industri ATC chips skala menengah/besar mampu menghasilkan produk ATC Chips ≥ 5 ton/hari dengan estimasi kebutuhan bahan baku ≥ 15 ton/hr.
  Industri SRC skala menengah/besar mampu menghasilkan produk SRC ≥ 5 ton/hr dengan estimasi kebutuhan bahan baku rumput laut kering ≥ 20 ton/hr.
  Industri RC skala menengah/besar mampu menghasilkan produk RC ≥ 1 ton/hr dengan estimasi kebutuhan bahan baku rumput laut kering ≥ 5 ton/hr.
Jika kemungkinan pada sentral produksi kebutuhan bahan baku berkurang pada kondisi tertentu, maka alternatif suplly bahan baku harus mampu disediakan dari daerah lain disekitar.
B.     Aksesibilitas
Konsumen/pasar produk ATC Chips, SRC dan RC karaginan secara umum merupakan industri hilir yang ada di pulau Jawa (Jakarta dan Surabaya), sehingga kedekatan akses dengan infrastruktur transportasi baik darat, laut maupun udara keberdadaanya menjadi sangat vital. Industri yang letaknya dekat dengan pasar, relatif lebih cepat dalam hal pelayanan konsumen, biaya pengangkutan lebih rendah serta terkait dengan pemantauan perubahan keinginan pasar. Hasil akhir produk karaginan dapat dipasarkan langsung ke pulau Jawa. Disamping itu akses ke lokasi sentral produksi harus terjamin kemudahannya guna mempermudah fungsi pengangkutan dan distribusi hasil produksi.
C.     Sarana dan prasarana penunjang
Dalam menjamin kualitas baha baku hasil produksi budidaya, pada sentra produksi harus tersedia sarana penjemuran dan depo/gudang penampungan yang memadai.
D.    Fasilitas Pengangkutan
Ketersediaan fasilitas pengangkutan baik untuk bahan baku maupun produk akhir, dapat dilakukan dengan menggunakan angkutan darat (truk), angkutan laut maupun udara.
E.  Ketersediaan SDM tenaga kerja
Pengolahan rumput laut lebih banyak membutuhkan tenaga kerja tidak terdidik (unskilled labour) dibandingkan tenaga kerja terdidik (skilled labour). Dalam konteks diatas, penempatan industri pengolahan rumput laut sebaiknya memperhitungkan ketersediaan tenaga kerja produktif, dalam artian turut memperhitungkan karakteristik budaya, mata pencaharian pokok serta kebiasaan hidup masyarakat sekitar yang heterogen sehingga dapat mengeliminir terjadinya inefisiensi yang dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi.
F.  Infrastruktur penunjang
Infrastruktur penunjang meliputi jaringan listrik dan jaringan telepon. Kebutuhan listrik yang tinggi dapat dipenuhi dari PLN maupun generator diesel (untuk mengantisipasi kondisi pemadaman), sehingga kedekatan dengan sumber bahan bakar (SPBU) menjadi vital. Selain itu, akses informasi (telepon/internet) patut diperhitungkan terutama dalam akses komunikasi dan pemantauan pasar.
G. Aspek kelembagaan dan kemitraan
Kelembagaan kelompok maupun penunjang menjadi sangat penting sebagai faktor utama dalam menjamin siklus bisnis yang positif. Keberadaan kelembagaan yang kuat secara langsung akan mampu meningkatkan efektifitas rantai pasok dankualitas hasil produksi di hulu, sehinggka kondisi ini akan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan industri pengolah.
Keberadaan spekulan harus diiupayakan untuk ditekan karena secara langsung akan mempengaruhi rantai pasok, stabiltas harga dan jaminan kualitas hasil produksi. Keberadaan industri pengolah, diupayakan harus mampu membangun kemitraan yang positif secara langsung dengan pembudidaya/kelompok.
Faktor sekunder
A.     Dukungan/regulasi Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten, harus mendukung perkembangan industri dilihat dari aspek kebijakan, hukum, teknis maupun kemudahan permodalan.
B.     Respon masyarakat
Respon masyarakat turut menentukan keberlanjutan pabrik kedepan terkait keselamatan dan keamanan produksi, potensi konflik menyangkut rekruitment tenaga kerja hingga social cost yang kerap muncul terutama pada era otonomi daerah seperti saat ini. Respon masyarakat turut menentukan keberlanjutan pabrik kedepan terkait keselamatan dan keamanan produksi, potensi konflik menyangkut rekruitment tenaga kerja hingga social cost yang kerap muncul terutama pada era otonomi daerah seperti saat ini.
C.     Kemudahan lainnya
Meliputi harga tanah dan gedung, kemungkinan perluasan, fasiltas servis, fasilitas finansial, ketersediaan air, iklim lokasi dll.

Friday, August 23, 2013

DASAR -DASAR MANGROVE

August 23, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments



Pengertian Dasar Mangrove
Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai, muara laguna (danau dipinggir laut) dan tepi sungai) yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut. Menurut FAO (1952) definisi mangrove adalah pohon dan semak – semak yang tumbuh dibawah ketinggian air pasang tertinggi.
Mangrove merupakan termasuk varietas yang besar dari famili tumbuhan, yang beradaptasi pada lingkungan tertentu. Tomlinson (1986) mengklasifikasikan jenis mangrove menjadi 3 (tiga ) kelompok, yaitu : Kelompok Mayor, Kelompok Minor dan Kelompok Asosiasi Mangrove.
Habitat Mangrove
Sebagian pohon mangrove dijumpai disepanjang pantai terlindung yang berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus (misalnya di mulut muara sungai besar). Mangrove juga dapat tumbuh diatas pantai berpasir dan berkarang , terumbu karang dan di pulau – pulau kecil. Sementara itu air payau bukanlah hal pokok untuk pertumbuhan mangrove, mereka juga dapat tumbuh dengan subur jika terdapat persediaan endapan yang baik dan pada air tawar yang berlimpah.
Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh rapat mulut sungai besar di daerah tropis, tetapi didaerah pesisir pantai pegunungan, hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai yang terbatas dan sempit. Perluasan hutan mangrove banyak dipengaruhi oleh topografi daerah pedalaman.
Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi hutan mangrove. Di beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkatan zonasi yang nyata yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Namun kadang – kadang tergantung pada undulasi / tinggi rendahnya lantai hutan atau anak sungai di dalam area yang skemanya khusus dan menggambarkan keadaan umum dari dataran pasang surut
Luas dan Penyebaran Mangrove
Penyebaran beberapa spesies mangrove terdapat di sekitar ekuator antara 32 o LU dan 38 o LS, pada iklim A,B,C dan D dengan nilai Q yang bervariasi. Semakin jauh dari ekuator spesies mangrove semakin sedikit dan pohonnya semakin kecil. Lokasi mangrove paling utara adalah di bagian tenggara pulau Kyushu, Jepang, dimana hanya ditemukan satu spesies saja (Kandelia candel), sedangkan lokasi paling selatan adalah bagian utara Selandia Baru dimana hanya teridentifikasi satu spesies yaitu Avicenia marina.
Menurut Chapman (1975) penyebaran mangrove dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
a. The old worl mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik dan Samoa.
b. The new world mangrove, yang meliputi pantai Atlantik dan Afrika dan Amerika, Meksiko dan Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos.
Perkiraan luas mangrove sangat beragam. FAO (1994) menyatakan bahwa luas hutan mangrove diseluruh dunia sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia (7.441.000 ha), Afrika ( 3.258.000 ha) dan Amerika (5,831.000 ha). Khusus di Indonesia yang merupakan Negara tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81. 000 km, hutan mangrovenya seluas 4,25 juta ha (FAO/UNDP, 1982). Sedangkan menurut ISME *) berdasarkan citra landsat luas mangrove didunia sekitar 18,1 juta ha. Jenis – jenis mangrove umumnya menyebar di pantai yang terlindung dan dimuara – muara sungai, dengan komposisi jenis yang berbeda – beda tergantung pada kondisi habutatnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penyebaran jenis mangrove tersebut berkaitan dengan salinitas, tipe pasang surut dan frekuensi penggenangan.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengg anggu kehidupan terumbu karang.
Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jneis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku yang terbagi meknadi 2 kelompok yaitu mangrove sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (asociate) (M. Khazali, dkk. 1999)
Struktur Mangrove
Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon – pohon yang tumbuh dan tingginya mencapai lebih dari 30 meter, memiliki tajuk (canopy) lebar, rapat dan tertutup. Banyak juga species tumbuhan dan fauna lain yang atau eksklusif yang menempati hutan mangrove. Topografi setempat dan karakteristik hidrologi, tipe dan komposisi bahan kimia dari tanah dan pasang surut menentukan tipe ekosisitem mangrove yang dapat dibuktikan pada tempat – tempat tertentu.
Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana dan zonasi yang kompleks tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan.
Chapman (1984), mengelompokan mangrove menjadi 2 kategori yaitu :
a.     Flora mangrove Inti, yaitu mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove yang terdiri dari jenis : Rhizophora, bruguiera, Ceriops, Kandelia, Soneratia, Avicenia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphyphora, dan Dolichandron.
b.     Flora mangrove pheripheral (pinggiran) yaitu flora mangrove secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalan formasi hutan lain. Jenisnya antara lain; Exoecaria agalloca, Acrosticum auerum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tilliaceus
Tomlinson (1984) membagi flora mangrove menjadi 3 kelompok, yaitu :
-       Kelompok mayor
Komponen ini memperlihatkan karakteristik morfologi, seperti : sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya adalah pemisahan taksonomi dari hubungan daratan dan hanya terjadi dihutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai kedalam komunitas daratan. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa
-       Kelompok minor (tumbuhan pantai)
Dalam kelompok ini tidak termasuk elemen yang mencolok dari tumbuh – tumbuhan yang mungkin terdapat disekitar habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni.
-       Kelompok asosiasi mangrove
Dalam komponen ini jarang ditemukan species yang tumbuh didalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan darat.
Ciri Khas Mangrove
Karakteristik morfologi dari species mangrove terlihat pada setiap perakaran dan buahnya, yang merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan tempat tumbunya.
Sistem Akar
Tanah pada habitat mangrove adalah anaerob (hampa udara) bial berada dibawah air. Beberapa species memiliki sistem perakaran khusus yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerob.
Ada beberapa tipe perakaran udara yaitu : akar pasak, akar tunjang,, akar lutut dan akar papan (banir).
Akar udara membantu fungsi pertukaran gas dan menyimpan udara untuk pernafasan selama penggenangan.
Buah / Bibit
Semua species mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti bentuk silinder, bulat dan berbentuk kacang.
-  Benih Vivipar
Umumnya terdapat pada famili Rhizophoraceae (Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia) buahnya berbentuk silinder (seperti tongkat), buahnya disebut bibit Viviparous.
-  Benih Cryptovivipar
Avicennia (seperti buah kacang), Aegiceras (seperti silinder) dan Nypa buahnya berbentuk Cryploviviparous dimana bibitnya berkecambah tetapi diliputi oleh selaput buah (kulit buah) sebelum ditinggalkan dari pohon induknya.
-  Benih Normal
Ditemukan pada spesies Sonneratia dan Xylocarpus buahnya berbentuk bulat seperti bola dengan benih normal. Species lain kebanyakan buah berbentuk kapsul, sebagai benih normal.
Buah tersebut mengalami proses dimana mereka memecah diri dan menyebarkan benihnya pada saat menvapai air.
Pertumbuhan Mangrove
Komponen mayor dan minor spesies mangrove tumbuh dengan baik tanpa dipengaruhi oleh kadar garam air. Namun jika air terlalu asin maka pohon mangrove tidak dapat tumbuh terlalu tinggi. Hal yang harus diperhatikan bahwa species mangrove dapat tumbuh lebih cepat pada air tawar daripada air yang mengandung garam (asin).
Melalui kelenjar garamnya, beberapa spesies mangrove menghasilkan sistem yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam tinggi. Avicennia, Aegiceras, Acanthus dan Aegalitis dapat mengontrol keseimbangan garam denganmengeluarkan garam dari kelenjar tersebut (Tomlinson, 1986). Sebagian kelenjar garam terdapat dipermukaan daun yang tampak berkristal dan mudah diamati.
Spesies lain seperti Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Sonneratia dan Lumnitzera dapat mengontrol keseimbangan garam dengan cara lain seperti dengan menggugurkan daun tua yang mengandung garam yang terakumulasi, atau dengan melakukan tekanan osmotic akar.
Struktur, fungsi ekosiste, komposisi dan distribusi spesies dan pola pertumbuhan organisme mangrove sangat tergantung pada factor-faktor lingkungan diantaranta ; Fisiografi pantai, iklim, pasang surut, gelombang/arus, salinitas oksigen terlarut, tanah, nutrient dan proteksi.
Kegunaan Mangrove
Berdasarkan kegunaan produk yang dihasilkan maka produk-produk ekosistem mangrove dikelompokkan menjadi 2 yaitu; produk langsung dan produk tidak langsung.
o  Produk Langsung
Kayu merupakan hasil dari hutan mangrove, yang dapat digunakan untuk bahan bangunan, furniture, kapal atau perahu dan chip untuk pulp atau kertas. Batang kayu dari Rhizopora atau Bruguiera digunakan sebagai tiang dimana mereka mengandung sejumlah tanin yaitu zat penyamak yang kuat. Kayu dan arang mangrove banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dinegara tropis. Arang mangrove memiliki kalori (panas) yang lebih tinggi dibandingkan dengan arang pada umumnya sehingga banyak diekspor kemancanegara termasuk Jepang dimana dinegara tersebut arang mangrove disebut “Nan-yo Bincho-tan” (arang selatan yang bagus)
Diwilayah yang kering dimana sedikit terdapat rumput dan pohon mangrove yang mempunyai daun yang berlimpah–limpah sepanjang tahun adalah sumber terpenting bagi makanan ternak keledai dan kambing
o  Produk tidak langsung
Produk tidak langsung lebih banyak pada mengekploitasi potensi flora selain kayu dan faunanya, misalnya buah mangrove yang diolah menjadi makanan, pengamatan satwa burung, tempat rekreasi dan lain sebagainya.
Peranan Umum Mangrove
Hutan mangrove memainkan peranan penting dan memiliki beraneka fungsi secara umum seperti melindungi pantai dari gelombang yang tinggi, angin yang kencang dan erosi.
Hutan mangrove yang membentang sepanjang garis pantai berfungsi mencegah gelombang dan ombak yang tinggi akibat topan untuk melindungi penduduk dan rumah-rumah yang ada disekitarnya. Mangrove juga melindungi hasil panen penduduk disekitarnya dari kerusakan yang disebabkan tiupan angin laut yang kuat.
Daun mangrove tua dan cabang-cabangnya yang jatuh ketanah akan dihancurkan oleh mikroorganisme yang nantinya akan berfungsi sebagai sumber makanan bagi plankton. Plankton merupakan sumber makanan bagi anak udang, kepiting dan ikan yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi organisme besar yang hidup disekitar mangrove seperti ikan, burung dan binatang mamalia. Ini disebut rangtai makanan dimana mangrove mempunyai peranan penting dan sebagai kunci sumber utama penyediaan makanan.
Selama air pasang hutan mangrove menjadi bagian dari lautan. Ini merupakan keindahan dimana ikan dapat berkumpul karena banyaknya persediaan makanan. Kerapatan dari batang pohon mangrove dan akar tunjang juga merupakan tempat persembunyian terutama bagi anak iakan dan udang.
Hutan mangrove juga merupakan suatu keindahan alam bagi burung-burung diman meraka dapat menemukan makanan dan menjaga keturunannya.
Dengan demikian dapat ditetapkan bahwa hutan mangrove dapat memberikan kondisikehidupan yang lebih baik dan berarti bagi fauna dan tidak saja sebagai produksi langsung tapi juga dapat menghasilkan sejumlah ikan, udang dan kepiting yang stabil.

Sunday, August 11, 2013

LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BAHAN PELEDAK UNTUK PENANGKAPAN IKAN

August 11, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 4 comments


Penggunaan bahan peledak dan bahan kimia berbahaya memang dilarang dalam penggunaanya di dunia perikanan, baik di perairan umum berupa lau maupun sungai dan danau.
Penggunaan bahan berbahaya dapat mengakibatkan rusaknya dan pncemaran bagi lingkungan perairan, sampai dapat merusak jazad renik dan ikan yang masih kecil maupun bibit ikan. Sehingga akan memunahkan jenis-jenis ikan tertentu di dunia perikanan.
Meski diketahui oleh semua orang bahwa untuk menangkap ikan di laut memang menggunakan berbagai macam alat tangkap, sehingga hasil tangkapannya juga bervariasi. Apalagi nelayan  yang pekerjaan sehari-harinya memang mencari ikan di laut, sehingga wajar jika menggunakan alat tangkap yang cepat dan banyak hasilnya. Pasalnya, nelayan sekarang sudah semakin pintar seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penangkapan ikan yang bersifat merusak (destruktif fishing) merupakan segala bentuk upaya penangkapan ikan yang membawa dampak negatif bagi populasi biota, dan ekosistem pesisir laut. Jenis penangkapannya dengan menggunakan racun sianida, potassium dan racun tumbuhan. Selain itu menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom), serta menggunakan alat jaring bermata kecil (non selektif) dan menghancurkan struktur bentuk (pukat dasar dan modifikasinya).
 Olehnya itu, penangkapan ikan yang sudah berlangsung lama dan tidak sedikit dibuat menjadi orang terpandang atau orang kaya gara-gara menggeluti pekerjaan tersebut, terutama ponggawa atau juragan. Akan tetapi, nelayan tulen tetap menjadi pembicaraan miring lantaran masih banyak orang yang selalu beranggapan kalau nelayan diidentikkan sebagai orang “miskin” lantaran tidak bisa berkembang kehidupannya akibat mereka tetap tergantung pada bosnya alias ponggawa atau juragan.
Wajar saja jika banyak argument yang selalu melihat status pada nelayan, sehingga dimana-mana tetap menjadi bulan-bulanan bagi orang-orang yang sudah mapan. Apalagi prilaku mereka yang tidak mengenal adanya hari esok, sehingga berapapun hasilnya langsung dihabiskan. Hal inilah menjadi salah satu faktor sehingga nelayan tidak bisa berkembang sebagaimana para juragan. Meski penangkapan atau menggeluti pekerjaannya itu tergolong lama bahkan menjadi turun temurun, tapi kehidupannya tetap seperti itu.
            Namun demikian, bukan berarti bahwa penangkapan ikan yang telah berlangsung lama  itu tidak menimbulkan masalah, melainkan banyak masalah yang ditimbulkan terutama dengan berkembangnya teknologi sehingga sekarang ini nelayan yang menangkap ikan sudah mampu berkreasi dengan menggunakan berbagai bahan kimia terutama sianida. Wajar saja jika hasil tangkapannya luar biasa banyaknya dan uang yang didapatkannya juga sangat besar. Tapi dibalik semua itu, lingkungan tempatnya menangkap ikan akan rusak bahkan ekosistem terumbu karang yang ada di dalamnya juga ikut rusak. Menurut Supriharyono (2007)  terumbu karang Indonesia telah banyak yang rusak, dari luas terumbu karang sekitar 50.000 km2 yang ada hanya tinggal 6,48 % kondisinya masih sangat baik, 22,53 % baik, 28,39 % rusak, dan 42,59 % rusak berat. 
            Betapa tidak, jika kerusakan yang ditimbulkan sianida ini tidak main-main. Pasalnya, sianida itu mampu membunuh seluruh makhluk hidup yang ada didalamnya (terkena) lantaran zat kimia ini memiliki kandungan yang mematikan. Oleh karena itu, wajar saja kalau pemerintah melarang keras penggunaan bahan kimia ini lantaran bukan hanya ikan-ikan yang mati, tapi juga racun yang ditimbulkan bisa berdampak pada manusia itu sendiri. Terutama  ikan tidak segar, sedangkan kebutuhan konsumen sangat mengiginkan  ikan segar yang layak konsumsi, untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam tubuhnya.
            Ikan yang ditangkap dengan sianida itu biasanya cepat busuk, sehingga sagat mudah dibedakan antara ikan hasil tangkapan yang normal. Bahkan ikan tersebut tidak bisa diekspor lantaran negara-negara luar tidak bisa membelinya. Apalagi kalau sudah mengandung racun atau zat kimia.
Jika pemakaian sianida dapat mengakibatkan membunuh alga Zoxanthellae yang penting bagi pertumbuhan polip karang. Dimana Sianida terakumulasi dalam karang dan membawa dampak jangka panjang, dan penyelam dapat terbunuh akibat keracunan. Justru disinilah menjadi masalah, semakin sulitnya menghapus  sianida lantaran permintaan pasar tinggi, dukungan perusahaan atau permodalan, utang nelayan kepada para pemodal, dan cara tangkap yang relatif mudah.
Pengeboman ikan pada mulanya menggunakan bahan peledak komersial berkembang dan cenderung membuat bahan peledak sendiri dengan menggunakan pupuk kimia, setiap bom beratnya kurang lebih 1 kg dan ledakannya membunuh ikan dalam radius 15 – 20 meter, terumbu seluas  500 m2 dan menciptakan lubang di terumbu dengan diameter 3-4 meter, dan pengebom mencari ikan yang hidup berkelompok (ikan bibir tebal, kerapu, ekor kuning, kakap tua dan surgeon) yang menjadi sasaran utamanya (Asbar, 2009).
Artinya bahwa ikan asal Indonesia sangat mudah ditolak oleh pasar internasional, karena dianggap tridak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab pangan merupakan salah satu persoalan yang sangat peka di luar negeri, karena dianggap bisa membahayakan jiwa manusia, sehingga semua hasil tangkapan yang menggunakan bahan kimia akan ditolak.
Memang diakui bahwa beberapa produk Indonesia pernah ditolak di laur negeri karena diduga mengandung antibiotic, sehingga kita mengalami kerugian yang besar. Dengan demikian, maka sesuai dengan tuntutan dunia internasional yang mulai mengecam dan mengancam akan memboikot akan ekspor ikan dari negara yang penangkapannya tergolong masih merusak lingkungan perlu diwaspadai. Pasalnya, kalau itu tetap berlangusng maka tidak menutup kemungkinan ikan-ikan hasil tangkapan dari Indonesia akan diboikot dan kita menjadi malu akibat perbuatan sendiri.
Jadi kriteria penangkapan ikan yang ramah lingkungan seharusnya selektifitas tinggi dan tidak desktruktif terhadap habitat serta tidak membahayakan nelayan (operator) dan menghasilkan ikan bermutu baik. Disamping itu, produk tidak membahayakan konsumen, hasil tangkapan yang terbuang dampaknya minimum terhadap keanekaragam sumberdaya hayati dan tidak menangkap spesies yang dilindungi dan terancam punah dan diterima secara sosial.
 Kalau kita mengambil sample dimana telur ikan kakap merah yang mampu menghasilkan telur sebanyak 15 juta butir dan 30% menjadi ikan, maka yang hidup menjadi ikan kurang lebih 4 juta ekor. Akan tetapi, kalau penggunaan sianida terus berlangsung maka yakin saja bahwa ikan-ikan sebanyak itu tidak bisa hidup. Pasalnya, sianida ini bukan saja ikannya yang dimatikan, tapi juga telurnya ikut mati alias tidak bisa menetas.
Hal inilah yang menjadi sangat penting diketahui oleh masyarakat khususnya nelayan yang kesukaannya menggunakan bahan kimia dalam menangkap ikan. Memang diakui bahwa secara kasak mata apa yang dilakukan itu tidak tampak, tapi dibalik itu semua menghancurkan telur-telur yang akan menetas sehingga bisa dipastikan bahwa kalau penggunaan sianida terus berlangsung, maka besar kemungkinan ke depan masyarakat akan susah untuk mendapatkan ikan. Apalagi sekarang sudah ada beberapa daerah tertentu yang dianggap sudah masuk dalam kategori over fishing (kelebihan tangkap).
Jadi wajar saja jika nelayan selalu berpindah tempat untuk mencari ikan. Padahal, kalau mereka tidak menggunakan bahan kimia tersebut besar kemungkinan tempat menangkap ikan tidak terlalu jauh lantaran ikan-ikan sangat berlimpah. Tapi karena kerakusannya tinggi dan kesadarannya sangat kurang dan semata hanya memikirkan kepentingan sesaat atau yang tampak dimata saja, maka semua yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan dibelakang hari tidaklah dihiraukannya lagi. Padahal, masyarakat tentunya peka dalam menangkap ikan dan perlu ada trik tersendiri agar bisa dipilah dalam mengambil ikan yang masuk dalam ukuran konsumsi
Jadi salah satu upaya untuk menyadarkan nelayan agar tidak menangkap ikan dengan menggunakan sianida adalah masyarakat menyatu untuk tidak membeli ikan-ikan hasil tangkapan dari sianida, sehingga penjual ikan juga ikut kapok. Bahkan kalau perlu pengusaha pun ikut memboikot apalagi kalau tidak sesuai dengan ukuran standar. Makanya perlu juga diterapkan agar pemerintah mengeluarkan aturan khusus yang melarang mengambil ikan yang tidak masuk dalam ukuran yang ditentukan, termasuk pengusaha.
Kalau ini berlaku dan dipatuhi oleh semua yang berkompoten, maka yakin saja bahwa nelayan tidak lagi melakukan hal-hal yang melanggar terutama penggunaan sianida yang dapat merusak ekosistem terumbu karang.  Meski diakui bahwa  penangkapan ikan yang merusak muncul disebabkan beberap akibat yakni permintaan konsumen tinggi dan mengendalikan harga ikan hidup, konsumen kekurangan informasi tentang bagaimana ikan ditangkap, kekuatan ekonomi lokal yang sangat sulit untuk negara miskin dan nelayannya tergoda menggunakan cara ini karena dinilai sangat produktif, kurangnya hukum yang mengatur terutama penegakan hukum, dan kurangnya kontrol lokal terhadap terumbu karang yang tidak ada pilihan penghasilan lain.
Akan tetapi kalau masyarakat tidak mau lagi membelinya, maka lambat laun nelayan juga jerah menangkap ikan dengan menggunakan bahan kimia. Olehnya itu, penegakan hukum harus dimaksimalkan dan nelayan juga harus mentaati semua ketentuan agar ikan-ikan yang ditangkap tidak mubassir karena ikan dapat dibeli oleh masyarakat. Tapi kalau sudah tidak mau ikut aturan, maka ikan-ikan tersebut akan tinggal dan tidak ada yang membelinya. Mudah-mudahan kita semua dapat megambil hikmahnya agar ke depan sumberdaya alam tetap lestari tanpa ada kesan mubadzir.


Saturday, August 10, 2013

KARAKTERISASI SIFAT BIOKIMIA DAN FISIOLOGI BAKTERI

August 10, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments

LatarBelakang
Mikroorganisme seperi bakteri yang terdapat di ikan ataulingkungan budidaya, umumnya terdapat dalam populasi campuran. Untuk keperluanidentifikasi diperlukan suatu biakan murni sehingga teknik isolasi mutlakdiperlukan. Mikroorganisme yang telah diisolasi ini belum dapat ditentukansifat atau jenis bakterinya. Pengamatan mengenai bentuk morfologi, sifat gram,dan pola penataan sel dapat diketahui dengan cara pewarnaan gram. Akan tetapi,untuk mengetahui jenis bakteri tidak cukup hanya dengan metode pewarnaan gram.
Bakterimempertahankan kehidupannya melalui penyesuaian diri terhadap lingkungan demikelanjutan generasinya seperti halnya dengan mikroorganisme lainya. Untuk itu,bakteri bakteri mampu merombak dan menggunakan bahan kimia (dalam bentuklarutan) yang ada dilinkungannya sebagai sumber energi dan zat pembangunan. Setiapjenis spesies bakteri mempunyai karakterisasi sifat biokimia dan fisiologi yangkhas. Sifat-sifat ini dapat dijadikan acuan dalam proses identifikasi. Olehkarena itu dalam praktikum kali ini dilakukan uji enzimatik untuk mengetahuikarakteristik sifat dari bakteri
Tujuan
Praktikumkarakterisasi sifat biokima dan fisiologi baktei bertujuan agar praktikan mampumengidentifikasi jenis bakteri sesuai tabel kunci identifikasi Cowan, 1974 dan mengenal sifat biokimia dan fisiologis pada bakteri.
           METODOLOGI
Waktudan Tempat
Padauji katalase, sebagian koloni bakteri pada agar miring diambil dan diletakkanpada gelas objek. Selanjutnya diberikan larutan hydrogen peroksida pada kolonitersebut. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya gelembung-gelembung.
Padauji oksidase, satu ose penuh biakan dari media padat diulaskan di atas kertassaring yang kemudian diteteskan p-aminodimethylaniline-oxalat 1% pada kertassaring. Reaksi positif ditunjukkan bila berubah warna menjadi merah dan reaksinegatif ditunjukkan bila berubah menjadi warna ungu.
Padauji motilitas, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inokulum danselanjutnya diinokulasikan secara vertikal kemudian diinkubasi selama 24 jam.Pada uji gelatin, biakan bakteri diinokulasi pada media gelatin tegak dandiinkubasi selama 24 jam yang kemudian dimasukkan ke dalam kulkas. Reaksipositif ditunjukkan dengan larutan gelatin cair sedangkan reaksi negativeditunjukkan dengan larutan gelatin yang beku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat hasilberbagai uji karakteristik bakteri tabung B dan tabung D di bawah ini, antaralain :
Tabel 1. Hasil Uji Oksidatif/ Fermentatif (O/F)
No Sampel
Hasil Pengamatan
Tabung  tanpa parafin
Keterangan
Tabung 2 dengan parafin
Keterangan
B
-
Hijau
-
Hijau
D
+
kuning
+
kuning
Keterangan      : +        = Berubah menjadi kuning
                          -         =Tidak berubah warna
Tabel 2. Hasil Uji Katalase
No Sampel
Hasil
Keterangan
B
+
Bergelembung
D
+
Bergelembung
Keterangan      : +        = Terbentuk gelembung gas
                          -         =Tidak terbentuk gelembung gas
Tabel 3. Hasil Uji Oksidase
No Sampel
Hasil
Keterangan
B
-
ungu
D
-
ungu
Keterangan      : +        = Berubah warna
                          -         =Tidak berubah warna
Tabel 4. Hasil Uji Motilitas
No Sampel
Hasil
Keterangan
B
+
Motil
D
+
Motil
Keterangan      : +        = bakteri menyebar kepermukaan medium
                          -         =bakteri tidak bergerak
Tabel 5. Hasil Uji Gelatin
No Sampel
Hasil
Keterangan
B
-
Bakteri padat dalam suhu dingin
D
-
Bakteri padat dalam suhu dingin
Keterangan      : +        = Gelatin mencair
                          -         =Gelatin membeku
Pembahasan
Media O/F yang merupakan salah satu media yang digunakanuntuk pengujian fisio-metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahuikemampuan memecah karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerbik (oksidatif) atauanaerobick (fermentatif). Hasil reaksi oksidatif akan ditunjukkan bila tabungyang tidak diberi paraffin berubah menjadi hijau, sedangkan reaksi fermentatifditunjukkan dengan perubahan warna kuning pada tabung yang diberi paraffin.
Pada uji motilitas digunakan media SIM (Sulfida Indol Motility) yang merupakansalah satu media semi solid yang digunakan untuk pengujian fisio-metabolismesuatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasildegradasi protein), ikatan sulfida dan motilitas atau pergerakan bakteri. Hasiluji motilitas bakteri diperlihatkan dengan adanya pertumbuhan pada permukaanmedium dan tidak hanya pada bekas pada tusukan, bakteri non-motil tumbuhsepanjang tusukan. Pembentukan indol ditunjukkan dengan timbulnya warna merahmuda setelah penambahan pereaksi Kovac atau Ehrlich, adanya pembebasan sulfidaditunjukkan oleh terbentuknya warna hitam.
Pada uji oksidase digunakan p-aminodimethylaniline,perubahan koloni menjadi merah menujukkan tes positif sedangkan perubahan warnakoloni menjadi ungu menunjukkan tes negatif. Pada awal oksidasi suatu substratoleh jasad renik, hidrogen dipindahkan dari substrat itu oleh enzim khususyaitu dehidrogenase. Melalui kerja enzim pernafasan, kemudian atom hidrogen itudibawa ke penerima terakhir. Sebagai penerima atom H dan elektron terakhiradalah zat warna atau indikator oksidasi-reduksi. Zat warna akan tereduksi danberubah warna.
Pada uji katalase berguna untuk mengetahui ada tidaknyaenzim katalase. Enzim tersebut merupakan katalisator dalam penguraianhydrogen-peroksida (H2O2) untuk menghasilkan oksigen danair. Adanya gelembung-gelembung menunjukkan reaksi positif.
Pada uji gelatin digunakan media gelatin. Gelatinmerupakan protein yang diperoleh dari hidrolisa kolagen yaitu zat pada jaringanpenghubung dan tendon dari hewan. Gelatin akan terurai oleh jasad renik yangmempunyai enzim proteolitik. Larutan gelatin bersifat cair pada suhu ruang atausuhu kamar dan padat bila berada di dalam lemari es. Bila gelatin telahdihidrolisa oleh jasad renik akan tetap bersifat cair meskipun berada di dalamsuhu es. Gelatin yang tidak mengalami hidrolisa akan membeku, sedangkan yangterhidrolisa akan tetap cair atau menunjukkan reaksi positif.
Bakteri tabung D pada praktikum kali ini dapatdiidentifikasi termasuk ke dalam genus streptococcus. Hal ini dapat dilihatdari uji O/F, uji katalase, uji oksidase, dan uji motilitas yang menunjukkanreaksi positif sedangkan pada uji gelatin menunjukkan reaksi negatif. Diketahuipula bahwa bakteri tabung D merupakan bakteri gram positif dan berbentuk bulat(coccus). Menurut Anonimous 2007bahwa streptococcus merupakan kokus grampositif, kebanyakan spesies adalah anerob fakultatif, sebagian merupakan anerobobligat, spesies yang virulen mungkin menghasilkan kapsul yang terdiri dari acidhialuronik dan protein M, habitat primernya ialah saluran pernafasan atas(rongga hidung dan faring). Dan menurut Rachdie 2006 bahwa streptococcus merupakan gram positif dalam bentuk rantai panjangmaupun pendek, penghasil asam laktat, toleransi terhadap nilai pH rendah, danmampu hidup hanya pada enrichment media (media diperkaya).
Identifikasi pada bakteri tabung B yaitu dapat dilihatdari hasil uji O/F, katalase, oksidase, motilitas, dan uji gelatin. Dari semuahasil uji tersebut, bakteri tabung B menunjukkan reaksi positif pada setiapuji. Bakteri tabung Bmerupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang (bacillus). Pada tabel kunci identifikasi bakteri dapat diperkirakanbakteri tabung B termasuk ke dalam genus, antara lain chromobacterium, lixidium, alcaligenes, flavobacterium, pseudomonas,actinobacillus, pasteurella, necromonas,cardiobacterium, chromobacterium, violaceum, beneckea, vibrio, plesiomonas, danaeromonas. Genus tersebut dapat diperkirakan karena pada genus tersebutyang menunjukkan bahwa pada setiap uji bakteri tabung B menunjukkan reaksipositif. Pengidentifikasian bakteri tabung B kurang merinci dikarenakan belumdilakukan uji selanjutnya untuk mengetahui genus yang tepat.
Menurut Rachdie 2006 bahwabakteri berbentuk batang dibagi 3 jenis yaitu Non Sporeforming batang gram positif, Sporeforming batang gram positif, dan Non Sporeforming batang gram negatif. Pada Non Sporeforming batang gram positifmerupakan bakteri penghasil asam laktat, toleransi dengan pHrendah, mikroaerofilik dan seringkali membentuk bagian predominan mikrofloradan produk yang tertutup secara vakum, beberapa strain resisten terhadap panasdan bertahan hidup dari proses pasteurisasi makanan. Pada Sporeforming batang gram positif dibagimenjadi 2 genus antara lain yaitu bacillus (Aerob/Fakultatif, Katalase positif) dan Clostridium(Anaerob obligat, Katalase negative). Pada Non Sporeforming batang gram negative yang memiliki ciri-ciribersifat aerofilik dan katalase positif, pada umumnya sensitifterhadap panas, dehidrasi, freezing,pH rendah dan Aw yang rendah, beberapa diantaranya adalah psikrofildan penyebab terjadinya pembusukan pada temperatur rendah, termasuk pembusukutama adalah genus Pseudomonas,Achromobacter, Flavobacter, Proteusdan Holobacterium, termasuk patogen utama diantaranya adalah Salmonella, Shigela, Vibrio, dan lainsebagainya, beberapa di antaranya hidup di saluran pencernaan dan menjadiindikator fekal, seperti coliform, fecal coliform dan E.coli.