Sunday, January 23, 2011

MENGENAL POTENSI BUDIDAYA UDANG ROSTRIS (Litopenaeus stylirostris)

January 23, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Produksi udang Indonesia sejak 1997 menurun drastis. Penyebabnya adalah produksi yang gagal karena wabah virus white spots menyerang udang windu. Namun, kini ditemukan udang rostris, jenis baru pengganti udang windu yang lebih tahan penyakit. Udang rostris yang berasal dari benua Amerika ini ditemukan dari hasil penelitian Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BB PBAP), Jepara, Jawa Tengah. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di Semarang, Jateng, baru-baru ini.
Menurut Rokhmin, penelitian itu dilakukan setelah wabah virus white spots menyerang udang windu, lima tahun terakhir ini. Akibatnya, sebagian besar petani tambak udang, khususnya di Pulau Jawa, menghentikan usahanya. Induk udang windu yang menjadi andalan dalam usaha pembenihan, 20 prosen terinfeksi virus. Hebatnya, virus itu dapat menular secara vertikal ke anaknya.
Karena itulah, kata Rokhmin, BB PBAP melakukan penelitian. Hasilnya, ditemukan udang jenis rostris. Udang ini lebih tahan penyakit yaitu tingkat hidup benih antara 60 hingga 85 prosen. Sedangkan udang windu hanya kurang dari 50 prosen. Hasil produksi udang rostris diyakini jauh lebih tinggi. Satu hektare tambak dapat menghasilkan 8-9,5 ton ton udang rostris. Jauh lebih tinggi ketimbang udang windu yang hanya akan mencapai 6-7 ton per hektare.Udang rostris memiliki nama ilmiah Litopenaeus stylirostris. Udang jenis ini dapat dibudidayakan pada sistem tertutup pada kelas pembesaran secara intensif. Udang rostris memiliki tubuh berwarna biru, mempunyai rostrum bergigi 7 di bagian dorsal dan 1 gigi lunak di bagian ventral, duri kecil ditemukan pada tepi posterior segmen abdomen kelima. Udang jenis telah dapat dilakukan pembenihan oleh BBPBAP Jepara. Daerah budidaya udang rostris terdapat di provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Barat.
Udang Biru (Litopenaeus stylirostris) dikenal sebagai "SS" (Super Udang) berasal sebagai larva liar dari Panama, dan saat ini sedang dalam generasi 22nu nya domestikasi. Mereka telah mengalami proses sistematis seleksi untuk peningkatan pertumbuhan dan fekunditas, dan khususnya, untuk perbaikan ketahanan terhadap virus IHI-LN.
SS-biru udang secara signifikan lebih toleran terhadap suhu air rendah dibandingkan Penaeus monodon atau Litopenaeus vannamei. Karakteristik ini adalah limbah kepada manajemen induk udang biru. Tahap kritis pemeliharaan larva berada di persimpangan dari Zoea ke mysis, tapi hampir tidak ada modalitas pada stadium post larva. Hal ini diamati selama pemeliharaan larva menggunakan sistem modulasi ditunjukkan dengan tingkat kelangsungan hidup nauplius ke PL 5 adalah 29%, tapi PL 5 sampai PL 15 mencapai 97%. Pertumbuhan larva dan post larva dalam modulasi dan sistem modulasi non tidak signifikan berbeda, tetapi kinerja dan keseragaman benih dalam sistem modulasi ditunjukkan baik. Produksi rata dalam tumbuh tambak adalah 9.000 kg / ha dengan tingkat kelangsungan hidup akhir 74,5-94,8%, dan Avarage pertumbuhan harian (ADG) dari 0.176 g.
Tambak penuh dengan 55-udang pada kepadatan 33-38/m2.Udang rostris (Litopenaeus stylirostris) berasal dari kawasan Amerika Latin khususnya dari negara Mexico, mempunyai prospek pasar internasional yang cukup baik bagi dunia usaha dan sudah banyak diproduksi secara massal dengan menerapkan teknologi sederhana hingga intensif oleh beberapa negara di Amerikan dan Asia. Informasi yang didapat dari hasil kajian dan hasil produksi di beberapa negara produsen, bahwa udang rostris menunjukkan keunggukan-keunggulan sebagai berikut:
1.      Laju pertumbuhan yang menyerupai udang windu (dapat mencapai ukuran 30 gr/4 bulan).
2.      Toleran terhadap suhu rendah dan perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi).
3.      Toleran terhadap lingkungan yang ekstrim (kindisi tanah gambut dan kondisi lainnya).
Pemicu munculnya penyakit pada udang rostris ada tiga, faktor yakni :
1.      menurunnya kualitas lingkungan pemeliharaan
2.      Adanya jasad patogen,
3.      Kondisi udang yang lemah.
Bila udang rostris terserang penyakit dapat dipastikan ditimbulkan oleh beberapa faktor tersebut. Untuk mencegah dan mengobatinya maka harus diketahui faktor penyebabnya.
Klasifikasi dari udang rostris (Litopenaeus stylirostris) adalah sebagai berikut :
·       Sub Phyllum    : Crustacea
·       Kelas                : Malacostraca
·       Ordo                : Decapoda
·       Famili              : Penaidae
·       Genus              : Litopenaeus
·       Species            : Litopenaeus stylirostris
Terdapat di daerah Timur Pasifik di Utara Meksiko hingga Paita (Peru) udang dewasa hidup pada kedalaman 7 m di tanah dasar lumpur, liat atau lumpur berpasir.
Ciri morfologi udang rostris ini tidak berapa beda dengan deskripsi udang pada umumnya. Secara jelas yang tampak adalah udang ini berwarna biru kehitaman, keki renang merah kebiru-biruan, rostrum panjang bergigi 7 pada bagian atas (dorsal) dan 1 gigi lunak yang berkembang di bagian ventral.
Adaptasi terhadap lingkungan ;
Suhu                : 24 -260 C
Salinitas           : 34 39 0/00
PH                   : 7,8 -8,4
PERSIAPAN AIR MEDIA
Dalam persiapan air media awal sudah dianggap baik apabila kondisi parameter kualitas air dan kelimpahan plankton tidak mengalami goncangan (fluktuasi) yang mencolok. Tahapan dalam persiapan air media awal adalah sebagai berikut :
Pengamatan parameter kualitas tanah (pH : 6,5-7,5 ; kandungan bahan organic 8-10 %). Tujuan dari pengamatan parameter kualitas tanah ini adalah untuk mengetahui kondisi tanah tersebut sudah layak atau belum bagi kebutuhan biologis udang yang akan dipelihara.
Pengisian air seluruh komponen petakan tambak hingga mencapai ketinggian yang optimal (1,2-1,4 m), dilakukan pada saat kondisi air laut sedang pasang tinggi. Kemudian air dibiarkan 2-5 hari dengan tujuan untuk mengetahui tingkat porositas tanah dan tingkat evaporasi (penguapan) air pada petakan tambak yang akan dioperasionalkan.
Sterilisasi air media dengan kaporit berkisar antara 25-30 ppm dan ditebar merata, kemudian diaerasi (dikincir) yang kuat selama 3-5 jam. Pengadukan dengan kincir bertujuan agar kaporit yang diaplikasikan tersebar secara merata hingga ke dasar tambak, sehingga air media tersebut dapat segera steril.
Pengamatan parameter kualitas air, seperti pH (7,5-8,5), suhu (28o-31o C), dan salinitas (15-35 ppt), serta parameter air lainnya. Pengukuran parameter kualitas air ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas air secara awal, sehingga pada saat penebaran benur dapat disesuaikan (untuk proses adaptasi penebaran benur).
PEMILIHAN DAN PENEBARAN BENIH
Apabila kondisi air media sudah siap dalam artian baik kondisi parameter kualitas air dan kondisi kelimpahan plankton, maka segera dapat dilakukan penebaran benih.
Pemilihan standar benih udang rostris adalah sebagai berikut :
-            Ukuran diusahakan seragam.
-            Gerakan lincah dan menantang arus.
-            Respon terhadap gerakan.
-            Warna tubuhnya putih transparan.
-            Kaki dan kulit bersih.
-            Isi usus tidak putus, dan
-            Adaptif (tahan) terhadap perubahan salinitas.
Benih udang rostris yang ditebar adalah ukuran PL-15 atau ukuran tokolan (sebesar pentol korek api) dan sudah dalam kondisi bebas virus. Standar baku benih yang baik adalah setelah dipilah dengan formalin, kematiannya maksimal tidak lebih dari 5 %. Benih tersebut diangkut ke tambak dan kemudian sebelum ditebar terlebih dahuludiadaptasikan terhadap parameter kualitas air yaitu suhu, salinitas, pH, dan parameter lainnya secara perlahan-lahan selama 5-15 menit.
Waktu penebaran yang baik diusahakan pagi hari (jam 0500- 0700). Dengan padat penebaran yang optimal pada pembesaran udang rostris dengan teknologi intensif pada system ini adalah berkisar antara 25-50 ekor/m2 (tergantung factor daya dukung lahan dan sarana penunjang lainnya).
MASA PEMELIHARAAN
Selama masa pemeliharaan udang rostris berlangsung (masa operasional berjalan) perlakuan dan pengamatan sangatlah menentukan tingkat keberhasilan. Untuk itu, dalam kurun waktu tersebut ada beberapa kegiatan, perlakuan, dan pengamatan penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
-            Pengaturan dan pemberian pakan.
-            Manajemen plankton.
-            Pengelolaan air dan lumpur.
-            Pengamatan kondisi dan pertumbuhan udang.

Friday, January 21, 2011

SISTEM PENDEDERAN BENIH IKAN PATIN

January 21, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Benih ikan patin yang ada di Desa talun, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati berasal dari luar daerah yang dideder di Talun. Para pelaku utama melaksanakan pembelian benih setelah ukuran tebar dengan harga sekitar Rp.500,-. Dengan selisih harga yang cukup tinggi maka para pendeder benih cukup nyaman dan tidak haruh memijahkan ikan patin di Talun.

Benih yang telah di pelihara selama 15 hari, kemudian dipindahkan lagi ke wadah yang lebih besar untuk didederkan. Adapaun tahapan-tahapan pendederan adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Untuk pendederan benih ikan patin, dapat digunakan kolam tanah. Kolam dikeringkan terlibih dahulu selama 3 – 5 hari untuk menguapkan gas beracun yang terdapat di dalam tanah. Dasar kolam diratakan dan dibuat agak miring kearah saluran pembuangan. Pada dasar kolam juga dibuatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm, kemalir ini dibuat untuk memudahkan saat pemanenan.
Setelah semua konstruksi kolam telah selesai, kemudian kolam dipupuk dengan menggunakan kotoran ayam sebanyak 50 – 100 gr/m2. Kolam yang telah dipupuk selajutnya diisi air setinggi 40 cm dan dibiarkan selama 5 hari (air tidak dialirkan).
2. Penebaran Benih
Setelah wadah dan media siap, maka dilakukan penebaran benih. Padat penebrannya sebanyak 60-100 ekor/m2. Sebelum dilakukan penebaran, dilakukan aklimatisasi agar benih tidak stress. Proses aklimatisasi ini dengan cara menambahkan sedikit demi sekit air kolam pemeliharaan ke bak atau kantong benih agar kualitas airnya sama.
Penebaran benih ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pagi hari saat kondisi perairan tidak terlalu panas. Agar ikan tidak stress, sebelum ikan di tebarkan, perlu dilakukan aklimatisasi (Penyesuaian kondisi lingkungan) sekitar 5-10 menit.(Siregar,2002).
3. Pengelolaan Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi laju pertumbuhan benih. Pakan yang digunakan untuk pendederan patin sebaiknya yang mempunyai kandungan protein diatas 30%.penggunaan pakan menjadi penting
Dalam pemberian pakan, efisiensi sangat mempengaruhi tingkat karena keuntungan. Ikan budidaya mempunyai konversi pakan yang berbeda, tergantung dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan dan kondisi lingkungan (Kordi, 2005) Jumlah pakan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial).
Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di alam (Susanto dan Amri, 2005).
keuntungan. Ikan budidaya mempunyai konversi pakan yang berbeda, tergantung dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan dan kondisi lingkungan (Kordi, 2005)
Jumlah pakan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial).
Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin dialam (Susanto dan Amri, 2005).
4. Kualitas Air
Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam budidaya ikan patin. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan terserang penyakit. Ikan patin bisa bertahan hidup pada perairan yang kondisinya sangat jelek. Akan tetapi, ikan patin akan tumbuh normal dan optimal di perairan yang memenuhi persyaratan ideal sebagaimana perairan alami atau habitat aslinya (Djarijah, 2001).
Adapun parameter kualitas air yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam budidaya ikan patin. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan terserang penyakit (Khairuman dan Sudenda, 2002) .
Menurut Djarijah (2001), ikan patin bisa bertahan hidup pada perairan yang kondisinya sangat jelek. Akan tetapi, ikan patin akan tumbuh normal dan optimal di perairan yang memenuhi persyaratan ideal sebagaimana perairan alami atau habitat aslinya. Setelah proses aklimatisasi selesai, benih siap
Suhu
Menurut Djarijah (2001), keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan patin adalah 28-29 0C. Kehidupannya mulai terganggu pada apabila suhu perairan mulai turun sampai 14-15 0C atau meningkat di atas 35 0C. Aktivitasnya terhenti pada perairan yang suhunya di bawah 6 0C atau di atas 42 0C. Sedangkan menurut Ghufran (2005), suhu optimal untuk patin berkisar antara 26-33 0C.
Oksigen Terlarut
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan oksigen di dalam air, hampir sama halnya dengan ikan lele. Apabila kandungan oksigen di dalam air kurang, ikan patin akan mengmbil langsung oksigen di udara bebas. Bahkan ikan patin dapat bertahan hidup selama beberapa saat di darat. Kandungan oksigen yang baik minimal 4 mg/liter air (Khairuman dan Sudenda, 2002). Sedangkan kandungan oksigen yang optimal bagi larva ikan patin adalah 3 mg/liter. Apabila konsentrasi oksigen cukup tinggi larva, larva menyebar secara merata dalam tangki. Sebaliknya, apabila konsentrasi oksigen sangat rendah, larva berkonsentrasi dibagian yang banyak arus aerasi atau jalan pemasukan air (Slambrouck, dkk., 2005).
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam (Lesmana, 2002). Purnawati (2002), menambahkan bahwa derajat keasaman sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup. Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ikan patin mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara 5-9, dan derajat keasaman yang optimum adalah 7.
5. Panen
Setelah proses pendederan selesai, maka dilakukan pemanen. Panen ini dilakukan dengan cara memasang saringan pada saluran pembuangan bagian dalam, kemudian air di kolam di buang sampai hanya tersisa di kemalir. Ikan yang terkumpul di kemalir diambil dengan menggunakan seser yang lembut agar benih tidak terluka. Ikan yang telah di panen di tampung pada bak dengan menggunakan air bersih. Setalah semua benih dipanen, dilakukan seleksi ukuran (grading) untuk memisahkan ukuran yang berbeda. Ikan yang telah di seleksi ukurnnya, sudah siap untuk di tebar di kolam pembesaran. Apabila jarak kolam pembesaran jauh dari tempat pendederan, perlakukan pengemasan (packing). harus diperhatikan dalam melakaukn pengemasan benih.
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta
 bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.
Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Sistem terbuka Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atautidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
2) Sistem tertutup Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang
memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air.
3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1);
(4) kantong plastik lalu diikat.
(5)kantong plastic dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau
ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.

Sunday, January 16, 2011

PROSES IDENTIFIKASI DENGAN PATICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)

January 16, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Identifikasi wilayah merupakan perihal yang utama dan pertama kali di dalam pelaksanaan tugas Penyuluh Perikanan, identifikasi wilayah harus dilakukan dengan cermat dan teliti agar pengenalan wilayah dapat dijadikan masukan dalam pembuatan Programa Penyuluhan. Program pembangunan pedesaan sudah berlangsung lama. Tetapi, program-program pembangunan yang dijalankan selama ini banyak memperoleh kritik. Kritik tersebut didasari suatu kenyataan di lapangan, bahwa proses pembangunan tidak mampu memberikan perubahan bagi masyarakat. Proyek-proyek pembangunan banyak yang bersifat mubazir, tidak berkelanjutan, dan justru memperparah situasi pedesaan. 
Kritik terhadap proyek pembangunan ini banyak ditujukan kepada metodologi proyek yang tidak “memanusiakan manusia” pedesaan. Metodologi ini didasari suatu keyakinan bahwa penyelesaian persoalan pedesaan hanya bisa ditangani oleh kaum profesional. Sementara petani dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan menyelesaikan masalah atau justru dianggap sebagai bagian dari masalah itu sendiri. Metodologi seperti ini umumnya didasarkan pada bentuk-bentuk riset dengan menggunakan pendekatan logika sains (baca= metode ilmiah) dan penelitian-penelitian etnometodologis yang terpengaruh oleh ilmu-ilmu sosial positivistik[1].
Kritik terhadap metodologi pembangunan yang didasarkan pada bentuk-bentuk riset dengan menggunakan pendekatan logika sains (baca= metode ilmiah) dan penelitian-penelitian etnometodologis, pada intinya antara lain: 
(1)       Riset ini umumnya hanya menghasilkan pengetahuan yang empiris-analitis. Pengetahuan seperti ini memiliki kecenderungan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat lokal.
(2)       Banyak  bermuatan  kepentingan teknis untuk melakukan rekayasa sosial (social enginering), seperti yang dikemukakan oleh Robert Chamber di muka.
Memungkinkan terjadinya "pencurian" terhadap kekayaan pengetahuan lokal oleh peneliti (orang luar)  sehingga sangat berpotensi untuk menyebabkan penindasan terhadap orang dalam (masyarakat lokal).. Sementara  pendekatan etnometodologis, meskipun berusaha memahami kehidupan sehari-hari masyarakat, mencoba menghasilkan pengetahuan yang


Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode determinasi, 'fixed law' atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap 'appropriate' untuk semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan metode ilmiah yakni obyektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode "scientific". Dengan kata lain, positivisme mensaratkan pemisahan fakta dan values dalam rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial.
Visi, Tujuan Dan Unsur-Unsur PRA

VISI adalah pandangan terhadap keadaan masyarakat atau kehidupan yang melahirkan keinginan mendalam (cita-cita) untuk melakukan sesuatu.
VISI PRA yaitu terwujudnya perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat agar ketimpangan yang disebabkan oleh proses pembangunan dapat ditiadakan atau dikurangi, agar kesejahteraan dinikmati secara adil dan merata. Artinya;
·         Perlu dilakukan pemberdayaan  masyarakat agar terjadi perubahan perilaku serta perubahan sosial yang diharapkan.
·         Perlu dilakukan pendidikan masyarakat sebagai proses pemberdayaan tersebut.

Tujuan PRA
·         Tujuan Praktis (Jangka Pendek)
Menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan.
·         Tujuan Strategis (Jangka Panjang)
Mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.  Yang  dimaksud pemberdayaan (empowerment) adalah menguatkan masyarakat, dengan cara memberikan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Caranya melalui pembelajaran yang terus menerus selama kita mengembangkan program.
Sedangkan yang dimaksud dengan Perubahan Sosial (social change) adalah Perubahan cara-cara hidup dalam masyarakat, baik karena sebab-sebab dari dalam masyarakatnya sendiri maupun sebab-sebab dari luar. Perubahan sosial merupakan tujuan mendasar metode PRA. Tanpa tujuan peruhaban sosial, berarti bukan metode PRA. Perubahan yang diharapkan adalah: kehidupan masyarakat yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Melalui proses penyadaran dan pembelajaran, diharapkan masyarakat mampu merubah hidupnya sendiri.

Dalam melakukan kajian pedesaan secara partisipatif, ada tahapan-tahapan yang semsetinya dilalui. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

 

Persiapan Desa

Persiapan desa adalah tahap yang sangat penting untuk kelancaran proses pelaksanaan kajian. Persiapan sebenarnya sudah diawali dengan proses sosialisasi. Dengan persiapan ini diharapkan bahwa masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat (melalui PRA). Selain itu, persiapan dapat juga melahirkan suatu kepercayaan (trust), keterbukaan dan suasana akrab di antara masyarakat dan Tim PRA.
Oval Callout: Di sawahnya mbak…01-AbservasiRounded Rectangular Callout: Kalau siang… dimana biasanya petani berada?Salah satu tahap dalam sosialisasi adalah penyusunan rencana kegiatan PRA. Dalam rencana tersebut menyangkut tentang  kesepakatan mengenai:
·         Tempat
Biasanya masyarakat sendiri mengatur penyediaan tempat tersebut. Yang perlu diperhatikan meliputi:
a.       Luasnya tempat (cukup luas untuk semua peserta)
b.      Tempat sesuai kondisi cuaca
c.       Tempat mudah dicapai untuk seluruh masyarakat serta fasilitator
d.      Tempat cocok untuk teknik PRA yang mau dipakai.
·         Waktu
Waktu pelaksanaan Kajian Keadaan Pedesaan disepakati bersama masyarakat. Biasanya masyarakat tidak dapat mengikuti kegiatan sepanjang hari karena harus kerja kebun atau kerja lain.
Pelaksanaan PRA makan cukup banyak waktu dan perlu kesabaran masyarakat dan fasilitator. Kajian Keadaan Pedesaan terdiri dari lebih dari pada satu kegiatan dan perlu beberapa pertemuan dengan masyarakat. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan keadaan setempat dan keinginan masyarakat.
·         Pengumuman / Undangan
Rencana pelaksanaan perlu diingatkan kepada masyarakat supaya masyarakat, termasuk  yang tidak sempat hadir pada saat sosialisasi, akan mengikuti kegiatan PRA. Perlu diingatkan bahwa perempuan juga perlu terlibat dalam kegiatan kajian. Sering kali masalah-masalah yang diangkat kurang peka terhadap kebutuhan perempuan dan terlalu memperhatikan pria. Ingat bahwa dalam pengembangan masyarakat perempuan punya peran penting!
Line Callout 2: Ayo kita mengenal PRA…..Oval Callout: Apa ndak ada tempat yang luas seehCloud Callout: Sumpek mas !!!02-pertemuan awal

 

Persiapan Dalam Tim PRA

Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif seringkali difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang dibentuk oleh agen pembangunan atau agen perubahan (agent of change). Anggota Tim Fasilitator dapat terdiri dari orang luar (dari agen pembangunan) maupun orang dalam (wakil-wakil masyarakat), pria dan wanita dan dari macam-macam disiplin/sektor. Tim Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif terdiri dari beberapa orang, dianjurkan minimal terdiri dari 3 orang. Yang penting di sini adalah kekompakan Tim yang merupakan penentu dari kelancaran proses kajian.
Persiapan tim tersebut sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan di Pedesaan. Persiapan yang baik diharapkan dapat mencegah munculnya kebosanan masyarakat, konflik di antara fasilitator dan kebingungan masyarakat. Isu-isu penting yang dibahas pada persiapan tim meliputi:
·         Menentukan informasi yang akan dikaji
Informasi yang akan dikaji tergantung tujuan PRA. Tujuan bisa sangat umum (pemberdayaan masyarakat) atau bisa terkait dengan suatu isu, misalnya pengembangan agama atau perlindungan lahan kritis. Sesuai tujuan tersebut, yang telah disepakati dengan masyarakat, diputuskan informasi apa akan dikaji. Tim PRA harus memperhatikan bahwa informasi yang akan dikumpulkan harus memiliki relevansi dan tidak terlalu banyak ; yang penting kualitasnya!
·         Menentukan teknik PRA yang ingin dipakai
Berdasarkan informasi yang perlu dikaji, diputuskan teknik apa akan dipakai. Dari pengalaman dalam pelaksanaan PRA, teknik yang seringkali digunakan untuk mulai proses kajian meliputi pemetaan desa, kalender musim dan alur sejarah desa.
·         Menentukan dan menyediakan bahan pendukung dan media;
Media dan bahan pendukung ini sangat tergantung teknik PRA yang dipilih. Bahan pendukung yang bisa dimanfaatkan terdiri dari ‘bahan dari luar’ seperti kertas, spidol, kapur tulis dan lain-lain. Bahan lokal yang sering dipakai merupakan batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian dan lain-lain. Pilihan bahan dan media yang cocok dan bervariasi sangat penting untuk mengatasi kebosanan masyarakat dan fasilitator.
·         Pembagian Tugas dalam tim kajian kedaan pedesaan partisipatif
Untuk menerapkan PRA  perlu diadakan pembagian tugas dalam tim untuk masing-masing anggota. Tugas yang biasanya ada dalam TIM PRA meliputi:
a.       Pemandu diskusi / fasilitator utama.  Peran bertugas membangun proses diskusi, mendorong masyarakat untuk berdiskusi di antara mereka sendiri serta berbagi pengalaman;
b.      Pemerhati proses. Peran ini bertugas untuk mendampingi dan membantu fasilitator utama dalam memperlancar kegiatan serta menjaga proses agar tujuan akan tercapai. Dia melibatkan peserta pasif dan mengatasi peserta yang terlalu dominan (dengan cara yang halus!!)
c.       Pencatat proses. Peran ini bertugas melakukan pencatatan sebagai dokumentasi proses dan hasil diskusi secara lengkap dan obyektif;
d.      Penerjemah.  Penterjamah diperlukan untuk membantu anggota tim yang tidak menguasai bahasa daerah setempat.