Thursday, October 31, 2013

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN TONGKOL DENGAN MEMAKAI ALAT TANGKAP TRADISIONAL

October 31, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 2 comments


Latar belakang
Terjadinya fenomena tangkap lebih akibat dari persepsi yang keliru tentang sumberdaya ikan laut, yang mana selama ini dimiliki oleh kebanyakan para nelayan, pengusaha perikanan, dan pejabat pemerintah. Kekeliruan pertama adalah mereka menganggap ikan adalah sumberdaya dapat pulih (sustaineutable resourcesl) sehingga dapat dieksploitasi secara tak terbatas (infinite) (Dahuri, 2003).
Aspek BIologi IKan Tongkol
Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae, genus Auxis, spesies Auxis thazard. Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin . Sirip dada melengkung, ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Nainggolan E, 2009).
Ikan tongkol dapat mencapai ukuran panjang 60 65 cm dengan berat 1.720 gr pada umur 5 tahun. Panjang pertama kali matang gonad ialah 29 30 cm. Ikan tongkol temasuk ikan pelagis yang hidup pada kedalaman hingga 50 m di daerah tropis dengan kisaran suhu 27 28oC. Ikan tongkol merupakan jenis ikan migratory yang tersebar disekitar perairan samudera atlantik, hindia dan pasifik..
Ikan tongkol memiliki 10 12 jari-jari sirip punggung, 10 13 jari-jari halus sirip punggung, 10 14 jari-jari halus sirip dubur, dengan warna punggung kebiru-biruan, ungu tua bahkan berwarna hitam pada bagian kepala. Sebuah pola 15 garis-garis halus, miring hampir horisontal, garis bergelombang gelap di daerah scaleless diatas gurat sisi (linea lateralis). Bagian bawah agak putih (cerah). Dada dan sirip perut ungu, sisi bagian dalam mereka hitam. Badan kuat, memanjang dan bulat. Gigi kecil dan berbentuk kerucut, dalam rangkaian tunggal. Sirip dada pendek, tapi mencapai garis vertikal melewati batas anterior dari daerah scaleless atas corselet. Sebuah flap tunggal besar (proses interpelvic) antara sirip perut. Tubuh telanjang kecuali untuk corselet, yang dikembangkan dengan baik dan sempit di bagian posterior (tidak lebih dari 5 skala yang luas di bawah asal-sirip punggung kedua). Sebuah keel pusat yang kuat pada setiap sisi dasar sirip ekor-kecil antara 2 keel.
Klasifikasi Ikan Tongkol.
Phylum            : Chordata
Sub phylum     : Vertebrata
Class                : Pisces
Sub class         : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Sub ordo         : Scromboidea
Family             : Scromboidae
Genus              : Auxis
Species            : Auxis thazard
Bersifat epipelagic di perairan neretik dan samudra. Makanannya berupa ikan kecil, cumi-cumi, krustasea planktonik (megalops), dan larva stomatopod. Karena kelimpahan mereka, mereka dianggap sebagai elemen penting dari rantai makanan, khususnya sebagai hijauan untuk spesies lain bagi kepentingan komersial. Diincar oleh ikan yang lebih besar, termasuk tuna lainnya. Dipasarkan segar dan beku juga digunakan kering atau asin, asap, dan kaleng. (Bussines Center 2010).
Adapun jenis alat tangkap tersebut antara lain :
1. Payang
Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selembar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini, semakin kecil ukuran mata jaaringmaka semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri..
Keterangan:
1. Tali selembar kanan
2. Tali selembar kiri
3. Pelampung bulat
4. Sayap kanan
5. Sayap kiri
6. Pemberat
7. pelampung
8. Buntut
9. Tal iris atas
10.Tal iris bawah
Sayap merupakan lembaran jaring yang disatukan dan berfungsi sebagai penggiring dan pengejut bagi ikan sehingga ikan mengarah ke mulut jaring. Sayap terdiri atas sayap kiri dan sayap kanan, memiliki ukuran mata jaring yang lebih besar dari bagian lainnya (Monintja, 1991).
Tali ris ada dua bagian, yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas lebih panjang dan tali ris bawah yang menyebabkan bibir jaring bagian atas lebih menjorok ke dalam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ikan meloloskan diri ke bagian bawah perairan. Tali ris berfungsi untuk merentangkan jaring dan merupakan tempat tali pelampung (floats) dan pemberat (sinker). Tali selembar adalah tali yang mengikat ujung sayap kiri dan kanan jaring, berfungsi menghubungkan antara jaring dan kapal/perahu (Subani dan Barus, 1989).
Pelampung dan pemberat berfungsi untuk membantu bukaan mulut jaring. Pelampung juga berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaring sesuai dengan yang diinginkan dan menjaga bukaan mulut jaring dari pengaruh angin dan arus saat dioperasikan. Pemberat berfungsi agar bagian bawah jaring terendam sempurna sehingga membentuk bukaan mulut jaring yang maksimal (Monintja, 1991).
2. Pukat Cincin (Purse Seine)
Pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan
Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil. Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri.
Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Rumpon selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Rumpon dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari.
3. Jaring Insang
Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat bawah (srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat.
Tinggi jaring insang permukaan 5 - 15 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5 - 10 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1 - 3 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium. Bentuk gill net tergantung dari panjang tali ris atas dan bawah..
Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan tertangkap dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal pada tubuh jaring. Satuan jaring insang menggunakan satuan pis jaring (piece). Satu unit gill net terdiri dari beberapa pis jaring (SISKA, 2010).
Dilihat dari cara pengoperasiannya, alat tangkap ini biasa dihanyutkan (drift gill-net), dilabuh (set gill-net), dilingkarkan (encircling gill-net). Jaring insang termasuk alat tangkap potensial terlebih setelah adanya Keppres 29/80 khususnya jaring insang dasar (bottom set gill-net) atau yang lebih dikenal dengan nama Jaring klitik (Genisa. A. S, 1998).
a. Jaring insang hanyut
Jaring insang hanyut adalah jenis gill net yang berbentuk empat persegi panjang. Jaring insang hanyut termasuk dalam klasifikasi jaring insang hanyut di permukaan air (surface drift gill net) atau jaring insang hanyut di pertengahan air (midwater drift gill net) dengan panjang tali ris bawah sama dengan atau lebih kecil daripada panjang tali ris atas. Pengoperasiannya dipasang tegak lurus dan dihanyutkan di dalam perairan mengikuti gerakan arus selama jangka waktu tertentu, salah satu ujung unit gill net diikatkan pada perahu/kapal atau kedua ujung gill net dihanyutkan di perairan. Pada perairan umum, jaring insang hanyut digunakan
Hasil tangkapan antara lain baung, kepiting, sepat siam, gabus, koan, lukas, mas, mujair, botia, berukung, benteur, bilih, tawes, depik, hampal, jelawat, kendia, lalawak, sili, nilem, parang, repang, salab, semah, seren, betutu, patin jambal, tempe dan lempuk (SISKA, 2010).
b. Jaring insang tetap
Jaring insang tetap adalah jaring insang berbentuk empat persegi panjang. Jaring insang tetap dapat dikategorikan dalam klasifikasi jaring insang tetap di dasar air (bottom set gill net), jaring insang tetap di pertengahan air (midwater set gill net) tergantung pada pemasangan gill net di dalam perairan. Tali ris bawah sama dengan atau lebih panjang daripada tali ris atas. Pengoperasiannya dipasang menetap di perairan dengan menggunakan pemberat selama jangka waktu tertentu. Pada perairan umum, jaring insang hanyut digunakan di danau atau waduk (SISKA, 2010).
Dalam pengoperasiannya jaring ini bisa dilabuh (diset), lapisan tengah maupun dibawah lapisan atas, tergantung dari panjang tali yang menghubungkan pelampung dengan pemberat (jangkar). Jaring insang labuh ini sama dengan jaring klitik yaitu jaring insang dasar menetap yang sasaran utama penangkapannya adalah udang dan ikan-ikan dasar. Cara pengoperasian jaring insang labuh ini disamping didirikan secara tegak lurus, dapat juga diatur sedemikian rupa yang seakan-akan menutup permukaan dasar atsau dihamparan tepat di atas karang-karang (Genisa. A. S, 1998).
c. Jaring Lingkar
Jaring insang lingkar adalah jaring insang yang dalam pengoperasiannya dengan cara melingkarkan ke sasaran tertentu yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu. Setelah kawanan ikan terkurung kemudian dikejutkan dengan suara dengan cara memukul-mukul bagian perahu, karena terkejut ikan-ikan tersebut akan bercerai-berai dan akhirnya tersangkut karena melanggar mata jaring (Genisa. A. S, 1998).

CARA MELAKUKAN TRANSPLANTASI KARANG LAUT DAN MANFAATNYA

October 31, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Sebagai ekosistem yang khas dan terletak di daerah tropis, ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas yang cukup tinggi sehingga keanekaragaman biota yang ada di dalamnya cukup besar. Biota terpenting dalam suatu karang adalah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang tergolong scelactenia yang kerangkanya terbuat dari kapur. Beberapa peran penting bagi ekosistem ini adalah: peran dari segi estetika, sebagai pelindung fisik, dan sebagai produk yang menghasilkan nilai ekonomi. Dari segi estetika terumbu karang dengan menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lainnya.
Dengan demikian terumbu karang memiliki nilai penting untuk mendukung suatu habitat seperti pulau dan daratan. Disamping itu pula, terumbu karang berperan sebagai pelindung fisik terhadap pantai. Kerusakan terumbu karang akan mengurangi kemampuan karang untuk dapat berperan dalam memberikan perlindungan. Terumbu karang juga sebagai sumber ekonomi penting karena menghasilkan berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara dan sebagainya. Ekosistem ini memberikan tempat perlindungan dan tempat berkembang biak bagi berbagai ekosistem karang. Terumbu karang memiliki peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis biota laut yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya. Berbagai manfaat ekonomi dan jasa-jasa lingkungan merupakan nilai penting bagi ekosistem terumbu karang.
Akan tetapi sangat ironis, dimana permasalahan faktual yang terjadi bahwa kondisi terumbu karang sudah pada tingkat yang sangat menghawatirkan dimana telah terjadi kerusakan secara besar-besaran.Kerusakan ini banyak terjadi pada masa lampau, sebagai akibat dari aktifitas masyarakat yang kurang memperhatikan Ungkungan. Seiring dengan membaiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya terumbu karang, aktifitas perusakan terhadap terumbu karang juga menurun. Walaupun demikian pada kenyataannya kondisi terumbu karang di Indonesia telah terlanjur mengalami kerusakan dalam areal yang luas.Untuk dapat memulihkan kondisisi terumbu karang, saat ini telah dikenal banyak metode salah satu diantaranya adalah metode transplantasi karang.
Transplantasi Karang
Transplantasi karang merupakan upaya pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam ditempat lain atau ditempat yang karangnya telah rusak, sebagai upaya rehabilitasi. Saat ini transplantasi karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Bentuk pemanfaatan transplantasi karang atara lain untuk mengembalikan fungsi ekosistem karang yang rusak sehingga dapat mendukung ketersediaan jumlah populasi ikan karang di alam. Transplantasi karang juga dirnanfaatkan untuk rnembuat lokasi penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah dan menarik sehingga dapat mendorong kenaikan jumlah wisatawan. Selain itu transplantasi karang juga dirnanfaatkan untuk memperbanyak jumlah indukan dan anakan karang yang laku dipasarkan sehingga dapat mendukung perdagangan karang Was, sesuai peraturan yang berlaku.
Pengembangan transplantasi karang yang telah dilakukan adalah menggunakan teknik kombinasi antara rangka besi, jaring dan substrat, Teknik ini telah dilakukan di beberapa lokasi, misalnya di kawasan konservasi laut Kabupaten Berau (2007), Kabupaten Kotabaru (2007), Kabupaten Ciamis (2007) dan Kabupaten Muna (2007). Perturnbuhan karang hasil transplantasi berkisar antara 6-24 cm/bulan. Pemilihan lokasi, jenis karang yang ditransplantasi, kesiapan masyarakat pengelola dan kualitas perairan, merupakan kunci keberhasilan transplantasi karang. Telah pula dicoba teknik transplantasi karang menggunakan substrat semen, namun tidak menggunakan rangka besi dan jaring, sebagaimana dilakukan di Ciamis (2008).
Bibit Karang
Jenis karang yang digunakan dalam kegiatan transplantasi, yaitu jenis karang yang hidup dan tersedia di masing-masing lokasi kegiatan. Berdasarkan data inventarisasi DKP (2002) beberapa alternatif jenis karang tersebut antara lain : Acrophora tenuis; A. formosa; A. hyancinthus; A, difaricata; A. nasuta; A. yongei; A. digitifera; dan A.glauca.
Pelaksanaan kegiatan transplantasi karang baik untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak, untuk pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias), untuk pengembangan wisata bahari maupun untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian selalu diawali dengan pembuatan media pembibitan transplantasi karang/nursery ground. Kemudian dilanjutkan dengan penyediaan bibit, dan diakhiri dengan penebaran anakan hasil transplantasi.
Perbedaan dari setiap kegiatan transplantasi terutama terletak pada jenis bibit yang dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk transplantasi perdagangan karang hias dipilih dari jenis-jenis karang yang masuk dalam daftar perdagangan karang hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit yang dipakai berasal dari jenis-jenis yang memiliki penampilan warna dan bentuk yang indah serta aman disentuh (tidak menimbulkan gatal atau luka). Untuk pemulihan kembali lokasi terumbu karang yang telah rusak / rehabilitasi karang, jenis bibit yang dipakai dipilih dari jenis - jenis yang terancam punah dilokasi tersebut, pernah hidup di lokasi tersebut, dan tersedia sumber bibit yang memadai. Kegiatan transplantasi karang yang ditujukan untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian, sumber bibitnya disesuaikan dengan jenis-jenis karang yang akan diteliti. bahaya dan pada kategori bahaya-katastropik mencapai < 50. Selanjutnya Lalamentik (1991) menyatakan bahwa banyak tipe sedimen yang muncul pada dan sekitar terumbu karang, termasuk didalamnya hancuran karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan lumpur yang halus.
Pertumbuhan Karang Transplantasi
Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada  pembentukan koloni baru sedangkan reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan  peleburan sperma dan ovum ( fertilisasi).
Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian  pertumbuhan dan pematangan) (Timotius, 2003). Salah satu perbandingan reproduksi aseksual dan seksual dipandang dari sisi ketahanan dan adaptasi terhadap lingkungan adalah waktu pembentukan anakan, untuk reproduksi aseksual karang membutuhkan waktu yang singkat untuk tumbuh sedangkan untuk reproduksi seksual karang membutuhkan waktu dan proses lebih panjang untuk pertumbuhan, ini dikarenakan karena pada reprodusi aseksual karang dibentuk oleh potongan atau rangka dari induk karang sedangkan pada reproduksi seksual tidak (Timotius, 2003). Koloni karang hermatiphik mengandung alga ( zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan terumbu karang.  Zooxanthellae yang di koloni karang membentuk bangunan karang. Gereau dan Gereau (1959) dalam Supriharyono (2000) menyatakan bahwa merupakan factor yang esensial dalam proses klasifikasi atau produksi kapur bagi hermathipic corals atau reef building corals
Pertumbuhan setiap spesies karang berbeda. Spesies tertentu mempunyai  pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu bias mencapai 2 cm/bulan (karang bercabang) tetapi ada  pula yang mempunyai pertumbuhan sangat lambat yaitu 1 cm/tahun. Menurut defenisi  pertumbuhan karang merupakan petambahan panjang linear, berat, volume, atau luas kerangka atau bangunan kapur (Calsium) spesies karang dalam kurun waktu tertentu (Budemeier dan Tinzie, 1962 dalam
 Supriharyono, 2000). Kecepatan tumbuhan karang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana hewan ini  berada. Perairan yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka karang tumbuh lebih cepat di bandingkan dengan daerah yang lingkungannya tercemar (Supriharyono, 2000). Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2007) karang dari genus Acropora sp memiliki pertumbuhan pada umur 3 – 6 bulan. Dipilihnya genus  Acropora formosa sebagai  bahan penelitian dalam transplantasi karang karena, jenis karang ini memiliki awal pertumbuhan, memiliki kisaran pertumbuhan yang cepat serta memiliki ketahanan hidup yang besar. Deslina (2004) kisaran pertambahan panjang genus  Acropora  formosa adalah 1.20 cm selama 2 bulan, dan menurut Sadarun, (1999) Genus Acropora  formosa memiliki ketahan hidup yang besar dari genus  Acropora  sp lainnya. Genus Acropora formasa juga mengalami Awal pertumbuhan yang cepat dan pertambahan panjang lebih tinggi dibandingkan dengan genus  Acropora sp lainnya (Ofri Johan dkk, 2008). Besarnya ukuran fragmen transplantasi sangat menentukan pertumbuhan dan keberasilan dari transplantasi karang (Ofri Johan dkk, 2008). Horriot dan Fisk (1988) dalam Ofri Johan dkk  (2008) mengemukakan bahwa dalam transplantasi karang Acropra sp harus memperhatikan ukuran karang tersebut, ukuran yang lebih kecil akan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Pertambahan panjang dipengaruhi oleh sifat biologi model percabangan karang seperti model karang branching arborescent cenderung mempunyai pertambahan panjang mengarah ke atas lebih besar (Sadarun, 1999). Menurut Deslina (2004), Kisaran yang diperoleh pada pertambahan karang  Acropora sp selama 2 (dua) bulan pengamatan adalah 1,34 cm
 –  1,62 cm , yang ini berbeda dengan kisaran yang diperoleh Sadarun (2000) dengan masa pengamatan 5 (lima) bulan berkisar antara 2,01 cm  –  4,91 cm, sedangkan menurut Yahyah (2001) dengan masa pengamatan 6 (enam) bulan berkisar antara 1,49 cm  –  3,50 cm. Diduga adanya perbedaan kisaran ini karena pengaruh perairan dan  periode waktu pengamatan.
Ketahanan Hidup Karang Transplantasi
Data Ketahanan hidup atau keberhasilan hidup fragmen karang dihitung dengan menghitung jumlah fragmen karang yang masih berada di atas substrat transplantasi sampai akhir  pengamatan. Penempelan fragmen pada substrat sangat dipengaruhi oleh kecepatan karang membentuk rangka kapur baru setelah dipatahkan dari induknya. Ketahanan hidup dikatakan mencapai 100% apabila semua fragmen karang yang ditransplantasikan tidak terlepas dari substratnya (Sadarun, 1999). Tingkat ketahanan hidup fragmen karang transplantasi sangat ditentukan oleh  penempelan fragmen pada karang, sedimen dan turbiditas, ukuran fragmen, gangguan dari spesies pengganggu (ikan, dan keong pemakan karang) serta banyaknya alga di suatu perairan. Amaryllia dkk (2003) menyatakan bahwa penempelan fragmen pada substrat sangat dipengaruhi oleh kecepatan karang membentuk rangka kapur baru setelah dipatahkan dari induknya, setelah fragmen merekat pada substrat maka energi yang awalnya digunakan untuk membentuk kerangka kapur baru (regenerasi) dialihkan untuk pertumbuhan dan memperbesar ukuran diameter sehingga karang mencapai ukuran idealnya. Dodge dan Vaysnis (1977) dalam  Ofri Johan dkk  (2008) mengemukakan bahwa sedimen dan turbiditas yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan dan meningkatkan angka kematian karang, Selanjutnya Bak dan Criens (1981) dalam  Ofri Johandkk (2008) bahwa keberasilan hidup dari karang transplantasi sangat ditentukan oleh ukuran fragmen karang. Kematian dari fragmen karang juga ditentukan oleh hewan pemakan karang yang  bersembunyi dan menempel di percabangan karang yang umumnya adalah jenis Drupella sp dari kelompok hewan kekerangan. Selain itu kematian juga ditentukan oleh alga yang menutupi fragmen karang sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman (Ofri John dkk 2008), Seperti yang dikemukakan oleh Bak dan Criens (1981)  dalam  Ofri Johan dkk  (2008)  bahwa keberasilan hidup dari karang transplantasi juga di tentukan oleh  Filamentous algae (turf algae). banyak alga disuatu perairan disebabkan oleh kelimpahan nutrient yang dapat menyebabkan terganggunya proses klasifikasi, laju pertumbuhan, jumlah zooxantellae dan dan  jumlah populasi karang (Hoegh dan Guldberg (1997)
Transplantasi Karang (Coral transplantation) Transplantasi karang (coral transplantation) adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott, 1988 dalam Anonim, 2010). Kegiatan transplantasi di Indonesia telah dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu dengan menggunakan substrat keramik, beton dan gerabah. Tujuannya adalah untuk program  percontohan dalam merehabilitasi pulau-pulau yang kondisi terumbu karangnya sudah rusak serta dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata laut, program pendidikan, penelitian dan uji coba dibidang perdagangan Dimasa mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain: untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat untuk memadatkan spesies karang yang jarang atau terancam punah dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi hiasan akuarium (Moka, 1995 dalam Anonim, 2010). Teknik-Teknik Transplantasi Karang Beberapa teknik untuk meletakan karang yang di transplantasikan adalah semen, lem  plastik, penjepit baja, dan kabel listrik plastik. Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, ada beberapa kententuan untuk transplantasi karang, yaitu (Coremap & Yayasan Lara Link Makassar, 2006): 1.
 Untuk transplantasi karang diperlukan suatu wadah beton sebagai substrat dimana karang ditanam. 2.
 Jenis karang bercabang lebih cepat pertumbuhannya, dan mampu menyesuaikan dibandingkan karang masif. 3.
 Semua lokasi perairan pada dasarnya dapat dilakukan transplantasi dengan syarat kondisi hidrologik masih dalam batas toleransi pertumbuhan karang. 4.
 Hasil percobaan pada habitat yang berpasir tetapi dengan kesuburan yang tinggi  pertumbuhan karang lebih cepat dibandingkan pada daerah yang karannya rusak. 5.

Sunday, October 27, 2013

Nila Gesit menjawab kebutuhan benih jantan

October 27, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Hasil riset sekarang telah menemukan jenis ikan nila yang bisa di budidaya lebih menjanjikan, dan keturunanya bisa dikawinkan disilang dengan jenis lainya dan bisa di pelihara menjadi ikan nila monosex.
Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik feminisasi dan uji progeni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY (YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya berkelamin jantan XY (genetically male tilapia).
Ikan nila gesit dengan kromosom YY memiliki keunggulan, yakni 98-100 persen turunannya berkelamin jantan, sedangkan keunggulan secara ekonomis yaitu nila gesit memiliki pertumbuhan yang cepat, yakni lima hingga enam bulan untuk mencapai berat 600 gram. Ikan nila berkelamin jantan tumbuh lebih cepat dibanding betinanya. Dengan demikian, produksi ikan nila dapat diarahkan pada produksi ikan nila berkelamin jantan (monosex male) yang dapat tumbuh lebih cepat untuk meningkatkan efisiensi usaha guna memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor. Ukuran rata-rata ikan nila untuk keperluan ekspor ke Jepang adalah dengan berat 600 gram. Alasan inilah, kemudian BPPT bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan penelitian untuk membuat gen yang bisa membudidayakan nila hanya jantan. Tujuannya agar waktu budidaya lebih efisien dan bisa memenuhi permintaan ekspor. Ikan nila biasa 4-6 bulan 360-400 gram, sedangkan nila gesit 4 bulan beratnya mencapai 600 gram atau 1,6 kali lebih cepat pertumbuhannya dibanding nila biasa dan waktunya lebih cepat. Nila gesit telah diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar Sukabumi dan selanjutnya dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pengujian multilokasi dan multilingkungan juga dilakukan untuk mengetahui performanya pada lokasi dan lingkungan yang berbeda, sebelum diproduksi secara massal untuk kemudian dikembangkan secara luas oleh masyarakat pembudidaya. Ikan nila genetically supermale indonesian tilapia (gesit) sedang dikembangkan penelitiannya untuk menjadi nila genetically enrichman Indonesia tilapian (genit).
YY male technology, sebuah teknologi rekayasa kromosom yang bertujuan menghasilkan individu jantan dengan kromosom YY
Para pembenih ikan nila tampaknya tak perlu lagi repot-repot menggunakan teknik sex reversal untuk mendapatkan benih ikan nila jantan. Pasalnya, beberapa waktu lalu telah dirilis strain baru ikan nila hasil pengembangan rekayasa set kromosom YY-Supermale yang diberi nama ??nila Gesit?? (Genetically Supermale Indonesian Tilapia). Rekayasa kromosom ini bertujuan menghasilkan individu dengan kromosom YY (homogamet). Teknologi rekayasa tersebut ditempuh sebagai jawaban kebutuhan produktivitas nila, untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Sofi Hanif, salah seorang tim perekayasa nila Gesit dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi mengatakan, keunggulan nila Gesit terletak pada kemampuannya memproduksi benih ikan nila jantan dalam jumlah besar. Sebagaimana diketahui, benih nila jantan mempunyai keunggulan tingkat pertumbuhan dibandingkan nila betina, dalam budidaya pembesaran.
Secara alami, kromosom ikan nila jantan adalah XY(GMT/Genetic Male Tilapia), sementara yang betina adalah XX. Meski demikian kromosom ini dapat di manipulasi, sehingga dapat dihasilkan ikan nila jantan berkromosom YY dan betina YY. Kedua induk ini kemudian disilangkan hingga diperoleh benih nila Gesit jantan berkromosom YY. Induk nila jantan berkromosom YY ini mampu menghasilkan 96%-100% benih nila jantan apabila dikawinkan dengan ikan nila betina biasa (kromosom XX).
Feminisasi dan Uji Progeni
Untuk mendapatkan induk jantan nila Gesit perlu dilakukan serangkaian tahapan yang kontinyu. Langkah pertama adalah tahap feminisasi I (pengarahan kelamin menjadi individu betina) yang dilanjutkan dengan uji progeni (progeny test) untuk verifikasi individu betina  dengan kromosom XY. Setelah diperoleh individu betina XY, selanjutnya dipijahkan kembali dengan jantan normal dan dilakukan uji progeni II untuk verifikasi individu jantan YY. Sebagian larva yang dihasilkan dari pemijahan tersebut diberikan perlakuan feminisasi II untuk menghasilkan populasi ikan betina berkromosom YY melalui uji progeni III.
Langkah selanjutnya adalah perbanyakan induk YY dengan cara mengawinkan antara induk jantan YY dengan induk betina YY. Diikuti langkah terakhir, melakukan identifikasi DNA pada tiap individu hasil perbanyakan, untuk menjamin keaslian induk nila jantan tersebut (nila Gesit). Identifikasi DNA sangat diperlukan, karena nantinya akan dilakukan labelisasi untuk mencegah pemalsuan. Nila Gesit sendiri merupakan hasil riset panjang kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta BBPBAT Sukabumi.
Optimal di Suhu 25 C
Masih menurut ahlinya, pada proses pembenihan, kondisi lingkungan juga menentukan jenis kelamin  larva yang dihasilkan. Karena itu, syarat lingkungan yang optimum mutlak dipenuhi. Pada suhu lingkungan di bawah 220 C, benih yang diperoleh sebagian besar adalah betina. Sebaliknya, apabila suhu lingkungan berada di atas 300 C, maka benih yang dihasilkan sebagian besar berjenis kelamin jantan.
Suhu optimum pembenihan nila Gesit adalah 250 C. Jika kondisi ini dipenuhi, maka dapat dipastikan lebih dari 96% benih yang dihasilkan berjenis kelamin jantan. Alasannya, tinggi rendah suhu lingkungan berpengaruh pada perkembangan hormon di dalam tubuh larva, dan akhirnya berpengaruh pada pembentukan jenis kelamin larva-larva tersebut.
Untuk hasil benih jantan yang berkualitas, nila Gesit juga harus dikawinkan dengan induk betina berkualitas pula. Kita sarankan induk jantan nila Gesit ini dikawinkan dengan induk betina nila Nirwana (produksi Balai Pengembangan Benih Ikan Wanayasa) atau induk betina nila GIFT yang masih asli. Tujuannya, untuk menjaga keturunan yang dihasilkan juga berkualitas baik, terutama tingkat pertumbuhannya.
Meninggalkan Sex Reversal
Untuk menghasilkan benih nila jantan, metoda yang dapat digunakan ada 4. Pertama, secara manual dengan seleksi kelamin benih berukuran ?? 10 cm (20 gram). Ke-dua, persilangan antarspesies (Oreochromis niloticus dengan O. Aureus). Ke-tiga, penggunaan hormon methyl testoteron sebagai pengarah kelamin (sex reversal) pada benih yang kelaminnya belum berkembang (sexually undifferentiated fry).  Ke-empat, dengan pengembangan YY male technology. Selama ini, biasanya para pembenih menggunakan teknik sex reversal, dengan menambahkan methyl testosteron pada pakan benih ikan fase larva. Atau dengan merendam larva yang baru menetas dalam larutan hormon tersebut agar sebagian besar benih berkelamin jantan.
Saat ini harga hormon tersebut mahal. Selain itu juga bersifat karsinogenik, bagi orang yang bertugas mencampur pakan dan merendam larva dengan hormon tersebut. Jadi harus memakai peralatan pelindung tubuh,?? jelas Hanif. Sehingga metoda YY male technology menjadi pilihan yang lebih aman dan praktis, karena tidak menggunakan bahan aditif yang berbahaya. Dengan munculnya nila Gesit, para pembenih dapat secara mudah mendapatkan benih GMT (jantan) hanya melalui proses pemijahan induk jantan nila Gesit.
Keunggulan Benih Jantan
Penggunaan sistem budidaya monosex jantan pada usaha pembesaran ikan nila telah dipandang oleh para pembudidaya sebagai suatu keharusan. Ikan nila jantan mempunyai tingkat pertumbuhan 30% lebih cepat dari nila betina, demikian ungkap Hanif. Sistem budidaya monosex jantan ini dapat meningkatkan produksi pembesaran ikan nila sebesar 25%. Sehingga target untuk mendapatkan ukuran ikan nila kualitas ekspor pun??berat di atas 600 gram dapat lebih mudah dicapai.
Masih menurut Hanif, kendala yang dihadapi para pembudidaya jika menggunaan sistem heterosex  pada budidaya pembesaran ikan nila adalah, ikan nila memiliki sifat cepat matang kelamin (biasanya pada ukuran 250-300 gram). Akibatnya sering terjadi perkawinan yang tidak terkontrol pada kolam-kolam pembesaran yang tentunya akan menghambat pertumbuhan, karena energi untuk pertumbuhan digunakan untuk perkawinan. Itulah alasan mengapa permintaan benih nila jantan sangat tinggi, dan penggunanan induk nila Gesit pada usaha pembenihan layak menjadi solusinya.
Perbedaan dari nila gesit dengan genit adalah dalam hal ukuran pertumbuhannya. Jika nila gesit pertumbuhannya 1,6 kali ikan nila biasa, maka ikan nila genit pertumbuhannya bisa tiga kali lipat dari ikan biasa atau dua kali dari ikan nila gesit. Selain itu, nila genit juga bisa hidup pada dua jenis air, yakni air tawar dan asin, sehingga dapat dibudidayakan di tambak-tambak dekat laut. Sedangkan nila gesit hanya bisa dibudidayakan di kolam atau tambak air tawar.

PEMBENIHAN IKAN MAS

October 27, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments

Untuk keberhasilan pemijahan ikan mas ini, ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi sesuai dengan kebiasaan berkembang biaknya. Ikan mas menghendaki air yang selalu barn untuk merangsang pemijahannya. Selain itu, harus selalu disediakan alat penempel telur setiap kali memijahkannya karena sifat telur ikan mas yang menempel, di daerah Pati Kecamatan Kayen, Desa Talun memakai potongan batang bawah tumbuhan enceng gondok.
Hypofisasi adalah suatu metoda untuk memeprcepat pematangan gonada induk ikan agar berovulasi, yaitu dengan menyuntikan cairan kelenjar hypofisa ikan donor ke dalam tubuh induk ikan yang akan dipijahkan. Sistem ini dikenal dengan sistem pemijahan buatan, terutama untuk memijahkan jenis-jenis ikan yang sulit berpijah (seperti: tawes, lele dumbo, grasscarp dll).
1. Konstruksi kolam
Kolam harus dibuat agar sirkulasi air dapat berjalan dengan lancar. Amara pintu air pemasukan dan pengeluaran terletak di sudut kolam berseberangan sehingga memungkinkan pergantian air pada seluruh bagian. Pintu pemasukan air harus selalu terletak di atas permukaan air tertinggi di kolam pemijahan itu sehingga pemasukan air mengocor. Hal ini bertujuan agar terjadi penambahan kandungan oksigen dalam air secara difusi. Sementara pintu pengeluaran air harus dibuat dengan sistem monik ataupun sifon yang memungkinkan air bagian bawah yang berkualitas kurang baik bersama kotoran-kotoran dapat terhanyut seluruhnya.
Fungsi kolam pemijahan ikan mas ini hanya sebagai tempat mempertemukan induk jantan betina sehingga dapat dibuat dengan ukuran yang kecil, misalnya 3 m x 10 m atau 6 m x 10 m. Kolam pemijahan ini harus dibuat pada tanah yang keras, tetapi bukan merupakan cadas hidup. Hal ini untuk menghindari pengikisan pematang oleh aliran air dan teraduknya Dengan adanyalumpur yang melekat pada alat penempel telur, akan mengganggu daya tetas telur ikan tersebut karena lumpur akan menutupi dan menghambat pernapasan telur ikan tersebut.
Dasar kolam yang terdiri dari tanah lunak yang cukup tebal akan menyebabkan pengeluaran air terganggu bila digali terlalu dalam karena dasar kolam lebih rendah dibandingkan pintu pengeluaran air. Dasar kolam ini dapat dilapisi dengan kerikil yang agak tebal.
Dengan kolam yang tidak berlumpur, diharapkan pengeringan kolam dapat berjalan dengan lancar sehingga kegiatan pemijahan ikan mas ini tidak terhambat. Manipulasi lingkungan seperti pengeringan biasanya dilakukan setiap akan melakukan pemijahan.
Bila kolam sudah memenuhi syarat, usahakan kolam pemijahan selalu mendapatkan air segar pertama kali atau belum digunakan oleh kolam lain. Kolam ini harus terletak di bagian atas dari unit kolam yang ada. Tentunya hal ini harus direncanakan sejak perencanaan pembuatan kolam pertama kali. Bila air yang masuk ke dalam unit perkolaman tersebut cukup banyak mengandung lumpur maka harus dibuat kolam pengendapan dan sekaligus dengan bak saringan.
2. Persiapan Kolam
Sebelum pemijahan, biasanya kolam dikeringkan dan dijemur selama 2-3 hari bila panasnya terik. Tergantung matahari apaabila sering tertutup awan, lamanya kira-kira 5 -7 hari..
Penjemuran kolam untuk ikan mas mutlak dilakukan. Dengan cara ini, akan timbul bau ampo atau sangit sehingga begitu dialirkan air baru, ikan terangsang untuk memijah. Bagaimana bila kolam tersebut tidak bisa kering? Musim hujan, misalnya, apakah mungkin diharapkan keber*hasilan pemijahan ikan ini? Namun, masalah ini akan menjadi sederhana bila mau belajar dari alam.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengeringan dan penjemuran kolam ini. Pertama dengan melakukan pembakaran merang padi atau daun pisang kering yang asapnya diusahakan masuk ke dasar kolam maupun pematang. Semakin banyak daun pisang atau padi yang dibakar, akan semakin menjamin keberhasilan
Cara kedua dengan melapisi dasar kolam yang tidak kering ini dengan tanah yang berasal dari kolong rumah. Cara ini tentunya dapat dilaksanakan pada daerah-daerah yang masyarakatnya mempunyai rumah panggung. Tanah dari kolong rumah ini dipindahkan ke kolam pemijahan. Setelah kolam dijemur, air dimasukkan ke dalam kolam dengan terlebih dahulu melewati saringan yang dipasang pada pintu pemasukan.
Pintu pengeluaran (monik dan sifon) diatur sedemikian rupa sehingga tinggi air konstan, 75 cm di pintu pengeluaran air. Kemudian, kakaban dipasang di atas sebatang bambu yang utuh agar dapat terapung. Kakaban ini terbuat dari ijuk yang harus direntang sedemikian rupa sehingga lebarnya 40 cm. Panjang kakaban ini biasanya berkisar 1,5-2 m. Kakaban dijepit dan dipaku pada bilah bambu. Kakaban yang disusun di atas bambu utuh ini kemudian dijepit lagi dengan bambu belch agar tidak berantakan bila ikan mas memijah.
3. Pemijahan
Setelah kolam pemijahan siap, induk ikan yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam kolam pemijahan pada pukul 10.00. Beberapa petani memasukkan induk Setelah kolam dipasang kakaban. Namun, tidak jarang pemasangan kakaban ini dilakukan sesudah induk dimasukkan.
Induk jantan dapat siap setiap scat, sedangkan induk betina mem*butuhkan waktu kurang lebih tiga bulan sebelum siap dipakai lagi.
Perbandingan antara induk jantan dan betina yang sering dilaksanakan biasanya  1  : 1
Oleh karena matang kelamin induk jantan lebih cepat dibandingkan induk betina, biasanya untuk seekor induk betina dibutuhkan beberapa ekor induk jantan. Bila jumlah induk jantan ini tidak sesuai dengan induk betina, dikhawatirkan banyak telur yang tidak terbuahi karena kekurangan sperma. Oleh karenanya, bila induk betina yang akan dipijahkan seberat 3 kg, harus diimbangi dengan jantan seberat 3 kg juga meskipun mungkin jumlahnya 3-4 ekor. Untuk menjaga agar telur tidak banyak yang ter atuh, kakaban yang dipasang haruslah cukup.
Sebagai standar, digunakan 5-8 kakaban yang masih bagus untuk setiap kg induk betina. Jumlah itu akan membengkak menjadi 10-15 kakaban bila kakabannya rusak. Oleh karena itu, untuk 5 kg induk betina yang dipijahkan, harus disediakan kakaban terpasang sebanyak 25-40 buah.
Bila persiapan telah dilakukan dengan matang dan pergantian air berjalan dengan normal maka pada pukul 24-00 biasanya induk ikan mas ini mulai memijah. Biasanya, tanda-tanda pemijahan sudah terjadi sekitar pukul 20.00-22.00
Aktivitas ikan jantan yang mengejar‑ngejar induk betina.
Sesekali akan terdengar suara berkecipak karena induk betina ini menyembul ke permukaan air. Induk betina yang dikejar-kejar biasanya akan lebih sering melewati air di bawah kakaban, terkadang malah menyembul dari bawah kakaban.
Setelah puas berkejar-kejaran, induk betina ini akan mengeluarkan telur-telurnya di bawah kakaban. Telur tersebut langsung disemprot dengan sperma induk jantan. Induk tersebut melakukan penijahan tetap dalam posisi berkejar-kejaran.
Telur-telur akan dengan mudah terlihat menempel di kakaban karena warna telur ini kuning cerah. Ada telur yang menggerombol dalam kakaban tersebut, ada pula yang merata, tidak bertumpuk. Bila kakaban telah terisi penuh oleh telur, sedangkan ikan-ikan tersebut masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti sebaiknya kakaban diangkat dan diganti dengan yang barn. Setelah selesai memijah, ikan harus cepat diangkat untuk dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk karena sering kali induk akan memakan telur-telurnya sendiri.
E. Penetasan Telur
Telur-telur kemudian ditetaskan dalam hapa, yaitu kantong berbentuk balok dengan ukuran 1 M X 1 M X 2 m yang terbuat dari kain trilin. Hapa ini direntangkan dalam kolam pemijahan atau kolam lain dengan patok bambu pada bagian tengah dan menempel pematang di bagian pinggirnya.
Banyaknya hapa disesuaikan dengan jumlah kakaban yang ada telurnya. Kakaban tersebut diatur di atas bambu batangan sepanjang 2 m. Di atas kakaban dipasang bambu belah yang berada di kiri-kanan bambu pertama yang dipasang di bawah kakaban. Kemudian, di atas bambu belah ini ditempatkan gedebok pisang untuk menenggelamkan kakaban lebih kurang 10 cm.
Pada saat penetasan telur, aliran air dijaga tetap stabil dan jangan sampai berhenti karena telur-telur tersebut membutuhkan air yang kaya oksigen dan stabil suhunya. Setelah 2 hari, telur akan mulai menetas. Penetasan biasanya tidak berlangsung sekaligus tetapi bertahap, sesuai dengan pengeluaran telurnya.
Larva ikan yang barn menetas belum membutuhkan pakan tambahan dari luar karena masih menyimpan pakan dalam tubuhnya berupa kuning telur (yolk sack). Selama memakan kuning telurnya, alat-alat pencernaan benih muda ini akan terbentuk sempurna sehingga siap menerima pakan dari luar. Namun, bukan berarti benih ini dapat diberi pakan sembarangan. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, pakan yang paling cocok bagi benih yang telah habis kuning telurnya adalah plankton yang diperoleh dengan pemupukan dasar kolam.
F. Pendederan
Setelah 5 hari atau paling lambat seminggu semenjak telur menetas, benih ikan ini harus dipindahkan ke kolam pendederan. Pemindahan ini harus dilakukan dengan hati-hati. Sebelum memindahkan benih, kakaban yang yang sudah tidak ada telurnya ini diangkat dengan terlebih dahulu menggerakkan secara naik-turun di dalam air agar tidak ada benih yang terbawa.
Kemudian, salah satu sisi hapa yang terpendek dilipat perlahan*lahan sehingga ruangnya menyempit. Setelah dirasa cukup, benih-benih yang terkumul tersebut diciduk dengan mempergunakan gelas yang bersih. Pencidukan ini dilakukan mengikutsertakan sebagian airnya untuk menghindari stres pada benih-benih yang masih lemah. Untuk memindahkannya, dapat menggunakan ember plastik atau baskom yang permukaannya lebar.
Pemindahan ini harus dilakukan pada saat suhu air masih rendah, yaitu pagi hari atau sore hari. Pemasukan benih dengan cara memasukkan ember plastik atau baskom tersebut ke dalam air kolam, lalu secara perlahan digulingkan agar airnya bercampur dan benihnya akan keluar dengan sukarela.
Kolam yang digunakan untuk mendederkan benih ikan mas ini harus dipersiapkan bersamaan dengan kegiatan pemijahan ikan mas. Tujuannya agar pada waktu memindahkan benih, kolam tersebut sudah siap.
Persiapan yang perlu dilakukan adalah pengeringan dasar kolam untuk memperbaiki kualitas kolam dan pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami ikan. Pemupukan cukup dengan menggunakan pupuk organik (kotoran ayam) dengan dosis 1kg/m2 . Bila ada tempat-tempat yang becek yang tidak dapat kering, dapat digunakan kapur tohor untuk mematikan bibit ikan bugs dan penyakit yang ada. Banyaknya kapur yang digunakan tergantung kebutuhan, yaitu disesuaikan dengan luas tanah yang tidak dapat kering. Setelah pemupukan, air dimasukkan ke dalam kolam.
Seminggu kemudian kolam tersebut sudah siap digunakan. Namun, tidak jarang benih ikan yang tidak dikehendaki sudah duluan masuk ke dalam kolam pendederan sehingga pintu pemasukan harus dipasang saringan yang halus. Akan lebih baik, bila air dapat melewati bak filter sehingga lebih terjamin kebersihannya.
Air kolam pendederan pertama ini sebaiknya setinggi 40 cm di bagian tengah (rata-rata) karena benih yang masih lemah tidak kuat berada pada dasar kolam yang dalam. Kolam pendederan ikan mas setiap, harinya harus dimasukkan air secukupnya untuk menjaga agar kualitas air tetap baik, terutama kandungan oksigen mencukupi untuk perkembangan benih-benih ikan tersebut. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air harus dipasang dari kasa nyamuk atau bahan lainnya untuk menjaga benih-benih ikan mas ini ke luar.
Pendederan pertama biasanya selama satu bulan karena kolam sudah kurang mampu lagi menyediakan pakan alami ikan mas. Oleh karena itu, benih-benih ikan ini harus dipindahkan ke kolam lain yang tersedia pakan alaminya. Namun sebenarnya, gejala kekurangan plankton di kolam pendederan ini sudah mulai sejak lo benih ditebarkan di kolam. Kekurangan pakan ini masih dapat ditanggulangi dengan pemberian pakan tambahan seperti dedak, tepung kedelai, dan lain sebagainya.
Setelah sebulan maka benih-benih harus dipenen untuk dapatdipindahkan ke kolam lain yang telah dipersiapkan dengan pengeringandan pemupukan. Pemanenan ini dilakukan juga dengan maksud untuk mengetahui jumlah benih yang yang dihasilkan oleh induk yang dipijahkan.
Pendederan kedua dilakukan dengan penebaran ikan yang berukuran 2-3 cm ke dalam kolam yang telah dipersiapkan dengan kepadatan setiap meter per seginya antara 4-6 ekor. Bila lugs kolam yang digunakan sebagai tempat pendederan kedua ini 600 m2 maka benih yang dapat ditebarkan antara 2.400-3.600 ekor benih. Pakan tambahan yang diberikan biasanya dedak halus yang berasal dari penggilingan padi atau dapat pula dicampurkan dengan tepung ikan. Lamanya pendederan kedua ini pun sebaiknya tidak lebih dari satu bulan karena bila lebih, kolam tidal; dapat menyediakan pakan alami secara optimal dan efisien.
Selain itu, pendederan kedua juga untuk memotong sikus hama dan penyakit dari jasad-jasad pengganggu di kolam yang biasanya tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perkembangan benih ikan mas yang dipelihara.
Benih yang dihasilkan ini pun masih harus didederkan kembali untuk mendapatkan benih yang berukuran 5-8 cm. Semakin bertambah besar, kepadatan penebaran pun harus dikurangi. Oleh karena itu, pendederan ketiga dapat dilakukan dengan kepadatan yang relatif kecil, yaitu antara 3-4 ekor benih/m2. Bila pada pendederan kedua dalam kolam seluas 600 m2 dapat ditebarkan benih yang berukuran 2-3 cm sebanyak 2.400-3.600 ekor maka untuk pendederan ketiga ini jumlahnya dikurangi menjadi 1.800-2.400 ekor. Persiapan kolam dan perawatannya masih sama dengan pendederan terlebih dahulu. Pemasukan air pun masih diperlukan selama masa pemeliharaan. Hal tersebut untuk menjaga kualitas air (kadar oksigen terlarut) tetap tinggi sehingga diharapkan benih akan tumbuh seperti yang diharapkan.
G. Pembesaran
Benih hasil pendederan ketiga ini (berukuran 5-8 cm) barn bisa dinikmati sebagai ikan konsumsi (lank) setelah terlebih dulu disebarkan dalam kolam pembesaran selama lebih kurang 4-6 bulan.
Persiapan Wara dapat dilakukan seperti persiapan kolam untuk pendederan. Pematang kolam harus diperkokoh lagi dengan menaikkan sebagian tanah bagian pinggir kolam pada sisi dalam pematang. Hal ini penting untuk dilakukan karena ikan suka mengaduk-aduk dasar kolam, khususnya pematang dasar.
Tentu saja dengan memperkuat pematang kolam, akan dapat mengurangi kehilangan ikan ini nantinya karena kebocoran dapat dengan mudah dicegah. Tinggi permukaan air untuk pendederan sekitar 40-50 cm, sedang*kan untuk pembesaran dapat dipertinggi hingga mencapai 6o-8o cm atau disesuaikan dengan daya tahan ikan terhadap tekanan air. Ikan yang lebih besar tentunya akan dapat lebih tahan terdapat tekanan air dibandingkan dengan benih ikan yang masih kecil.
Oleh karena itu, dengan kedalaman air 60-8o cm, ikan yang agak besar ini dapat dengan mudah mencapai dasar kolam untuk mengambil pakannya.
Penambahan pakan tambahan yang kandungan proteinnya tinggi dapat berpengaruh besar terhadap, pertumbuhan badannya. Pada proses pembesaran ini biasanya diberikan pakan tambahan yang berupa pelet yang kadar proteinnya sekitar 40%. Pakan diberikan berkisar 3-5% dari berat badan seluruh ikan yang ditebarkan. Pakan diberikan pada waktu pagi dan sore hari di tempat yang sama. Dengan pemberian pakan secara teratur, diharapkan kehilangan pakan tambahan dapat dihindarkan sekecil mungkin.
Setelah 4-6 bulan, dari benih yang berukuran 5-8 cm akan dapat dipanen ikan mas yang berukuran 40-60, g/ekor. Ikan -ikan yang berukuran sebesar An biasanya cukup untuk dijadikan teman nasi yang nikmat, tanpa harus memotong-motongnya.