Saturday, January 28, 2012

JINTEN HITAM (NIGELLA SATIVA) MERUPAKAN TANAMAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI IMUNOSTIMULAN PADA IKAN LELE

January 28, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan ikan yang banyak terdapat di Indonesia. Salah satu ikan lele yang banyak ditemukan di Indonesia adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo merupakan spesies ikan lele yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1984, yang diperoleh dari hasil persilangan antara induk betina lele asli Taiwan dan induk pejantan yang berasal dari Afrika. Lele dumbo masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1986, yang diimpor dari Taiwan.
A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell)
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) berasal dari Benua Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Jenis ikan lele ini termasuk hibrida dan pertumbuhan badannya cukup spektakuler baik panjang tubuh maupun beratnya. Dibanding kerabat dekatnya ikan lele lokal (Clarias batrachus) lele dumbo memiliki pertumbuhan empat kali lebih cepat. Oleh sebab itu, ikan jenis ini dengan mudah menjadi populer di masyarakat.
Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dikembangkan:
1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih (Padang).
3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
6. Clarias gariepinus Burchell, yang dikenal sebagai lele dumbo berasal dari Afrika
Ikan lele digemari semua lapisan masyarakat sebagai protein hewani alternatif yang harganya murah. Ikan lele mudah diolah, bergizi tinggi dan rasanya enak. Ikan lele dumbo mudah dipelihara, disimpan dan dipasarkan baik berupa ikan hidup maupun ikan segar (Alam Ikan 3). Kedudukan taksonomi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum
:
Chordata
Kelas 
:
Pisces
Ordo
:
Ostariophysi
Genus
:
Clarias
Spesies             
:
Clarias gariepinus Burchell
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) memiliki morfologi yang mirip dengan lele lokal (Clarias batrachus). Bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng dan batok kepalanya keras, tidak bersisik dan berkulit licin, mulut besar, warna kulit badannya terdapat bercak-bercak kelabu seperti jamur kulit manusia (panu). Ikan lele dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele dalam budidaya intesif ada yang memiliharanya dalam kolam terpal
Ciri-ciri morfologis lele dumbo lainnya adalah sungutnya.
Sungut berada di sekitar mulut berjumlah delapan buah atau 4 pasang terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, mandibular dalam dua buah, serta sungut maxilar dua buah.
Ikan lele mengenal mangsanya dengan alat penciuman, lele dumbo juga dapat mengenal dan menemukan makanan dengan cara rabaan (tentakel) dengan menggerak-gerakan salah satu sungutnya terutama mandibular (Alam Ikan 2).
Lele dumbo mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip pasangan (ganda) dan sirip tunggal.
Sirip yang berpasangan adalah sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral), sedangkan yang tunggal adalah sirip punggung (dorsal), ekor (caudal) serta sirip dubur (anal).
Sirip dada ikan lele dumbo dilengkapi dengan patil atau taji tidak beracun. Patil lele dumbo lebih pendek dan tumpul bila dibandingkan dengan lele lokal (Alam Ikan 2). Ikan lele dumbo sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Usaha budidaya ikan sering terjangkit adanya penyakit ikan yang tidak jarang menggagalkan pertumbuhan dan kelulusanhidupan ikan sehingga mengakibatkan kematian masal pada ikan yang dibudidayakan (gagal panen). Penyakit ikan disebabkan adanya interaksi antara lingkungan, organisme dan ikan yang tidak seimbang. Penyakit ikan dapat disebabkan oleh fisika, kimiawi, dan biologis. Penyakit yang diakibatkan oleh fisik maupun kimiawi pada umumnya tidak menular (non infeksi). Sedangkan penyakit yang ditimbulkan oleh penyebab biologis kebanyakan menular (infeksi).
Aeromonas hidrophila merupakan bakteri yang dapat menginfeksi ikan. Susanto (1988), melaporkan bahwa Aeromonas hidrophila dapat menyebabkan kematian masal pada ikan lele dumbo, sehingga Aeromonas hidrophila menjadi ancaman tersendiri yang menakutkan bagi para petani ikan atau pembudidaya ikan lele dumbo.
Salah satu penanganan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri) pada budidaya lele dumbo adalah antibiotik. Antibiotik sebagai agen terapi pengobatan memang telah banyak membantu, namun ternyata juga menimbulkan ekses yang negatif, yaitu menimbulkan jenis penyakit baru maupun bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan yang ramah lingkungan dan mampu memulihkan ikan lele dumbo dari infeksi bakteri tersebut, yaitu imunostimulan.
Imunostimulan adalah zat kimia, obat-obatan, stressor, atau aksi yang meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan (innate immune respon) yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut. Imunostimulan adalah zat-zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit, bukan meningkatkan respon imun spesifik (acquired immune respon), tetapi meningkatkan respon imun non-spesifik baik melalui mekanisme pertahanan humoral maupun pertahanan seluler (Sakai, 1999). Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme sistem kekebalan non-spesifiknya atau bahawan (innate immune sistem) dari pada sistem kekebalan spesifiknya atau adaptif (Anderson, 1992)
Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan tanaman yang berpotensi sebagai imunostimulan karena mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi patogen. Jinten hitam mengandung beberapa bahan aktif diantaranya, Thymowuinone (TQ), Dithymoquinone (DTQ),Thymohidriquinone (THQ), dan Thmol (THY). Tumar (2006) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam (Nigella sativa) dapat menghambat atau bahkan dapat membunuh bakteri Aeromonas hydrophila. Selain itu Hendrik (2007) menambahkan bahwa ekstrak jinten hitam dapat merangsang dan memperkuat sistem kekealan tubuh manusia melalui peningkatan jumlah, mutu, dan aktivitas sel-sel kekebalan tubuh manusia. El-Kadi dan Kandil (1986) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam berpengaruh menguatkan fungsi kekebalan, dimana kadar sel-sel T pembantu meningkat dibandingkan sel-sel T penekan dengan perbandingan rata-rata 72% serta terjadi peningkatan aktivitas sel-sel pembunuh alami rata-rata 75%.
Endarti (2009) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam (Nigella sativa) merupakan bahan yang potansial untuk digunakan sebagai agen imunostimulan pada ikan lele dumbo yang terinfeksi Aeromonas hydrophilakarena terbukti dapat meningkatkan jumlah sel darah putih dan diferensial leukosit yang dangat berperan dalam respon immune non-spesifik. Selain itu, ekstrak jinten hitam dengan konsentrasi 9% menunjukkan bahwa jumlah sel darah putih (leukosit) sebelum uji tantang 25516.67 sel/mm3 dan sebesar 97243.33 sel/mm3 setelah uji tantang.
Aktivitas immunostimulator ekstrak jinten hitam pada benih ikan lele dumbo meliputi peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit) terutama neutrofil, limfosit dan monosit serta ketahanan terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang ditunjukkan dengan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi mencapai 90%.
Referensi
Endarti. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jinten Hitam sebagai Imunostimulan terhadap Hematologi Ikan Lele Dumbo.
BACA : (Nigella Sativa) / Black Seed / Jintan Hitam

Friday, January 27, 2012

MEMBANGUN DENGAN TEKNOLOGI BLUE ECONOMY

January 27, 2012 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Era industrialisasi kelautan dan perikanan perikanan dengan pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan positif. Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP tahun 2012 terutama pembangunan di bidang ekonomi dan lingkungan hidup menjadi cerminan keberhasilan tersebut. Beberapa indikator menunjukkan, pertumbuhan PDB perikanan sebesar 6,48, produksi perikanan mencapai 15,26 juta ton, produksi garam menyentuh angka 2,02 juta ton, tingkat konsumsi ikan dalam negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang memberi gambaran peningkatan taraf hidup nelayan sudah mencapai angka 105,37.
Konsep Blue Economy mengajarkan bagaimana menciptakan produk nirlimbah (`zero waste`) sekaligus menjawab ancaman kerentanan pangan serta krisis energi. Menurut dia, penerapan ekonomi biru juga bakal semakin memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan, serta mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi.
Ikan segar yang diperoleh dari laut tidak hanya akan menggunakan dagingnya saja sebagai santapan bahan konsumsi, tetapi juga menghasilkan berbagai produk seperti tepung ikan, minyak ikan, makanan ternak, kulit samak, gelatin, dan kerajinan. Dari produk tersebut dapat dihasilkan produk turunan paling tidak enam jenis.
Demikian pula, ujar dia, komoditas udang juga dapat menghasilkan beberapa produk, seperti daging udang dan limbah udang sebagai bahan baku.
Ia memaparkan, limbah udang dapat diproses menjadi Khitin dan Khitosan guna menghasilkan berbagai produk seperti bahan untuk fotografi, kertas, farmasi, kosmetik, pengolahan dan pengawetan kayu.
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Pada dasarnya semua pihak sangat berkepentingan dengan pembangunan yang tidak mengorbankan masa depan. Apa yang kita lakukan sekarang tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga harus menjadi warisan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif menegaskan, prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar.
KKP telah mengadakan serangkaian diskusi, baik di lingkup internal maupun melibatkan para pakar dan ahli dari luar KKP. Diantaranya dengan mengundang pemrakarsa blue economy, yakni Gunter Pauli yang dikenal dengan bukunya The Blue Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs. Dari rangkaian diskusi yang telah dilaksanakan tersebut telah berhasil menggali berbagai informasi, prospek, dan peluang penerapan prinsip-prinsip blue economy untuk diterapkan di sektor kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. “Seminar nasional seperti ini diharapkan dapat semakin melengkapi konsepsi dan rencana kerja implementasi prinsip-prinsip blue economy dalam industrialisasi kelautan dan perikanan, khususnya pada industri perikanan tangkap.
Untuk mendukung program tersebut KKP telah mengundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI. Sebagaimana kita ketahui, usaha perikanan tangkap di laut lepas meliputi wilayah samudera hindia dan samudera pasifik dan dapat dilakukan dengan menggunakan kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 GT dengan ketentuan harus didaftarkan oleh Pemerintah pada organisasi pengelolaan perikanan regional. Dengan Permen ini diharapkan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas dapat meningkatkan hasil tangkapan yang berdampak pada meningkatnya ekspor hasil perikanan.
Permen Nomor PER.30/MEN/2012 ini, memiliki keunggulan dibanding peraturan sebelumnya. Diantaranya, mempercepat industrialisasi perikanan tangkap, dengan aturan yang membolehkan pengadaan kapal perikanan baru dan bukan baru dari dalam negeri dan luar negeri dengan ukuran yang memadai atau lebih besar. Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan dan produksi hasil penangkapan ikan di ZEEI di luar 100 mil. Selain itu, Permen ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perikanan, melalui aturan kewajiban usaha perikanan tangkap terpadu dan pemilik kapal kumulatif di atas 200 GT untuk mengolah ikan hasil tangkapan pada unit pengolahan ikan di dalam negeri. “Sesuai dengan konsep Blue Economy, Permen ini sangat mendukung pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab. Terutama melalui pendataan statistik dan pelaporan hasil tangkapan yang lebih baik.
Ditambahkan, Permen Nomor PER.30/MEN/2012 secara langsung akan memberikan kemudahan lain bagi para pelaku usaha. Dimana, persyaratan perizinan lebih disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada saat permohonan awal dan apabila terjadi perubahan. Selain itu, masa waktu pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) lebih diperpanjang yang semula 5 (lima) hari menjadi 10 (sepuluh) hari. Kemudahan lain, pengusaha yang telah memiliki SIUP di Laut Lepas dapat digunakan juga di WPP-NRI, begitupun sebaliknya. “Pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan.
Kegiatan ini merupakan salah satu cara dalam rangka menanamkan jiwa kebaharian semenjak dini kepada para generasi muda Indonesia, agar mempunyai kesadaran tinggi akan hal ini, mengingat potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia begitu besar dan dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Mc Kinsey Global Institute, dalam laporannya “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential” menyebutkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor utama (disamping sektor jasa, pertanian, dan sumberdaya alam) yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang maju perekonomiannya pada tahun 2030, di mana ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris, sehingga Indonesia harus terus berbenah diri melaksanakan pembangunan di segala sektor termasuk membangun sumber daya alam kelautan dan perikanan yang mempunyai potensi cukup besar untuk diolah secara optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa membangun sumberdaya alam kelautan dan perikanan adalah mengelola SDM-nya, maka peningkatan kapasitas SDM merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan industrialisasi kelautan dan perikanan.
Guna mewujudkan pengembangan SDM mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan, maka perlu terciptanya SDM sebagai pelaku industri yang mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Hal itu penting dilakukan mengingat Indonesia sedang bersiap diri menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 dan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community) 2015. Untuk itu, KKP tetap konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep Ekonomi Biru.
Konsep Blue Economy akan bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. “Untuk itu, KKP akan terus mendorong para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun masyarakat luas untuk terus menggali peluang penerapan blue economy dan strategi operasional dalam industrialisasi kelautan dan perikanan.
Implementasi Blue Economy
Ekonomi biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti perikanan dan budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi laut serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya, KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan diiringi produk yang memenuhi standar mutu pangan (food safety). Selain itu, KKP juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Terkait implementasi konsep blue economy, KKP tengah mengembangkan model industrialisasi rumput laut berbasis blue economy, produk turunan industri udang dan crustasea, Model industrialisasi Tuna, Tongkol, Cakalang berbasis ekonomi biru, Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain sebagainya.
Industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy sudah berjalan, hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik chitosan yang saat ini terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah. Menurutnya, terdapat tiga negara yang potensial dalam menyerap produk-produk turunan tersebut  yakni Jepang, Korea dan China. Udang merupakan salah satu dari komoditi ekspor yang menggiurkan, karena memiliki peluang pasar dan harganya yang cukup tinggi di pangsa internasional.  Selama ini ekspor udang produk utamanya dalam bentuk daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan yang tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan  filosofi Blue Economy, sisa hasil perikanan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan. Chitosan merupakan salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu chitosan dapat diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin yang terbilang berbahaya. Pemanfaatan kulit udang menjadi edible coating chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri pengolahan, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Kendati tingginya akan permintaan ikan tidak berarti harus mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan, tetapi bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, perlu memulai kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sumber daya perikanan kita secara berkelanjutan. Karena itu, KKP berupaya untuk mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan, baik pada perikanan tangkap maupun budidaya untuk mendukung industrialisasi perikanan. KKP tengah mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti, teknologi alat tangkap ikan, instalansi pendingin dengan menggunakan tekanan air laut sebagai penggerak, instalansi produksi es balok dengan bahan baku air laut. Pada prinsipnya, Blue economy akan bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy yakni, program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (perekrutan tenaga kerja), dan pro-environment (pelestarian lingkungan).