Tuesday, June 26, 2012

MENGENAL PEMBENIHAN IKAN BANDENG ( Chanos chanos Forskall )

June 26, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Cara Pemijahan Budidaya Ikan Bandeng. Ikan bandeng merupakan jenis ikan memiliki protein tinggi. ikan Bandeng adalah ikan yang mengonsumsi makanan berupa tumbuhan dengan berat kisaran 0,6 kg pada usia 5-6 bulan. Usia tersebut merupakan waktu yang tepat untuk panen budidaya ikan bandeng. Ada beberapa tahap dalam melakukan budidaya ikan bandeng. Indukan Bandeng dengan kualitas unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada anaknya.
Ciri-Ciri ikan bandeng yang berkualitas : Gerakan Lincah dan normal, Bentuk Normal, Perbandingan panjang dan berat ideal, Ukuran Kepala Relatif Kecil, Diantara satu peranakan pertumbuhanya paling cepat, Susunan Sisik Teratur, Licin, Mengkilat, tidak ada yang luka.
Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan Herbivora atau pemakan tumbuhan, jika dipelihara di dalam tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan komplek yang terdiri dari ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”, yang berada di dasar perairan
Ikan bandeng termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk memanjang, padat, pipih (compress) dan oval.
Menurut (Alam Ikan 1) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut :
Kingdom       : Animalia
Filum             : Chordata
Subfilum        : Vertebrata
Kelas            : Osteichthyes
Subkelas       : Teleostei
Ordo            : Malacopterygii
Famili           : Chanidae
Genus           : Chanos
Spesies        : Chanos chanos Forskall
Nama dagang    : Milkfish
Nama lokal     : Bolu, muloh, ikan agam
Ciri-ciri bentuk ikan jantan dan betina
Suhu Jumlah Telur Umur Reproduksi PH Oksigen Kecerahan 26-31 10.000-1.000.000 3-5 tahun    8-9 > 3 20-40 cm
Ciri-ciri Bandeng Sisik Perut
Jantan     Cerah mengkilap keperakkan, Punya 2 lubang anus kecil
Betina    Cerah mengkilap keperakkan, Perutnya yang agak buncit, dan terdapat 3 buah lubang
Kriteria Kolam Pemijahan Pembenihan Ikan Bandeng
Persiapan Makanan untuk benih-benih ikan bandeng,  karena jumlah anakan ikan bandeng sangat banyak perlu diperhatikan jumlah makanan yang tersedia, seperti Chlorella sp dan Rotifera. Ikan bandeng yang rata-rata bertelur lebih dari 100.000 telur memberikan dampak cepatnya, jumlah makanan yang disediakan akan habis. Makan perlu budidaya tambahan, seperti budidaya Chlorella, budidaya rotifera dan budidaya artemia. Setelah persiapan makanan selesai persiapan selanjutnya sebagai berikut :
Persiapan Wadah Untuk Indukan
Persiapan Kolam dan Wadah Pengangkutan: Syarat Fasilitas budidaya higienis, siap dipakai dan bebas cemaran.
Bak pengankutan dan kolam,  sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari.
Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m 3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain  formalin 50 ppm.
Menyiapkan alat-alat budidaya seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
Persiapan Indukan ikan bandeng
Memilih Induk dengan kualitas unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada keturunannya,
Ciri-cirinya :
bentuk ikan bandeng normal, perbandingan panjang dan berat ideal.
ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.
susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.
gerakan lincah dan normal.
Pemilihan indukan ikan bandeng
Ikan bandeng memiliki Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm
Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cukuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
Perawatan Indukan  ikan bandeng
Perawatan Induk ikan bandeng berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m 3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak dan lt; 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0 C.
Kematangan Gonad Ikan bandeng
Ikan bandeng akan mengalami kedewasan. Untuk mematangkan gonad ikan, memungkinkan jumlah maksimal telur yang dikeluarkan akan lebih banyak dari pada pemijahan alami, bisa melebihi 10 x lipat pemijahan alami.
Penyuntikan Hormon, cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
Cara Pembenihan Budidaya Ikan Bandeng
Cara Pemijahan Secara Alami
Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
Cara Pemijahan Buatan
Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormon yang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
Penanganan Telur Ikan Bandeng
Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31 0 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi Benih / nener.
Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
Benih / Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
Pemberian Makanan Alami
Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
Panen Benih Ikan Bandeng
Panen dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap.
Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam.
Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0 C berkisar 7.500-10.000 butir/liter.
Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik.
Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya.
Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
Panen dan Distribusi Benih atau Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran Benih / nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis.
Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm (gambar XI.3) supaya tidak melukai Benih / nener.
Benih / Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
Panen dan Distribusi Induk.
Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk.
Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress.
Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m 3 , oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m 3 tergantung lama transportasi.
Suhu rendah antara 25 – 27 0 C dan salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.

Sunday, June 24, 2012

TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

June 24, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


KLASIFIKASI UDANG WINDU (Penaeus monodon)
Klasifikasi udang Windu adalah sebagai berikut:
Klas        : Crustacea
Sub-klas    : Malacostraca
Superordo     : Eucarida
Ordo         : Decapoda
Sub-ordo     : Natantia
Famili         : Palaemonidae, Penaeidae
Genus          : Penaeus
Spesies        : Penaeus monodon

II. PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA
Pantai merupakan daerah terendah dari suatu aliran sungai. Akibatnya, kualitas air tawar di daerah hilir atau di lokasi tambak menjadi rawan terhadap pengaruh negatif dari daerah hulu, seperti endapan sedimen, hanyutan peptisida, dan polutan industri atau polutan rumah tangga. Dengan kata lain, pengelolaan air yang tidak baik di daerah hulu dapat berakibat buruk pada daerah hilir. Persoalan ini menunjukkan bahwa pengelolaan daerah pantai tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah hulu. Karena itu pembangunan tambak budidaya udang windu hendaknya didukung oleh persyaratan seperti berikut ini.
    Tambak dibangun di luar wilayah padat penduduk dan industri
    Lokasi tambak bukan kawasan hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan produksi.
    Tambak memiliki sumber air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya.
    Tambak memiliki saluran irigasi yang memenuhi syarat agar air tersedia secara teratur, memadai, dan terjamin.
    Sumber air tawar tidak berasal dari air tanah (sumur bor) karena penggunaan air tanah dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian, yakni terjadinya instrusi air laut (peresapan air laut ke perairan tawar) yang menyebabkan terjadinva penurunan permukaan tanah.
III. PENYIAPAN SARANA DAN PERALATAN
Syarat konstruksi tambak:
    Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
    Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
    Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
    Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
    Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
    Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
    Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.
IV. PEMBIBITAN
4.1. Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :
    Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
    Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.
4.2. Perlakuan dan Perawatan Benih
1. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
    Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
    Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu
    Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.
    Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari.
2. Cara Pengipukan di dalam Hapa
    Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
    Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
    Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 .
    Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakantambak di sekitarnya.
    Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
    Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
    Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
3. Cara pengangkutan:
    Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
    Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.
    Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya. Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
    Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
    Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
4. Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
V. PEMELIHARAAN PEMBESARAN
5.1. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu:
kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
5.2. Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang
yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:
1. Makanan alami:
    Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.
    Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
    Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.
    Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
    Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
    Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
2. Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
    Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
    Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.
    Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.
    Sisa-sisa pemotongan katak.
    Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
    Makanan anak ayam.
    Daging kerang dan remis.
    Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
3. Makanan Buatan (Pelet):
Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
    Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
    Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
    Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
    Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.
VI. PENYAKIT.
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;
1. Bintik Putih.
Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.
2. Bintik Hitam/Black Spot
Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.
3. Kotoran Putih/mencret
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.
4. Insang Merah
Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.
5. Nekrosis
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.
VII. PANEN.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 – 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca
Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah.
Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
__________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
__________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius.Yogyakarta.

Friday, June 22, 2012

PENGARUH CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei

June 22, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment


Udang vaname adalah salah satu spesies udang yang potensial untuk dikembangkan secara komersial. Pada tahun  2008  rata-rata produksi udang mencapai 11,6 % dari seluruh hasil budidaya (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009a).
Menurut Boone (1931), udang vaname mempunyai klasifikasi dan tata nama sebagai berikut :
Kingdom    : Animalia Filum    : Arthropoda Subfilum    : Crustacea Kelas    : Malacostraca
Subkelas    : Eumalacostraca
Superordo    : Eucarida Ordo    : Decapoda Subordo    : Dendrobrachiata Famili    : Penaeidae Genus    : Litopenaeus
Species    : Litopenaeus vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2004), secara morfologi udang vaname memiliki tubuh yang dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Udang  vaname memiliki tubuh  yang  berbuku-buku dan  aktivitas berganti kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting.
2.2  Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Udang vaname merupakan varietas udang yang memiliki sejumlah keunggulan, antara lain lebih resisten atau tahan terhadap penyakit dan kualitas lingkungan yang rendah, padat tebar cukup tinggi, dan waktu pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus. Pada umumnya, budidaya vaname di tambak  menggunakan  teknologi  intensif  dengan  padat  tebar  yang  tinggi mencapai    100-300    ekor/m2.    Resistensi    terhadap    penyakit    dan    kualitas lingkungan hidup yang rendah terkait dengan kelangsungan hidup udang (Arifin et al., 2005).
Kelangsungan hidup  suatu  populasi  ikan  merupakan nilai  persentase jumlah ikan yang hidup dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan tertentu (Effendie, 1997). Kelangsungan hidup akan menentukan produksi ikan yang akan didapat dan berhubungan dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup udang bergantung antara lain pada lingkungan hidup udang meliputi tanah dan air tempat (habitat) hidup udang. Kelayakan hidup udang ditentukan oleh derajat keasaman (pH), kadar garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut, kandungan  amoniak,  H2S,  kecerahan  air,  kandungan  plankton,  dan  lain-lain (Hudi dan Shahab, 2005).
Selain  mempengaruhi  kelangsungan  hidup,  kualitas  lingkungan  juga dapat mempengaruhi pertumbuhan. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan didefinisikan sebagai  perubahan ukuran,  baik  bobot  maupun  panjang  dalam suatu periode waktu tertentu. Hal yang membedakan dekapoda dengan organisme lain dalam proses pertumbuhan adalah adanya proses molting. Ada 2 hal terpenting dalam proses molting yaitu;
1. Melunaknnya lapisan kutikula yang lama yang terlepas dari epidermisnya
2. Pertumbuhan kutikula baru  yang  menggantikan kutikula lama  dan  diawali dengan pembentukan    lapisan    tipis    dan    elastis    yang    memungkinkan pemanjangan tubuh sebagai tanda pertumbuhan (Wickins dan Lee, 2002).
Genus  Penaeid, termasuk udang vaname mengalami pergantian kulit atau molting secara periodik untuk tumbuh. Proses molting berlangsung dalam 5 tahap yang bersifat kompleks, yaitu fase intermolt akhir, fase pre-molt, fase molt, fase post-molt, fase intermolt (Wickins dan Lee, 2002).
Menurut Haliman dan Adijaya (2004), waktu yang dibutuhkan untuk melakukan molting bergantung pada jenis dan umur udang. Nafsu makan udang mulai menurun pada 1-2 hari sebelum molting dan aktivitas makannya berhenti total sesaat akan molting. Persiapan yang dilakukan udang sebelum molting yaitu menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan (hepatopankreas).
Molting pada udang ditandai dengan seringnya udang muncul ke permukaan air sambil meloncat-loncat. Gerakan ini bertujuan untuk membantu melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri karena cairan molting yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme). Pada saat molting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit
luar  bagian  perut  melunak. Dengan  sekali  hentakan, kulit  luar  udang  dapat terlepas (Haliman dan Adijaya, 2004).
2.3 Tanah Tambak
Tanah yang digunakan untuk tambak udang sebaiknya jenis tanah liat berpasir untuk menghindari kebocoran air (Haliman dan Adijaya, 2004). Kondisi dasar tambak dapat berubah setiap waktu yang dipengaruhi oleh akumulasi residu bahan organik yang semakin meningkat seperti, ganggang yang mati, feses dan residu makanan yang menyebabkan tingginya konsumsi oksigen dan kurangnya tingkat pertumbuhan (Boyd, 1995 dalam Avnimelech et al., 2003).
Menurut Avnimelech et al. (2003), di kolam dengan kontruksi dasar tanah akan terjadi sedimentasi dari plankton dan residu makanan yang akan menyebabkan kondisi dasar tanah memburuk karena terjadi perubahan bahan di dasar tanah. Akumulasi yang berlebihan dari residu bahan organik akan menyebabkan perkembangan lingkungan anaerob, penurunan perkembangan biota, peningkatan kebutuhan oksigen, penghambatan pertumbuhan biota dan pembusukan dasar  kolam. Residu bahan organik dan nutrien yang ada di dalam kolam cenderung terakumulasi di dalam tanah sehingga beberapa bahan dapat hilang dari dalam air.
Kondisi substrat merupakan faktor kritis untuk udang jika dibandingkan dengan budidaya ikan lainnya sebab udang hidup di dasar perairan (Boyd, 1989; Chien,  1989  dalam  Ritvo  et  al.,  1996).  Pembentukan kondisi  anaerob  juga dipengaruhi oleh faktor produksi dan tingkat intensifikasi budidaya (Avnimelech et al., 2003).
2.4 Sulfur
Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuk sulfur adalah non-metal yang tak berasa, tak berbau dan  multivalent.  Sulfur  dalam  bentuk  aslinya  merupakan  sebuah  zat  padat kristalin kuning. Di alam belerang atau sulfur ini dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat (http://id.wikipedia.org. 2008).
Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik
2-terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO4), yang merupakan bentuk sulfur
utama di perairan dan tanah (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Di perairan, sulfur berikatan dengan  ion  hidrogen dan  oksigen. Hasil  akhir  dari  oksidasi  sulfur adalah  sulfat  (SO 2-), sedangkan  hasil  akhir  dari  reduksi  sulfat  adalah  H2S
 (Madigan et al., 1996). Beberapa bentuk sulfur di perairan adalah sulfida (S2), hidrogen sulfida (H2S), ferro sulfida (FeS), sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO 2), dan Sulfat (SO4 (Effendi, 2003).
2.4.1 Sulfat
Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan (Effendi, 2003). Sulfat yang berikatan dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau
dan sungai (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003).
Pada  umumnya bentuk  sulfur  di  air  permukaan adalah  sulfat  (SO 2-)
(Boyd, 1988). Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat (Effendi, 2003). Sulfat merupakan sulfur yang paling banyak dioksidasi, dan menjadi salah satu anion utama dalam air laut (Madigan et al., 1996). Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter (Effendi, 2003).
2.4.2 Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen  sulfida  (H2S)  merupakan  gas  yang  tidak  berwarna,  toksik dengan bau yang sangat busuk. Menurut Wyk dan Scarpa (1999), H2S terjadi karena  dekomposisi bahan  organik  dalam  keadaan  anaerob.  Reduksi  anion sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam proses dekomposisi bahan organik (persamaan    1.1    dan    1.2)    menimbulkan    bau    yang    kurang    sedap    dan meningkatkan korosivitas logam.
bakteri
SO 2-
+ bahan organik    S2-
+ H2O + CO2    (1.1)
anaerob
S2- + 2H+    H2S    (1.2)

Sumber  utama  H2S  adalah  dekomposisi  bahan  organik  oleh  bakteri heterotrof tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi anaerob. Bakteri heterotrof
juga dapat mereduksi sulfit (SO 2-), tiosulfat (S2O 2-), dan hiposulfat (S2O 2-) serta unsur  sulfur  menjadi  hidrogen  sulfida  (H2S)  (Effendi,  2003).  Mikroorganisme 2- tersebut melakukan respirasi secara anaerob dengan mengunakan sulfat (SO4   )
sebagai elektron aseptor pengganti oksigen (Hanggono, 2005).
Pada kondisi aerob, hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri Thiobacillus menjadi sulfat. Beberapa bakteri, misalnya Chlorobactriaceae dan Thiorhordaceae dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Perubahan hidrogen sulfida menjadi sulfur juga dapat terjadi dalam proses sintesis karbohidrat. Dalam reaksi tersebut (persamaan 1.3), hidrogen sulfida digunakan sebagai sumber hidrogen donor untuk membentuk kembali unsur sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis karbohidrat (Effendi, 2003).
Cahaya
CO2 + 2H2S    (CH2O) + H2O + 2S    (1.3)
Karbohidrat
Toksisitas H2S akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, H2S juga berdisosiasi ke dalam suatu kesetimbangan campuran dari HS- dan H+, proporsinya ditentukan oleh pH, suhu, dan salinitas. Kadar sulfida total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan kelangsungan  hidup  organisme  akuatik  (Wyk  dan  Scarpa,  1999).  Hidrogen
sulfida sangat beracun bagi udang vaname meskipun pada konsentrasi rendah ± 0,05 mg/liter (Hanggono, 2005).
2.5 Arang Sekam
2.5.1 Sekam Padi
Salah satu bentuk limbah pertanian adalah    sekam yang merupakan buangan pengolahan padi. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28% sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).
Sekam  dikategorikan sebagai  biomassa  yang  dapat  digunakan  untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi (Nugraha dan Setyawati, 2001). Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi kimiawi sekam
Komponen    Kandungan (%) Kadar air        9,02
Protein kasar    3,03
Lemak    1,18
Serat kasar    35,68
Abu    17,71
Karbohidrat kasar    33,71
Sumber : Suharno (1979) dalam Nugraha dan Setyawati (2001)
2.5.2 Pembuatan Arang Sekam
Pembuatan  arang  sekam  dimaksudkan  untuk  memperbaiki  sifat  fisik sekam agar lebih mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu kelemahan sekam bila digunakan langsung sebagai sumber energi panas adalah menimbulkan asap dan warna bahan berubah sehingga menurunkan kualitas bahan di samping menimbulkan polusi udara (Nugraha dan Setyawati, 2001). Tabel 2. Komposisi kimia arang sekam
Komponen    Kandungan (%)
Karbon (zat arang)    1,33
Hidrogen    1,54
Oksigen    33,64
Silika (SiO2)    16,98
Sumber : DTC-IPB dalam Nugraha dan Setyawati (2001)
Pembuatan arang sekam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya    adalah    pembakaran    dengan    sistem    cerobong    asap.    Cerobong mempunyai diameter 10 cm, tinggi 1 m dan di sepanjang silinder dibuat lubang. Pada bagian bawah cerobong dibuat rumah cerobong berbentuk segi empat. Pembuatan arang sekam dilakukan dengan cara meletakkan bara api di lantai kemudian ditutup dengan sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).
2.6 Pencucian Tanah Tambak Menggunakan Air Tawar
Prinsip dari pencucian tanah tambak dengan menggunakan air tawar ini hampir sama dengan prinsip pergantian air di kolam. Penggunaan air tawar ini bertujuan untuk melarutkan kandungan H2S yang konsentrasinya sangat tinggi yang terdapat pada tanah tambak pascapanen.
Air tawar digunakan sebagai media pencucian karena air tawar mempunyai kandungan sulfur yang sangat kecil (5 mg/liter) jika dibandingkan dengan air laut yang kandungan sulfurnya sangat tinggi hingga 900 mg/liter (Boyd, 1990).
2.7 Kapur
Kapur yang digunakan di tambak (Tabel 3) berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995). Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat CaCO3  kurang larut dalam air laut.
Tabel 3. Jenis kapur yang dapat digunakan di tambak
No    Jenis kapur    Formula    Kadar Ca2+
1    Kalsium karbonat atau kapur kalsit atau kapur pertanian (Kaptan)
CaCO3    40%
2    Kapur Oksida atau quicklime atau kapur bakar    CaO    71 %
3    Kapur Hidrat atau slaked lime atau kalsium hidroksida Ca(OH)2    54 %
4    Kapur Dolomit    CaMg(CO3)2    Tidak ada info
Sumber : Chanratchakool, 1995
2.8 Kualitas air
Air sebagai media tempat hidup organisme perairan perlu dijaga kualitas maupun kuantitasnya karena mempengaruhi kehidupan organisme tersebut. Kualitas air meliputi fisika dan kimia perairan, diantaranya adalah amoniak, suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO) yang semuanya berkaitan dengan hasil produksi ikan. Lingkungan yang buruk atau perubahan secara tiba-tiba memicu ikan mengalami stres sehingga mudah terserang penyakit parasiter dan non-parasiter, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian.
Amoniak  (NH3)  dan  garam-garamnya bersifat  mudah  larut  dalam  air. Toksisitas amoniak terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar DO,  serta peningkatan pH  dan  suhu. Persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Pada pH ≤ 7, sebagian besar amoniak akan mengalami ionisasi. Sebaliknya, pada pH > 7, amoniak tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah lebih banyak (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Amoniak sangat beracun bagi udang  vaname  meskipun pada  konsentrasi rendah  ±  0,1  mg/liter  (Wyk  dan Scarpa, 1999).
Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi hewan air. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat (Boyd, 1982). Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air (Effendi, 2003). Suhu optimal untuk pertumbuhan udang antara 26-32°C (Haliman dan Adijaya, 2004).
Derajat keasaman (pH) merupakan gambaran konsentrasi ion hidrogen (Boyd,1982).    Nilai    pH    merupakan    parameter    lingkungan    yang    bersifat mengontrol laju metabolisme melalui pengendaliannya terhadap aktifitas enzim, kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah 6,5-9,0 (Boyd, 1982). Udang vaname sensitif terhadap perubahan pH dan hidup optimum udang vaname pada nilai pH sekitar 7-8,3 (Wyk dan Scarpa, 1999).
Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari dua bentuk senyawa
yaitu terikat dengan unsur lain seperti NO3-, NO2-, PO 3-, H2O, CO2, dan CO 2-
maupun sebagai molekul bebas (O2). Di tambak, oksigen terlarut merupakan faktor  pembatas. Oksigen dibutuhkan udang  untuk  respirasi, proses  fisiologi ketika sel mengoksidasi karbohidrat dan melepas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme nutrient dari pakan. Konsentrasi oksigen terlarut optimum untuk hidup udang vaname 5-9 mg/liter (Wyk dan Scarpa, 1999).

Thursday, June 14, 2012

EKOLOGI PERAIRAN SANGAT PENTING BAGI MANUSIA

June 14, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Ekologi perairan merupakan cabang ilmu mengenai lingkungan yang fokus mempelajari interaksi atau hubungan timbal balik antara organisme di perairan dengan lingkungannya. Lingkungan sangat berpengaruh sebab ia memegang peranan dalam menciptakan kenyamana hidup organisme di perairan. Faktor-faktor yang ada di lingkungan adalah faktor fisika mencakup kecerahan, suhu, arus dan lain-lain. Faktor kimia antara lain pH, Do, sementara itu faktor biologi antara lain sifat plankton, substrat dan masih banyak lagi lainnya. Seseorang yang mempelajari ekologi perairan diharapkan bisa dan mampu mengidentifikasi hubungan timbal balik lingkungan dan organisme di perairan.
Ekologi perairan ini mencakup banyak lingkup antara lain ekologi perairan tawar, ekologi perairan laut, ekologi perairan kolam, ekologi perairan tambak dan semua ekosistem yang melibatkan air sebagai komponen abiotik. Di dalam ekosistem perairan baik itu tawar, pesisir maupun lautan, ada beragam jasad hidup atau biotik juga abiotik yang tak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Mereka saling terkait dan memungkinkan terjadinya pertukaran zat atau energi di antara kedua komponen tersebut. Hampir 70% bumi ini merupakan wilayah perairan, dengan demikian, mempelajari ekologi perairan adalah hal yang sangat penting sebab dengan mengidentifikasi komponen abiotik dan biotik tersebut manusia bisa memperoleh manfaat yang optimal dari perairan tersebut.
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Faktor Biotik
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.
Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut.
A. Individu
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
1. Adaptasi morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi, antara lain sebagai berikut.
a. Gigi-gigi khusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya. Lihat Gambar 6.5.
b. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap. Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya. Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga.
c. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya. Perhatikan Gambar 6.7
d. Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. Adaptasi fsiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya. Contohnya adalah sebagai berikut.
a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.
c. Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya.
3. Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya sebagai berikut :
a. Pura-pura tidur atau mati
Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.
b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.
B. Populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa dikelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi.
Dari rumus hitungan di atas kita dapatkan kesimpulan bahwa rata-rata berkurangnya pohon tiap tahun adalah 20 batang. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik iniantara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas danmortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalahperpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
C. Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
D. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).
Faktor Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b. Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
f. Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
g. Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
Interaksi antarkomponen ekologi dapatmerupakan interaksi antarorganisme,antarpopulasi, dan antarkomunitas.
A. Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
contoh : Plasmodium dengan manusia
d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
B. Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut.
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
C. Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat. Lihat Gambar 6.16.
D. Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.
Adanya perubahan-perubahan pada populasi mendorong perubahan pada komunitas. Perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan ekosistem berubah. Perubahan ekosistem akan berakhir setelah terjadi keseimbangan ekosistem. Keadaan ini merupakan klimaks dari ekosistem. Apabila pada kondisi seimbang datang gangguan dariluar, kesimbangan ini dapat berubah, dan perubahan yang terjadi akan selalu mendorong terbentuknya keseimbangan baru.
Rangkaian perubahan mulai dari ekosistem tanaman perintis sampai mencapai ekosistem klimaks disebut suksesi. Terjadinya suksesi dapat kita amati pada daerah yang baru saja mengalami letusan gunung berapi. Rangkaian suksesinya sebagai berikut.
Mula-mula daerah tersebut gersang dan tandus. Setelah beberapa saat tanah akan ditumbuhi oleh tumbuhan perintis, misalnya lumut kerak. Tumbuhan perintis ini akan menggemburkan tanah, sehingga tanah dapat ditumbuhi rumput-rumputan yang tahan kekeringan. Setelah rumput-rumput ini tumbuh dengan suburnya, tanah akan makin gembur karena akar-akar rumput dapat menembus dan melapukan tanah, juga karena rumput yang mati akan mengundang datangnya dekomposer (pengurai) untuk menguraikan sisa tumbuhan yang mati. Dengan semakin subur dan gemburnya tanah maka biji-biji semak yang terbawa dari luar daerah itu akan tumbuh, sehingga proses pelapukkan akan semakin banyak. Dengan makin gemburnya tanah, pohon-pohon akan mulai tumbuh. Kehadiran pohon-pohon akan mendesak kehidupan rumput dan semak sehingga akhirnya tanah akan didominasi oleh pepohonan. Sejalan dengan perubahan vegetasi, hewan-hewan yang menghuni daerah tersebut juga mengalami perubahan tergantung pada perubahan jenis vegetasi yang ada. Ada hewan yang datang dan ada hewan yang pergi. Komunitas klimaks yang terbentuk dapat berupa komunitas yang homogen, tapi dapat juga komunitas yang heterogen.